Share

Bab 104

Penulis: Reya Tunggadewi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-30 21:25:59

Hari ini, Arjuna akan melakukan presentasi di depan klien barunya yang ia dapatkan dari Sandra. Dari semalam ia tidak bisa tidur dengan tenang karena harus berlatih presentasi dengan baik dan meyakinkan kali ini.

Sudah seminggu ia tidak bertemu dengan Reni. Ia hanya sesekali bertukar pesan karena keduanya sama-sama memiliki kesibukan. Arjuna berjanji bahwa malam nanti ia akan mengajak Reni makan malam apabila proyeknya ini berhasil.

"Gimana, Fin? Semuanya sudah siap?" tanya Arjuna setelah keluar dari ruangannya.

Semua keperluan untuk presentasi disiapkan oleh Fina. Kemarin Fina menyerahkan hard copy file presentasi pada Arjuna untuk ia pelajari. Kemarin sore juga Fina memastikan bahwa tidak ada satupun yang terlewat.

"Sudah, Pak. Saya dan Rinda saja yang akan ikut bapak untuk presentasi karena tim lain sedang fokus mengawasi proyek lain hari ini."

Arjuna mengangguk. "Nggak masalah. Sekarang kita berangkat ya?"

Fina dan Rinda mengangguk. Arjuna berjalan lebi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 105

    Hari ini benar-benar hari kebahagiaan untuk Arjuna. Senyumnya tak pernah sirna dari bibirnya sejak tadi pagi selesai meeting. Perasaan bahagia Arjuna ini menular pada seluruh karyawannya yang ia temui hari ini. Ia bahkan mentraktir kopi seluruh karyawannya. "Pak Arjuna baik banget yaa. Meskipun cuma kopi tapi yang ditraktir sekantor!" seru salah seorang karyawan yang sedang menikmati kopinya. Ia baru setahun terakhir bekerja di kantor Arjuna. Ia baru mengerti bagaimana suasana kantor yang begitu menyenangkan ini. "Pak Arjuna kalau dapet proyek gede emang gitu. Suka bagi-bagi rejeki ke karyawannya." "Yaa emang siih perusahaan ini ngga gede, tapi nyaman banget!" "Beneerr! Makanya gue mau di sini sampe pensiun aja!" Arjuna tentu senang mendengar celetukan karyawannya. Ia memang ingin membagikan kebahagiaannya pada banyak orang hari ini. Dan nanti malam, ia akan membaginya dengan orang yang ia cintai; Reni. *** Arjuna datang tepat ketika Reni baru saja turu

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-02
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 106

    Mobil Arjuna memelan ketika mendekati apartemen Reni. Reni mengernyitkan kening. "Kenapa pelan-pelan? Emang mau kemana?" Arjuna tersenyum jahil. "Mampir apartemen kamu yuk!" Reni menoleh ke arah Arjuna. Ia melihat dengan seksama tatapan lelaki di depannya ini. Setelah sekian detik, Reni baru memahami tatapan itu. Mendadak, ia merasa letih. "Kita pulang aja, yuuk! Aku capek!" jawab Reni seraya mengelus tengkuknya. "Bentar aja!" bisik Arjuna manja. Reni menggeleng. "Aku pingin tidur!" Tiba-tiba saja Arjuna mengegas mobil membuat Reni yang tadinya menyenderkan punggung terhentak sedikit ke depan. Sepertinya Arjuna kesal. *** Sesampainya di depan rumah, Arjuna hanya diam. "Nggak mampir dulu?" tanya Reni seraya melepas sabuk pengamannya. "Enggak deh! Nitip salam aja sama Mama Papa kamu!" "Salam apa? Salam kalau calon menantunya ini nggak mau mampir karena ngambek?" Arjuna langsung menoleh. Belum sempat ia menjawab Reni sudah membuka p

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-03
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 107

    Sandra membawa Arjuna ke dalam apartemennya. Dibantu security di sana, Arjuna berjalan terseok-seok menuju apartemen Sandra yang berada di lantai tujuh. "Terima kasih ya, Pak! Ini untuk Bapak!" Sandra memberikan salam tempel kepada security yang sudah membantunya. "Sama-sama, Non. Aduh, jadi ngerepotin!" Security yang bernama Ilman itu tersenyum kegirangan karena mendapatkan bonus yang tak terduga hanya karena membantu membopong lelaki yang sedang mabuk. "Enggak ngerepotin kok, Pak. Sekali lagi makasih, ya!" Sandra segera menutup pintu ketika security tersebut berbalik. Ia mengunci pintu kemudian melepaskan high heels yang tadi ia kenakan. Ia memang sengaja datang ke Chuky Bar tadi untuk menghadiri party pemilik bar tersebut. Tidak ia sangka jika akhirnya bertemu dengan Arjuna. Lelaki itu sudah tergeletak tidak berdaya di kasur milik Sandra. Penampilannya benar-benar kacau malam ini. Sandra mendekat dan menyingkirkan rambut yang menutupi wajah tampan Arjuna.

