Home / Pernikahan / Gaun Pengantin Untuk Maduku / Bab. 2. Berciuman di Mobil.

Share

Bab. 2. Berciuman di Mobil.

Author: Dwiratna4005
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bagiku satu pengkhianatan pasti akan terulang kembali suatu saat nanti. Jadi, tak ada istilahnya mendapat kesempatan kedua dikemudian hari. Mas Arman, boleh saja kau tersenyum puas untuk hari ini. Esok hari siapa yang sangka akan ada kejadian buruk yang terjadi kepadamu.

Langkahku yang masih tertatih-tatih terhenti seketika diambang pintu rumah. Indra penciumanku mengendus bau sesuatu yang tak enak dirasa.

"Astagfirullah ikanku gosong." Kupercepat langkah dengan menahan sakit yang tak kunjung hilang. Ikan patin pindang yang seharusnya menjadi makan siangku telah gosong tak terbentuk. Nyala api di kompor segera aku matikan saat kepulan asapnya telah memenuhi ruangan dapur.

"Argh! Sialan! Ini semua gara-gara lelaki pengkhianat itu! Awas kau Mas! Aku tak terima diperlakukan seperti ini! Takkan kubiarkan kalian hidup bahagia diatas penderitaanku!" Aku terus berteriak histeris di dalam dapur dengan kepulan asap yang mulai menghilang.

Dalam keadaan perut kosong emosiku semakin menjadi. Kubanting beberapa piring kaca yang ada di wastafel yang belum tercuci. Keadaan dapur semakin kacau setelah piring itu bertebaran di lantai.

Setelah puas memporak-porandakan isi dapur, aku menangis sesenggukan di bawah meja. Nasib yang berubah tragis sangat membuat hatiku nelangsa.

Aku pikir akhir kebahagiaan dalam hidupku itu pernikahan.

Namun nyatanya aku salah. Penderitaan yang sebenarnya baru aku terima setelah pernikahan ini terjadi.

♤♤♤♤

Waktu siang yang telah terlewati, aku telah bersiap diri sejak tiga puluh menit yang lalu. Setelah puas mengeluarkan air mata, aku baru teringat akan tanggung jawabku sebagai Ibu, dan juga karyawan di suatu butik.

Jam di dinding telah berdentang dua kali. Itu pertanda bahwa aku harus segera berangkat ke rumah orang tuaku di perumahan Griya Angkasa, yang letaknya bersebelahan dengan komplek rumahku di Griya Andara.

Keadaan dapur yang masih berantakan aku tinggalkan begitu saja. Rencananya setelah pulang dari Griya Angkasa, aku akan memanggil layanan servis kebersihan yang tersedia di kompleks perumahanku.

Kutinggalkan pintu rumah yang sudah terkunci rapat. Aku mulai mengeluarkan motor dari garasi, memutar kunci, dan menyalakan mesinnya. Motor matic yang aku kendarai mulai melaju dengan kecepatan di bawah rata-rata. Kuda besi yang kubeli tiga tahun yang lalu ini mulai bergabung dengan para pengguna jalan yang lain.

Lampu lalu lintas yang sudah berganti warna telah menghentikan laju motorku. Aku berhenti tepat di samping sebuah mobil fortuner yang sangat aku kenali bentuknya. Keberadaan beberapa sticker kartun dan tulisan yang menempel pada bodi sampingnya, yang membuatku bisa mengenali, bahwa itu mobilku.

Untuk memastikannya, aku memundurkan motor ke belakang untuk memastikan plat nomor itu agar tak salah sasaran. Benar itu mobilku yang dipakai oleh Mas Arman untuk bekerja.

Dengan raut wajah datar, aku menyipitkan mata untuk melihat ke dalam mobil berwarna putih itu dari kaca samping. Seketika ekspresi wajahku semakin kusut setelah melihat pemandangan di dalamnya.

Lelaki itu … lelaki yang masih berstatus sebagai suamiku telah berciuman dengan seorang wanita yang ada di dalam mobil itu. Bola mataku melotot sempurna. Tanpa tahu malu mereka melakukan itu semua di tempat umum.

