Reni masuk ke dalam kamarnya. Ia segera menghempaskan tubuhnya ke kasur. Hari ini cukup melelahkan buatnya. Namun, ia juga sangat bahagia hari ini. Ternyata begini rasanya bekerja dengan hati. Menyenangkan, batinnya.
Perlakuan tak terduga Rendi tadi benar-benar membuatnya terkejut, sekaligus tersanjung. Ia tidak pernah melihat ada seorang lelaki, di masa seperti ini bisa sesopan Rendi. Dulu, ketika ia masih sering nongkrong di semester awal, teman laki-lakinya tak pernah sampai harus memohon maaf pada kedua orang tuanya hanya karena Reni terlambat pulang.
"Kamu emang beda, Ren!" gumam Reni seraya tersenyum simpul.
Ia segera meraih ponselnya. Ada puluhan panggilan tak terjawab dan pesan belum terbaca dari Arjuna. Reni langsung terduduk dan membacanya.
"Astagaaa! Kok aku bisa nggak tau sih kalo Arjuna telpon!" Reni merutuki kebodohannya. Ia segera mengetikan pesan balasan.
&
Tadi malam Reni benar-benar tidak bisa tidur. Bukan karena menunggu balasan dari Arjuna. Ia malah tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang akan terjadi pagi ini. Ya, pagi ini Rendi akan sarapan bersama Mama Papanya. Padahal, mereka baru saja bertemu. Sepertinya kedua orang tua Reni benar-benar tersanjung dengan sikap jentelmen yang Rendi tampilkan semalam. Sebelum subuh Reni sudah tidak bisa diam di dalam kamarnya. Ada saja yang ia lakukan, meskipun hanya sekedar menata kamarnya ataupun membersihkan apapun yang berserakan. Sepertinya kali ini debu tak ada satupun yang menempel di kamar bernuansa sage green tersebut. Reni terus menyisir rambutnya, padahal sudah hampir setengah jam. Rasa gugupnya benar-benar membuat kinerja otaknya melambat. Ia sampai bingung apa yang harus ia lakukan. Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu membuatnya terkejut. "Masuk!" Ketika pintu terbuka, ternyata Mamanya. "Kenapa harus ketuk pintu,
Rendi menunduk ketika Reni dan Mamanya bergabung di meja makan. Ia memang sering main-main ke rumah teman-temannya dan diajak makan bersama seperti ini. Tapi makan bersama dengan keluarga Reni? Tentu itu lain hal. "Tante kira tadi Reni masih tidur, ternyata sudah dandan cantik Nak Rendi!" goda Santi pada putrinya. "Ih, Mamaaa!" serunya tertahan. Ia paling tidak suka ketika Mamanya sudah mempermalukan dirinya di depan temanny begini. "Sudah sudah! Lebih baik kita makan saja!" sergah Lesmana yang sudah tampak lapar. "Kamu ada alergi makanan, Rendi?" tanya Santi ketika mengambilkan nasi untuk suaminya. "Anak kosan mah, nggak mungkin ada alerginya, Tante. Kalau sampai alergi ya, rugi dong!" seloroh Rendi membuat seluruh anggota keluarga Reni tertawa. "Untunglah! Tante takut kalau punya alergi sama salah satu masakan Tante. Kan nantinya jadi nggak kemakan." Rendi meringis, menampilkan deretan giginya yang memiliki satu gingsul.