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-04
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 108

    Rendi baru saja hendak membelokkan motornya memasuki pekarangan rumah Reni, ketika sebuah mobil akan keluar. Segera pria itu mengerem motornya agar tidak sampai menabrak badan mobil. "Eh, Nak Rendi! Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Lesmana setelah menurunkan kaca mobilnya. Rendi segera melepas helmnya dan turun. Lelaki itu mencium bahu tangan Lesmana. "Nggak apa-apa kok, Om. Ngeremnya tadi tepat waktu, nggak dadakan. Hehehe." Lesmana ikut tersenyum. "Ya sudah, saya mau keluar karena ada urusan sebentar. Kamu langsung masuk aja tunggu Reni di dalam ya!" "Siap!" serunya seraya melakukan sikap hormat. Rendi kembali ke motornya dan membawanya masuk. "Lah, Mas Rendi sudah datang! Nih, Mas! Ada pisang goreng tadi dibuatin sama si Mbok e!" pekik Mang Ujang. Rendi segera menghampiri pria yang mulai menua itu. "Enak nih, Mang! Anget anget!" Rendi mencomot satu buah pisang goreng. Lumayan untuk mengisi perutnya yang masih kosong hanya terisi segelas air galon saja

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-05
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 109

    Arjuna pulang seperti orang linglung. Ia benar-benar merasa bersalah pada semua orang, terutama pada Reni. Bagaimana jika Reni sampai tau kejadian tadi malam? "Enggak! Reni nggak boleh tau. Kalau sampai Reni tau, bukan hanya pertunangan ini saja yang putus. Bisa-bisa leherku juga putus digorok sama dia!" gumam Arjuna seraya bergidik ngeri. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan sesuatu yang buruk terjadi padanya ketika ia jujur pada Reni. "Aku harus baik-baikin Sandra. Agar, jangan sampe dia ngirim video itu ke Reni." gumam Arjuna lagi. Ia mengangguk pada dirinya sendiri untuk memastikan bahwa itu ide terbaik. Ia tidak menyangka, jika keinginannya untuk melepaskan beban pikiran sejenak dengan meminum alkohol. Malah berujung pada petaka selama ini. *** Reni tersenyum sepanjang hari ini. Semenjak berangkat tadi, ia sangat senang. Malam minggu kali ini galeri begitu ramai. Kedatangan banyak orang membuat energi Reni serasa terisi kembali. Pandangan Rendi tak p

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-06
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 110

    Jam sudah bergerak menuju dini hari ketika Reni tiba di apartemennya. Kedua tangannya menenteng banyak sekali kantong kresek berisi makanan. Rendi mentraktirnya jajanan yang mereka temui di jalan. Semuanya dibeli, tanpa terkecuali. Tentu saja Reni senang bukan main. Setelah berhasil membuka pintu apartemennya dengan susah payah, Reni meletakkan semua jajanannya di meja. Meja itu jadi tak terlihat lagi bentuknya. "Ini kita bisa habisin nggak ya?" tanya Reni setelah melihat bahwa yang mereka beli terlalu banyak. "Ya dimakan aja dulu. Kalau emang nggak habis masih bisa dimakan besok pagi atau dibawa ke galeri. Pasti yang lainnya juga mau kok!" Saran Rendi sangat tepat. Akhirnya Reni duduk di bawah lesehan dan menikmati satu per satu makanannya. Untungnya tadi Rendi selalu memesan setengah porsi meskipun dimakan berdua. Kata Rendi, 'takut kalau tidak habis'. "Eh, ini crepesnya enak banget, Ren!" seru Reni kegirangan. Perempuan itu seperti baru pertama kali saja mem

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-07
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 111