Dasar binatang!

Kelakuan Mas Arman kali ini semakin membuat amarahku naik pitam. Lelaki itu semakin tak tahu arah. Semakin dibiarkan maka semakin menjadi.

Tanpa pikir panjang aku segera turun dari motor. Aku tinggalkan motor itu di tengah jalan setelah menurunkan standarnya. Kuabaikan tatapan aneh dari beberapa orang yang ikut berhenti di lampu merah.

"Woy, keluar kalian! Jangan maksiat kau di dalam mobil! Keluar! Dasar tak tahu malu kalian, ya! Keluar!

Dengan keras, aku menggedor-gedor pintu mobil di bagian penumpang yang ada di sebelah supir.

Manusia dewasa berjenis kelamin berbeda itu tampak gelagapan. Keduanya menoleh ke arahku. Bisa kulihat ekspresi terkejut dari wajahnya Mas Arman. Ia tampak pias. Rasa malu itu pasti sudah menelusup dalam dadanya.

"Tolong Bapak dan Ibu ada yang selingkuh dalam mobil ini! Saya istri sahnya! Tolong bantu saya menggrebek mereka! Akan saya bawa mereka ke kantor polisi!"

"Mana yang selingkuh, Mbak! Mana!"

"Ayo bantu Mbak itu memberantas perzinahan!"

"Ayo kita gerebek mereka! Seenaknya saja main di tempat umum."

"Buka pintunya! Buka cepat! Jangan kabur kalian!"

Aku tersenyum puas. Terikan-teriakan itu yang kuharapkan untuk menggrebek mereka. Ada beberapa warga sekitar yang turut membantuku mempermalukan Mas Arman di jalanan. Bahkan ada beberapa ibu-ibu yang ikut menggedor mobil itu.

Akan tetapi perkiraanku salah. Mas Arman malah menginjak gas mobilnya dengan cepat. Aku tak memperhitungkan dengan lampu merah yang sudah berganti dengan warna hijau. Lelaki itu berhasil kabur dari sergapanku di tempat umum.

Sungguh sial sekali. Aku kecolongan lagi. Lelaki itu pasti tersenyum puas karena bisa menggagalkan rencanaku.

Tunggu saja atas perhitunganku, Mas! Kita lihat siapa yang akan menang dengan pengkhianatanmu itu.

Bersambung....

♡♡♡♡♡♡♡

Related chapters

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 3.Mengejar mobil itu.

    Mataku seketika berkunang-kunang ketika mobil bernomor plat BM 3 AI itu melaju dengan kencang. Ia meninggalkanku dengan sejuta malu yang harus kutanggung sendirian. Rasanya wajahku semakin memerah ketika beberapa orang menatapku kasihan. Tatapan mereka seolah memperingatkan bahwa aku telah kalah dalam perselingkuhan suamiku sendiri."Jangan patah semangat, ya, Mbak. Saya yakin Mbak pasti kuat.""Sudah tinggalkan lelaki pengkihanat itu, Bu. Sekali selingkuh selamanya akan selingkuh. Ingat itu.""Sabar, Mbak. Tetap semangat meninggalkan lelaki itu. Buat ia miskin dulu, lalu kamu tinggalkan. Itu balasan yang setimpal untuknya.""Tetap tenang, ya, Bu. Balas lelaki itu dengan elegan dan sadis. Tuhan selalu membersamai istri sah yang dizholimi. Saya titip satu tamparan untuk lelaki itu.""Santuy saja, Mbk. Saya siap menyediakan jasa persantetan dan pesugihan yang kejam.""Tenang, Mbak. Perlakukan dan layani lelaki itu dengan lembut. Setelah ia terbuai, langsung kasih sianida kasih sayang pa

