Mala menatap rumah yang besar dan megah yang ada di depan matanya dengan pandangan mata penuh kekaguman, Mala tak pernah membayangkan ada rumah sebesar dan semegah ini.Mala menatap Markus yang memintanya menggandeng tangannya masuk ke dalam rumah tersebut.Mereka saling tatap lalu kedua saling tersenyum, kemudian mereka mulai melangkah bersama, masuk ke dalam rumah ini.Dengan wajah terangkat dan langkah yang anggun, Mala masuk ke dalam pesta itu. Mala begitu terkejut, saat melihat ke dalam rumah yang megah dan luas itu, sepertinya ruang tengahnya telah di rubah menjadi ruang pesta yang sangat fantastis, Mala tidak pernah bermimpi akan masuk ke dalam pesta seperti ini. Mala merasa dia seperti sedang bermimpi, bermimpi berada dalam negeri dongeng.Sebuah ruangan pesta yang cantik dan juga mewah.Sedangkan Markus dengan bangga, menggandeng Mala masuk ke dalam pesta.Pesta sebenarnya belum di mulai, namun tamu sudah banyak juga yang datang.Maklum pesta ini di adakan oleh salah satu ko
Jadi maksud kamu, aku adalah cucu nya nenek Karin, pemilik rumah ini?" Tanya Mala lagi.Markus mengangguk sambil tersenyum bahagia pada Mala, lalu Markus memeluk Mala erat, sambil berbisik "selamat datang di keluarga Kusuma,"Mala terdiam terpaku di tempatnya untuk beberapa saat, bahkan dia mencubit lengannya sendiri hingga dia tersadar, karena merasa sakit.Menyadari ini bukan mimpi, Mala menengok ke arah wanita tua yang katanya neneknya itu, dengan pandangan mata sedih."Ternyata aku tidak sendirian di dunia ini," batin Mala.Mala lalu memeluk neneknya erat, sambil menangis walau di kepalanya masih banyak pertanyaan, bagaimana ayah dan ibu nya bisa pergi dari keluarga ini?Mala yang masih bingung bertambah bingung, saat tahu jika pesta yang kini sedang berlangsung adalah pesta penyambutan untuk dirinya.Markus dan keluarganya sengaja melakukan hal ini, agar Mala cepat di kenal, sebagai anggota keluarga mereka.Pantas saja Markus memintanya memakai gaun mewah seperti yang dia pakai
Mala, pagi itu juga harus pergi ke kantor, dia terkejut saat melihat Markus berdiri di samping mobilnya, sambil melihat ke arah gang di mana Mala akan muncul."Apakah begitu caranya seseorang pulang, hingga tidak perlu pamit pada siapapun, hanya karena tidak ingin ada yang tahu tentang rahasia yang di simpannya," sindir Markus ketika di dalam mobil."Apa maksud kamu?" Tanya Mala tidak mengerti.Markus terdiam, dia melihat ke arah Mala dengan tajam, membuat hati Mala deg deg_an tidak menentu saat itu juga, apakah Markus sudah mengetahui sesuatu.Mereka saling tatap dalam jangka waktu yang lama. Sedetik, dua detik, kedua masih terdiam, tidak ada yang berniat membuka mulutnya."Aku akan menunggu kamu, sampai kamu siap mengatakan semuanya, padaku!" Lanjut Markus.Mala menarik nafas lega mendengar itu.Lalu dia mengalihkan pandanganya pada jendela mobil di sampingnya."Suatu saat aku pasti akan mengatakan hal itu, namun aku minta sekarang, jangan pernah kamu memaksa atau mencaritahu tentan
Markus kini sadar, Mala pasti punya masa lalu yang belum dia ketahui, bahkan sampai sekarang Mala tidak pernah cerita kenapa dia masih selalu memilih pulang ke rumah kontrakannya, dan tidur di sana.Markus pulang dengan perasaan sedikit kesal, karena rencana yang telah dia persiapkan secara matang terpaksa gagal, karena sesuatu yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya."Apakah kini sudah waktunya, aku mencari tahu tentang Mala?" Ucap Markus pada dirinya sendiri.Markus sangat takut salah mengambil tindakan, yang bisa mengakibatkan Mala memilih pergi darinya.Markus kembali terdiam, dia menatap langit-langit kamarnya."Aku akan menyuruh seseorang datang ke rumahnya," Markus memutuskan akan mencari tahu sendiri, tentang Mala. Markus melihat tidak ada itikad Mala akan mengatakan, apapun padanya.***Mala yang baru saja menidurkan Brama, terkejut saat bel pintu kontrakan nya, berbunyi. Mala pun segera berlari untuk melihat siapa yang datang."Cari siapa?" Tanya Mala."Apa benar di sini
