Home / Pernikahan / Gara-Gara Nikah di KUA / Para Penagih Hutang

Share

Para Penagih Hutang

Author: Naffa Aisha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Gara-Gara Nikah di KUA

Part 5 : Para Penagih Hutang

Bude Yani terlihat berusaha menenangkan tiga orang wanita di depan rumahnya itu, sedang Mira tak terlihat di sana. Ibu mengajakku untuk segera masuk kembali ke dalam.

“Entar, Bu, Nai mau lihat adegan seru ini dulu. Siapa tahu nanti Bude Yani dijambak tiga tamunya itu?” ujarku dengan menahan senyum.

“Emangnya kamu ngapain? Mau nolongin Budemu?” Ibu terlihat menautka alis.

“Iya, mau nolong ... nolong buat nyorakin.” Aku terkekeh.

“Hus, nggak boleh gitu, kualat kamu nanti!” Ibu melotototiku.

Aku menutup mulut, menahan tawa. Kini mata kami kembali ke pemandangan depan rumah. Eh, suasana semakin memanas, Bude menyiram satu ember air kepada tiga tamunya itu.

“Ya Tuhan!” Ibu memegangi dadanya menyaksikan kebrutalan Kakaknya itu.

Tiga tamunya itu semakin meradang dan kini mengurubuti Bude Yani. Beberata tetangga yang kebetulan menyaksikan adegan itu hanya menonton saja.

“Nai, ayo bantuin Budemu sana!” Ibu menarikku turun dari rumah.

“Nggak usah, Bu, Nai yakin ... pasti Bude yang menang kok!” Aku masih menahan tawa.

Ibu yang memang takut dengan perkelahian, tak bisa berbuat apa-apa melihat Kakaknya kini dikerubuti tiga wanita penagih hutang kayaknya. Melihat ekspresi Ibu yang kebingungan, aku mencoba melerai perkelahian itu.

“Maaf, Ibu-ibu ... kok main kekerasan begini? Apa semua masalah akan selesai dengan cara seperti ini?” Aku menarik Bude dari tiga wanita kesetanan itu, lalu berdiri di tengah-tengah mereka.

“Mau membela Budemu, Nai?” Salah satu dari mereka melototi aku.

“Nggak sih, Cuma gak etis saja kalau main keroyok begini. coba satu lawan satu, kan kayak nonton acara tinju di tv,” ujarku lagi.

Mendengar ocehanku, kini Bude melotot kepadaku dengan membenarkan rambutnya yang acak-acakan akibat ulah tiga wanita di hadapan kami.

“Oke, jadi kami mau kepastian saja dari mulutmu, Nani! Kapan kamu mau bayar hutang! Dan satu lagi, jaga etikamu, kami ke sini mau menangih hutang jadi tak sepantasnya kamu malah menyiram kami!”

“Iya, betul itu. Kalau tak mau ditagih ke hutang, jangan berhutang. Ingat, ya, Yani, hutangmu di warungku ketikan nikahan Mira itu masih satu juta,” ujar Ibu pemilik warung yang berada di ujung jalan.

“Hutang riasan pengantin masih sisa lima ratus ribu lagi!” Sang tukang rias menambahkan.

“Hutang kue pernikahan juga ada enam ratus ribu, barangkali kamu lupa, ini kami ingatkan lagi!” Kini pemilik toko kue yang angkat bicara.

“Nanti kubayar kok, salah kalian sendiri, disuruh pergi baik-baik tapi malah nggak mau dan malah teriak-teriak di depan rumahku. Bikin malu saja! Pulang kalian semua, bulan depan kubayar kok,” ujar Bude Nani dengan nada ketus.

“Dari kemarin bilangnya juga bulan depan dan bulan depan, tapi tak juga ada dibayar,” jawab sang tukang rias. “Coba anakmu yang banyak gaya itu disuruh keluar, soalnya dia sudah memblokir nomor hapeku.”

“Mira tak ada, pulang kalian sana! Nanti dibayar kok!” ujar Bude dengan sambil melangkah menuju rumahnya lalu menutup pintu dengan sangat keras.

