Home / Pernikahan / Gara-gara Uang Arisan Mertua / Bab 8. Rezeki itu Bak Air Hujan

Share

Bab 8. Rezeki itu Bak Air Hujan

Author: Dwi Nella Mustika
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tok ... Tok ... Tok ...

Tiap kali ada yang mengetuk pintu, aku merasa trauma, bahkan mulai ada rasa takut untuk membukanya. Apalagi tidak ada ucapan salam atau memanggil namaku sekedar bunyi ketukan pintu.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Han ... buka pintunya!" sorak Mas Dennis.

"Kok dia udah pulang kerja jam segini?" tanyaku dalam hati. Padahal baru saja ingin membaca sms pinjaman online yang masuk.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Hanindia ... lama banget sih!" suaranya semakin keras.

Dengan sigap aku langsung menaruh handphone di bawah bantal, lalu mengatur napas jangan sampai Mas Dennis curiga akan gerak-gerikku.

Kret!

"Dasar lelet, buka pintu saja lama!" umpatnya bersamaan dengan mendorong pintu yang tak sepenuhnya terbuka.

"Hooaaammm ..." aku pun pura-pura menguap tentu dengan menutup mulut sesuai adap.

"Enak ya kamu di rumah tidur di siang bolong kayak gini, aku panas-panasan di luar sana. Makanya bersyukur jangan banyak cincong. Nih! Ingat, irit-irit masaknya. Jangan mentang-mentang lagi banyak stok kamu malah masakin semuanya, dicukupin saja sampai aku gajian." Dia menyodorkan dua buah kantong kresek berwarna hitam ukuran sedang padaku.

Rupanya dia pulang mau mengantarkan ini, tumbenan sekali berbaik hati begini. Mumpung anginnya lagi sadar ... "Mas, nanti isikan token listrik ya, udah tinggal sedikit soalnya," pintaku.

Bukan langsung menjawab iya dan meminimalisir pertengkaran, seperti biasa mulutnya mengeluarkan kata umpatan. "Makanya kalau makai listrik itu yang hemat, bikin pusing aku saja kamu. Iya, nanti kuisikan."

"Eh satu lagi, jangan di taruh kuncinya di pintu. Aku agak telat pulangnya mau bantuin ibu soalnya." Tanpa mengucap salam ataupun sekedar tanya soal anak dia langsung berbalik badan dan mengendarai motor matic merk miom berwarna hitam itu. Jarak rumahku dan ibu cukup jauh harus menempuh perjalanan 30 menit.

Aku menghela napas, "alhamdulillah, syukur dia tidak curiga ataupun masuk ke dalam rumah apalagi ke dapur. Soalnya bungkusan makanan yang kubeli lewat online masih ada di tong sampah karena belum sempat aku buang ke pembuangan sampah dekat rumah. Aku bergegas ke dapur ingin melihat apa saja kebutuhan masak yang dia beli.

Alangkah terkejutnya ketika netraku melihat isi kedua kantong kresek itu. Ada telur 10 butir, tahu 4 buah, tempe 2 buah, wortel, buncis, yang setengah ekor ayam potong, serta bubuk sup kasar, dan bumbu ungkep. "Apa? Ini yang dia suruh berhemat untuk sampai dia gajian? Pelit nggak ketulungan ini mah. Sedangkan dia gajian dua minggu lagi. Moga makin berlimpah rezekimu, Mas biar nggak pelit lagi sama anak dan istri," umpatku dalam hati.

Tahu dan tempe aku rebus dengan bumbu kunyit giling, garam, penyedap rasa dengan takaran secukupnya tergantung banyak air yang dimasukkan. Tujuannya agar bisa tahan lama ditaruh di kulkas. Kulkas? Iya, kulkas beli dari hasil tabunganku sewaktu bekerja. Sementara itu, aku membersihkan ayam, dan merapikan perintilan masak lainnya ke dalam kulkas.

