Share

Curhatan Naima

Penulis: Naffa Aisha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-01 20:29:28

Gara-Gara Nikah di KUA

Part 2 : Curhatan Naima

“Dek, kamu kenapa?” tanya Bang Yusril saat kami datang bersamaan di depan rumah.

Segera kusapu air mata yang sedari tadi sudah menggenangi wajah. Dengan tergesa-gesa, Bang Yusril memarkirkan motor bututnya yang ia gunakan untuk mencari rumput juga mengangkutnya ke kandang sapi milik Juragan Burhan, majikan suamiku.

“Nggak apa-apa. Abang udah pulang?” tanyaku dengan sambil melangkah menuju pintu lalu membukanya.

“Iya, hari ini pekerjaan Abang lebih awal selesainya. Ternak Juragan sudah masuk kandang semuanya, rumput untuk makan mereka juga sudah ada,” jawab Bang Yusril sambil melangkah masuk ke dalam rumah gubuk milik kami.

Aku masuk ke dalam kamar, berganti pakaian lalu menuju dapur untuk menyiapkan kopi untuk suamiku walau hati masih terasa sakit karena kejadian tadi. Sedangkan suamiku, ia mengambil handuk kemudian menuju dapur untuk mandi dan membersihkan diri.

“Dek, kok melamun?” Suara Bang Yusril membuyarkan lamunanku yang sedang mengaduk kopinya. “Jangan lama-lama ngaduk kopinya, sini!” sambungnya dengan meraih kopi di hadapanku.

Aku menghela napas panjang, lalu menghembuskannua dengan perlahan. Kejadian di rumah Nenek begitu membekas di hati ini.

“Ada apa, Dek? Kamu kenapa? Coba cerita ama Abang! Tadi kamu dari mana dan kenapa pulang dalam keadaan menangis begitu?” tanyanya lembut sembari meletakkan gelas kopinya setelah ia seruput sedikit.

Bukannya menjawab pertanyaan Bang Yusril, air mata ini malah kembali berjatuhan. Apalagi kata-kata sengit dari Nenek, Bude dan Mira kini sedang berputar di kepala dengan berulang-ulang.

“Sayang, kok malam nangis?” Bang Yursil mengusap pipiku.

Aku langsung menceritakan semuanya kepada suamiku itu, agar perasaan ini menjadi lega sebab kini dialah tempatku menumpahkan segala keluh kesah.  Bang Yusril menghela napas panjang lalu tersenyum tipis. Pria sederhana itu begitu membuat hatiku terpaut sejak lama, walau tanpa rangkaian kata, sejak dahulu ia sudah menghuni hati ini. Walau hanya lewat isyarat juga bahasa hati, kini kami telah menyatu dalam ikatan yang sah. Beginilah kalau hati yang berbicara, aku tak menyangka kalau ia akan langsung melamar waktu itu.

“Maafkan Abang, Dek, karena Abang ... kamu jadi dihina terus dalam keluargamu. Maafkan Abang yang tak bisa merayakan pernikahan kita dengan sangat megah seperti orang-orang, hingga kini ... menjadi bahan cibiran.“ Bang Yusril terlihat sedih, berkali-kali ia mengusap wajahnya.

“Bukan salah Abang, ini juga sudah kesepakatan kita berdua. Hanya saja, Adek sakit hati dan tak habis pikir dengan mulut para tetangga juga Nenek dan Bude. Padahal, kita tak mengganggu mereka dan merepotkan siapa pun, tapi malah selalu digunjingkan.” Aku mengelap air mata kekesalan.

“Kalau nanti Abang punya rezeki lebih, kita akan adakan pesta biar tak ada lagi yang menggunjingkan pernikahan kita. Adek yang sabar, ya, maafkan kemiskinan Abang yang kini membuatmu menderita.” Bang Yusril meraih tanganku.

“Bang, Adek tak menginginkan pesta kok. Dulu, uang antaran Abang yang sepuluh juta itu, kalau mau dipestakan juga bisa kok walau tak megah seperti pesta pernikahannya Mira. Hanya saja, waktu itu ... Adek mengusulkan untuk membeli gubuk ini saja yang kebetulan ada yang mau menjualnya dengan harga murah. Sebab pernikahan tak harus digelar dengan mewah, lantas menghalalkan segalanya sebab akan ada fase kehidupan setelah nikah, itu yang kita pikirkan. Yang terpenting dalam rumah tangga itu kelanggengan juga keberkahan dunia akhirat, bukan pesta pernikahan glamor. Apalah artinya kemewahan pesta, jika setelahnya akan kesusahan terlilit hutang, Adek tak mau seperti itu. Adek juga tak mau merepotkan orangtua dengan segala macam acara, yang penting sah dan sakral.” Aku mencoba tersenyum.

