Keesokan harinya, Mala berangkat bekerja bersama Markus, karena Markus mulai hari ini bekerja lagi di kantornya.Markus akan mengerjakan sebuah proyek yang sudah di rencanakan sejak dia di Kanada."Selamat bekerja!" Ucap Mala, saat mereka tiba di kantor.Markus tersenyum mendengar ucapan itu, Mala kini terlihat lebih ceria dan santai.Mala hari ini ada janji bertemu dengan Ratna, langsung pergi keluar dari ruangannya lagi, setelah melihat jam di tangannya.Mala mengemudikan mobilnya ke arah kantor Bramonos'grup berada. Mala masuk di antar oleh resepsionis ke dalam ruangan Ratna."Jadi dia benar-benar sudah menguasai kantor ini," batin Mala.Baru saja Mala duduk, Ratna muncul dari balik pintu, membuat Mala kembali berdiri menyambutnya."Maaf, aku terlambat!" Ucap Ratna sambil bersalaman dengan Mala."Hanya beberapa detik saja," balas Mala sambil tersenyum lebar.Mala dan Ratna berbincang, Ratna melihat ke arah Mala, Ratna seperti pernah mengenal Mala, sebelum pertemuan mereka yang pert
Markus terus memperhatikan sikap Mala, Markus tahu di luar sana, Mala habis bertemu seseorang yang membuat hatinya dongkolTanpa Mala ketahui, Markus pulang kembali ke Indonesia, bukan semata-mata hanya ingin melaksanakan proyeknya di Indonesia.Markus juga ingin kembali dekat dengan Mala, setelah kepergiannya ke Kanada, dia baru tahu jika cintanya pada Mala tidak bisa dia lupakan, begitu saja.Markus pun kini sadar, jika dia memang ingin memiliki Mala, berarti dia harus menerima Brama.Karena tidak mungkin Mala akan bersedia berpisah dengan Brama, Mala dan Brama sudah satu paket."Paman, apa paman menyukai ibuku?" Tanya Brama tiba-tiba."Brama!" Sentak Mala, entah kenapa Brama itu selalu saja tidak bisa menahan mulutnya, untuk tidak mengatakan apa saja yang di lihatnya.Markus diam, lalu mengangguk pada Brama.Mala melebarkan kedua matanya, melihat itu. Bagaimana Markus bisa mengangguk di saat seperti ini."Aku akan merestui paman menjadi kekasih ibuku, jika aku menyetujuinya," ucap
Mala dengan sedih berjalan meninggalkan Bramono menuju mobilnya, Markus yang sedang berada di dalam mobilnya, sangat jelas melihat kesedihan di kedua mata Mala.Bramono menatap kepergian Mala dengan tatapan aneh, lalu Bramono pun berjalan masuk ke dalam sebuah tempat yang bisa sedikit membantunya melupakan masalahnya, untuk beberapa saat.Malam itu seperti malam sebelumnya, Bramono bersenang-senang di tempat itu."Boleh kenalan?" Seorang wanita cantik menyapanya.Bramono menatap wanita itu, untuk beberapa saat, lalu kemudian mengulurkan tangannya pada wanita itu.Wanita itu tersenyum melihat reaksi Bramono.Diapun segera mengulurkan tangannya ke arah Bramono, dan akhirnya mereka berkenalan.Malam itu Bramono menghabiskan waktunya bersama wanita yang baru saja dia kenal,di tempat itu. Mereka berdua saling bicara tentang mereka masing-masing."Maksud anda, anda sudah mempunyai kekasih?" Tebak wanita itu, pada Bramono.."Begitulah, walau kini kami sedang berpisah, namun suatu saat nanti
Ratna dan Bramono akhirnya meninggal kan kantor, meninggalkan Mala dan Markus dalam kegelisahan yang mendalam.***keesokan harinya, Markus membuka pintu ruangan Mala, sebentar memperhatikan Mala yang sedang bekerja, Markus sangat senang ternyata Mala termasuk wanita yang pekerja keras, perusahaan beberapa tahun ini mengalami kemajuan di bawah pimpinan Mala.Kepandaiannya Mala dalam berbisnis pasti di turunkan oleh ayahnya."Boleh aku masuk?" Tanya Markus."Silahkan!" Jawab Mala sambil tersenyum."Boleh minta waktu kamu sebentar," lanjut Markus.Mala menghentikan pekerjaannya, lalu dia menatap ke arah Markus."Ini soal Brama," ucap Markus."Brama? Dia kenapa?" Tanya Mala dengan penuh raut khawatir."Dia baik-baik saja, hanya terakhir aku lihat wajahnya agak sedikit murung," jawab Markus."Murung?""Iya, katanya di sekolahnya ada acara yang harus di hadiri oleh ayahnya," Mala terdiam, Brama pun pernah mengatakan hal ini padanya. Namun saat itu Mala tidak melihat jika Brama sedih kare