“Dasar, nggak Ibu, nggak anak, kalo ditagih ke hutang, susahnya minta ampun. Aws saja kalau bulan depan juga belum bisa bayar!” ketus tiga wanita itu dan kemudian meninggalkan rumah Bude.

Para tetangga yang tadi meononton langsung bubar, Ibu menggandengku untuk pulang.

“Bu, banyak juga, ya, hutang Bude Yani,” ujarku saat masuk kembali ke rumah Ibu.

“Entahlah, Nai. Kita jangan ikut campur, itu urusan mereka,” jawab Ibu dengan sambil menghidupkan api tungku untuk menumis kangkung yang tadi sudah kupotong-potong.

“Tapi kok ... beli mobil baru bisa, ya, Bu, mereka?” tanyaku lagi.

“Ya sudah, kita jangan ngomongin Budemu lagi. Gimana kabar rumah tanggamu dengan Yusril? Kalian ‘kan nikah tanpa pacaran kayak anak muda lainnya, apa dia baik sama kamu?” tanya Ibu yang sepertinya ingin mengalihkan topik pembicaraan.

“Alhamdulillah, baik-baik aja, Bu. Bang Yusril pria terbaik, Nai beruntung bisa dipersunting olehnya. Kalau melihat Bude yang terlilit hutang di sana-sini hanya karena pernikahan Mira, Nai sangat bersyukur nikah di KUA. Emang sih, semua itu tetap ada dampak negatif dan buruknya.” Aku tersenyum tipis.

Ibu tak menjawab ocehanku, ia terlihat masih sibuk memasak. Setelah menumis kangkung, ia melanjutkan dengan menumis cabai untuk membuat sambal geranti tempe dan ikan teri. Aku mengamatinya dan berhenti membicarakan saudara dari ibuku itu, mungkin dia tak mau kami menggunjingkan saudara kandungnya.

***

Beberapa minggu berlalu. Hari ini hari minggu, Bang Yusril tadi pagi pamit untuk pergi ke kota lagi setelah subuh-subuh pergi mencari rumput terlebih dahulu untuk majikannya itu. 

Setiap sore, aku selalu menyibukkan diri dengan halaman juga tamaman cabai dan sayuran yang kutanam di samping rumah. Ada terong, timun, labu dan kacang panjang. Dengan begini, aku tak perlu repot beli sayur lagi, malahan kalau hasil tanamanku banyak, bisa dijual ke pasar.

Dari arah depan rumahku, terlihat Bude Yani dan Mira singgah. Tumben sekali mereka ke sini Cuma berjalan kaki saja.

“Nai, Bude mau minta cabemu, ya,” ujarnya dengan sambil mendekat ke arah tanaman cabaiku yang memang sudah berwarna merah.

“Iya, Bude, ambil saja! Kalau mau sayuran juga ambil saja! Tunggu sebentar Nai ambilin kantong plastik dulu,” jawabku dengan sambil berlari masuk ke dalam rumah.

Mira hanya sibuk bermain ponsel saja, sedang Bude Nani mulai mengambil cabai juga sayur-sayuranku lainnya.

Taklama berselang, Bang Yusril sudah kembali ke rumah, aku menyambutnya di depan pintu.

"Assalammualaikum," ujarnya dengan sambil tersenyum ke arahku juga Bude dan Mira.

"Waalaikumsalam, Bang." Kuraih tangannya untuk salim.

Setelah menyapa Bude dan Mira, Bang Yusril pamit masuk ke dalam rumah.

Bude mendekat ke arahku dengan kantong plastik yang sudah terisi aneka sayuran.

"Dari mana itu suamimu, Nai? Gembala kok rapi gitu, kayak kerja di kantor desa saja! Banyak gaya sekali!" cibirnya dengan nada sinis.

Darah terasa naik ke ubun-ubun juga mendengarnya, udah dikasih sayuran, eh malah sempat-sempatnya menghina suamiku.