“Iya, Dek, Abang selalu dukung keputusan kamu. Biar saja orang-orang berkata apa pun, yang penting hidup kita bahagia dan tak merepotkan siapa pun. Masalah gosip Adek hamil duluan, semoga Allan segera menjabah doa kehamilan itu sebab Abang juga udah nggak sabar melihat kamu hamil dan kita punya anak.” Bang Yusril meraihku ke dalam pelukannya sembari mengusap perut ini.

“Iya, Bang, semoga Adek langsung isi, ya,” jawabku dengan mengulas senyum bahagia.

“Amin. Terima kasih, ya, sudah mau menjadi istri Abang yang miskin ini, yang hanya bekerja sebagai gembala. Tak seperti suami Mira yang kerja kantoran. Terima kasih sudah mau menerima lamaran Abang waktu itu.” Bang Yusril melepaskan pelukannya, sembari memegang pundakku.

“Bang, Adek tak memandang kekayaan, tapi kesungguhan dan keseriusan Abang. Kita akan buktikan kepada Nenek juga para warga, walau pun kita cuma nikah di KUA tapi kita bisa bahagia dan langgeng selamanya. Walaupun kita hidup apa adanya, tapi kita takkan merepotkan siapa pun.” Aku berkata dengan mantap.

“Amin, semoga semuanya dijabah oleh Allah. Adek jangan sedih lagi jika ada yang menggunjingkan pernikahan kita yang hanya digelar di KUA!”

Aku tersenyum, rasanya lega saja sudah menceritakan segalanya kepada suamiku. Walau kami menikah tanpa pacaran terlebih dahulu, tapi kami sudah saling kenal lama. Setiap bertemu hanya berani saling lirik dan melempar senyum, tapi hati kami malah saling terpaut.

***

Beberapa hari berlalu. Sambil menunggu suamiku pulang bekerja, kuraih sapu lalu mulai menyapu halaman rumah yang terdapat sampah daun-daunan dari pohon mangga di depan rumah.

Dari arah jalan, terlihat sebuah mobil melenggang di jalanan. Semua mata terlihat memandang ke sana, sebab sangat jarang penduduk yang bisa punya mobil sebab perekonomian di desaku ini kelas ke bawah, pencarian penduduk hanya bertani dan berternak.

Mobil merah itu malah berhenti tepat di depan rumahku. Hhmm ... siapa itu? Aku menghentikan aktifitas menyapu lalu menatap pintu mobil yang terbuka. Nenek, Bude, Mira dan suaminya keluar dari mobil dengan wajah semringah. Oh, Mira pasti mau pamer mobil baru ini. Eh, Ibuku juga keluar dari mobil itu. Aku sangat terkejut, ada apa ini? Kok Ibu bisa bareng mereka, aku tak terkejut dengan semuanya tapi tumben mereka mengajak Ibu juga?

Bersambung ....

Bab terkait

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Mira Pamer Mobil

    Gara-Gara Nikah di KUAPart 3 : Mira Pamer Mobil“Assalammualaikum, Naima,” ujar Ibu.“Waalaikumsalam,” jawabku dengan masih terkejut sembari menciun tangan Ibu juga Bude dan Nenek.“Hmm ... jadi ini rumah kamu Naima?” Nenek mencebik dengan tatapan merendahkan.“Ayo, masuk, semuanya! Inilah rumah Naima,” ujar Ibu dengan senyum semringah sembari melangkah mendahului empat tamu kami.“Ini rumah? Mira kira kandang sapi tempat Yusril kerja, ups!” Sepupuku itu pura-pura keceplosan saat masuk ke dalam rumahku, tatapannya begitu merendahkan.Nenek terkekeh, dengan mata mengelilingi seisi rumahku. Aku masih menahan hati dan berusaha untuk tetap bersikap baik walau hati mulai jengkel dengan tingkah sengit tiga tamuku yang saat ini sedang berbisik-bisik dan menatap jijik rumah gubuk yang hanya ada tiga ruangan ini.“Ayo silakan duduk! Maaf ... rumah Naima nggak ada kursi, jadi duduknya Cuma di lantai,” ujar Ibu lagi.“Kami berdiri saja deh, soalnya nggak terbiasa duduk di lantai,” jawab Mira de