    Minggu pagi memang lebih nikmat jika digunakan untuk bersantai. Tak lain halnya dengan Arjuna. Lelaki itu sudah bangun sedari subuh. Sebenarnya ia hendak melanjutkan tidurnya, tetapi matanya sulit sekali terpejam. Akhirnya ia hanya merebahkan diri setelah selesai sarapan. Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu membuat Arjuna meletakkan ponselnya. Ia segera bangkit dari tidurnya dan membuka pintu. "Ada apa, Ma?" tanyanya setelah pintu terbuka dan menampakkan Mamanya bersandar di daun pintu. "Kamu hari Minggu kok malah males-malesan sih, Jun!" Andini mengelus rambut Arjuna yang sudah semakin memanjang. Setelah membukakan pintu, Arjuna kembali merebahkan dirinya di kasur. "Ya nggak apa-apa, Ma. Mau ngerecharge energi soalnya akhir-akhir ini sering banget lembur! Jadinya capek banget!" Andini tersenyum. "Kamu tuh emang kebiasaan! Dibilangin jangan terlalu keras kalo kerja nggak pernah mau dengerin! Nanti kalau udah kecapekan baru tuh berhenti kerjanya!" Arjuna

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 112

    Kali ini Reni dan Rendi tidak pulang dini hari. Tepat setelah selesai dari galeri, mereka mampir ke kedai yamin yang masih buka dan segera memesan makanan lalu makan. Mereka memilih segera pulang agar tidak terlalu malam karena besok, jam magang mereka dimulai pukul delapan. "Akhirnyaaaa!!" Rendi menghempaskan tubuhnya di sofa milik Reni. Hari ini ia benar-benar sibuk berkeliling galeri untuk menjadi guide berkali-kali. Sebenarnya ada teman yang lain yang bisa membantunya. Tetapi, para tamu malah memilih ditemani Rendi dengan alasan penampilan Rendi jauh lebih menjanjikan. "Mandi dulu gih!" seru Reni setelah ia menyalakan kran air panas di kamar mandi. "Langsung tidur aja, Ren!" tukas Rendi sembari memejamkan matanya. "Ih, jangan dibiasain nggak mandi deh! Kamu tuh seharian habis keliling galeri nggak berhenti-berhenti. Pasti keringetan! Belum lagi kena debu di jalan. Duh, udah deh buruan mandi. Tinggal mandi doang juga!" Rendi bangun dan langsung memeluk Reni.

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-10

Bab terbaru

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Reni hampir seminggu berada di indekos Rendi. Selama itu pula hanya Nadya yang datang menemaninya. Arjuna, bahkan orang tuanya tidak ke sini. Ia lupa bahwa ponselnya dipegang oleh Ryo. Pagi ini, suasana hati Reni sudah lebih baik. Walaupun masih ada kekecewaan di hatinya, tetapi ia tak serapuh kemarin-kemarin. Hatinya jauh lebih kuat. "Yakin mau pulang sekarang?" tanya Rendi untuk yang kesekian kalinya. Ia yang paling terlihat khawatir akan kestabilan emosi Reni. Reni mengangguk yakin. Setelah satu minggu 'bertapa' di sini, ia memilih untuk berhenti menghindar dan menghadapi semuanya. Walaupun mungkin itu sangat menyakiti perasaannya, ia tak ingin lari lagi. Akhirnya Rendi memilih ikut ke rumah Reni dengan menjadi sopir mobilnya. Rasa kekhawatirannya benar-benar tidak bisa hilang. Reni mengiyakan saja apabila Rendi mau mengantarnya ke rumah. Sesampainya di depan gerbang rumah, Reni meminta untuk memarkir motornya di luar saja. Dengan langkah perlahan, Reni dite

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Pagi ini, Rendi memilih untuk mencuci motornya setelah setiap hari ia gunakan pulang-pergi ke tempat magang yang lumayan jauh. Beberapa kali memang sempat ia cuci. Akan tetapi, setelah sakit ia jadi malas mencuci motornya. Selagi cuaca cerah, Rendi dengan telaten membersihkan motor kesayangannya. Tak lupa, ia juga menjemur helm yang setiap hari ia pakai agar tidak bau apek. Ketika mengelap motornya agar semakin kinclong, sebuah mobil yang Rendi kenali memasuki halaman indekosnya. Keningnya berkerut tatkala pemilik mobil tak jua keluar. Rendi bergegas menghampiri mobil itu. Ia mengetuk kaca jendela mobil. Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya kaca jendela itu turun dan menampilkan wajah kalut Reni. "Kamu kenapaaa??" Rendi terkejut bukan main melihat mata sembab Reni. *** Ryo menarik napas sedikit lega ketika membuka pesan di ponsel Reni dan ada salah satu temannya yang didatangi. Bahkan, seseorang bernama Rendi itu berani bertaruh nyawanya apabila Reni