"Satu plastik penuh gitu Bude cukup bayar Rp25.000," ujatku tiba-tiba dengan sambil menadahkan tangan di hadapan wanita yang hoby bergincu merah dengan dandanan glamar dengan emasnya yang bergelantungan di tubuh subur itu.

"Hah, jadi bayar? Bukannya tadi kamu yang nyuruh ambil sayurnya?" Bude merengut.

"Zaman sekarang nggak ada yang gratis, Bude! Nikah di KUA juga bayar loh biaya administrasinya. Buruan bayar, dilarang ngutang!" ujarku dengan nada sinis, meniru gayanya.

Dengan wajah jengkel, Bude meminta uang dengan Mira lalu menyodorkannya kepadaku.

"Berarti Bude masih hutang Rp5.000,- lagi, ya," jawabku dengan sambil menyimpan uang Rp20.000 itu ke saku celana.

Taklama kemudian, Bang Yusril sudah pamit untuk pergi lagi dengan setelann ala gembala, sungguh berbeda dengan penampilannya yang tadi.

"Loh, suamimu pergi lagi, Nai? Sok sibuk sekali dia!" Bude Nani kembali berkomentar.

Aku memutar otak otak, berusaha untuk mengarang kebohongan agar mulut Budeku ini bisa tersumpal.

"Bang Yusril mau ke rumah Juragan Burhan untuk memasukkan ternak ke kandang. Kalo tadi ... Dia dari Kota, suami Nai 'kan kerja di sana," ujarku dengan memutar otak kembali, memikirkan kerjaan yang tak jauh-jauh dari sapi.

"Kerja apa Si Yusril di Kota?" Mira yang sedari tadi hanya sibuk dengan ponsel, ikutan nimbrung juga.

"Kerja di kantor pengelolaan daging sapi .... " Aku menggigit lidah, karena kebohongan yang tak masuk di akal ini soalnya nggak ada deh nama kantor kayak gitu.

Bude dan Mira terlihat saling tatap, aku menarik napas panjang, sepertinya sebentar lagi mereka akan menetertawaiku.

Bersambung ....

Related chapters

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Sama-Sama Hamil

    Gara-Gara Nikah di KUAPart 6 : Sama-sama Hamil“Apa, kantor pengelolaan daging sapi? Kantor apaan itu? Ngarang aja deh kamu, Nai! Hahaaa .... “ Mira cekikikan dengan sambil memegangi perutnya, geli sekali hatinya itu.“Kasihan kamu, Nai! Makanya, kalau pingin punya suami yang kerja kantoran itu, jangan asal nerima lamaran pria gembala seperti Yusril. Pilih-pilih dulu, atau juga ceraikan saja di gembala miskin itu terus nyari suami baru lagi!” timpal Bude dengan mulut yang begitu lemasnya.“Mau bohong juga mesti pakai logika, Naima, masa gembala gak tamat SD gitu mau ngaku kerja kantoran! Hahaa ... orang kerja kantoran itu harus punya ijazah kuliah, S.1,” ujar Mira lagi dengan tatapan merendahkan, sedang aku hanya bisa gigit jari, tak bisa menjawab ejekannya.“Lucu kamu, Nai, suami ngga berpendidikan gitu mau dibilang kerja kantoran. Kalo suami Mira sih ... Sarjana Ekonomi, lulusan Ibu Kota, pantas sekali kerja di kantoran. Ya sudah, ayo pulang, Mir! Perut Mama sakit lama-lama di sini

