Kami berjalan menyusuri jalan yang sepi dengan perasaan aneh di hati kami, aku mendongak pelan melihat Rumahku yang terlihat semakin dekat lalu menghembuskan nafas pelan
"kita sudah sampai," sahutku sambil menghentikan langkahku.
Ni El pun menghentikan langkahnya lalu mendongak mengikuti arah pandanganku cepat, ia mengeluarkan sebelah tangannya dari saku celana santai, menunjuk ke atas Rumah Susun di depan kami ringan "ini Rumahmu?" Tanyanya. Aku pun menggangguk kecil "hmm..."gumamku singkat, aku menoleh menatap Ni El lurus
"di atas sini," tambahku membenarkan.
Ni El pun memutar matanya menatap ke tempat yang lebih tinggi, lalu menunduk cepat menatapku lurus sambil mengangkat jarinya "di atas?" Tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk dengan alis terangkat yakin, sementara Ni El kembali mendongak tinggi ke atas. Ni Ell memiringkan kepalanya ragu, lalu menurunkan pandangannya sambil mengangguk pelan
"baiklah," putusnya begitu saja.
Aku pun mengang
Eun Kyung terdiam menatap kedatangan Eugene tiba - tiba itu, matanya berputar mengikuti arah pandang Eugene yang tertuju padaku. Ia pun berpaling cepat meredam amarah di hatinya berusaha mengabaikan apa yang di lihatnya barusan.Aku menatap Eugene lurus yang menggerakkan kepalanya pelan, memberiku kode untuk keluar sembentar bersamanya. Aku pun meletakkan papan di tanganku cepat lalu bergerak mengikutinya keluar sesuai keinginanya.Aku menutup pintu Laboratorium cepat lalu membuka mulutku "ada apa?" Tanyaku ringan. Eugene pun menghembuskan nafas kecil sambil mengeluarkan obat dari kantong keresek yang di bawanya, ia membuka tutup botol obat itu cepat lalu menyodorkannya padaku. Matanya berputar menatapku lurus"minumlah!" Perintahnya pelan.Aku pun hanya menerima botol itu dengan alis berkerut bingung lalu menegak isinya sampai habis, aku menatap Eugene dengan alis berkerut merasakan kepahitan yang menusuk Lidahku. Aku mengusap pelan mulutku sambil mengel
Suasana Ruang Rapat terasa sangat aneh, keheningan menyelimuti kami sejak kedatangan Eun Kyung dengan wajah datar dan mata tajam. Aku melirik kecil menatap Eun Kyung yang menatap tajam ke arah Eugene seakan ingin membunuhnya, mataku pun berputar menatap Eugene yang tampak memainkan ponselnya mengabaikan tatapan Eun Kyung yang mengganggu. Nafas kecil pun terhembus pelan dari mulutku, aku mengigit kecil bibir bawahku ragu 'ada apa lagi kali ini?' Tanyaku penasaran dalam hati. Ni El yang duduk tak jauh dari Eugene pun tampak mengalihkan pandangannya menatap Eun Kyung, menyadari keadaan yang terasa memanas. Ia kembali menatap Eugene sekilas, sebelum menggeleng heran mengabaikan situasi. Ni El kembali fokus membaca laporan di tangannya berusaha mengesampingkan persoalan kecil di hadapannya dulu. 000 3 JAM YANG LALU. Eugene masuk ke Ruang VIP cepat, lalu duduk di hadapan Eun Kyung sambil menatap jam di lengannya pelan "aku tidak punya banyak waktu,
Aku menggerakkan tanganku sibuk membereskan berkas - berkas setelah rapat hari ini selesai, Eugene tiba - tiba mendatangiku lalu membuka mulutnya cepat "bisa kita bicara?" Tanyanya. Aku pun melirik kecil pekerjaanku sejenak lalu menatap Eugene lurus sambil mengangguk kecil "baiklah, ada apa?" Tanyaku langsung. Aku menyandarkan tubuhku santai ke kursi terus menatapnya lurus, sementara Eugene membuka kancing jasnya lalu duduk di ujung meja menghadap ke arahku. Eugene meggaruk kecil lehernya pelan, keraguan mulai terlihat di wajahnya dan ia membuka mulutnya setelah pertimbangan panjang "apa akhir pekan ini kau ada acara?" Tanyanya. Aku pun memutar mataku mengingat sejenak lalu menggeleng kecil "tidak, kenapa?" Tanyaku penasaran. Senyum kecil tersungging cepat di ujung bibir Eugene seiring harapannya yang membesar, ia langsung mengeluarkan selembar undangan dari saku jasnya cepat. Keningku bekerut kecil melihat undangan yang di sodorkan Eugene pad