Keesokan harinya, meja makan yang biasanya sepi kini menjadi ramai dengan kehadiran Mala, Brama dan Bu Minah di rumah besar.Mereka sarapan bersama di meja makan., begitu juga nenek Karin, dia tiba-tiba merasa sehat hingga turun untuk sarapan.Mala sibuk menyuapi Brama, nenek Karin hanya tersenyum melihat keadaan ini sedangkan Markus masih memasang wajah dinginnya, dengan sesekali melirik ke arah Brama dan Mala.Mala pun sama, dia sesekali melirik ke arah Markus, hingga beberapa kali mereka terpaksa harus bertemu mata, dengan mulut mereka yang terkunci.Sarapan pun selesai, Markus dan Mala bersiap akan pergi ke kantor. Markus menunggu Mala, yang sedang berpamitan dengan Brama."Brama sayang, tunggu ibu pulang, jangan nakal jaga nenek sama eyang yah," pesan Mala sama Brama."Iya bu, siap! ibu juga kerja yang baik!" Balas Brama, membuat Mala gemas hingga mencium Brama lagi.Mala jadi merasa berat meninggalkan Brama."Cepat pergi! Lihat Markus sudah menunggu mu sejak tadi!" Ucap Bu Minah
Pernyataan cinta yang baru saja Markus ungkapkan, membuat Mala terkejut dan mematung di tempatnya. Bagaimana bisa markus jatuh cinta padanya."Itu tidak benar, kita tidak boleh saling jatuh cinta!" Protes Mala."Kata siapa kita tidak boleh jatuh cinta?" Ucap Markus dengan dingin."Kita ini sedarah, ayahku paman kamu!"Sarkas Mala."Kita bukan saudara! Aku dan kamu tidak sedarah," balas Markus Mala menatap markus untuk kesekian kalinya, hari ini Markus banyak memberinya terlalu banyak kejutan."Ibuku adalah anak angkat nenek Karin," jelas Markus.Mendengar itu, Mala jadi mengerti, Mala menatap sedih Markus, walaupun mereka bukan saudara, Mala tetap tidak bisa menerima perasaan Markus."Aku mencintaimu, tapi hatiku tak bisa menerima status kamu, jadi maafkan aku, aku harus pergi untuk menenangkan hatiku, yang rasanya sangat sesak ini," ucap Markus lalu meninggalkan Mala sendirian.Mala terkejut mendengar pengakuan Markus itu, jadi Markus kecewa dengan statusnya.Markus merasa menjadi or
Keesokan harinya, Mala berangkat bekerja bersama Markus, karena Markus mulai hari ini bekerja lagi di kantornya.Markus akan mengerjakan sebuah proyek yang sudah di rencanakan sejak dia di Kanada."Selamat bekerja!" Ucap Mala, saat mereka tiba di kantor.Markus tersenyum mendengar ucapan itu, Mala kini terlihat lebih ceria dan santai.Mala hari ini ada janji bertemu dengan Ratna, langsung pergi keluar dari ruangannya lagi, setelah melihat jam di tangannya.Mala mengemudikan mobilnya ke arah kantor Bramonos'grup berada. Mala masuk di antar oleh resepsionis ke dalam ruangan Ratna."Jadi dia benar-benar sudah menguasai kantor ini," batin Mala.Baru saja Mala duduk, Ratna muncul dari balik pintu, membuat Mala kembali berdiri menyambutnya."Maaf, aku terlambat!" Ucap Ratna sambil bersalaman dengan Mala."Hanya beberapa detik saja," balas Mala sambil tersenyum lebar.Mala dan Ratna berbincang, Ratna melihat ke arah Mala, Ratna seperti pernah mengenal Mala, sebelum pertemuan mereka yang pert