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Mangga Harga Sejuta

    Gara-gara Nikah di KUAPart 7 : Mangga Harga Sejuta“Nai, jaga ucapan kamu!” bentak Ibu tiba-tiba. “Minta maaf sama Budemu!” sambungnya dengan melotot ke arahku.Aku menggaruk dahi, merasa bersalah juga dengan ucapan yang meluncur begitu saja itu. Rasanya memang tidak pantas aku berkata demikian, duh ... Mulut ini kok mendadak jadi gini, suka nggak bisa dikontrol kata-katanya.“Maaf, Bude,” ujarku lirih.“Huh, penyakit iri dengki itu memang selalu menjadi penyakit yang berbahaya yang hanya bisa diobati jika sudah kaya benaran. Kamu sih bisa jadi kaya, cuma mimpi aja, Nai! Palingan cuma bakal kaya hati saja! Hahaaa .... " cibir Bude Nani lagi dengan sambil menetertawaiku lalu membalikkan tubuhnya. “Kasihan calon anakmu itu, dia akan terlahir dan hidup dalam kemiskinan karena bapaknya cuma gembala kere,” sambungnya dengan sinis kemudian menyeberang jalan untuk pulang ke rumahnya.Ya Allah, jahat sekali mulutnya Bude Nani. Aku tak pernah iri dengan Mira, sepupuku itu, walau nasib kami be

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Tujuh Bulanan

    Gara-gara Nikah di KUAPart 8 : Tujuh BulananKututup kembali kardus buah-buahan itu dan berusaha menahan diri untuk tak memakannya sebab tak tahu itu milik siapa, barangkali saja punya orang nitip sama Bang Yusril sebab rasanya mustahil suamiku yang hanya gembala itu bisa membeli buah-buahan mahal. “Assalammualaikum.” Terdengar suara Bang Yusril dari depan pintu.Aku segera melangkah keluar dari dapur, di depan pintu terlihat suamiku dengan setelan khas saat menjadi gembala, yaitu baju dan celana panjang serta topi.“Waalaikumsalam, Bang,” sambutku dengan tersenyum ke arahnya, walau orang melihat Bang Yusril itu dekil dan awut-awutan, tapi bagiku dia tetap tampan dengan kulit kuning langsat itu juga perawakan yang tinggi tegap.Bang Yusril masuk ke dalam dengan membawa sepatu botnya, aku mengekor di belakang. Aku memberikan handuk agar ia mandi dan membersihkan diri, sedang aku membuatkannya kopi seperti biasanya.“Bang, itu kardus buah punya siapa?” tanyaku tak sabar saat Bang Yusr

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Mira Pergi Lahiran

    Gara-gara Nikah di KUAPart 9 : Mira Pergi LahiranHari terus berlalu, aku mulai jarang keluar rumah karena malas dengan ghibahan para tetangga yang sengaja membesarkan volume suara jika melihatku lewat di jalan. Walau berusaha untuk tak memasukkan kata-kata mereka ke relung hati, tapi nyatanya aku terasa juga.“Jangan banyak melamun, Sayang!” Suara Bang Yusril mengagetkanku.Aku mendongakkan kepala saat melihat pria jangkung itu muncul dari balik pintu dengan tampilannya yang baru saja pulang dari mengembala. Dengan berpegang ke dinding, aku berusaha bangkit sebab beban semakin berat sehingga aku selalu kesusahan jika hendak bangun dari duduk atau juga bangkit dari berbaring.Dengan sigap, Bang Yusril memegang lenganku dan membantu untuk berdiri. Aku tersenyum dan hendak memeluknya.“Jangan, Dek! Nanti saja kalau Abang udah wangi.” Bang Yusril mundur ke belakang.Aku menahan tawa melihat tingkahnya yang kini malah setengah berlari menuju dapur. Aku mengekor di belakangnya untuk menyi

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Mengenaskan

    Gara-gara Nikah di KUAPart 10 : MengenaskanAku duduk di lantai dapur Ibu sambil menunggu kue lempeng yang sudah di dalam kuali, tinggal menunggu mateng aja. Berkali-kali aku menelan liur karena sudah tak sabar untuk menyantap kue yang tadi malam masuk ke dalam mimpi."Ini, Nai, udah mateng kue lempengnya." Ibu meletakan kue dengan bentuk lempengan itu di hadapanku."Wangi sekali, Bu." Aku mengendus bau wangi kue berbahan dasar tepung terigu itu."Ibu bikinin air teh dulu, ya, biar nggak seret makannya," ujar Ibu sambil bangkit menuju meja kayu di pojokan, tempat penyimpanan kopi gula."Maaf, Bu, Nai merepotkan." Aku nyengir dengan sambil mencomot kue lempeng buatan Ibu."Hmm ... Jarang-jarang nggak apa, jangan setiap hari saja," jawab Ibu sambil tersenyum.Aku menahan tawa dan terus menikmati kue yang memang sudah lama ingin kumakan, bahkan sampai terbawa ke alam mimpi.***Saat membuka mata subuh ini, aku langsung terbayang kue putu kuning yang dijual Mak Long Salwa di ujung jalan.