Brama melirik ke arah paman yang ada di sampingnya, yang sedang mengemudikan mobil nya, dia terlihat sangat tampan dan juga gagah, sebuah senyuman kembali hadir di bibirnya."Ibu pasti menyukainya," batin Brama.Brama teringat doanya tadi, dia berjanji akan menjadikan paman ini sebagai ayahnya."Kenapa kamu senyum-senyum terus dari tadi, bukannya tadi kamu habis menangis?" Brama yang sedang melamun seketika terkejut."Tidak, hanya senang melihat paman lagi," jawab Brama jujur."Kita pulang sekarang, oke!" "Iya paman, ibuku pasti sudah sangat mengkhawatirkan kan aku, aku jamin ibu pasti sedang menangis saat ini," cerocos Brama."Ini salah kamu, nanti setelah kalian bertemu, paman harap kamu segera minta maaf pada ibumu!" "Iya paman," "Kenapa kamu bisa ada di sana?" Brama kemudian menceritakan apa yang terjadi padanya, pada pamannya itu."Jadi kamu tidak tahu siapa ayahmu?" Brama menggeleng sedih."Kalau gitu, biar paman yang datang ke sekolah kamu nanti, paman akan berperan sebaga
Bramono pagi-pagi sudah bangun, dia ingat hari ini dia ada janji dengan seseorang. Bramono menatap dirinya di cermin, lalu tersenyum."Apa aku sudah pantas di bilang ayah," ucapnya sambil melihat penampilannya.Setelah merasa rapih, Bramono keluar dari kamarnya, tanpa bicara atau sarapan bersama Ratna, Bramono langsung pergi.Sedangkan Ratna yang terlihat tidak perduli namun menatap pintu yang baru saja di tutup oleh Bramono dengan tatapan yang sedih."Sepertinya aku harus menjalankan rencana itu, sekarang!" Ucap Ratna.Ratna pun menyelesaikan sarapan paginya, karena tiba-tiba rasa laparnya menjadi hilang.Bramono melirik ke arah jam di tangannya, sepertinya dia tidak terlambat. Bramono berdiri di samping mobilnya, melihat beberapa anak telah datang bersama ayah mereka.Bramono pun langsung masuk ke dalam sekolah, Bramono akan menepati janjinya dengan Brama, untuk datang hari ini.Mala dan Markus pun datang bersama untuk mendampingi Brama di acara sekolah nya, Mala melihat Brama terli
"Maksud kamu apa?" Mereka bertatap lagi, belum Bramono menjawab pertanyaan Mala itu, seseorang menarik Mala dengan kuat, hingga lepas dari dekapannya.Markus tanpa bicara apapun langsung, menyeret Mala keluar dari ruangan itu.Mala menatap ke arah Bramono, Bramono malah tersenyum padanya. Markus pun langsung membawa Mala masuk ke dalam ruangannya."Kenapa kamu beri ijin dia masuk ke kantor!" Bentak Markus.Mala tidak menjawab pertanyaan Markus, pikiran Mala masih terfokus pada ucapan Bramono padanya."Dia, itu bajingan! Yang akan melakukan segala cara untuk bisa dekat denganmu!" Lanjut Markus lagi.Markus menggenggam tangan Mala, dia menatap Mala dengan sedih."Ku mohon, jangan sampai kamu balik dengannya, dia sekarang tahu kamu sukses dan juga cantik jadi dia ingin bersamamu lagi!" Ucap Markus.Mala melihat ke arah mata Markus, lalu mengangguk pelan. Mala memang berencana tidak akan mudah kembali pada Bramono, begitu saja."Bagus!" Ucap Markus sambil tersenyum."Dengar, aku melakuka