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 140

    Ketika terdengar keributan di bawah, Tania memeluk Reni erat. Ia tidak ingin adik iparnya ini semakin sedih. "Dia ngapain ke sini sih, Mbak?" bisik Reni menahan isak tangisnya. Tania mengelus punggung Reni. "Udah, nggak usah dipeduliin. Yang terpenting sekarang adalah kondisi kamu. Sesekali egois itu perlu kok!" Tania terus mendekap Reni. Ia berharap mampu menyalurkan energi positifnya pada Reni, agar kesedihan itu setidaknya berkurang. "Mbak, aku mau ke balkon cari angin!" desis Reni, menghapus sisa-sisa air matanya. "Mau mbak temenin nggak?" tawar Tania. Ternyata Reni menggeleng. "Beneran nggak apa-apa sendiri?" "Nggak apa-apa, Mbak. Sebentar aja!" Reni bangkit dari duduknya. Ia menuju wastafel untuk membasuh wajahnya. Setelah itu ia baru keluar setelah meyakinkan Tania bahwa ia baik-baik saja. Tanpa sepengetahuan Tania, Reni sudah mengantongi kunci mobilnya yang kebetulan terparkir di belakang. Reni berniat kabur dari rumah daripada ia harus meli

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 139

    Reni bangun ketika jendela kamarnya terbuka. Matanya perih terkena sinar matahari pagi setelah semalaman menangis. Ternyata papanya yang membuka gorden jendela kamar. "Bangun yuk. Udah siang ini!" Lesmana mendekati putrinya. Ia elus rambut putrinya yang berantakan. Reni masih terbaring di kasurnya. Padahal ia baru saja terbangun, tetapi rasanya melelahkan sekali. Ia seperti merasakan lelah yang tak berkesudahan. "Tuh, ada Tania. Kamu temuin dong!" Lesmana mencoba membuat putrinya bersemangat, walaupun ia tahu hal ini mungkin sia-sia. Reni malah melamun. Matanya terlihat sangat sembab setelah menangis sampai tertidur. Ia bahkan tidak sempat mengganti baju tidurnya. Pikirannya kacau, sangat kacau. *** Arjuna pulang dengan perasaan gelisah. Nada bicara Ryo yang penuh amarah semalam membuatnya kelabakan mencari tiket pesawat saat itu juga. Ia sempat beradu argumen dengan Sandra yang berusaha menahannya. "Palingan cuma masalah sepele!" begitu katanya. Arjuna

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 138

    Sepanjang jalan pulang, Reni terdiam. Minimnya cahaya dijadikan tameng untuknya menangis tanpa suara. Reni membuang muka menghadap ke jendela mobil agar tangisnya tak terlihat oleh Ryo. Sementara itu, di sebelahnya Ryo berusaha meredam amarah. Apa yang ia lihat di ponsel Reni tadi benar-benar mengejutkannya. Kenapa keadaan tiba-tiba menjadi begitu pelik untuk Reni lalui? Ini adalah masa-masa Reni membutuhkan kestabilan emosional karena ia harus mengerjakan tugas akhirnya. Tetapi keadaan menghempaskan Reni begitu saja. Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi Reni langsung berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Santi dan Lesmana yang sedang kedatangan tamu heran dengan sikap Reni. Ketika Ryo masuk, tatapan Santi penuh tanda tanya. Ryo sendiri memilih tetap di luar. Setelah menghabiskan rokoknya ia menelepon sang istri. "Yang, besok pagi bisa ke rumah nggak? Temenin Reni. Dia lagi ada masalah." ujarnya setelah telepon diangkat oleh Tania. Perempuan itu tidak b