Aku menjatuhkan diriku lemas di atas kasurku cepat melepas rasa lelah dan menenangkan pikiranku dalam keheningan. Aku memejamkan mataku sambil mengatur nafas pelan, menikmati deritkan jam yang terdengar pelan di telingaku. Dering ponselk tiba - tiba terdengar singkat, membuatku membuka mataku perlahan menatap langit - langit kamarku lurus, tanganku bergerak mengeluarkan ponsel dari saku jaketku cepat dan menatap pemberitahuan yang masuk di layar. Jempolku mengetuk pelan layar ponselku membuka pesan baru dari Eugene itu, nafas besar terhembus begitu saja dari mulutku dan aku menjatuhkan tanganku terlentang lemas mengabaikan pesan itu. Pertanyaan yang sama selalu saja ia tanyakan padaku sejak hari itu"bagaimana? Apa kau sudah memutuskan soal pesta itu?" Ulangnya terus - menerus.Dering singkat kembali terdengar dari ponselku, membuatku mengerutkan dahiku sambil membuka mulutku besar "aaarrrggghhhh... bisakah aku tidak mendengar pertanyaan ini sehari saja!" Rengekku kesa
Para penata rias mulai bergerak cepat mengelilingiku melakukan tugas mereka. Aku hanya berdiri kaku sambil melirik sekeliling canggung, berusaha membiasakan diriku dengan situasi yang tidak nyata ini. Bagiku ini hanya potongan adegan fiksi drama yang hanya aku lihat di TV, namun kini aku mengalaminya sendiri, pengalaman ini semakin tidak nyata bagiku. Perasaan aneh terus saja menggelitik hatiku, aku merasa seperti pemeran utama wanita dalam dongeng yang bertemu dengan pangeran tampan. Fantasi indah itu terus menarikku hanyut dalam kebahagiaan kecil ini.Ponselku berdering kecil, membuatku membuka tasku cepat melihat pesan yang masuk"bagaimana perasaanmu?" Tulis Eugene."Aneh..." jawabku singkat."Aku pikir kau akan menolakku," balasnya mengubah topik.Aku menyunggingkan senyum kecil lalu menggerakkan jariku cepat membalas pesan Eugene, aku menghembuskan nafas pelan sebelum memasukkan ponselku kembali ke dalam tas. Eugene tersenyum kecil membaca pe
Eun Kyung tersenyum sambil melirik pantulan diriku yang menatap mobilnya menjauh dari kaca spion. Ia mengeluarkan ponsel daru tas tangannya cepat lalu mengetuk pelan layarnya, sebelum menempelkan ponselnya ke telinga. Jarinya bergerak kecil menunggu nada panggil yang berdering panjang dari seberang telfon. Matanya melebar kecil mendengar suara pria yang menyapanya dari seberang telfon"Nona Kim, lama tidak bicara," sapa pria itu sopan."ParkGija(Reporter), ada berita yang menarik untuk anda liput," sahutnya langsung.Senyum Eun Kyung melebar membayangkan kejadian menarik yang di rancangnya, ia menatap keluar jendela dengan wajah penuh kemenagan puas.000Mulut Ni El terbuka hampa melihat kedatanganku dan Eugene yang disambut meriah para wartawan yang telah menunggu di balik pintu. Ia pun menoleh cepat menatap Eun Kyung tajam dengan tangan mengepal menahan amarahnya yang mendidih. Senyum Eun Kyung melebar puas melihat rencananya
Ni El tertunduk dalam keheningan, nafas besar terhembus dari mulutnya membuat rasa penyesalan dalam hatinya semakin membesar setiap detiknya. Ia mengangkat pandangannya menatap kursi kosong di hadapannya, kembali teringat apa yang aku katakan padanya sebelum meninggalkan Apartemennya beberapa menit lalu.000Ni El mengigit bibir bawahnya ragu menyampaikan isi pikirannya, perasaan aneh terus menahan mulutnya namun ia tersadar tidak ada pilihan lain untuk melepaskanku dari masalah ini. Ni El pun terpaska membuka mulutnya"akuilah di depan wartawan soal hubungan kalian!" Bukanya.Mataku melebar mendengar perkataan Ni El barusan, bibirku terasa bergetar kecil dan detak jantungku terasa semakin cepat setiap detiknya. Perasaan aneh perlahan menyerang hatiku, perasaan yang tidak seharusnya aku rasakan pada Ni El. Aku kecewa padanya. Eugene menggeleng kecil lalu membuka mulutnya"tidak, itu akan semakin menyusahkan Sophie!" Tolaknya tanpa berpikir panjang.
Mataku berputar canggung berusaha mengabaikan pandangan serta bisikan semua orang di sekelilingku. Aku melangkah cepat dengan kepala tertunduk dan rambut panjang terurai menutupi wajahku. Setelah artikel tentang hubungan palsuku dengan Eugene tersebar, banyak pesan dan telfon membanjiri ponselku. Mulai dari nomor yang aku kenal, sampai yang tidak ku kenal. Namun yang membuat hatiku tidak tenang, bukanlah pesan atau telfon yang membanjiriku itu. Aku menatap ponselku semalaman penuh harap, entah mengapa... aku berharap Ni El menghubungiku. Namun, seberapa panjang penantianku, pesan atau telfon darinya tak kunjung datang. Tangan lembut Eugene meraih tanganku cepat, membuatku menoleh menatapnya lurus. Eugene tesenyum cerah, menggenggam erat tanganku sambil melangkahkan kakinya sejajar dengan langkahku. Senyum kecil perlahan tersungging di ujung bibirku, tangan hangat Eugene yang menggenggam erat tanganku juga membawa kehangatan bagi hatiku. Eugene menunduk kecil mendekatkan bi