Selepas dari kantor Arjuna, Sandra sempat mencari sarapan di sekitar wilayah kantor Arjuna. Meskipun kesal karena dibentak-bentak oleh lelaki itu, tetapi Sandra senang karena semalam Arjuna menginap di apartemennya. "Gue harus ngapain lagi ya biar Arjuna mau nginep di apartemen gue lagi? Kan lumayan bisa melukin dia lagi!" gumam Sandra gemas. Ia kembali mengingat kejadian semalam. Sandra baru saja selesai mencuci piring dan membereskan dapurnya. Ketika akan ke ruang tamu, di sana kosong tak ada siapapun. Ia pikir Arjuna langsung pulang karena mungkin sudah terlalu lelah. Betapa terkejutnya Sandra ketika ia masuk ke dalam kamarnya, lelaki yang ia cari sudah tertidur dengan pulas di sana. Melihat Arjuna yang kelelahan, Sandra tidak berani untuk membangunkan. Ia memilih untuk membiarkan lelaki itu terbangun dengan sendirinya. Toh, dulu Arjuna juga sering tidur di sini. Sandra menatap wajah Arjuna lekat-lekat. Napasnya yang teratur memperlihatkan bahwa lelaki itu nyama
Hari ini, Arjuna akan melakukan presentasi di depan klien barunya yang ia dapatkan dari Sandra. Dari semalam ia tidak bisa tidur dengan tenang karena harus berlatih presentasi dengan baik dan meyakinkan kali ini. Sudah seminggu ia tidak bertemu dengan Reni. Ia hanya sesekali bertukar pesan karena keduanya sama-sama memiliki kesibukan. Arjuna berjanji bahwa malam nanti ia akan mengajak Reni makan malam apabila proyeknya ini berhasil. "Gimana, Fin? Semuanya sudah siap?" tanya Arjuna setelah keluar dari ruangannya. Semua keperluan untuk presentasi disiapkan oleh Fina. Kemarin Fina menyerahkan hard copy file presentasi pada Arjuna untuk ia pelajari. Kemarin sore juga Fina memastikan bahwa tidak ada satupun yang terlewat. "Sudah, Pak. Saya dan Rinda saja yang akan ikut bapak untuk presentasi karena tim lain sedang fokus mengawasi proyek lain hari ini." Arjuna mengangguk. "Nggak masalah. Sekarang kita berangkat ya?" Fina dan Rinda mengangguk. Arjuna berjalan lebi
Hari ini benar-benar hari kebahagiaan untuk Arjuna. Senyumnya tak pernah sirna dari bibirnya sejak tadi pagi selesai meeting. Perasaan bahagia Arjuna ini menular pada seluruh karyawannya yang ia temui hari ini. Ia bahkan mentraktir kopi seluruh karyawannya. "Pak Arjuna baik banget yaa. Meskipun cuma kopi tapi yang ditraktir sekantor!" seru salah seorang karyawan yang sedang menikmati kopinya. Ia baru setahun terakhir bekerja di kantor Arjuna. Ia baru mengerti bagaimana suasana kantor yang begitu menyenangkan ini. "Pak Arjuna kalau dapet proyek gede emang gitu. Suka bagi-bagi rejeki ke karyawannya." "Yaa emang siih perusahaan ini ngga gede, tapi nyaman banget!" "Beneerr! Makanya gue mau di sini sampe pensiun aja!" Arjuna tentu senang mendengar celetukan karyawannya. Ia memang ingin membagikan kebahagiaannya pada banyak orang hari ini. Dan nanti malam, ia akan membaginya dengan orang yang ia cintai; Reni. *** Arjuna datang tepat ketika Reni baru saja turu
Mobil Arjuna memelan ketika mendekati apartemen Reni. Reni mengernyitkan kening. "Kenapa pelan-pelan? Emang mau kemana?" Arjuna tersenyum jahil. "Mampir apartemen kamu yuk!" Reni menoleh ke arah Arjuna. Ia melihat dengan seksama tatapan lelaki di depannya ini. Setelah sekian detik, Reni baru memahami tatapan itu. Mendadak, ia merasa letih. "Kita pulang aja, yuuk! Aku capek!" jawab Reni seraya mengelus tengkuknya. "Bentar aja!" bisik Arjuna manja. Reni menggeleng. "Aku pingin tidur!" Tiba-tiba saja Arjuna mengegas mobil membuat Reni yang tadinya menyenderkan punggung terhentak sedikit ke depan. Sepertinya Arjuna kesal. *** Sesampainya di depan rumah, Arjuna hanya diam. "Nggak mampir dulu?" tanya Reni seraya melepas sabuk pengamannya. "Enggak deh! Nitip salam aja sama Mama Papa kamu!" "Salam apa? Salam kalau calon menantunya ini nggak mau mampir karena ngambek?" Arjuna langsung menoleh. Belum sempat ia menjawab Reni sudah membuka p
Sandra membawa Arjuna ke dalam apartemennya. Dibantu security di sana, Arjuna berjalan terseok-seok menuju apartemen Sandra yang berada di lantai tujuh. "Terima kasih ya, Pak! Ini untuk Bapak!" Sandra memberikan salam tempel kepada security yang sudah membantunya. "Sama-sama, Non. Aduh, jadi ngerepotin!" Security yang bernama Ilman itu tersenyum kegirangan karena mendapatkan bonus yang tak terduga hanya karena membantu membopong lelaki yang sedang mabuk. "Enggak ngerepotin kok, Pak. Sekali lagi makasih, ya!" Sandra segera menutup pintu ketika security tersebut berbalik. Ia mengunci pintu kemudian melepaskan high heels yang tadi ia kenakan. Ia memang sengaja datang ke Chuky Bar tadi untuk menghadiri party pemilik bar tersebut. Tidak ia sangka jika akhirnya bertemu dengan Arjuna. Lelaki itu sudah tergeletak tidak berdaya di kasur milik Sandra. Penampilannya benar-benar kacau malam ini. Sandra mendekat dan menyingkirkan rambut yang menutupi wajah tampan Arjuna.