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Gara-Gara Nikah di KUA   Sabtu-Minggu

    Gara-Gara Nikah di KUAPart 4 : Sabtu-MingguBang Yusril masuk ke rumah, wajahnya terlihat semakin letih. Aku tahu, ia pasti tersinggung dan terhina atas perlakuan norak suami dari sepupuku itu. Aku jadi tak enak hati, padahal banyak juga orang kaya di desa ini tapi tak seheboh mereka.“Maafkan Ibu, Nai, Ibu tak tahu kalau mereka ke sini hanya untuk menghina kamu saja.” Ibu menatapku dengan sambil menyapu matanya yang terlihat basah karena air mata.“Nggak apa, Bu, ini bukan salah Ibu kok. Lain kali, Ibu jangan terpedaya oleh mereka lagi, tak perlu dekat-dekat mereka lagi,” ujarku dengan menghela napas berat.“Iya, Nai. Ya sudah, Ibu pulang dulu, ya!” jawab Ibu dengan sambil memasang sandal jepitnya lalu membalikkan badan dan keluar dari perkarangan rumahku.Kutatap punggung wanita paruh baya yang semakin menjauh itu, dia memang tak pandai berpikiran buruk kepada orang lain, juga saudara-saudaranya yang memang selalu menghina karena kemiskinan kami tapi aku tak mau seperti Ibu yang me

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Gara-Gara Nikah di KUA   Para Penagih Hutang

    Gara-Gara Nikah di KUAPart 5 : Para Penagih HutangBude Yani terlihat berusaha menenangkan tiga orang wanita di depan rumahnya itu, sedang Mira tak terlihat di sana. Ibu mengajakku untuk segera masuk kembali ke dalam.“Entar, Bu, Nai mau lihat adegan seru ini dulu. Siapa tahu nanti Bude Yani dijambak tiga tamunya itu?” ujarku dengan menahan senyum.“Emangnya kamu ngapain? Mau nolongin Budemu?” Ibu terlihat menautka alis.“Iya, mau nolong ... nolong buat nyorakin.” Aku terkekeh.“Hus, nggak boleh gitu, kualat kamu nanti!” Ibu melotototiku.Aku menutup mulut, menahan tawa. Kini mata kami kembali ke pemandangan depan rumah. Eh, suasana semakin memanas, Bude menyiram satu ember air kepada tiga tamunya itu.“Ya Tuhan!” Ibu memegangi dadanya menyaksikan kebrutalan Kakaknya itu.Tiga tamunya itu semakin meradang dan kini mengurubuti Bude Yani. Beberata tetangga yang kebetulan menyaksikan adegan itu hanya menonton saja.“Nai, ayo bantuin Budemu sana!” Ibu menarikku turun dari rumah.“Nggak u

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Gara-Gara Nikah di KUA   Sama-Sama Hamil

    Gara-Gara Nikah di KUAPart 6 : Sama-sama Hamil“Apa, kantor pengelolaan daging sapi? Kantor apaan itu? Ngarang aja deh kamu, Nai! Hahaaa .... “ Mira cekikikan dengan sambil memegangi perutnya, geli sekali hatinya itu.“Kasihan kamu, Nai! Makanya, kalau pingin punya suami yang kerja kantoran itu, jangan asal nerima lamaran pria gembala seperti Yusril. Pilih-pilih dulu, atau juga ceraikan saja di gembala miskin itu terus nyari suami baru lagi!” timpal Bude dengan mulut yang begitu lemasnya.“Mau bohong juga mesti pakai logika, Naima, masa gembala gak tamat SD gitu mau ngaku kerja kantoran! Hahaa ... orang kerja kantoran itu harus punya ijazah kuliah, S.1,” ujar Mira lagi dengan tatapan merendahkan, sedang aku hanya bisa gigit jari, tak bisa menjawab ejekannya.“Lucu kamu, Nai, suami ngga berpendidikan gitu mau dibilang kerja kantoran. Kalo suami Mira sih ... Sarjana Ekonomi, lulusan Ibu Kota, pantas sekali kerja di kantoran. Ya sudah, ayo pulang, Mir! Perut Mama sakit lama-lama di sini