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 137

    Reni keluar dari galeri dengan wajah lelah tetapi juga tergambar kegembiraan di sana. Ia sangat gembira bisa magang di tempat gurunya yang mengenalkan dunia fotografi padanya. Tadi ketika acara perpisahan, Aldo bahkan memberikan hadiah pada Rendi dan Reni karena menjadi anak magang yang baik sepanjang masa. "Ini oleh-oleh buat kalian. Karena selama aku nerima anak magang, baru kali ini galeri bisa sangat seramai ini. Bahkan ada pengunjung yang bela-belain ke sini setiap hari cuma kepingin di-guide sama Rendi. Ini benar-benar pencapaian besar. Galeri bakalan sangat kehilangan kalian!" ucapan Aldo membuat semua yang ada di ruangan itu mendadak sedih. Lagi pula, siapa yang suka dengan momen perpisahan? "Mau langsung pulang atau kemana gitu?" tawar Rendi sembari menyerahkan helm pada Reni. Perempuan itu segera mengenakan helm. "Pulang dulu, besok aja main. Inget, kamu masih hutang ngajakin aku makan mie yamin yaa?" Rendi tertawa. Beberapa bulan selama magang ini hariny

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 136

    Hari ini adalah hari terakhir Reni magang. Semalam, ia sudah menyelesaikan laporan magangnya selama tiga bulan ini. Nanti sepulang dari tempat magang, Ryo berjanji akan mentraktirnya sebagai hadiah karena Reni berhasil menyelesaikan magang tanpa kendala apapun. Selama magang, Reni memang lebih sering di rumah daripada di apartemen. Ini pun atas titah Mamanya, agar beliau tetap bisa memantau Reni. Santi takut apabila magang Reni memilih tinggal di apartemen, ia malah tidak pulang. "Mama lebay!" desisnya saat itu. Santi tidak peduli apapun perkataan putrinya. Yang terpenting adalah kebaikan Reni sekarang. Santi pun juga sudah mendengar tentang renggangnya hubungan Arjuna dengan putrinya. Andini sempat bercerita ketika keduanya bertemu di salah satu butik langganan mereka. "Aku bener-bener minta maaf lho, Jeng. Karena kesibukan Arjuna bikin Reni jadi merasa terabaikan. Jadinya malah mereka bertengkar." Andini menggenggam tangan Santi. Santi mengangguk mafhum.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 135

    Seharian Sandra hanya marah-marah. Ia kesal karena Arjuna mulai sering tidak fokus dan sering menengok ponselnya, meskipun itu sedang meeting penting dengan kontraktor. Sandra sudah memperingatkannya beberapa kali, tetapi nihil. Arjuna masih saja tidak fokus. "Kamu tuh kenapa sih? Ini kita udah hampir sebulan loh di sini! Kita udah jalanin proyek hampir tiga puluh persen dan kamu mulai sering nggak fokus. Kamu mau ngerusak karir kamu sendiri hah?!" pekik Sandra berapi-api ketika keduanya sampai di rumah. Ia sudah tidak bisa menahan diri karena kali ini Arjuna kehilangan profesionalismenya. "Aku nggak bisa konsen karena akhir-akhir ini Reni sering banget ngilang. Dia jadi super sibuk sampai nggak bisa dihubungi." jawab Arjuna enteng. Sandra mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pernyataan yang Arjuna lontarkan dengan entengnya barusan. "Jadi profesionalisme kamu hilang gara-gara kamu bucin?" nada bicara Sandra sudah tidak mampu ia kontrol.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 134

    Sepanjang perjalanan menuju galeri, Reni mengunci rapat-rapat mulutnya. Ia tidak mengucapkan apapun setelah badannya dibuat panas dingin oleh Rendi. "Kamu kenapa sih? Sariawan?" tanya Rendi saat motornya berhenti di lampu merah. Rendi mengarahkan spionnya tepat ke wajah Reni. Reni sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia hanya menggeleng pelan. Hal ini membuat Rendi gemas. "Ya udah kalau sariawan, nanti aku beliin mie jontor. Katanya ampih buat bikin sembuh sariawan." ujarnya yang kemudian mendapatkan pelototan dari Reni. Ia tidak peduli dan langsung mengegas motornya saat lampu berubah menjadi hijau. Reni menoyor helm Rendi sampai lelaki itu menunduk cukup dalam. "Aduh, aku lagi nyetir ini, Ren! Nanti kalo nabrak gimana?" omel Rendi seraya mengelus hidungnya yang mencium spidometer motor. "Biarin!" Rendi tertawa. Tiba-tiba muncul ide konyol di pikirannya. "Oh, kamu pengen sehidup semati sama aku? Bilang atuh, Ren!" ujarnya sebelum kemudian memperce

DMCA.com Protection Status