Hari ini aku tidak masak, berhubung makanan yang kupesan tadi sudah habis. Sebentar lagi aku mau pesan dua porsi lagi untuk makan malam bersama anak-anak. Untung saja Mas Dennis katanya telat pulang. Tentu aku lebih leluasa memanjakan perut anak-anak dan menjalankan bisnis jualan onlineku.

"Ma ... lagi apa, tu?" aku menoleh ke belakang, rupanya putri sulungku sudah bangun. Kubiarkan dia bermanja-manja sebentar, tak lama kemudian si dedek pun bangun. Denting jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Gegas aku memandikan mereka secara bersamaan.

"Paket ... paket ..." sorak Abang ojek online dari luar. Gegas aku berjalan setengah berlari untuk mengambil makanan yang dipesan, pembayarannya kulakukan lewat gopayo. Aku mengisi saldo gopayo dari hasil keuntungan penjualan kemarin malam. Untung ada pulsa jadi aku bisa mengisi saldo gopayo.

Baru melangkah ingin masuk ke dalam rumah ...

"Heh Hanin ... kamu ngepet ya. Sehari ini sudah dua kali mesan makanan lewat online. Pantes saja mengurung diri terus di rumah nggak mau berbaur takut ke bongkar yah kedoknya, tuduh Mbak Lulu, Ketua Pergunjingan, mulut sama parasnya nggak sesuai. Kalau dilihat dari wajah, dia seperti ibu-ibu yang ayu, tapi kalau sudah mencerocos mulutnya yang sedikit berisi itu, hilanglah keayuan yang terpancar dari wajahnya.

Aku hanya membalas dengan senyuman, orang seperti Mbak Lulu terkadang memang tak perlu ditanggepin. Lebih baik mengambil sikap aman tanpa dosa, semoga saja. Jika sikap iri sudah bersarang sekalipun orang berbuat baik atau berkelakuan baik pasti akan dinilai negatif. Belum lagi jikalau yang dia tuduh itu salah, bukannya minta maaf bahkan mencari celah untuk menjatuhkan lagi.

"Nggak usah sok membalas dengan senyuman gitu, pantes saja kamu bisa beli makanan online. Atau itu hasil dari selingkuhannya ya, secara gitu lho suami kamu mana mampu membeli makanan mahal," tambahnya lagi.

Dibanding aku, memang kehidupan Mbak Lulu jauh lebih baik. Suaminya bekerja sebagai marketing di salah satu perusahaan asuransi, memiliki satu unit mobil, dan juga rumah subsidinya sudah di renovasi karena punya sendiri. Tapi sayangnya dia belum diberi keturunan, padahal yang kudengar dia sudah menikah selama 5 tahun. Memang setiap orang itu berbeda-beda rezekinya.

Setelah menyuapi anak-anak makan dan bermain. Selepas Ba'da Magrib aku baru bisa berkutat di depan layar pipih. Mataku berbinar bahagia dan bibirku tersenyum merekah tatkala banyaknya pesan yang masuk di gawaiku yang masih terbilang belum terlalu pintar. Tapi alhamdulillah sangat membantu bisnisku, pesanan hari ini malah tiga kali lipat dari yang kemarin.

Terkadang memang harus ada yang kukorbankan, sekalipun di rumah tapi karena sedang merintis berjualan online yang biasanya waktuku full untuk anak-anak sekarang mulai terbagi sekalipun aku masih bisa memantau mereka bermain. Tapi, ini semua demi mereka juga.

Hari ini banyak yang syukuri ternyata tidak sia-sia atau mungkin memang sudah rezekiku, dari tiga owner saja orderanku hari ini sudah membludak. Aku pun masih tidak menyangka dengan waktu hampir bersamaan Allah membukakan jalan rezeki yang benar tak kuduga sama sekali.

Tengah asyik melayani orderan yang sudah fix sebanyak 30 helai baju dan membalas beberapa teman yang menanyakan harga dan model lainnya, seketika ada panggilan masuk dari nomor baru. Aku ragu sangat ragu, tapi entah dorongan darimana akhirnya kuangkat untuk panggilan yang ketiga kalinya.