Mala menangis sendirian di dalam kamar semua perasaan yang selama ini dia pendam untuk Bramono baru saja dia ungkapkan, pada Markus.Mala berharap, Markus tidak lagi berharap banyak padanya, karena selama ini Mala merasa tertekan dengan perasaan Markus padanya.Mala merasa tidak bisa bergerak bebas melihat tatapan Markus padanya, tatapan penuh cinta yang Markus berikan padanya, membuat dadanya merasa sesak, hingga membuat Mala tidak bisa berkutik.Mala kemudian menangis lagi, kali ini bukan karena Markus, Tapi karena dia teringat Bramono yang tiba-tiba pergi, entah kemana.Kepergian Bramono kali ini sangat melukai hatinya, karena hal ini membuat Brama jadi bersedih.Apakah Bramono tidak pernah berpikir jika kepergian nya yang diam-diam ini, membuatnya merasa khawatir, apalagi melihat Brama menangis karenanya.Mala tak menyangka kedekatan Brama dan Bramono, yang singkat ini. Mampu membuat kesan tersendiri di hati Brama, mungkin hal ini di sebabkan oleh adanya ikatan darah di antara me
Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu
"Tolong!" Ucap Ratna lagi.Rima mengacak-acak rambutnya dengan kesal, bagaimana ini? Bagaimana dia menolong Ratna, jika dia sendiri, dia tidak akan kuat mengangkat Ratna ke atas."Tolong!" Teriak Rima akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa."Tolong!" Teriak Rima lagi.Para polisi yang belum jauh pergi, seketika menghentikan langkahnya, mereka berbalik ke arah suara Rima yang berteriak minta tolong."Ada apa ini?" Tanya para polisi itu.Ratna bukannya langsung menjawab, dia malah terpaku melihat para polisi tadi yang datang."Maaf ada apa ini?" Tanya polisi yang lainnya.Rima tanpa menjawab, mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah lubang di mana Ratna berada."Dia di sana!" Ucap Rima akhirnya.Para polisi pun segera berlari ke arah yang di tunjuk Rima, mereka tersenyum melihat siapa yang ada di sana."Tolonglah aku!" Ucap Ratna, yang sudah merasa tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya sendiri.Para polisi itu langsung bergerak, dan akhirnya mereka bisa mengangkat Ratna ke ata
Mendengar suara itu, Mala pun langsung berbalik badan, untuk melihat siapa pria itu. Mata Mala langsung membesar saat melihat siapa pria itu."Markus!" Ucap Mala.Para warga pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Markus, yang berjalan ke arah mereka."Kalian semua pasti mengenal saya bukan? Saya bukan hanya akan meratakan kampung ini dengan tanah, tapi juga mengusir kalian dari kampung ini," ucap Markus.Para warga kembali terdiam, mereka saling pandang satu sama lain."Dengar! Yang kalian usir sekarang, adalah pemilik asli semua tanah yang kalian tempati!" Teriak Markus lagi.Rima dan para warga saling pandang mendengar hal itu. Lalu menatap ke arah Markus lagi."Kalian pasti tahu keluarga Kusuma, dan Mala adalah cicit mereka!" Jelas Markus lagi."Jadi menurut kalian, yang seharusnya pergi dari desa ini, dia apa kalian?" Tanya Markus dengan marah.Markus tadi terkejut saat melihat Mala ada di kampung ini, apalagi melihat Mala yang sedang di usir para warga. Kampung ini adalah
Mala menatap apa yang baru saja dia keluarkan dari dalam perutnya, kenapa bisa seperti ini, kemarin dia merasa baik-baik saja."Kenapa aku tiba-tiba, seperti ini?" Tanya Mala dalam hatinya."Kamu kenapa?" Tanya Bu Minah yang terbangun mendengar Mala muntah-muntah barusan."Entahlah, aku tiba-tiba mual-mual!" Jawab Mala.Bu Minah menatap Mala sesaat, dia jadi ingat saat pertama kali Mala pulang ke rumah ini, Mala pun mengalami hal yang sama."Apa kamu hamil lagi?" Tanya Bu Minah.Mala terkejut mendengar pertanyaan itu, Mala menatap Bu Minah, lalu mengerutkan keningnya."Aku sudah telat dua Minggu Bu!" Jawab Mala."Apa mungkin aku hamil lagi?" Tanya Mala."Apakah ini anak Bramono lagi?" Tanya Bu Minah lagi."Tentu saja, dia suamiku! Ternyata kami tidak bercerai, dia membatalkan proses perceraian kami," jelas Mala.Bu Minah menghela nafas lega, mendengar hal itu."Apa kamu belum berhasil menghubunginya?" Tanya Bu Minah lagi."Handphone ku hilang, aku bingung harus menelepon Bramono bagai