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 4. Detektif Lana

    "Aku punya kabar penting tentang Mas Arman. Berita hot ini, Mbak."Mataku seketika melebar saat mendengar kalimat itu. Aku menoleh ke belakang. Lana tersenyum lebar serta menaik-turunkan alisnya untuk menggodaku.Seketika aku mencebik. Ia memang senang menggoda kakaknya. Perlahan aku melepas pelukan tanganku pada pinggang Aleeya, lalu turun perlahan dari ranjang. Setelah berhasil turun dari ranjang tanpa membuat kebisingan, kupegang tangan Lana, segera kuseret ia keluar dari kamar. Aku tak mau Aleeya terbangun dari tidur siang karena mendengar obrolanku dengan tantenya."Is, kenapa aku diseret, sih, Mbak! Sakit tau tanganku. Lepas."Lana berusaha melepas cengkraman tanganku. Ia mendengus sebal. Aku menyeretnya ke belakang kamar, dimana ada kolam ikan disana. Kolam ikan ini tempat aman untuk menggosip. Jaraknya jauh dari dapur, dimana Ibu lagi memasak.Aku mendelik padanya, setelah Keadaan sudah cukup aman. "Nanti Aleeya bangun. Ada apa? Ada kabar apa tentang Mas Arman?" Tanpa basa bas

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 5. Bukti perselingkuhan.

    Suara lembut itu sedikit berubah. Ada nada ketakutan di dalamnya. Tak biasanya air muka Ibu menegang ketika mendengar obrolanku dengan Ilana.Apakah ibu mulai khawatir itu akan menjadi kenyataan dalam kisah hidup anaknya.Lalu, siapa yang mau mengalami hidup seperti itu. Tidak ada. Semua itu karena takdir yang harus diterima, walau hati tak suka. Takdir dari kesalahan manusianya sendiri yang kerap lalai dari tanggung jawabnya sendiri."Al, kenapa diam saja? Kamu anak Ibu yang paling besar. Ibu yakin kamu nggak akan berbohong sama Ibu. Ada apa? Boleh cerita sama Ibu? Kita masih keluarga, kan?" cecar Ibu mulai tak sabar.Langkahnya sedikit demi sedikit mulai mendekatiku. Tatapannya tak sedikitpun beralih dari kami berdua. Aku dan Ilana semakin terdesak. Kalimat ancaman itu takkan pernah berhenti jika hanya diam yang kami lakukan. Wanita yang bernama Siti Raudhah itu semakin menatapku tajam. Seolah-olah ia akan memakanku hidup-hidup.Mati-matian aku menahan diri untuk tak membuka suara d

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 6. Kabar Kecelakaan.

    Bab. 6. Seperti pepatah berkata, seenak-enaknya tinggal dirumah saudara, masih lebih enak tinggal di rumah sendiri. Begitulah yang seperti aku rasakan jika sudah ada di rumah Ibu. Akan terasa nyaman untuk memejamkan mata, namun akan terasa malas untuk hanya beranjak sebentar saja. Seolah-olah aku akan lupa waktu, dan lupa segalanya karena kenyamanan yang aku terima. Walau sudah berkeluarga dan memiliki satu keturunan, Ibu tak pernah membandingkan aku dengan Ilana. Kasih sayangnya masih sama seperti yang dulu. Mendadak rasa dilematis menyerangku untuk enggan kembali ke rumah sendiri. Bahkan, untuk hanya sekedar melanjutkan perjalanan ke butik yang jaraknya hanya beberapa kilo pun aku rasanya malas. Hingga, kubiarkan jarum pendek itu berlalu begitu saja tanpa bisa kucegah. Aku masih terlalu nyaman untuk beranjak dari dudukku di meja makan. Sayangnya, yang namanya hidup harus tetap berlanjut. Jika berlanjut bermalas-malasan, maka aku akan ketinggalan di masa depan. Pukul empat sore

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 7. Bertemu calon madu.