"Halo ..."

"Assalamu'alaikum, Kakak," suaranya tak asing aku mencoba mengingat suara ini.

"Waalaikumsalam, ini siapa?"

"Duh, gini nih kalau sombong udah kelewatan sama adek sendiri pun tak ingat,"

"Adik kakak 'kan banyak," candaku.

"Ini, Kartika kakak."

"Ya Allah, Kartika tumben nih nelfon. Apa kabar?" tanyaku penuh semangat.

"Alhamdulillah, baik. Kakak apa kabar juga? Dah lama kita nggak ketemu, udah brojol dua masih nggak sempat-sempat ke rumah kakak."

"Kamu sih, keponakanmu udah pada gede sekarang. Main sini kapan-kapan," tawarku.

"Iya, kapan-kapan ke sana deh. Kak ... Hmmm ..."

"Apa? Malah ham hmm ham mmm ..." ledekku.

Related chapters

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 9. Jantung Sering Kali Berpacu Cepat

    "Ini, Kartika lihat sekarang kakak jualan online yah," tanyanya yang sekarang nada suaranya terdengar serius."Iya, Kar. Nambah-nambah penghasilan, mumpung juga keponakanmu udah beranjak gede, memangnya kenapa, Kar? Kok tahu kakak jualan online?""Iya, Predisa yang bilang. Dia lihat story di WA kakak. Nah kebetulan aku sekarang lagi merintis bisnis jilbab, kak. Mau nawarin kakak mau nggak jadi resellernya aku?" "Apa, Kar? Kamu punya usaha jilbab sekarang, wah keren. Mau ... mau ... Gimana sistem kerjanya nih?" tanyaku antusias."Ya sama kayak online shop yang lain kak. Aku ngasih ke kakak harga reseller nanti terserah kakak mau jual berapanya," "Ashiaaaapp ... Kart. Kirimin langsung foto-foto jilbabnya yah!" suruhku.Sambungan telfon pun berakhir, senyumku semakin mengembang. Bagai ketiban durian runtuh, sekalipun sakit terkena duri tapi ketika memakan isinya begitu manis. "Alhamdulillah, Ya Allah atas jalan yang Engkau be

    Last Updated : 2024-10-29
  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 10. Hujatan yang Didapat

    "Satu lagi, jangan di rumah saja. Kerja kek, apa kek, jangan jadi istri manja cumanya bisa nampung aja. Ibu dulu bisa kok , mengasuh anak sembari berjualan. Nggak kayak kamu, lempengnya minta ampun," hujatnya."Sudah! Ibu mau tidur, ganggu orang istirahat saja kamu!" "Apa ibu tidak tahu, jikalau Mas Dennis sudah dipecat? Berarti kamu tidak di rumah ibu, Mas? Kamu kemana?" Benar 'kan apa yang kutakutkan terjadi, bukannya dapat jawaban malah beruntun hujatan yang dia lontarkan. Entahlah! Padahal sedikit pun aku tak cemburu jikalau Mas Dennis bisa berlaku adil atau setidaknya lebih menjadi lelaki yang pekerja keras. Lagi dan lagi, kuseka air mata yang jatuh membasahi pipiku yang tak terawat lagi.Kuputuskan untuk menidurkan anak-anak terlebih dahulu, apalagi dentingnya jam sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Kurang lebih menidurkan Haseena dan Almeer selama setengah jam, aku kembali mengambil gawai pipih yang tertinggal di ruang tengah. Tadi kelupaan membawanya, karena aku sibuk membua

    Last Updated : 2024-10-29
  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 11. Apa Tujuannya Menikahiku?