Rendi baru saja hendak membelokkan motornya memasuki pekarangan rumah Reni, ketika sebuah mobil akan keluar. Segera pria itu mengerem motornya agar tidak sampai menabrak badan mobil. "Eh, Nak Rendi! Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Lesmana setelah menurunkan kaca mobilnya. Rendi segera melepas helmnya dan turun. Lelaki itu mencium bahu tangan Lesmana. "Nggak apa-apa kok, Om. Ngeremnya tadi tepat waktu, nggak dadakan. Hehehe." Lesmana ikut tersenyum. "Ya sudah, saya mau keluar karena ada urusan sebentar. Kamu langsung masuk aja tunggu Reni di dalam ya!" "Siap!" serunya seraya melakukan sikap hormat. Rendi kembali ke motornya dan membawanya masuk. "Lah, Mas Rendi sudah datang! Nih, Mas! Ada pisang goreng tadi dibuatin sama si Mbok e!" pekik Mang Ujang. Rendi segera menghampiri pria yang mulai menua itu. "Enak nih, Mang! Anget anget!" Rendi mencomot satu buah pisang goreng. Lumayan untuk mengisi perutnya yang masih kosong hanya terisi segelas air galon saja
Reni hampir seminggu berada di indekos Rendi. Selama itu pula hanya Nadya yang datang menemaninya. Arjuna, bahkan orang tuanya tidak ke sini. Ia lupa bahwa ponselnya dipegang oleh Ryo. Pagi ini, suasana hati Reni sudah lebih baik. Walaupun masih ada kekecewaan di hatinya, tetapi ia tak serapuh kemarin-kemarin. Hatinya jauh lebih kuat. "Yakin mau pulang sekarang?" tanya Rendi untuk yang kesekian kalinya. Ia yang paling terlihat khawatir akan kestabilan emosi Reni. Reni mengangguk yakin. Setelah satu minggu 'bertapa' di sini, ia memilih untuk berhenti menghindar dan menghadapi semuanya. Walaupun mungkin itu sangat menyakiti perasaannya, ia tak ingin lari lagi. Akhirnya Rendi memilih ikut ke rumah Reni dengan menjadi sopir mobilnya. Rasa kekhawatirannya benar-benar tidak bisa hilang. Reni mengiyakan saja apabila Rendi mau mengantarnya ke rumah. Sesampainya di depan gerbang rumah, Reni meminta untuk memarkir motornya di luar saja. Dengan langkah perlahan, Reni dite
Pagi ini, Rendi memilih untuk mencuci motornya setelah setiap hari ia gunakan pulang-pergi ke tempat magang yang lumayan jauh. Beberapa kali memang sempat ia cuci. Akan tetapi, setelah sakit ia jadi malas mencuci motornya. Selagi cuaca cerah, Rendi dengan telaten membersihkan motor kesayangannya. Tak lupa, ia juga menjemur helm yang setiap hari ia pakai agar tidak bau apek. Ketika mengelap motornya agar semakin kinclong, sebuah mobil yang Rendi kenali memasuki halaman indekosnya. Keningnya berkerut tatkala pemilik mobil tak jua keluar. Rendi bergegas menghampiri mobil itu. Ia mengetuk kaca jendela mobil. Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya kaca jendela itu turun dan menampilkan wajah kalut Reni. "Kamu kenapaaa??" Rendi terkejut bukan main melihat mata sembab Reni. *** Ryo menarik napas sedikit lega ketika membuka pesan di ponsel Reni dan ada salah satu temannya yang didatangi. Bahkan, seseorang bernama Rendi itu berani bertaruh nyawanya apabila Reni