    Hingga beberapa menit kemudian, aku tak bisa mengalihkan pandanganku pada pinggang ramping itu. Siapa wanita itu? Apa benar ia teman Mas Arman? Atau, wanita itu adalah seseorang yang ada dalam ponselnya Ilana? Jangan-jangan …. "Mbak, Mbak, hello," tegur Mbak Ayu padaku, yang masih terdiam menatap punggung ramping itu. Seketika aku terkesiap, lalu berpaling padanya. "Eh, iya, ada apa, Mbak? Kenapa?" "Mbak ini malah melamun, loh. Padahal dari tadi saya ajakin ngomong." "Hihi, iya, maaf, Mbak. Malah ngelamun sayanya," ujarku tak enak padanya. Senyum kikuk pun tertarik akibat fokusku pecah karena wanita itu. "Ya sudah, nggak apa-apa, Mbak. Saya cuma mau ngasih tau itu ada polisi yang juga mengantarkan korban ke rumah sakit ini. Siapa tahu Mbak butuh keterangan lebih jelas. Bisa ditanya langsung sama polisi itu, ya." "Oh, oke. Terima kasih, Mbak. Saya permisi, ya." Kuanggukan kepala padanya sebagai tanda terima kasih. Karena tak mau basa-basi, kutinggalkan ia yang masih berdiri

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 8. Mengusir Wanita itu.

    "Alana. Ka--mu kenapa bisa disini? Si--apa yang mengabari kamu kalau Mas disini?" Mas Arman bertanya dengan terbata-bata. Wajah piasnya membuatku gemas ingin memakannya. Pintar sekali ia berakting di depanku. Kalimat terbata itu, hampir saja membuatku tertawa keras. Kalimat itu terdengat menggelikan di telingaku. Kenapa Mas Arman jadi sepanik itu? Padahal kalimatnya yang terlontar itu sangat begitu romantis untuk wanita di belakangku. Lihatlah bola mata itu. Ia terus bergerak ke kanan ke kiri seolah mencari kekuatan untuk melindungi dirinya sendiri. Apakah ia tak menyadari dengan kehadiran dua orang yang berdiri di pintu kamar inapnya? Atau ia gagal fokus karena kebaradaanku saat ini? Kubawa langkah untuk masuk dalam kamar inapnya yang berukuran 7x7 m persegi. Tampak besar, namun terasa sepi. Kupindai seluruh ruangannya yang berwarna putih gading. Aku terus melangkah, memutari ranjang dengan mengetuk-ngetukkan jari-jariku di pinggiran ranjang perawatannya. Dari jarak tiga meter

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 9. Bukti WA.

    Tak sampai lima menit pintu itu tertutup dari luar, aku memulai kembali interogasiku pada Mas Arman. Lelaki ini semakin dibiarkan akan semakin menjadi. Sikapnya akan semakin parah jika aku hanya diam tak bergerak.Mungkin ia lupa, bahwa aku pernah mengucap sebaris kalimat pamungkas sesaat setelah ia mengucapkan akad kala itu, bahwa aku membenci pengkhianatan.Saat ini, lelaki yang tengah mencoba mengalihkan pembahasan penting itu semakin salah tingkah. Sepertinya ia mulai sadar jika aku telah mencurigainya."Kamu yakin, Mas, tidak mengenal wanita itu? Kalau aku perhatikan kalian seperti sudah saling mengenal lama. Benarkah begitu?" tanyaku lagi dengan kalimat yang sama.Kuangkat bobot tubuh dari sofa untuk mendekatinya, yang seolah sibuk dengan bantalnya yang ada di belakang punggung berseragam rumah sakit."Kamu ini apa-apaan, sih, Al! Sudah berkali-kali aku bilang nggak kenal ya nggak kenal! Tolonglah, Al, jangan ngomong ngelantur kemana-mana! Mas lagi sakit ini. Perihatin sedikit k

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 10. Tagihan Rumah Sakit.