    Siapa lagi yang menyeka air mata di Subuh yang kian beranjak ini kalau tidak tanganku sendiri. Ketika keluar dari kamar anak-anak tadi, memang tidak ada motor matic itu terparkir di dalam rumah, pertanda dia tidak pulang."Tak bisakah, kamu beri aku waktu untuk bernapas lega sekali saja, Mas!"Jangan tanya, ini bukan kali pertama dia tidak pulang karena berkecimpung dunia haram itu, tatkala aku sedang mengandung Haseena entah berapa kali dia meninggalkanku di rumah kontrakan sendirian. Iba? Tentu saja tidak, jika dia iba dan peduli akan kesehatan fisik dan mentalku pasti lelaki berhidung mancung itu tidak akan tega membiarkanku menghabiskan pergantian malam sendirian."Apa sebenarnya tujuanmu menikahiku, Mas?"Padahal Allah begitu baik, menitipkan rezeki janin di perutku ketika pernikahan kami baru beranjak 1 bulan lebih, tapi kenyataannya hadirnya aku sebagai istrinya dan hadirnya janin di kandunganku rupanya tak mampu membuat dia beranjak dari dunia hitam itu. Semua perjalanan awal

    Last Updated : 2024-10-29
  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 12. POV Dennis 1

    "Den, sekarang 'kan ibu nggak jualan lagi, terus soal arisan gimana, Den? Kalau kebutuhan rumah ada Erlyn yang bantuin,""Biar Dennis yang nanggung, Bu, lagian Dennis juga udah kerja lagi, gampang lah soal itu," "Tapi gajimu 'kan nggak seberapa, Den? Selama ini ibu juga udah banyak 'kan berkorban untuk kamu, itung-itung gitu, Den?""Iya, Bu. Beneran, nggak masalah sama aku, yang penting buat aku, ibu bahagia. Aku seperti sekarang juga berkat pengorbanan ibu,""Terus apa nggak apa-apa sama istrimu nanti? Tapi harusnya nggak apa-apa 'kan ya, kalau nggak karena ibu juga mana mungkin dia punya suami sarjana kayak kamu, Den?""Bu ... soal Hanindia biar aku yang urus, keputusan mutlak ada di tanganku, Bu. Aku kepala keluarga, jadi dia sebagai istri harus nurut," kulihat ibu tersenyum bahagia tatkala aku akan menanggung beberapa kebutuhan ibu dan arisannya. Walaupun ada Erlyn yang membantu tapi aku sebagai anak juga harus bertanggung jawab penuh akan ibu.Malam harinya mau nggak mau aku har

    Last Updated : 2024-10-29
  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 13. POV Dennis 2

    Dulu Hanindia begitu cantik, sangat mempesona, kalau tidak, mana mungkin aku mau memilikinya. Lebih hebatnya, aku bisa mengalahkan beberapa lelaki yang mengagumi Hanindia, termasuk Julio. Kalau soal tampang dan posisi jabatan Julio oke lah, tapi kalau soal mengolah perempuan, Julio kalah jauh, buktinya sekarang aku 'kan yang menjadi suaminya Hanindia."Mas ... Mas ..." "Mas ... Mas Dennis," seperti ada suara merdu yang memanggilku."Hah ... apa, Er?" tanyaku bangun dari lamunan. Aku semakin terbuai melihat senyumnya yang merekah bagai bunga yang sedang kembang."Kamu lamunin apa, Mas? Kok sampai segitunya menatapku tanpa berkedip, dipanggil-panggil nggak nyahut," tanyanya masih dengan senyum menggoda, aku tahu karena aku lelaki."Ah ... enggak ngelamunin apa-apa kok, Er," elakku."Eh, kalian jangan saling menggoda gitu. Nanti malah suka-sukaan, nggak boleh!" serang ibu tiba-tiba. Ucapan ibu seperti itu bukan kali pertama, setiap dia membaca gerak-gerik yang aneh antara aku dan Erlyn

    Last Updated : 2024-10-29
  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 14. PoV Dennis 3

