Hari berganti hari. Bulan ke bulan menjadi tahunan. Lalu, setelah bilangan menyapa di usia dewasa, anak lelaki dan perempuan itu telah tumbuh menjadi pemuda dan pemudi rupawan. Yang matang dalam kehidupan yang serba kekurangan. Menjadikan pribadi mereka menjadi sosok yang dewasa sebelum waktunya. Bastian tak meneruskan jenjang pendidikannya. Merelakan semua kemewahan itu untuk Ali dan adik-adiknya supaya bisa meneruskan SMA. Setelah melalui perdebatan sengit dengan Wak Hasan, yang menginginkan anak sulungnya untuk kuliah, Bastian akhirnya memenangkan debat itu. Dan menyisakan kekecewaan yang menjadi bibit penyakit di tubuh Wak Hasan. Lelaki yang beranjak tua itu, merasa tak berarti, karena tak mampu menyekolahkan semua anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akan halnya Bastian, yang tumbuh menjadi laki-laki tangguh dan bertanggung-jawab, menghibur ayahnya. Memberikan estafet perkuliahan itu kepada Ari saja. Sedangkan Ali dan Amy tahu diri. Tak berniat menuntut lebih. Di
Saat itulah, Amy pertama kalinya bertemu dengan Hamam Prasetyo. Pak Prasetyo yang satu-satunya terlihat antusias mengenalkan mereka berdua. Wak Hasan hanya tersenyum canggung dan berulangkali melirik Amy, menyaksikan wajah keponakannya yang memerah tanda tak nyaman. Tapi, ia tak ingin menyakiti hati sahabatnya yang sangat baik hati dan dermawan itu. Bukan main gagah dan tampannya pemuda itu. Kulitnya putih serupa dengan kulit Amy. Tubuhnya jangkung dan tegap. Dadanya bidang dengan rangkaian otot menyusun perutnya yang ramping. Wajahnya tegas. Dengan rahang mencuat angkuh dan bola mata cokelat hazel yang indah dan sedikit nakal. Hidungnya tegak lurus dengan bibir tipis serta menawan, yang menyunggingkan lekukan sedikit merendahkan setiap kali ia tersenyum. Aura aristokrat dan ningrat jelas menyelubungi keseluruhan dirinya. Poppy bahkan lupa menutup mulutnya saat ia bersalaman dengan Hamam. Akan halnya Amy, bergerak-gerak gelisah setiap Hamam memandanginya. Merasa tak nyaman deng
Duhai, betapa besar perbedaan antara cincin dua gram dengan cincin berbatu berlian belasan karat itu. ***♡♡♡***Perdebatan sengitpun terjadi. Antara Ali dan keluarga Wak Hasan. Mereka didudukkan dalam satu ruangan. Membahas tentang kabar mengejutkan yang baru saja diterima Ali.Perdebatan yang berujung dengan teguhnya keputusan Amy dengan pertunangan itu."Sudah bulatkah keputusanmu, Amy? Menikah bukanlah perkara main-main. Tak ada yang memaksamu untuk menikah dengan Hamam," tanya Wak Hasan. Mata tuanya lekat menatap anak adik semata wayangnya.Amy lama menunduk. Lalu, kemudian ia menegakkan kembali kepalanya. Memandang ke sekeliling, kepada Wak Hasan, Wak Hasan Tino, Kak Bastian, Kak Ali, Poppy dan berakhir di wajahAli."Amy sudah memutuskan, Wak. Tak ada paksaan atau apapun dari mereka, Ali. Ini adalah murni keinginanku," ucapnya teguh sambil terus memandang Ali.Mata lelaki itu terbeliak lebar. Masih tak percaya dengan semua mimpi buruk yang menimpanya. Bagaimana mungkin, setelah s
"Aarrghh!!"Suaranya yang berat dan dalam menggema di antara bebatuan. Begitu terus berulang-ulang hingga suaranya menjadi serak. Amy menjerit-jerit, memohon supaya Ali berhenti sambil menutup kedua telinganya."Ali ...! Hentikan! Hentikan, Ali! Aku salah! Aku salah! Maafkan aku! Maafkanlah, aku ...," rintih Amy sambil berusaha menarik pinggang Reinaldi supaya bergerak menjauhi bibir jurang.Akhirnya mereka berdua jatuh berguling ke atas permukaan tanah yang sedikit berumput menjauhi bibir jurang. Amy terus-menerus sesenggukan dengan air mata dan ingus yang berleleran di wajahnya."Aku pergi bekerja, Amy! Dua tahun! Dua tahun aku harus bertahan hidup di pedalaman hutan itu! Kau lihat bekas-bekas luka ini? Jangan tutup matamu!" teriak Ali sambil kembali mencengkeram bahu Amy dan memaksanya melihat gurat-gurat bekas luka yang telah memutih di sepanjang lengannya.Dengan geram Ali membuka kemejanya hingga lepas dan bertelanjang dada. Perempuan itu tersedu-sedu, berusaha mengalihkan pandan
