Aku terdiam di depan Ruang Kerja Eugene yang terkunci rapat, harapan mulai hilang dari hatiku dan rasa takut yang semakin membesar terus mempengaruhi pikiranku. Aku mulai meremas kedua tanganku panik, memutar keras otakku "apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan diriku? Haruskan aku kembali ke Indonesia saja?" Tanyaku dalam hati. Aku menggeleng kuat, nafas besar terhembus dari mulutku cepat dan aku menunduk dalam putus asa akan situasi ini. Tiba - tiba suara berat terdengar dari sampingku membuatku menoleh cepat
"apa yang kau lakukan disini?" tanyanya.
Mataku melebar melihat Ni El yang sedang menatapku dengan alis terangkat bingung, ia menoleh kecil menatap pintu ruangan Eugene yang tertutup rapat lalu kembali menatapku lurus "hari ini dia tidak masuk, apa ada yang ingin kau sampaikan?" Tanya Ni El tenang.
Aku hanya menatapnya lurus sambil menggeleng kecil lalu menunduk dalam. Aku hanya bisa menyerahkan diriku menjalani situasi rumit ini seorang diri k
Aku terus melakukan pekerjaanku seharian dengan kepala tertunduk dan rasa takut yang terus membayangiku. Aku menurunkan ponselku dari telinga, semakin putus asa mengetahui Eugene tidak menjawab telfonku seharian ini. Aku mengangkat pandanganku cepat mendengar suara pintu Laboratorium yang terbuka lebar. Mataku melebar kecil dan aku menunduk sopan melihat Ni El yang berjalan masuk melewati pintu Laboratorium. Ni El menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arahku yang menunduk sopan menyambut kedatangannya, Kepala Produksi pun menghampirinya cepat lalu membuka mulutnya "HongDaepyo (CEO), apa ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya sopan. Aku memutar mataku mencuri pandang ke arah Ni El penasaran, mata kami yang langsung bertemu membuatku kembali memutar mataku cepat menunduk dalam berpura - pura tidak melihatnya. Ni El pun menggerakkan dagunya pelan "sampaikan pada Nona So Hee, untuk datang ke Ruanganku secepatnya!" Perintahnya. 000 Ak
Ni El mengangkat gagang telfon di ujung mejanya lalu menekan kode telfon Departemen Humas, ia menunggu sejenak lalu membuka mulutnya "hmm, segera proses beritanya!" Perintahnya singkat. Ni El terdiam sejenak lalu kembali membuka mulutnya "kerja bagus! Terima kasih" pujinya singkat. Ia menggeleng kecil sejenak "tidak ada, itu saja," timpalnya sebelum menutup sambungan telfonnya. Mata Ni El langsung berputar lurus menatapku dan ia menyunggingkan senyum kecilnya "aku sudah melakukan tugasku, sekarang giliranmu!" Ucapnya santai. Mataku melebar kaget mendengar perkataannya barusan, aku membuka mulutku hampa tidak percaya 'hanya begitu saja?' Tanyaku dalam hati. Aku pun mengedipkan mataku beberapa kali lalu mengangguk kaku "ba -baik,Daepyonim," timpalku tercengang. Aku membungkuk kecil masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat barusan, lalu membalikkan badanku meninggalkan Ruangan Ni El dengan keraguan besar terhadapnya. Set
Aku duduk terdiam di lantai Kamarku yang dingin. Aku tidak mengerti apa yang aku lakukkan tadi, aku mengutuk diriku sendiri atas sikap aneh tadi. Aku menunduk dalam memeluk erat kedua kakiku, menyembunyikan wajahku di atas lututku. 000 Eugene terdiam menatap kursi kosong di hadapan lurus, ia menghembuskan nafas panjang sambil menunduk dalam tidak tahu harus berbuat apa. Eugene meraih ponselnya di atas meja lemas, lalu bangkit dari kursinya meninggalkanCafe. Mobilnya melaju dengan kecepatan normal di jalan raya yang cukup padat, ia menopang sikunya ke jendela santai. Matanya memandang lurus ke arah jalan, namun kepalanya terus mengulang apa yang ku katakan padanya tadi "aku harapSunbae(Senior) dapat memikirkan ulang keputusan itu, karena ini bukan soal hubungan KeluargaSunbae.Ini soal kelangsungan hidup seluruh pegawai DeRoz dan keluarga mereka," sahutku terhenti. Aku berdiri dari kursiku
Eugene dan Ni El duduk berhadapan di sebuah Cafe kecil dengan segelas kopi di hadapan mereka masing - masing. Eugene menaikkan alisnya lalu meraih gelas kopinya santai "kau curang," tuduhnya sebelum menegak pelan kopi di gelasnya. Ni El tersenyum kecil mendengar tuduhan singkat itu, ia menghembuskan nafas pendek sambil mengangguk pelan "hmm" gumamnya menerima. Ni El menaikkan sebelah alisnya sambil membuka kedua tangannya "maaf, aku terpaksa menggunakan cara ini agar kau setuju," ungkapnya santai. Eugene hanya tertawa kecil mendengar permintaan maaf yang tidak tulus itu, ia meletakan gelas kopinya pelan lalu membuka mulutnya "apa yang membuatmu menginginkan projek ini?" Tanyanya. Ni El langsung membuka mulutnya yakin "ini adalah peluang, aku ingin mengembangkan DeRoz ke dunia yang lebih baik," jawabnya cepat. Ni El menggerakkan dagunya kecil "kau sendiri? Kenapa kau tidak menginginkannya?" Lanjutnya bertanya. Eugene menatap Ni El yang