    Aku berusaha menguasai diri yang tengah dilanda amarah yang membara. Sekuat hati aku menguatkan hati untuk tetap tegar menghadapi cobaan ini. Masa depan di depan mata harus segera aku siapkan. Takkan kubiarkan Mas Arman tertawa setelah berpisah denganku."Kamu bisa, Al. Ayo kamu harus kuat demi harga diri seorang wanita.""Ingat, Al, segala pengorbanan dulu yang pernah kamu keluarkan harus mendapat balasan yang setimpal.""Kebahagiaan anakku harus mendapatkan bagiannya. Aku takkan membiarkan anakku hidup dalam kesengsaraan.""Aku harus menyimpan bukti chat ini. Aku harus menscreenshotnya. Iya, benar, aku harus screenshot semuanya.""Semua bukti ini akan mempermudah jalanku di pengadilan nanti."Kalimat-kalimat monolog itu terus aku ucapkan dengan kesadaran yang tak sepenuhnya normal. Berkali-kali juga air mataku mengalir, walau selalu aku seka tanpa jeda. Sialnya, air mata ini tak mau berhenti sama sekali."Tarik napas, Al, ayo tarik napas. Tarik, lalu buang jauh-jauh. Ayo ulangi seka

Latest chapter

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 22. Maling Uang.

    "Kamu pikir kamu siapa bisa mengaturku, Mas! Sebelum perselingkuhanmu terbongkar, aku wajib menuruti semua perkataanmu sebagai suami. Tapi kali ini, itu semua sudah aku hapus setelah kedokmu terbongkar! Tak ada maaf lagi untukmu mulai sekarang ini!"Aku terus menggrutu setelah keluar dari ruang inap di belakangku. Sudah bisa aku pastikan mereka takkan bisa tersenyum lagi setelah semua pembalasanku terjadi. Wanita yang dulu mereka anggap baik, sudah tak ada lagi. Telah aku hapus semua rasa kebaikanku untuk kalian."Aduh! Kalau jalan pakai mata, dong! Gimana, sih! Jadi sakit, kan, sikuku terbentur lantai!" Aku berteriak kesal karena tersungkur ke lantai. Entah siapa yang menabrak bahuku dari belakang.Baru juga keluar dari ruangan itu, malah terkena sial. Sepertinya karena kebanyakan bergaul dengan mereka, jadi kesialan terus mengikuti aku. Mereka semua memang pembawa sial.Pergelangan tanganku sakit seketika, karena menahan bobot tubuh yang hampir saja mencium lantai berkeramik marmer.

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 21. Memohon-mohon

    "Mau apa kamu, hah!" Seketika mataku mendelik, saat Liana ingin menyambar ponselku. Secepat kilat kusembunyikan benda canggih ini ke belakang punggungku, agar dia tak bisa sembarangan mengambilnya. Tatapannya yang dipenuhi dengan kobaran api yang menyala-nyala, seolah ingin menerkamku saat ini juga. Netranya yang mulai basah, seakan menolak fakta bahwa yang ada dalam foto dan video itu bukan dirinya. Liana memang pandai memutar keadaan. Dia bak artis pemeran utama, yang sangat lihay menjalankan perannya. Sejenak kubalas tatapannya yang pintar bersandiwara itu dengan senyum sinis tak bersahabat. Dia pikir bisa mengelabuiku. "Bawa sini ponsel itu!" Liana semakin berani membentakku. Namun, perlakuannya itu tak mampu membuat pertahananku runtuh. Hatiku sudah sekeras batu terhadap semua keluarganya. "Mimpi! Jangan harap aku akan memberikannya! Kamu pikir kamu siapa, hah!" Liana semakin meraung sejadi-jadinya. Kepalan tangannya memukul dinding berulang kali, seolah i

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 20. Pelaku

    Seketika aku tertawa dalam hati, setelah mendengar semua penghinaan itu dari bibirnya Mama Ratih. Lihat saja, jika video dalam ponselku sudah dilihatnya dengan mata sendiri, apakah ia masuh bisa terus menghinaku.Mari kita buktikan. Bukti ini akan membungkam mulutnya yang lantam.Ponsel yang ada di dalam tas, kuambil dengan cepat. Aku buka aplikasi rahasia untuk mencari bukti berupa video. Video rahasia yang kusimpan beberapa hari yang lalu masih aman di dalamnya.Tanpa berpikir ulang, video berjumlah lima buah dengan durasi masing-masing hampir lima belas menit, sudah aku kirim ke beberapa sosmed milikku. Tak ada satupun kontak di ponsel yang aku private. Biarkan mereka semua tahu. Apa itu pembalasan yang sesungguhnya. Apa yang sudah keluar dari bibir ini, pantang untuk dijilat kembali.Setelah ini, akan terbukti siapa yang bisa membalas dengan menyakitkan.Harga diri yang sudah tercoreng, harus diselamatkan walau harus bertarung nyawa. Kini tinggal menunggu bom itu meledak, maka hab