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Gara-Gara Nikah di KUA   Mangga Harga Sejuta

    Gara-gara Nikah di KUAPart 7 : Mangga Harga Sejuta“Nai, jaga ucapan kamu!” bentak Ibu tiba-tiba. “Minta maaf sama Budemu!” sambungnya dengan melotot ke arahku.Aku menggaruk dahi, merasa bersalah juga dengan ucapan yang meluncur begitu saja itu. Rasanya memang tidak pantas aku berkata demikian, duh ... Mulut ini kok mendadak jadi gini, suka nggak bisa dikontrol kata-katanya.“Maaf, Bude,” ujarku lirih.“Huh, penyakit iri dengki itu memang selalu menjadi penyakit yang berbahaya yang hanya bisa diobati jika sudah kaya benaran. Kamu sih bisa jadi kaya, cuma mimpi aja, Nai! Palingan cuma bakal kaya hati saja! Hahaaa .... " cibir Bude Nani lagi dengan sambil menetertawaiku lalu membalikkan tubuhnya. “Kasihan calon anakmu itu, dia akan terlahir dan hidup dalam kemiskinan karena bapaknya cuma gembala kere,” sambungnya dengan sinis kemudian menyeberang jalan untuk pulang ke rumahnya.Ya Allah, jahat sekali mulutnya Bude Nani. Aku tak pernah iri dengan Mira, sepupuku itu, walau nasib kami be

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-10
  • Gara-Gara Nikah di KUA   Tujuh Bulanan

    Gara-gara Nikah di KUAPart 8 : Tujuh BulananKututup kembali kardus buah-buahan itu dan berusaha menahan diri untuk tak memakannya sebab tak tahu itu milik siapa, barangkali saja punya orang nitip sama Bang Yusril sebab rasanya mustahil suamiku yang hanya gembala itu bisa membeli buah-buahan mahal. “Assalammualaikum.” Terdengar suara Bang Yusril dari depan pintu.Aku segera melangkah keluar dari dapur, di depan pintu terlihat suamiku dengan setelan khas saat menjadi gembala, yaitu baju dan celana panjang serta topi.“Waalaikumsalam, Bang,” sambutku dengan tersenyum ke arahnya, walau orang melihat Bang Yusril itu dekil dan awut-awutan, tapi bagiku dia tetap tampan dengan kulit kuning langsat itu juga perawakan yang tinggi tegap.Bang Yusril masuk ke dalam dengan membawa sepatu botnya, aku mengekor di belakang. Aku memberikan handuk agar ia mandi dan membersihkan diri, sedang aku membuatkannya kopi seperti biasanya.“Bang, itu kardus buah punya siapa?” tanyaku tak sabar saat Bang Yusr

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-10
  • Gara-Gara Nikah di KUA   Mira Pergi Lahiran

    Gara-gara Nikah di KUAPart 9 : Mira Pergi LahiranHari terus berlalu, aku mulai jarang keluar rumah karena malas dengan ghibahan para tetangga yang sengaja membesarkan volume suara jika melihatku lewat di jalan. Walau berusaha untuk tak memasukkan kata-kata mereka ke relung hati, tapi nyatanya aku terasa juga.“Jangan banyak melamun, Sayang!” Suara Bang Yusril mengagetkanku.Aku mendongakkan kepala saat melihat pria jangkung itu muncul dari balik pintu dengan tampilannya yang baru saja pulang dari mengembala. Dengan berpegang ke dinding, aku berusaha bangkit sebab beban semakin berat sehingga aku selalu kesusahan jika hendak bangun dari duduk atau juga bangkit dari berbaring.Dengan sigap, Bang Yusril memegang lenganku dan membantu untuk berdiri. Aku tersenyum dan hendak memeluknya.“Jangan, Dek! Nanti saja kalau Abang udah wangi.” Bang Yusril mundur ke belakang.Aku menahan tawa melihat tingkahnya yang kini malah setengah berlari menuju dapur. Aku mengekor di belakangnya untuk menyi

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-10
  • Gara-Gara Nikah di KUA   Mengenaskan