    "Istrimu memang tidak bisa dibilangin ya, Den. Dibilangin malah bentak ibu," aku sekesiap mendengarnya."Apaa ... Bu? Hanin bentak ibu? Dasar istri tidak ada akhlak, nggak ada sopan santun sedikitpun. Tenang, Bu. Akan ku beri dia pelajaran supaya nggak ngelunjak lagi."Tanpa pikir panjang aku pun langsung pulang ke rumah, anak mana yang akan terima jika wanita yang melahirkan dan merawatnya dibentak oleh istri sendiri.Sesampainya di rumah tanpa ada rasa iba, tanganku mendarat ke wajahnya, amarahku membuncah hingga tak peduli akan tangis kedua anakku yang semakin menjadi. Kalau saja kewarasanku sudah hilang semuanya mungkin bisa kubunuh Hanindia saat itu juga. Tidak ada yang boleh menyakiti ibu, siapapun itu akan kubuat lebih menderita!"Kenapa lu, Den? Kusut bener?" tanya Adi ketika aku sedang merehatkan pikiran di warung kopi tempat kami nongkrong semalam."Pusing gue masalah di rumah banyak banget, mana nggak ada duit lagi,""Hahaha, makanya jangan sok-sok an nikah lu, contoh kaya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 15. Menenangkan Diri

    "Eh ... Ada yang mau kabur sepertinya," sindir Mbak Lulu ketika aku masuk ke dalam taksi online. Entah mengapa harus bersamaan waktunya taksiku datang dengan adanya wanita julid ini di sini."Mau pergi ke rumah selingkuhannya ya, Han?" tuduhnya, tidak ada angin ataupun hujan malah cuaca sangat cerah."Wah ... perkembangan yang begitu pesat ya. Baru kemarin disusul ke sini. Eh sekarang malah nyusul balik. Ternyata lebih ngeri ya wanita yang katanya rumahan, tersiksa, pendiam, nggak suka ngumpul, rupanya punya selingkuhan," tambahnya lagi. Ucapan Mbak Lulu begitu jelas di pendengaranku, mungkin sengaja volume bicaranya dikeraskan."Mending kayak aku dan Mbak lainnya yang suka julid, tapi kamis setia," belanya.Tanpa memperdulikan Mbak Lulu yang sibuk mengoceh yang lebih tepatnya menghujat, aku menuntun anak-anak masuk ke dalam mobil, sedangkan tas bawaanku yang berisikan perlengkapanku dan anak-anak sudah masukin pak sopir di bagian belakang mobil.Ocehannya sudah tak terdengar ketika a

    Last Updated : 2024-10-29
  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Part 16. Penolong dari Allah

    "Iya, nggak apa-apa, Han. Kamu kalau ada apa-apa jangan sungkan sama aku. Kalian di sini aku senang banget. Rumah ramai, biasanya aku sendiri saja. Juliana belum menikah sekalipun secara karir dia begitu sukses, sangat menjadi kebanggaan orang tuanya. Malah ekonomi orang tua Juliana ikut menanjak naik dikarenakan dimodali usaha beras oleh Juliana di kampung halaman."Aku? Entah kapan bisa membahagiakan, Mama yang sekarang tinggal seorang diri di kampung,""Makasih banyak ya, Jul.""Iya, aku bikinin minum dulu," ujar Juliana hendak beranjak."Oo iya, Jul. Maaf, kamar mandinya dimana? Aku mau mandiin Haseena dan Almeer dulu."Ada di dalam kamar depan, Han. Kamu masukin aja barang-barang ke sana. Itu memang kamar khusus tamu," jelasnya dan berlalu ke belakang.Haseena dan Almeer tengah asyik bermain kejar-kejaran. Tak ada raut cemas sama sekali di wajah mereka ketika berada di rumah Juliana. Padahal ini baru kali pertamanya mereka ke sini sama sepertiku.Sembari menunggu Juliana membuatk

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 22. Lalu Apa yang Terjadi, Ma?