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Lahiran Juga

    Gara-gara Nikah di KUAPart 11 : Lahiran JugaYa Allah, keadaan Mira kok mengenaskan gitu? Aku jadi takut, perasaan ini jadi tak menentu sepanjang jalan pulang ke rumah. Kuusap perut ini berkali-kali dan berdoa agar proses bersalinku nanti lancar dan bisa lahiran normal.“Naima, dari mana? Mau saya antar?” Suara Bu Bidan Maya mengagetku, dia menghentikan sepeda motornya di sampingku.“Eh, Bu Bidan .... “ Aku sedikit terkejut dengan sapaan wanita berpakaian serba putih itu, dia bidan desa yang bekerja di Pukesmas Sejahtera, dia mengontrak rumah di ujung jalan sana. “Mau ke mana kamu? Ayo saya antar!” tanyanya lagi dengan sambil tersenyum ramah.“Nggak usah, Bu Bidan, terima kasih. Saya mau pulang. Bu Bidan mau ke mana?” Aku membalas senyum ramah sang bidan.“Saya mau ke rumah Mira. Sepupu kamu ‘kan dia? Dia baru habis lahiran caesar seminggu yang lalu,” ujar Bidan Maya.“Iya, Bu Bidan, Mira sepupu saya. Eh, keadaan Mira kok bisa mengenaskan gitu? Tadi saya baru habis jenguk dia, kasih

  • Gara-Gara Nikah di KUA   40 Hari

    Gara-gara Nikah di KUAPart 12 : 40 HariEmpat puluh hari berlalu, hari ini di pondok sederhanaku baru saja selesai acara bebersih sekalian naik ayunan untuk putriku, Nazia. Itulah nama pemberian Bang Yusril, katanya Nazia itu berarti seorang putri yang membawa kemulian bagi keluarganya. Aku setuju-setuju saja dan menyukai nama itu.Hari ini hari pertamanya aku dan Nazia akan keluar rumah sebab menurut tradisi di desaku ini, seorang ibu yang baru saja melahirkan boleh keluar rumah hanya setelah 40 hari melahirkan. Aku menurut saja walau seharian habis lahiran saja, aku sudah bisa jalan di rumah. Kasihan juga suamiku dan Ibu, selama 40 hari itu, merekalah yang membantu belanja. Untung saja, suamiku ini memang siaga, dia selalu menyediakan kebutuhan di rumah sebelum berangkat bekerja. Dia juga yang mencuci pakaian selama empat puluh hari ini walau aku sudah menolak, selama habis lahiran ini, dia benar-benar memanjakanku. Tugasku hanya mengurus Nazia saja, sedang tugas rumah dia yang men

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Hutang Jawaban

    Gara-gara Nikah di KUAPart 13 : Hutang Jawaban“Owee ... oweee .... “Belum sempat Bang Yusril menjawab todongan pertanyaan dariku, Nazia malah menangis tiba-tiba. Yah, kayaknya nih bayi lagi komplotan ama Ayahnya, aku mengerucutkan bibir, menahan kesal di hati.“Abang masih berhutang jawaban, ya, sama Nai!” ujarku dengan mengacungkan telunjuk ke arah Bang Yusril lalu naik ke atas tempat tidur.“Hmm .... “Bang Yusril masih terlihat gelagapan, ia tak hentinya menggaruk kepala sambil cengengesan tak jelas.Aku segera menepuk pantat Nazia, tapi ia masih saja menangis. Mau tak mau, aku berbaring juga dengan sambil memberikan ASI, barulah tangisnya mereda.Aku menoleh sekilas ke belakang, terlihat Bang Yusril sedang mengelus dadanya dengan tarikan napas yang melega. Kutepuk kembali pantat Nazia, agar ia segera terlelap agar aku bisa melanjutkan introgasi kepada Ayahnya yang selalu main rahasia-rahasiaan denganku, ‘kan sebel jadinya. Otak detektifku ‘kan jadi menjerit-jerit.Kutarik ASI se