    Gara-gara Nikah di KUAPart 10 : MengenaskanAku duduk di lantai dapur Ibu sambil menunggu kue lempeng yang sudah di dalam kuali, tinggal menunggu mateng aja. Berkali-kali aku menelan liur karena sudah tak sabar untuk menyantap kue yang tadi malam masuk ke dalam mimpi."Ini, Nai, udah mateng kue lempengnya." Ibu meletakan kue dengan bentuk lempengan itu di hadapanku."Wangi sekali, Bu." Aku mengendus bau wangi kue berbahan dasar tepung terigu itu."Ibu bikinin air teh dulu, ya, biar nggak seret makannya," ujar Ibu sambil bangkit menuju meja kayu di pojokan, tempat penyimpanan kopi gula."Maaf, Bu, Nai merepotkan." Aku nyengir dengan sambil mencomot kue lempeng buatan Ibu."Hmm ... Jarang-jarang nggak apa, jangan setiap hari saja," jawab Ibu sambil tersenyum.Aku menahan tawa dan terus menikmati kue yang memang sudah lama ingin kumakan, bahkan sampai terbawa ke alam mimpi.***Saat membuka mata subuh ini, aku langsung terbayang kue putu kuning yang dijual Mak Long Salwa di ujung jalan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-10

Bab terbaru

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Tamat

    Gara-gara Nikah di KUABab 40 : TamatNani terdiam, sedangkan Mira sudah digandeng Duta untuk menempati kursi singgasana pengantin yang sudah disiapkan.“Ayo duduk, Bude!” Naima menggandeng Budenya yang terlihat menahan tangis karena malu akan pakaiannya yang salah kostum itu.Yusril menggendong Rayyan dan mengantarnya ke dekat Mira dan Duta. Sedangkan Naima mengajak Nani duduk di kursi paling depan, di meja yang sudah tertulis keterangan ‘keluarga inti.’“Nai, apa nggak bisa kita duduknya di kursi paling belakang aja? Nggak udah di depan seperti ini!” bisik Nani saat mata para tamu tertuju kepadanya.“Nggak bisa, Bude, ini meja yang sudah disiapkan untuk kita. santai aja, Bude, lagian nggak ada yang kenal juga kok dengan kita,” jawab Naima.“Eh, Naima, para tamu ini sepertinya para orang kaya deh. Apa duta itu orang kaya?” Husni yang sedari tadi hanya diam dan mengekor di belakang, kini angkat bicara juga.“Keluarganya Duta memang kaya-kaya, kalau dia sih nggak. Paman dan Bude, ayo k

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Nikah di KUA

    Gara-gara Nikah di KUAPart 39 : Nikah di KUA“Doakan semuanya lancara kalau gitu, ya, Ma. Mira akan video call Mas Duta sekarang untuk memberitahukan kabar gembira ini, dia pasti senang.” Mira tersenyum dengan sambil mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan video.Taklama kemudain, panggilan video langsung tersambung kepada Duta dan tampaklah seorang pria yang sedang mengaduk kopi di meja dapur kantor.“Assalammualaikum, Mira,” ucap Duta.“Waalaikumsalam. Mas, aku ada berita gembira, Mama udah menyetujui rencana pernikahan kita,” ujar Mira dengan tersenyum senang dengan sambil mengarahkan ponsel ke arah dirinya dan Nani yang sedang duduk di pinggir tempat tidur.“Alhamdulillah kalau begitu, Mir. Terima kasih, ya, Ma, sudah mau merestui rencana pernikahan kami. Kalau begitu, besok saya akan mengurus berkas-berkas pernikahan kita,” jawab Duta dengan senyum senang.“Hmm ... nikahnya ... benaran bakal di KUA?” tanya Nani ragu-ragu.Duta menahan tawa melihat raut wajah calon mertaun

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Yakin Kamu, Mir?