Ketika terdengar keributan di bawah, Tania memeluk Reni erat. Ia tidak ingin adik iparnya ini semakin sedih. "Dia ngapain ke sini sih, Mbak?" bisik Reni menahan isak tangisnya. Tania mengelus punggung Reni. "Udah, nggak usah dipeduliin. Yang terpenting sekarang adalah kondisi kamu. Sesekali egois itu perlu kok!" Tania terus mendekap Reni. Ia berharap mampu menyalurkan energi positifnya pada Reni, agar kesedihan itu setidaknya berkurang. "Mbak, aku mau ke balkon cari angin!" desis Reni, menghapus sisa-sisa air matanya. "Mau mbak temenin nggak?" tawar Tania. Ternyata Reni menggeleng. "Beneran nggak apa-apa sendiri?" "Nggak apa-apa, Mbak. Sebentar aja!" Reni bangkit dari duduknya. Ia menuju wastafel untuk membasuh wajahnya. Setelah itu ia baru keluar setelah meyakinkan Tania bahwa ia baik-baik saja. Tanpa sepengetahuan Tania, Reni sudah mengantongi kunci mobilnya yang kebetulan terparkir di belakang. Reni berniat kabur dari rumah daripada ia harus meli
Reni bangun ketika jendela kamarnya terbuka. Matanya perih terkena sinar matahari pagi setelah semalaman menangis. Ternyata papanya yang membuka gorden jendela kamar. "Bangun yuk. Udah siang ini!" Lesmana mendekati putrinya. Ia elus rambut putrinya yang berantakan. Reni masih terbaring di kasurnya. Padahal ia baru saja terbangun, tetapi rasanya melelahkan sekali. Ia seperti merasakan lelah yang tak berkesudahan. "Tuh, ada Tania. Kamu temuin dong!" Lesmana mencoba membuat putrinya bersemangat, walaupun ia tahu hal ini mungkin sia-sia. Reni malah melamun. Matanya terlihat sangat sembab setelah menangis sampai tertidur. Ia bahkan tidak sempat mengganti baju tidurnya. Pikirannya kacau, sangat kacau. *** Arjuna pulang dengan perasaan gelisah. Nada bicara Ryo yang penuh amarah semalam membuatnya kelabakan mencari tiket pesawat saat itu juga. Ia sempat beradu argumen dengan Sandra yang berusaha menahannya. "Palingan cuma masalah sepele!" begitu katanya. Arjuna
Sepanjang jalan pulang, Reni terdiam. Minimnya cahaya dijadikan tameng untuknya menangis tanpa suara. Reni membuang muka menghadap ke jendela mobil agar tangisnya tak terlihat oleh Ryo. Sementara itu, di sebelahnya Ryo berusaha meredam amarah. Apa yang ia lihat di ponsel Reni tadi benar-benar mengejutkannya. Kenapa keadaan tiba-tiba menjadi begitu pelik untuk Reni lalui? Ini adalah masa-masa Reni membutuhkan kestabilan emosional karena ia harus mengerjakan tugas akhirnya. Tetapi keadaan menghempaskan Reni begitu saja. Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi Reni langsung berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Santi dan Lesmana yang sedang kedatangan tamu heran dengan sikap Reni. Ketika Ryo masuk, tatapan Santi penuh tanda tanya. Ryo sendiri memilih tetap di luar. Setelah menghabiskan rokoknya ia menelepon sang istri. "Yang, besok pagi bisa ke rumah nggak? Temenin Reni. Dia lagi ada masalah." ujarnya setelah telepon diangkat oleh Tania. Perempuan itu tidak b
Reni keluar dari galeri dengan wajah lelah tetapi juga tergambar kegembiraan di sana. Ia sangat gembira bisa magang di tempat gurunya yang mengenalkan dunia fotografi padanya. Tadi ketika acara perpisahan, Aldo bahkan memberikan hadiah pada Rendi dan Reni karena menjadi anak magang yang baik sepanjang masa. "Ini oleh-oleh buat kalian. Karena selama aku nerima anak magang, baru kali ini galeri bisa sangat seramai ini. Bahkan ada pengunjung yang bela-belain ke sini setiap hari cuma kepingin di-guide sama Rendi. Ini benar-benar pencapaian besar. Galeri bakalan sangat kehilangan kalian!" ucapan Aldo membuat semua yang ada di ruangan itu mendadak sedih. Lagi pula, siapa yang suka dengan momen perpisahan? "Mau langsung pulang atau kemana gitu?" tawar Rendi sembari menyerahkan helm pada Reni. Perempuan itu segera mengenakan helm. "Pulang dulu, besok aja main. Inget, kamu masih hutang ngajakin aku makan mie yamin yaa?" Rendi tertawa. Beberapa bulan selama magang ini hariny