Latest chapter

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Tamat

    Gara-gara Nikah di KUABab 40 : TamatNani terdiam, sedangkan Mira sudah digandeng Duta untuk menempati kursi singgasana pengantin yang sudah disiapkan.“Ayo duduk, Bude!” Naima menggandeng Budenya yang terlihat menahan tangis karena malu akan pakaiannya yang salah kostum itu.Yusril menggendong Rayyan dan mengantarnya ke dekat Mira dan Duta. Sedangkan Naima mengajak Nani duduk di kursi paling depan, di meja yang sudah tertulis keterangan ‘keluarga inti.’“Nai, apa nggak bisa kita duduknya di kursi paling belakang aja? Nggak udah di depan seperti ini!” bisik Nani saat mata para tamu tertuju kepadanya.“Nggak bisa, Bude, ini meja yang sudah disiapkan untuk kita. santai aja, Bude, lagian nggak ada yang kenal juga kok dengan kita,” jawab Naima.“Eh, Naima, para tamu ini sepertinya para orang kaya deh. Apa duta itu orang kaya?” Husni yang sedari tadi hanya diam dan mengekor di belakang, kini angkat bicara juga.“Keluarganya Duta memang kaya-kaya, kalau dia sih nggak. Paman dan Bude, ayo k

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Nikah di KUA

    Gara-gara Nikah di KUAPart 39 : Nikah di KUA“Doakan semuanya lancara kalau gitu, ya, Ma. Mira akan video call Mas Duta sekarang untuk memberitahukan kabar gembira ini, dia pasti senang.” Mira tersenyum dengan sambil mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan video.Taklama kemudain, panggilan video langsung tersambung kepada Duta dan tampaklah seorang pria yang sedang mengaduk kopi di meja dapur kantor.“Assalammualaikum, Mira,” ucap Duta.“Waalaikumsalam. Mas, aku ada berita gembira, Mama udah menyetujui rencana pernikahan kita,” ujar Mira dengan tersenyum senang dengan sambil mengarahkan ponsel ke arah dirinya dan Nani yang sedang duduk di pinggir tempat tidur.“Alhamdulillah kalau begitu, Mir. Terima kasih, ya, Ma, sudah mau merestui rencana pernikahan kami. Kalau begitu, besok saya akan mengurus berkas-berkas pernikahan kita,” jawab Duta dengan senyum senang.“Hmm ... nikahnya ... benaran bakal di KUA?” tanya Nani ragu-ragu.Duta menahan tawa melihat raut wajah calon mertaun

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Yakin Kamu, Mir?

    Gara-gara Nikah di KUAPart 38 : Yakin Kamu, Mir?“Baiklah, Mira terima lamaran Mas Duta. Mama akan menyetujui rencana kami ‘kan?” Mira berkata dengan cepat, sebelum Mamanya mengeluarkan kata-kata pedas.Nani menatap tajam Mira yang kini menatapnya dengan menganggukkan kepala, agar sang Mama menyetujui keinginannya.“Hmm ... yakin kamu, Mir?” Nani menghela napas panjang.“Yakin, Ma, Mira mohon Mama setuju, ya. Mira sudah dewasa dan sudah bisa menentukan jalan hidup sendiri, apalagi sekarang sudah ada pelajaran dari pernikahan pertama Mira yang gagal. Mira yakin Mas Duta bisa menjadi pendamping yang terbaik.” Mira tersenyum sambil menatap Duta lalu beralih kepada Mamanya.“Hmm ... terserah kalian sajalah. Kalau kamu memang tak memerlukan pendapat dari Mama, jadi ngapain juga pakai menyuruh pacarmu ini melamar segala, langsung nikah aja sekalian tak usah memberitahu Mama saja!” ketus Nani dengan sambil bangkit dari sofa dan melangkah dari ruang tamu.“Ma!” panggil Mira dengan hati yang