    Gara-gara Nikah di KUAPart 38 : Yakin Kamu, Mir?“Baiklah, Mira terima lamaran Mas Duta. Mama akan menyetujui rencana kami ‘kan?” Mira berkata dengan cepat, sebelum Mamanya mengeluarkan kata-kata pedas.Nani menatap tajam Mira yang kini menatapnya dengan menganggukkan kepala, agar sang Mama menyetujui keinginannya.“Hmm ... yakin kamu, Mir?” Nani menghela napas panjang.“Yakin, Ma, Mira mohon Mama setuju, ya. Mira sudah dewasa dan sudah bisa menentukan jalan hidup sendiri, apalagi sekarang sudah ada pelajaran dari pernikahan pertama Mira yang gagal. Mira yakin Mas Duta bisa menjadi pendamping yang terbaik.” Mira tersenyum sambil menatap Duta lalu beralih kepada Mamanya.“Hmm ... terserah kalian sajalah. Kalau kamu memang tak memerlukan pendapat dari Mama, jadi ngapain juga pakai menyuruh pacarmu ini melamar segala, langsung nikah aja sekalian tak usah memberitahu Mama saja!” ketus Nani dengan sambil bangkit dari sofa dan melangkah dari ruang tamu.“Ma!” panggil Mira dengan hati yang

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Lamaran

    Gara-gara Nikah di KUAPart 37 : LamaranMira masuk kembali ke rumah dan langsung masuk ke dalam kamar, hatinya terasa amat nyeri dengan air mata yang mulai berjatuhan.“Kenapa hatiku sakit melihat Mas Duta yang bukan tipeku itu bersama wanita lain?” gumam Mira dengan tak mengerti, mengapa air matanya luruh saat ini.Diraihnya ponsel dan memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang? Mira menyapu pipinya yang basah lalu menggigit bibirnya.“Pantas saja sikapnya dingin begitu, ternyata Mas Duta sudah punya wanita lain.” Mira membatin, ia tak bisa kalau tak memikirkan Duta.Untuk beberapa saat, Mira terdiam. Ia ingin memastikan perasaannya sekarang sebab ia tak bisa menghentikan pikiran tentang Duta walau sebenarnya ia tak mau memikirkan sosok duda itu.Malamnya, Mira tak dapat lagi menahan dirinya untuk mengirim chat kepada Duta. Ia ingin memastikan siapa wanita berhijab tadi, agar ia bisa menentukan sikap sebab kini ia yakin kalau ia menyukai Duta.[Assalammualaikum, maaf mengganggu,

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Nasihat Naima

    Gara-gara Nikah di KUAPart 36 : Nasihat NaimaSorenya, Mira memutuskan untuk berjalan-jalan ke rumah Naima, sekalian menjenguk sepupunya yang baru saja melahirkan anak keduanya itu.“Mau ke mana kamu, Mir?” tanya Nani dengan sambil menggandeng tangan Rayyan, ia mengerutkan dahi melihat tampilan Mira yang mengenakan gamis walau tanpa jilbab.“Mau ke warung, Ma,” jawab Mira asal.“Ajak Rayyan, Mir!” ujar Nani dengan menunjuk cucunya.“Nggak ah, Ma.” Mira membalik badan, lalu turun dari teras rumah.Nani menghela napas, Mira semakin tak perduli dengan Rayyan. Ia begitu membencinya, padahal bocah itu tak bersalah apa pun. Akan tetapi Mira membencinya, sama seperti ia membenci Bapaknya, Amir.Taklama kemudian, langkah Mira telah tiba di rumah Naima. Ia langsung masuk sebab pintunya terbuka. Di ruang tengah, terlihat Nazia sedang bermain dan di sampingnya terdapat box adiknya yang sedang tertidur.“Naima!” ujar Mira dengan sambil duduk di sofa depan televisi.Naima yang sedang berada di da

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Ribut

    Gara-gara Nikah di KUAPart 35 : Ribut“Astaga Mira, mau jadi apa kamu ... lewat tengah malam begini baru pulang!” omel Husni saat membukakan Mira pintu.Mira tak menjawab, ia segera masuk dan membuka sepatu hak tingginya.“Kamu dan Mamamu itu bisanya hanya bikin malu saja! Udah jadi janda aja, masih banyak tingkah! Apa yang kamu lakukan di luaran sana sampai pukul 01.00 begini baru pulang, Mira!” Husni menghalangi langkah Mira, ia tak puas jika keponakannya itu hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya.Mira menghela napas panjang, ia sedang malas ribut, suasana hatinya sedang tak baik saat ini.“Kak Nani, coba keluar sini! Urusan anak jandamu ini, jangan dibiarkan berkeliaran setiap malam begini, bikin sial rumah saja!” Husni berteriak nyaring dengan maksud ingin membangunkan seisi rumah agar keluar dari kamar masing-masing, terutama kakaknya.“Paman apa-apaan sih? Kok jadi bikin heboh begini,” jawab Mira ketus, ia kesal dengan Husni yang kini menghalangi langkahnya untuk menuju kamar