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 19. Video Asusila

    "Tenang, Al! Ini nggak seperti yang kamu pikirkan. Mas bisa menjelaskan semuanya!" dalihnya berusaha membela diri. Tak lama setelah kalimat itu terucap, ia berusaha turun dari ranjang dengan susah payah. Sayangnya, pembelaan itu tak berarti apa-apa untukku. Kalimat pembelaan yang sengaja ia lontarkan, semakin membuat hatiku terhantam pilu. Pilu untuk kesekian kalinya, hingga tak terasa apapun di dalam sana. Hambar. Itulah yang kurasa saat ini. "Jadi menurutmu pikiranku salah begitu! Lantas bagaimana dengan pikiranmu sendiri, Mas! Apa perlu otakmu aku cuci dengan spon pencuci piring biar jernih, iya! Bener-bener kamu, ya!" Serta merta aku meraba dinding untuk mencari saklar lampu. Dalam keadaan remang-remang dalam ruangan rawatnya, semakin membuat napasku sesak. Lelaki ini pintar sekali memanfaatkan keadaan. Ia sengaja mematikan lampu dalam ruangannya, agar tak terlihat mencolok dari keadaan orang luar yang lalu lalang di depan ruang inapnya. Bukankah ia cerdik sekali. "Bu–kan begi

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 18. Melabrak Dengan Mata Sendiri

    Di sela meeting yang masih berjalan, aku masih menarik sudut bibir secara diam-diam. Ternyata paket itu sudah sampai lebih cepat dari dugaanku. Kalian pasti terkejut atas datangnya paket terbaru itu. Tentu benak kalian takkkan mampu menerima sebuah kenyataan, yang dimana kenyataan itu lebih hina dari sekedar berzina. Bisa aku pastikan, jika isi paket itu tersebar ke semua orang, kalian semua pasti merasa tak ingin lagi hidup di dunia ini. Sungguh keberuntungan yang sangat menguntungkan. Baru kali ini aku merasa bangga karena mendapatkan keberuntungan itu. "Aww!" sentakku terjaga dari lamunan indah itu. Kugerakkan leher ke sebelah kiri, dimana Mbak Vina berada yang telah mencubit pinggangku. Aku menggeram marah. Bisa-bisanya ia menyubitku disaat meeting dengan tamu penting. "Sakit bego, Mbak!" bisikku kesal padanya, yang dibalasnya dengan membeliakkan mata beloknya. "Makanya kalau meeting itu yang serius! Jangan cuma plonga plongo doang kamu, ya!" hardiknya padaku, yang ketahuan m

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 17. Paket Misterius

    Senyum lepas aku tarik untuk pembalasanku kali ini. Kalian yang memulai untuk melibatkan Bapakku. Jadi, jangan salahkan aku yang ikut melibatkan anggota keluarga kalian.Kulepas ponsel dari kabel charger yang belum terisi penuh. Menghubungi seseorang pagi ini jauh lebih penting, dari sekedar mengisi baterainya. Ibu jariku membuka WA untuk mencari nomor ponsel, yang baru dikirim Ilana barusan.Segera aku telepon nomor berjumlah delapan digit itu."Hallo, selamat pagi. Apa benar ini dengan kurir ekspedisi JNA?" Satu salam tanda kesopanan aku lontarkan pada admin sebuah ekspedisi."Iya, betul, Mbak. Ada yang bisa kami bantu?"Admin itu menjawab dengan suara khasnya yang lembut.Sebelum menjawab, aku menuliskan alamat pada amplop yang sudah aku tutup rapat dengan double selotip. "Bisa ambil paket ke rumah, Mbak. Saya mau mengirimkan sebuah amplop pagi ini."Kembali aku tersenyum lepas saat alamat itu sudah tertulis rapi dengan huruf capslock bertinta tebal."Bisa, Mbak. Kebetulan hari ini

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 16. Berhasil Menyadap WA.