    (khusus bab ini alurnya maju-mundur ya, reader)"Lalu, apa yang terjadi setelah itu, Ma?" tanya Haseena, kulihat matanya sudah berkaca-kaca sedari tadi."Iya, Ma. Kenapa Papa dan Mama bisa bersatu lagi?" tanya Almeer antusias."Terus bagaimana dengan Tante Erlyn? Mereka jadi test DNA, Ma?" tambah Haseena lagi."Aku juga penasaran, Kak dengan Tante Lulu. Dia 'kan julidnya kebangetan, Ma. Gimana dia sama suaminya?" tanya Almeer lagi."Nah iya, Dek. Kakak juga penasaran tuh sama Tante Lulu? Kok ada ya orang punya mulut sejulid dia, heran ..." protes Haseena."Ya ada lah, Kak. Dari zaman behulak juga udah, ada." timpal Almeer. Mereka tawa mereka pecah. Terbahak-bahak yang begitu keras hingga mengundang Mas Dennis keluar dari kamar."Kalian lagi cerita apa, sih? Kok kayaknya seru banget?" timbrung Mas Dennis, dia memutar roda yang ada pada kursi rodanya."Nggak ada, Mas. Cerita lelucuan zaman dulu, zaman kamu tidak waras, Mas," ejekku sembari terkekeh."Astagfirullah, Hanindia ...." Mas De

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 21. Kata Talak Terucap

    "Nggak, Mas. Tadi yang ngantar Juliana dan Bu Minah bukan Julio. Kamu ingat 'kan Bu Minah, tetangga ibumu dulu, dia sudah pindah dua tahun lalu," aku masih berusaha menjelaskan pada Mas Dennis yang sudah berkawan setan, karena raut wajahnya suka memerah seperti bara api."Dia bohong, Den. Kamu jangan percaya, tadi ibu lihat sendiri selingkuhannya itu yang ngantar pulang," timbrung ibu dengan lantang diikuti dengan menyunggingkan ujung bibirnya."Aku berani sumpah, Mas. Aku tidak bohong sama sekali. Juliana barusan pergi, aku bisa minta dia untuk balik ke sini lagi kalau kamu tidak percaya," ucapku seraya terus meyakinkan Mas Dennis."Bu ... tolong jangan memperkeruh keadaan. Jangan memutarbalikkan realita sebenarnya. Jelas-jelas ibu lihat sendiri aku diantar Juliana dan Bu Minah tadi. Bahkan Ibu ikut mengobrol dengan Bu Minah dan juga Juliana. Ibu sebenarnya kenapa sih? Sampai segitunya memfitnahku!""Ngaku aja deh, Han. Nggak usah berselimut dusta gitu," timbrung Erlyn."Kamu lihat '

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 20. Kegalapan Malah Balik Menuduh

    "Itu supir taksi online, Bu. Bukan ..."Belum selesai aku berbicara, lagi dan lagi ibu sudah memotongnya, "Haa ... apa? Supir taksi online? Hahahaha ..." tawa beraroma sindiran itupun pecah, "Mana ada maling yang mau ngaku. Kalau banyak maling ngaku, udah penuh tuh penjara.""Bu ... kasih aku kesempatan untuk jelasinnya, jangan seperti ini," pintaku lirih."Kesempatan apa? Kesempatan supaya kamu bisa nyakitin anak saya lagi? Iya? Oh ... tidak bisa Hanindia ..." Telunjuknya ikut bermain arah kiri ke kanan persis di depan wajahnya."Udah, Bu. Seret aja, Bu. Daripada ngelunjak nantinya, Bu," hasung Mbak Lulu. Aku pikir dia sudah beranjak dari sana."Assalamu'alaikum, Bu Iyum." Terdengar ucapan salam di belakang sana, aku sedikit terkejut melihat Bu Minah menyapa mertua yang baru saja keluar dari mobil. Wajahnya yang memerah dan amarah yang bagaikan bom yang siap meledak berubah dratis bahkan tiga puluh enam derajat celsius."Ibu Minah?!" pekik ibu kaget bukan main, terkesiap, dan terper