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Lamaran

    Gara-gara Nikah di KUAPart 37 : LamaranMira masuk kembali ke rumah dan langsung masuk ke dalam kamar, hatinya terasa amat nyeri dengan air mata yang mulai berjatuhan.“Kenapa hatiku sakit melihat Mas Duta yang bukan tipeku itu bersama wanita lain?” gumam Mira dengan tak mengerti, mengapa air matanya luruh saat ini.Diraihnya ponsel dan memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang? Mira menyapu pipinya yang basah lalu menggigit bibirnya.“Pantas saja sikapnya dingin begitu, ternyata Mas Duta sudah punya wanita lain.” Mira membatin, ia tak bisa kalau tak memikirkan Duta.Untuk beberapa saat, Mira terdiam. Ia ingin memastikan perasaannya sekarang sebab ia tak bisa menghentikan pikiran tentang Duta walau sebenarnya ia tak mau memikirkan sosok duda itu.Malamnya, Mira tak dapat lagi menahan dirinya untuk mengirim chat kepada Duta. Ia ingin memastikan siapa wanita berhijab tadi, agar ia bisa menentukan sikap sebab kini ia yakin kalau ia menyukai Duta.[Assalammualaikum, maaf mengganggu,

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Nasihat Naima

    Gara-gara Nikah di KUAPart 36 : Nasihat NaimaSorenya, Mira memutuskan untuk berjalan-jalan ke rumah Naima, sekalian menjenguk sepupunya yang baru saja melahirkan anak keduanya itu.“Mau ke mana kamu, Mir?” tanya Nani dengan sambil menggandeng tangan Rayyan, ia mengerutkan dahi melihat tampilan Mira yang mengenakan gamis walau tanpa jilbab.“Mau ke warung, Ma,” jawab Mira asal.“Ajak Rayyan, Mir!” ujar Nani dengan menunjuk cucunya.“Nggak ah, Ma.” Mira membalik badan, lalu turun dari teras rumah.Nani menghela napas, Mira semakin tak perduli dengan Rayyan. Ia begitu membencinya, padahal bocah itu tak bersalah apa pun. Akan tetapi Mira membencinya, sama seperti ia membenci Bapaknya, Amir.Taklama kemudian, langkah Mira telah tiba di rumah Naima. Ia langsung masuk sebab pintunya terbuka. Di ruang tengah, terlihat Nazia sedang bermain dan di sampingnya terdapat box adiknya yang sedang tertidur.“Naima!” ujar Mira dengan sambil duduk di sofa depan televisi.Naima yang sedang berada di da

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Ribut

    Gara-gara Nikah di KUAPart 35 : Ribut“Astaga Mira, mau jadi apa kamu ... lewat tengah malam begini baru pulang!” omel Husni saat membukakan Mira pintu.Mira tak menjawab, ia segera masuk dan membuka sepatu hak tingginya.“Kamu dan Mamamu itu bisanya hanya bikin malu saja! Udah jadi janda aja, masih banyak tingkah! Apa yang kamu lakukan di luaran sana sampai pukul 01.00 begini baru pulang, Mira!” Husni menghalangi langkah Mira, ia tak puas jika keponakannya itu hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya.Mira menghela napas panjang, ia sedang malas ribut, suasana hatinya sedang tak baik saat ini.“Kak Nani, coba keluar sini! Urusan anak jandamu ini, jangan dibiarkan berkeliaran setiap malam begini, bikin sial rumah saja!” Husni berteriak nyaring dengan maksud ingin membangunkan seisi rumah agar keluar dari kamar masing-masing, terutama kakaknya.“Paman apa-apaan sih? Kok jadi bikin heboh begini,” jawab Mira ketus, ia kesal dengan Husni yang kini menghalangi langkahnya untuk menuju kamar