    Tok tok tok.Aku mengetuk pintu berwarna coklat yang masih tertutup rapat. Entah sudah keberapa kali ketukan itu aku layangkan, namun tak juga terbuka dari dalam. Jam malam yang hampir terlewati, aku memutuskan untuk pulang ke rumah Ibu saja. Toh, di rumahku juga tak ada siapa-siapa."Ibu mana, sih? Lama banget buka pintunya! Mana mau hujan lagi!" gerutuku kesal pada pintu yang masih tertutup. Aku melihat ke atas, dimana langit sudah menggelap karena awannya yang menghitam."Bu! Lana pulang! Bukain, dong, pintunya!" Kembali aku mengetuk pintu itu dengan kuat. Andaikan bel di rumah Ibu tidak rusak, pasti aku sudah masuk dari tadi.Mengintip pada celah gorden di jendela pun tak bisa, karena lampu didalamnya sudah padam. Sepertinya para penghuni rumah Ibu sudah melelapkan matanya pada kegelapan."Assalamualaikum, Alana pulang, Bu!" Suaraku yang mulai serak, tak bisa lagi berteriak memanggil Ibu.Sedetik kemudian, ide brilian muncul di kepalaku. Kurogoh ponsel di dalam tas. Aplikasi WA mi

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 15. Kepelitan Membawa Keberkahan.

    Faktanya memang benar, takdir seseorang itu takkan berubah jika seseorang itu tak mau merubahnya. Majunya hidup seseorang itu tergantung dari ikhtiar dan usahanya yang maksimal. Makin rajin dirinya, maka makin banyak pula peluang kesuksesan yang bisa diraihnya.Mungkin, jika dulu aku masih bermalas-malasan hidupku takkan seperti ini. Mungkin, jika aku masih mengabaikan usul Ibu Angkat dan mertuaku untuk mengirim beberapa desain simple ke beberapa butik ternama, aku takkan mungkin jadi salah satu desainer yang diperhitungakn kemampuannya.Membayangkan pun aku tak pernah mau untuk jadi bagian dari mereka. Dan itu semua berkat restu dari dua perempuan yang sudah membantuku tanpa pamrih apapun.Entah sudah berapa kali dua perempuan hebat itu selalu mengingatkanku, akan saran itu untukku segera mewujudkannya. Katanya, kalau usaha itu tak dicoba kita mana tahu akan beruntung atau tidak. Hingga, salah satu penyebab kenekatanku untuk menjalankan saran itu adalah dengan keberadaan Aleeya yang

  • Gaun Pengantin Untuk Maduku   Bab. 14. Teringat Masa Kelam

    Di setiap detik yang berlalu, kembali menyadarkan aku dari pentingnya menghargai waktu yang terus berjalan. Saat waktu yang telah terlewati, ia takkan bisa terulang, begitu pun dengan kesempatan. Aku mulai sadar dan teringat kembali dengan semua yang terjadi, bahwa hidupku mulai berantakan setelah kedatangan lelaki itu.Meski pembahasan gaun pengantin itu belum selesai, aku masih beradu tegang dengan Mbak Vina, perihal kesempatan yang bisa aku berikan untuk Mas Arman. Ia berharap aku mau mempertimbangkan usul itu, tapi sayangnya itu tak berlaku padaku yang memegang teguh wanita berprinsip. Kembali ponselku berdering. Dengan sigap Mbak Vina memberikan kepadaku, agar segera kujawab. Aku hanya mendengus kasar. Dan tetap mengabaikan nomer itu yang menari-nari disana dengan sepuasnya."Biarkan saja, Mbk. Nggak usah dijawab teleponnya. Biar tau rasa dia. Pasti mereka panik banget di rumah sakit. Hahaha." Sambil tergelak, aku letakkan kembali ponsel itu ke meja. Dan bersamaan dengan itu,

DMCA.com Protection Status