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 19. Motornya Tidak Ada

    Rasaku berkecamuk, hatiku sakit, tapi melihat Haseena menangis seperti ini juga membuat ku semakin bersalah. Baru saja aku menghirup udara segar rasanya, berpikiran sedikit tenang.Ting ... Tung ... Ting ... Tung ..."Assalamu'alaikum,""Itu pasti Non Juliana, Ibu bukain pintu dulu ya, Han," aku mengangguk pelan."Ma ... Kakak mau pulang," Haseena terus saja merengek meminta pulang, kuseka air matanya yanh begitu deras membasahi pipi mulusnya. "Ma ..." panggil Almeer yang baru bangun dari tidurnya."Sini, Nak," kupeluk kedua anakku, air mata yang sedari tadi kutahan kini tumpah ruah juga akhirnya."Lho, Hanindia ... kamu kenapa?" aku menatap wajah Juliana dia tampak heran melihat kami bertiga berpelukan."Apa yang terjadi, Bik?" tanya Juliana pada Bu Minah yang sedang berdiri di ambang pintu."Haseena, pengen ketemu sama Papanya, Jul," jawabku pelan."Oooh ya sudah, nggak apa-apa, Han.""Kakak, mau pulang ya, Nak?" Juliana mengelus kepala Haseena, gadis cantik itu mengangguk dalam si

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 18. Pulanglah!

    Ku sisir pandangan sampai bagian belakang mobil yang dikemudi Juliana hilang dari pandanganku, mengunci pintu lalu berjalan menuju kamar sekedar mengintip, dan rupanya mereka masih tertidur dengan lelap.Aku beranjak menuju ruang samping dapur yang digunakan khusus mencuci dan menjemur pakaian di sana. Aku ingin menemui Bu Minah karena masih penasaran dengan ucapan Bu Minah tadi soal Erlyn. Mumpung Juliana sedang berpergian aku pun tak melewatkan kesempatan bertanya lebih leluasa dengan Bu Minah. Design rumah Juliana terbilang unik menurutku, walaupun setiap ruangan tidak terbilang besar tetapi karena di design penuh cekatan makanya terlihat rapi dan tertata. Di lantai dasar ada dua buah kamar yang letaknya berdampingan, antara ruang tamu dan ruang tengah di"Bu ..." panggilku."Astagfirullah Al'adzim, Hanindia ... kamu bikin ibu kaget saja," Bu Minah terperanjat karena kaget sembari menepuk-nepuk dadanya dan tak henti beristighfar."Maaf, Bu. Nggak bermaksud ngagetin. Hmm ... itu Bu

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Part 17. Perempuan yang Mengetuk Pintu Rumah Juliana

    Esok harinya ..."Eh, Han kamu nggak usah repot-repot," sergah Juliana dari belakang. Seketika ku hentikan aktivitas mencuci piring dan menoleh ke belakang."Kamu udah bangun, Jul?" sapaku, "Nggak apa-apa, Jul. Udah kebiasaan aku juga kayak gini. Itu teh hangat udah kubikin untuk kamu sama roti selai coklat juga.""Ya ampun Hanindia ... Wah makasih, Han. Aku jadi nggak enak malah kamu siapin sarapan. Nggak usah repot-repot nyuci piring dan lainnya, Han. Lagian nanti juga ada yang beresin rumah, palingan Bik Minah bentar lagi juga datang," ujar Juliana."Bik Minah? Siapa tuh, Jul?" aku tetap melanjutkan mencuci piring dan sekawannya karena nanggung hanya tinggal beberapa biji saja."Orang yang bersihin rumahku setiap pagi, Han. Dia datang jam 6 pagi, nanti sebelum aku pergi kerja dia sudah pulang lagi, bentar lagi juga datang," ujar Juliana, gadis berkulit putih dan berambut sepanjang punggung itu."Memangnya kenapa, Han? Kok wajahmu kayak bingung gitu?" tanya Juliana heran sambil meng