Wak Hasan meninggal.Berita apa lagi yang bisa meluluhlantakkan dunia Ali setelah pernikahan Amy?Ia mendapat kabar itu pada tengah malam. Saat ia duduk termangu, setelah berhari-hari terpukul dengan keputusan keluarga itu. Badrun datang dengan tergesa-gesa ke kontrakannya di kota. Sebuah petak kecil di gang sempit nan bau.Seluruh tubuh Ali bergetar, kemudian ia jatuh lemas. Seakan-akan tulang-belulangnya dilolosi satu-persatu. Airmata menggenang lalu luruh, mengingat pertemuan mereka yang terakhir kali berakhir dengan menyedihkan. Siapa yang menyangka, jika itu adalah saat terakhir ia bisa melihat dan memeluk laki-laki yang telah dianggapnya sebagai Ayah kandung?Tak lama kemudian, kedua orang itu keluar dengan tergesa. Membawa buntilan baju milik Ali yang tak seberapa. Lalu mereka menaiki mobil pick up yang dipinjam Badrun dari tetangga. Hanya untuk menjemput Ali. Tiga jam perjalanan, dari Jakarta ke Bandung, dilalui dalam diam. Masing-masing sibuk dengan pikiran mereka sendiri-send
Bahkan lebih sakit dari ketika Amy meninggalkannya. Jantungnya berdetam kuat, saat ia memasuki rumah dan mendapati keadaan, bahwa rumah yang dulu sering disinggahinya, dalam keadaan yang benar-benar memprihatinkan.Kelumpuhan yang diderita oleh Bastian, benar-benar telah menguras perekonomian Wak Hasan sekeluarga. Barang-barang yang berharga telah dijual. Bahkan kursi goyang tempat Wak Hasan sering duduk mengaso di sore hari, telah berpindah ke lain rumah. Pandangan Ali beredar ke sekeliling rumah. Tampak Bastian berbaring di atas kasur tipis di dalam kamarnya. Terus-menerus menangis menyesali kelumpuhannya. Kakak laki-laki tertua itu menjadi begitu lemah semenjak lumpuh. Sesungguhnya, ia bukan laki-laki yang lemah. Namun kelumpuhan ini benar-benar menggerus jiwanya. Ia bukan orang yang suka diurus orang lain. Dialah yang harusnya mengurus keluarganya. Ari duduk terpekur di sudut kamar. Ikut menangis dalam diam. Duduk melipat kaki di depan dada dan menenggelamkan kepala di antaranya.
Selendang hijau zamrud itu akhirnya hancur, di malam pertama Amy diboyong ke rumah keluarga Prasetyo. Saat Hamam merobek mahkotanya dengan kasar dan juga mencabik-cabik selendang itu tepat di depan muka Amy yang menangis menahan sakit dan ketakutan tanpa daya.Laki-laki itu tahu, dengan melihat bahasa tubuh dan gerak-gerik keduanya bahwa masih ada banyak cinta yang bersembunyi antara istri dan si miskin itu.Dengan selendang itulah Reinaldi menautkan hatinya pada Amy sebagaimana Amy juga menautkan seluruh cintanya pada kenangan masa kecilnya yang malang.Dan Hamam Prasetyo tak suka dengan kenyataan itu.Terlepas dari dia cinta atau tidak.Miliknya adalah miliknya.***Tak usahlah diceritakan bagaimana derita Amy semenjak menginjakkan kaki ke dalam rumah Hamam. Bagaimana keluarga Hamam memperlakukan dia layaknya kasta terendah di dalam kehidupan duniawi ini.Seperti yang diceritakan sebelumnya, Amy terpuruk di dalam mempertahankan rumah tangganya setelah berpisah dengan keluarga Wak Has
'Aku sudah di sini, Kekasihku. Aku yang datang padamu, seperti seharusnya. Saat deritamu menjadi kemalangan berkepanjangan dalam hidupmu.'Seketika, aura kebingungan memenuhi ruangan itu. Ruangan yang tadinya ramai oleh riuh rendah kegembiraan perlahan-lahan menjadi hening. Mereka saling pandang dengan bingung. Bertanya-tanya dengan sikap Reinaldi yang tiba-tiba berubah serius.“Yang sudah berjuang, menunggumu datang …,” Tapi, kau tak pernah datang, Kekasih. “menjemputmu pulang ….” Aku yang akan menjemputmu, untuk kembali padaku! Merebutmu dari Hamam sialan itu! Pancaran saga berpendar di netra elang itu. Melarikkan kesungguhan yang nyata pada diri laki-laki rupawan yang ada di atas panggung itu. Tampak jelas, ia ingin menunjukkan jati dirinya pada seseorang yang dipandangnya di belakang sana.Amy mendekap mulutnya dengan kedua tangan, gemetar menahan rasa sebah yang semakin kuat mencengkeram hatinya. Ia melihat semua itu. Ia tahu, Ali tak pernah main-main dengan kata-katanya. “Ingat