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Hampir Saja

    Gara-gara Nikah di KUAPart 34 : Hampir SajaTaklama kemudian, ada panggilan masuk dari nomor Yusril.“Assalammualaikum,” sapa Duta.“Waalaikumsalam. Bos, saya izin ya hari ini soalnya Istri baru saja melahirkan,” ujar yusril dari seberang sana.“Alhamdulillah, selamat, ya, udah dua aja anaknya. Masalah izin bereslah, urus aja dulu anak dan istrimu,” jawab Duta sambil tersenyum senang mendengar kabar gembira dari temannya itu.“Terima kasih, Bos,” jawab Yusril.“Cewek atau cowok yang kedua ini?” tanya Duta lagi.“Cowok, Bos, sesuai ama prediksi waktu USG, dan alhamdulillah lagi ... lahirannya lancar, di rumah pula.”“Alhamdulillah kalau begitu. Nanti saya akan jenguk ke sana kalau sempat.”“Iya, Bos.”Panggilan telepon berakhir, Duta bisa merasakan kebahagiaan Yusril dan dia juga ingin merasakannya suatu hari nanti. Ia kembali terkenang almarhum istrinya, yang hanya mampu melewati rumah tangga setahun saja bersamanya tanpa meninggalkan buah cinta. Sudah lima tahun ia menduda, tapi bel

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Diblokir

    Gara-gara Nikah di KUAPart 33 : DiblokirDengan wajah masam, Mira keluar dari Mall, sedangkan Duta mengekor di belakangnya dengan sambil menenteng kantong belanjaan yang berisi empat setel gamis hasil beliannya.“Mau langsung pulang atau mau jalan ke mana lagi kita?” tanya Duta dengan mensejajari langkah Mira.“Mau pulang aja, cariin taxi!” jawab Mira ketus.“Nggak usah naix taxi, saya antarin pulang naik motor aja!” tawar Duta dengan sambil tersenyum.“Nggak mau, nanti rambutku berantakan kalo naik motor!” Mira mengerucutkan bibir, hatinya sangat kesal melihat tingkah Duta yang sangat tak berkelas menurutnya.“Ya sudah, tunggu sebentar, saya teleponin taxi yang tadi,” ujar Duta dengan sambil mengeluarkan ponsel bututnya, android keluaran lama, yang hanya berukuran 4,5 inchi.“Ya Tuhan, nggak ada yang bisa dibanggain dari pria kere ini. Ponselnya juga jadul banget, mimpi apa ... kok aku bisa kenal dengan dia!” Mira membatin dengan sambil melirik Duta, lalu memijat pelipisnya. Kepalan

  • Gara-Gara Nikah di KUA   Beli Satu Gratis Satu

    Gara-gara Nikah di KUAPart 32 : Beli Satu Gratis SatuTaxi itu berlalu, Duta mengajak Mira naik ke motor bututnya tapi Mira malah menolak dan memilih berjalan kaki saja untuk sampai di tangga mall sebab taxinya sudah pergi tanpa sempat mengantarnya ke parkiran Mall.Taklama kemudian, Mira dan Duta sudah berjalan bersampingan di dalam mall. Sesekali pria dengan sisir belah samping itu melirik Mira yang melangkah dengan gaya anggun menurutnya.“Mas, mau muter-muter aja kita?” tanya Mira dengan tampang dongkol.“Kamu udah makan belum? Ayo mampir makan dulu!” ujar Duta.“Ada duitnya gak kalo makan? Bayar taxi aja pakai gadai KTP,” jawab Mira dengan wajah masam.Duta menahan senyum, namun tetap berusaha pasang tampang bego.“Ada kok, ayo!” jawab Duta dengan sambil berbelok ke arah restoran Italia yang ada di mall itu.Mira mengekor di belakang Duta, dengan wajah sebel karena ia terpaksa jalan dengan pria sekere Duta. Rasanya nyesal dan mau pulang, tapi lapar, jadi ia urungkan niat.“Sela

DMCA.com Protection Status