Hari ini adalah hari terakhir Reni magang. Semalam, ia sudah menyelesaikan laporan magangnya selama tiga bulan ini. Nanti sepulang dari tempat magang, Ryo berjanji akan mentraktirnya sebagai hadiah karena Reni berhasil menyelesaikan magang tanpa kendala apapun. Selama magang, Reni memang lebih sering di rumah daripada di apartemen. Ini pun atas titah Mamanya, agar beliau tetap bisa memantau Reni. Santi takut apabila magang Reni memilih tinggal di apartemen, ia malah tidak pulang. "Mama lebay!" desisnya saat itu. Santi tidak peduli apapun perkataan putrinya. Yang terpenting adalah kebaikan Reni sekarang. Santi pun juga sudah mendengar tentang renggangnya hubungan Arjuna dengan putrinya. Andini sempat bercerita ketika keduanya bertemu di salah satu butik langganan mereka. "Aku bener-bener minta maaf lho, Jeng. Karena kesibukan Arjuna bikin Reni jadi merasa terabaikan. Jadinya malah mereka bertengkar." Andini menggenggam tangan Santi. Santi mengangguk mafhum.
Seharian Sandra hanya marah-marah. Ia kesal karena Arjuna mulai sering tidak fokus dan sering menengok ponselnya, meskipun itu sedang meeting penting dengan kontraktor. Sandra sudah memperingatkannya beberapa kali, tetapi nihil. Arjuna masih saja tidak fokus. "Kamu tuh kenapa sih? Ini kita udah hampir sebulan loh di sini! Kita udah jalanin proyek hampir tiga puluh persen dan kamu mulai sering nggak fokus. Kamu mau ngerusak karir kamu sendiri hah?!" pekik Sandra berapi-api ketika keduanya sampai di rumah. Ia sudah tidak bisa menahan diri karena kali ini Arjuna kehilangan profesionalismenya. "Aku nggak bisa konsen karena akhir-akhir ini Reni sering banget ngilang. Dia jadi super sibuk sampai nggak bisa dihubungi." jawab Arjuna enteng. Sandra mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pernyataan yang Arjuna lontarkan dengan entengnya barusan. "Jadi profesionalisme kamu hilang gara-gara kamu bucin?" nada bicara Sandra sudah tidak mampu ia kontrol.
Sepanjang perjalanan menuju galeri, Reni mengunci rapat-rapat mulutnya. Ia tidak mengucapkan apapun setelah badannya dibuat panas dingin oleh Rendi. "Kamu kenapa sih? Sariawan?" tanya Rendi saat motornya berhenti di lampu merah. Rendi mengarahkan spionnya tepat ke wajah Reni. Reni sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia hanya menggeleng pelan. Hal ini membuat Rendi gemas. "Ya udah kalau sariawan, nanti aku beliin mie jontor. Katanya ampih buat bikin sembuh sariawan." ujarnya yang kemudian mendapatkan pelototan dari Reni. Ia tidak peduli dan langsung mengegas motornya saat lampu berubah menjadi hijau. Reni menoyor helm Rendi sampai lelaki itu menunduk cukup dalam. "Aduh, aku lagi nyetir ini, Ren! Nanti kalo nabrak gimana?" omel Rendi seraya mengelus hidungnya yang mencium spidometer motor. "Biarin!" Rendi tertawa. Tiba-tiba muncul ide konyol di pikirannya. "Oh, kamu pengen sehidup semati sama aku? Bilang atuh, Ren!" ujarnya sebelum kemudian memperce