Ni El meletakkan gelas kopinya perlahan lalu menyandarkan tubuhnya santai menatap keluar jendela kosong "setelah aku bertemu Nona So Hee, aku langsung menyadari bahwa dialah orang yang mengatakan itu padamu," sahutnya. Eugene hanya menghembuskan nafas kecil terdiam. Suasana hening yang menyelimuti keduanya pecah setelah Ni El membuka mulutnya "aku tahu bagimu ini adalah hal yang ingin kau hindari sebisa mungkin, namun bagi Nona So Hee ini adalah kesempatan yang bisa ia buat agar hidupnya lebih baik," sahut Ni El menyadarkan Eugene. Mata Eugene melebar mendengar kata - kata itu, ia teringat akan sikapku yang memaksanya kemarin, matanya berputar kecil perlahan memahami maksudku dan rasa bersalah perlahan memenuhi hatinya. Ni El menghembuskan nafas kecil melihat Eugene yang terdiam "kau tidak menyadarinya bukan?" Tanyanya menebak. Eugene mengangguk kecil terdiam merenungi perbuatannya kemarin. Ni El tersneyum kecil "ini bukan hanya tentan
Senyum puas langsung tersungging perlahan di ujung bibir Eun Kyung, ia menurunkan ponselnya dari telinga perlahan lalu berdiri dari kursinya, berbalik menatap keluar kaca besar yang menunjukkan pemandangan malam kota yang indah. Setelah terdiam menikmati pemandangan itu sejenak, Eun Kyung berbalik lalu meraih ponselnya. Jari kurusnya bergerak cepat mengetuk layar ponselnya cepat lalu menempelkan ponselnya ke telinga. Ni El terdiam menatap langit - langit kamarnya, hanya detikan jam yang terdengar di telinganya pelan. Tiba - tiba dering ponselnya terdengar keras memecah keheningan yang damai itu, ia bangkit dari tempat tidurnya lalu meraih ponselnya di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Ni El menatap nama "Kim Eun Kyung" yang tertera di ponselnya lalu menghembuskan nafas besar, ia melempar ponselnya ke belakang cepat mengabaikan panggilan itu. Setelah panggilan itu terputus, dering singkat kembali terdengar membuat Ni El kembali meraih ponselnya sambil menghembuskan
Berita atas bergabungnya DeRoz dengan kolaborasi Vinci Co dan Luxxe semakin meramaikan publik, opini baik serta antusiasme masyarakat menunggu projek ini semakin besar setiap harinya. Ni El mematikan TV di Ruang Kerjanya setelah menontonberita pertama terkait kolaborasi mereka yang di umumkan hari ini, ia mengangguk kecil puas akan sambutan positif yang di dengarnya. Ketukan kecil terdengar dari balik pintunya, Ni El pun mempersilahkan seseorang itu masuk lalu berbalik melipat tangannya di atas meja kerjanya. Aku membuka pintu Ruang Kerja Ni El pelan, lalu masuk dengan tangan terlipat sopan "Daepyonim(CEO), apa ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku sopan. Ni El tersenyum puas melihat kedatanganku, ia pun mengangguk kecil "hmm, ada yang ingin aku tanyakan padamu Nona So Hee," timpalnya cepat. Ia menunjuk kecil kursi di depannya "duduklah" perintahnya gagah. Aku pun melirik kursi di hadapannay sejenak 'ada apa lagi kali ini?' Keluhku dalam hati. Aku
Ha Na dan Mi Do terdiam mendengar ceritaku tentang penawaran Ni El siang tadi. Mi Do langsung mendorong kecil kepalaku "hey, apa kau bodoh?" Tanyanya. Ha Na langsung menoleh lurus ke arah Mi Do "kalau dia menjawab seperti itu, artinya kan memang dia bodoh..." timpalnya remeh. Mi Do pun mengangguk kecil "benar juga..." simpulnya pelan, ia menghembuskan nafas panjang lalu menggeleng heran. Ha Na pun ikut menghembuskan nafas panjang tidak tahu harus berkata apa, ia hanya menuang soju (minuman beralkohol khas Korea Selatan) di gelasku pelan lalu mendorongnya cepat menyuruhku meminumnya. Aku langsung mengangkat gelasku dan menegak isinya dalam hitungan detik, lalu membanting kecil gelas kaca itu ke atas meja "aku tahu aku bodoh..." sahutku mengakui kebodohanku. Mi Do dan Ha Na lansung saling menatap lurus lalu menoleh kompak ke arahku, mereka pun bertepuk tangan meriah puas atas pengakuanku. 000 Aku berjalan perlahan dengan