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Part 16. Penolong dari Allah

    "Iya, nggak apa-apa, Han. Kamu kalau ada apa-apa jangan sungkan sama aku. Kalian di sini aku senang banget. Rumah ramai, biasanya aku sendiri saja. Juliana belum menikah sekalipun secara karir dia begitu sukses, sangat menjadi kebanggaan orang tuanya. Malah ekonomi orang tua Juliana ikut menanjak naik dikarenakan dimodali usaha beras oleh Juliana di kampung halaman."Aku? Entah kapan bisa membahagiakan, Mama yang sekarang tinggal seorang diri di kampung,""Makasih banyak ya, Jul.""Iya, aku bikinin minum dulu," ujar Juliana hendak beranjak."Oo iya, Jul. Maaf, kamar mandinya dimana? Aku mau mandiin Haseena dan Almeer dulu."Ada di dalam kamar depan, Han. Kamu masukin aja barang-barang ke sana. Itu memang kamar khusus tamu," jelasnya dan berlalu ke belakang.Haseena dan Almeer tengah asyik bermain kejar-kejaran. Tak ada raut cemas sama sekali di wajah mereka ketika berada di rumah Juliana. Padahal ini baru kali pertamanya mereka ke sini sama sepertiku.Sembari menunggu Juliana membuatk

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 15. Menenangkan Diri

    "Eh ... Ada yang mau kabur sepertinya," sindir Mbak Lulu ketika aku masuk ke dalam taksi online. Entah mengapa harus bersamaan waktunya taksiku datang dengan adanya wanita julid ini di sini."Mau pergi ke rumah selingkuhannya ya, Han?" tuduhnya, tidak ada angin ataupun hujan malah cuaca sangat cerah."Wah ... perkembangan yang begitu pesat ya. Baru kemarin disusul ke sini. Eh sekarang malah nyusul balik. Ternyata lebih ngeri ya wanita yang katanya rumahan, tersiksa, pendiam, nggak suka ngumpul, rupanya punya selingkuhan," tambahnya lagi. Ucapan Mbak Lulu begitu jelas di pendengaranku, mungkin sengaja volume bicaranya dikeraskan."Mending kayak aku dan Mbak lainnya yang suka julid, tapi kamis setia," belanya.Tanpa memperdulikan Mbak Lulu yang sibuk mengoceh yang lebih tepatnya menghujat, aku menuntun anak-anak masuk ke dalam mobil, sedangkan tas bawaanku yang berisikan perlengkapanku dan anak-anak sudah masukin pak sopir di bagian belakang mobil.Ocehannya sudah tak terdengar ketika a

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 14. PoV Dennis 3

    "Istrimu memang tidak bisa dibilangin ya, Den. Dibilangin malah bentak ibu," aku sekesiap mendengarnya."Apaa ... Bu? Hanin bentak ibu? Dasar istri tidak ada akhlak, nggak ada sopan santun sedikitpun. Tenang, Bu. Akan ku beri dia pelajaran supaya nggak ngelunjak lagi."Tanpa pikir panjang aku pun langsung pulang ke rumah, anak mana yang akan terima jika wanita yang melahirkan dan merawatnya dibentak oleh istri sendiri.Sesampainya di rumah tanpa ada rasa iba, tanganku mendarat ke wajahnya, amarahku membuncah hingga tak peduli akan tangis kedua anakku yang semakin menjadi. Kalau saja kewarasanku sudah hilang semuanya mungkin bisa kubunuh Hanindia saat itu juga. Tidak ada yang boleh menyakiti ibu, siapapun itu akan kubuat lebih menderita!"Kenapa lu, Den? Kusut bener?" tanya Adi ketika aku sedang merehatkan pikiran di warung kopi tempat kami nongkrong semalam."Pusing gue masalah di rumah banyak banget, mana nggak ada duit lagi,""Hahaha, makanya jangan sok-sok an nikah lu, contoh kaya

DMCA.com Protection Status