Markus terus memperhatikan sikap Mala, Markus tahu di luar sana, Mala habis bertemu seseorang yang membuat hatinya dongkolTanpa Mala ketahui, Markus pulang kembali ke Indonesia, bukan semata-mata hanya ingin melaksanakan proyeknya di Indonesia.Markus juga ingin kembali dekat dengan Mala, setelah kepergiannya ke Kanada, dia baru tahu jika cintanya pada Mala tidak bisa dia lupakan, begitu saja.Markus pun kini sadar, jika dia memang ingin memiliki Mala, berarti dia harus menerima Brama.Karena tidak mungkin Mala akan bersedia berpisah dengan Brama, Mala dan Brama sudah satu paket."Paman, apa paman menyukai ibuku?" Tanya Brama tiba-tiba."Brama!" Sentak Mala, entah kenapa Brama itu selalu saja tidak bisa menahan mulutnya, untuk tidak mengatakan apa saja yang di lihatnya.Markus diam, lalu mengangguk pada Brama.Mala melebarkan kedua matanya, melihat itu. Bagaimana Markus bisa mengangguk di saat seperti ini."Aku akan merestui paman menjadi kekasih ibuku, jika aku menyetujuinya," ucap
Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu
"Tolong!" Ucap Ratna lagi.Rima mengacak-acak rambutnya dengan kesal, bagaimana ini? Bagaimana dia menolong Ratna, jika dia sendiri, dia tidak akan kuat mengangkat Ratna ke atas."Tolong!" Teriak Rima akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa."Tolong!" Teriak Rima lagi.Para polisi yang belum jauh pergi, seketika menghentikan langkahnya, mereka berbalik ke arah suara Rima yang berteriak minta tolong."Ada apa ini?" Tanya para polisi itu.Ratna bukannya langsung menjawab, dia malah terpaku melihat para polisi tadi yang datang."Maaf ada apa ini?" Tanya polisi yang lainnya.Rima tanpa menjawab, mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah lubang di mana Ratna berada."Dia di sana!" Ucap Rima akhirnya.Para polisi pun segera berlari ke arah yang di tunjuk Rima, mereka tersenyum melihat siapa yang ada di sana."Tolonglah aku!" Ucap Ratna, yang sudah merasa tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya sendiri.Para polisi itu langsung bergerak, dan akhirnya mereka bisa mengangkat Ratna ke ata
Mendengar suara itu, Mala pun langsung berbalik badan, untuk melihat siapa pria itu. Mata Mala langsung membesar saat melihat siapa pria itu."Markus!" Ucap Mala.Para warga pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Markus, yang berjalan ke arah mereka."Kalian semua pasti mengenal saya bukan? Saya bukan hanya akan meratakan kampung ini dengan tanah, tapi juga mengusir kalian dari kampung ini," ucap Markus.Para warga kembali terdiam, mereka saling pandang satu sama lain."Dengar! Yang kalian usir sekarang, adalah pemilik asli semua tanah yang kalian tempati!" Teriak Markus lagi.Rima dan para warga saling pandang mendengar hal itu. Lalu menatap ke arah Markus lagi."Kalian pasti tahu keluarga Kusuma, dan Mala adalah cicit mereka!" Jelas Markus lagi."Jadi menurut kalian, yang seharusnya pergi dari desa ini, dia apa kalian?" Tanya Markus dengan marah.Markus tadi terkejut saat melihat Mala ada di kampung ini, apalagi melihat Mala yang sedang di usir para warga. Kampung ini adalah
Mala menatap apa yang baru saja dia keluarkan dari dalam perutnya, kenapa bisa seperti ini, kemarin dia merasa baik-baik saja."Kenapa aku tiba-tiba, seperti ini?" Tanya Mala dalam hatinya."Kamu kenapa?" Tanya Bu Minah yang terbangun mendengar Mala muntah-muntah barusan."Entahlah, aku tiba-tiba mual-mual!" Jawab Mala.Bu Minah menatap Mala sesaat, dia jadi ingat saat pertama kali Mala pulang ke rumah ini, Mala pun mengalami hal yang sama."Apa kamu hamil lagi?" Tanya Bu Minah.Mala terkejut mendengar pertanyaan itu, Mala menatap Bu Minah, lalu mengerutkan keningnya."Aku sudah telat dua Minggu Bu!" Jawab Mala."Apa mungkin aku hamil lagi?" Tanya Mala."Apakah ini anak Bramono lagi?" Tanya Bu Minah lagi."Tentu saja, dia suamiku! Ternyata kami tidak bercerai, dia membatalkan proses perceraian kami," jelas Mala.Bu Minah menghela nafas lega, mendengar hal itu."Apa kamu belum berhasil menghubunginya?" Tanya Bu Minah lagi."Handphone ku hilang, aku bingung harus menelepon Bramono bagai