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Hampir Saja

    Gara-gara Nikah di KUAPart 34 : Hampir SajaTaklama kemudian, ada panggilan masuk dari nomor Yusril.“Assalammualaikum,” sapa Duta.“Waalaikumsalam. Bos, saya izin ya hari ini soalnya Istri baru saja melahirkan,” ujar yusril dari seberang sana.“Alhamdulillah, selamat, ya, udah dua aja anaknya. Masalah izin bereslah, urus aja dulu anak dan istrimu,” jawab Duta sambil tersenyum senang mendengar kabar gembira dari temannya itu.“Terima kasih, Bos,” jawab Yusril.“Cewek atau cowok yang kedua ini?” tanya Duta lagi.“Cowok, Bos, sesuai ama prediksi waktu USG, dan alhamdulillah lagi ... lahirannya lancar, di rumah pula.”“Alhamdulillah kalau begitu. Nanti saya akan jenguk ke sana kalau sempat.”“Iya, Bos.”Panggilan telepon berakhir, Duta bisa merasakan kebahagiaan Yusril dan dia juga ingin merasakannya suatu hari nanti. Ia kembali terkenang almarhum istrinya, yang hanya mampu melewati rumah tangga setahun saja bersamanya tanpa meninggalkan buah cinta. Sudah lima tahun ia menduda, tapi bel

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Diblokir

    Gara-gara Nikah di KUAPart 33 : DiblokirDengan wajah masam, Mira keluar dari Mall, sedangkan Duta mengekor di belakangnya dengan sambil menenteng kantong belanjaan yang berisi empat setel gamis hasil beliannya.“Mau langsung pulang atau mau jalan ke mana lagi kita?” tanya Duta dengan mensejajari langkah Mira.“Mau pulang aja, cariin taxi!” jawab Mira ketus.“Nggak usah naix taxi, saya antarin pulang naik motor aja!” tawar Duta dengan sambil tersenyum.“Nggak mau, nanti rambutku berantakan kalo naik motor!” Mira mengerucutkan bibir, hatinya sangat kesal melihat tingkah Duta yang sangat tak berkelas menurutnya.“Ya sudah, tunggu sebentar, saya teleponin taxi yang tadi,” ujar Duta dengan sambil mengeluarkan ponsel bututnya, android keluaran lama, yang hanya berukuran 4,5 inchi.“Ya Tuhan, nggak ada yang bisa dibanggain dari pria kere ini. Ponselnya juga jadul banget, mimpi apa ... kok aku bisa kenal dengan dia!” Mira membatin dengan sambil melirik Duta, lalu memijat pelipisnya. Kepalan

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Beli Satu Gratis Satu

    Gara-gara Nikah di KUAPart 32 : Beli Satu Gratis SatuTaxi itu berlalu, Duta mengajak Mira naik ke motor bututnya tapi Mira malah menolak dan memilih berjalan kaki saja untuk sampai di tangga mall sebab taxinya sudah pergi tanpa sempat mengantarnya ke parkiran Mall.Taklama kemudian, Mira dan Duta sudah berjalan bersampingan di dalam mall. Sesekali pria dengan sisir belah samping itu melirik Mira yang melangkah dengan gaya anggun menurutnya.“Mas, mau muter-muter aja kita?” tanya Mira dengan tampang dongkol.“Kamu udah makan belum? Ayo mampir makan dulu!” ujar Duta.“Ada duitnya gak kalo makan? Bayar taxi aja pakai gadai KTP,” jawab Mira dengan wajah masam.Duta menahan senyum, namun tetap berusaha pasang tampang bego.“Ada kok, ayo!” jawab Duta dengan sambil berbelok ke arah restoran Italia yang ada di mall itu.Mira mengekor di belakang Duta, dengan wajah sebel karena ia terpaksa jalan dengan pria sekere Duta. Rasanya nyesal dan mau pulang, tapi lapar, jadi ia urungkan niat.“Sela

DMCA.com Protection Status