#19Dada Alma terasa sesak. Wanita itu meringis. Sakit hati sekali Alma melihat ibunya mendapat perlakuan buruk dari Bu Kamila. Ini bukan pertama kalinya Bu Hasna direndahkan oleh Bu Kamila. Bu Kamila selalu saja meremehkan Bu Hasna hanya karena kesenjangan ekonomi diantara mereka."Kenapa Mama selalu bersikap seperti ini pada Ibu?"Alma tidak bisa diam saja. Memang wanita itu tak bisa membalas Bu Kamila. Tapi setidaknya Alma harus melakukan sesuatu untuk Bu Hasna. Saat ini ibunya kelaparan dan tidak mempunyai uang. Sebisa mungkin Alma harus membantu Bu Hasna untuk bertahan."Muka Ibu udah pucat. Perut Ibu juga udah bunyi terus dari tadi. Kalau ibu nggak makan juga, bisa-bisa Ibu sakit nanti," gumam Alma iba pada keadaan ibunya saat ini.Setelah berada di dapur cukup lama, akhirnya Alma pun memutuskan untuk menjumpai sang ibu dengan tangan kosong. Wanita itu benar-benar merasa bersalah pada Bu Hasna karena sudah memberikan harapan palsu."Aku harus ngomong apa ke Ibu?"Untungnya Alma
#20Hari berlalu seperti biasanya. Pagi itu, Alma sudah bangun sejak subuh untuk menyiapkan sarapan bagi dirinya dan Lily. Tidak hanya membuat sarapan, Alma juga memasak untuk bekal yang akan dibawa Lily dan dirinya sendiri, agar lebih irit mengingat Alma belum gajian."Lily, kayaknya Mama hari ini gak bisa jemput kamu pulang, tapi nanti Mama minta sama Pak Ujang buat jemput kamu ya," ucap Alma saat mereka tengah menikmati sarapan pagi."Iya, gak apa-apa, Ma." Lily menyahut ringan seolah tak keberatan.Sebenarnya, Alma sedikit merasa bersalah pada Lily, karena sejak pindah ke rumah Bu Hasna. Lily acap kali dijemput oleh Pak Ujang, tukang ojek langganan Alma yang selalu mengantar Alma dan Lily."Maaf ya, Nak. Karena kita sekarang tinggal di sini, jadi jarak ke sekolah jadi lebih jauh." Alma mengungkapkan rasa bersalahnya pada Lily.Jika saat tinggal di rumah Bu Kamila, Lily bisa saja pulang dengan berjalan kaki sendiri, tapi saat ini keadaan sudah berubah. Alma jelas tidak ingin jika p
#21Suara gaduh beberapa wanita yang tengah adu mulut di depan sebuah ruangan seketika terdengar oleh seorang pria yang tengah menekuri layar monitor di hadapannya.Pria itu menoleh, tepat ketika seseorang membuka pintu ruangannya. Salah satu dari mereka adalah sekretarisnya."Maaf, Pak. Saya udah mencegah supaya pegawai ini nggak bisa masuk," ucap sang sekretaris menundukkan wajahnya penuh rasa bersalah.Pria bernama lengkap Rafael Vendi Wijaya itu melihat sosok pegawai perempuan yang datang dengan sang sekretaris."Tolong jangan salahkan sekretaris Bapak. Ini salah saya sendiri karena telah membuat keributan di sini," ucap Alma menatap sang atasan tanpa rasa gentar. Bu Hasna selalu mengajarkan padanya untuk tidak gengsi jika mengakui kesalahan. Pun juga untuk tidak takut jika kita merasa memiliki alasan yang benar dalam melakukan sesuatu hal. "Baiklah. Nindi, kamu boleh keluar dan tinggalkan saya dan pegawai itu berdua saja," ucap Rafael mengambil tindakan.Nindi lantas keluar dar
#22Alma melangkah keluar dari area pabrik, kemudian berdiri di dekat gerbang. Alma mendongak dan menatap langit mendung yang terlihat di depan matanya. Mungkin tidak lama lagi, hujan akan menyapa. Alma harus segera pulang sebelum hujan mengguyur tempatnya berdiri saat ini."Pak Ujang mana sih?" Alma celingukan mencari ojek langganan yang seharusnya sudah menjemput dirinya. Wanita itu nampak gelisah menunggu kedatangan Pak Ujang. Belum sempat ojek langganannya datang, tiba-tiba rintik hujan sudah terlebih dulu menghampiri Alma."Ya ampun, udah hujan?" Alma mulai panik. Hujan turun semakin deras, sementara Pak Ujang tak kunjung datang.Alma berusaha menghubungi Pak Ujang berulang kali, tapi sayangnya ia tidak mendapatkan jawaban. Entah mengapa, Pak Ujang tidak dapat dihubungi. Hujan lebat mungkin juga akan menyulitkan Pak Ujang untuk datang ke pabrik, apalagi pria itu menggunakan motor."Kenapa Pak Ujang gak bisa dihubungi, sih? Gimana aku bisa pulang sekarang?" Alma mulai resah. Wani
23)Alma dan Rafael berjalan beriringan menuju mobil Rafael yang masih terparkir. Pria itu langsung berlari kecil menuju pintu kendaraan miliknya dan membukakan pintu tersebut untuk Alma. Alma tercengang. Ia tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan semanis ini dari atasannya. Padahal ia hanya karyawan biasa. Rasanya ia tidak pantas menerima perilaku seperti ini dari orang yang sudah menggaji dirinya. "Apa memang Pak Rafael selalu bersikap sebaik ini sama semua orang?" batin Alma."Silakan masuk!" ucap Rafael dengan nada lembut pada Alma. Pria itu membukakan pintu mobil di bangku depan untuk Alma, yang artinya Alma akan duduk bersebelahan dengan Rafael yang akan mengemudikan kendaraan. "Aku harus duduk di depan?" batin Alma merasa canggung dan tidak pantas duduk di samping atasannya.Alma yang sadar diri, akhirnya memilih duduk di bangku belakang. Meskipun duduk di bangku belakang juga nampak tidak sopan, karena secara tidak langsung membuat Rafael terlihat seperti sopir, tapi ini
#24Reno membuka pintu rumahnya dengan wajah muram. Kepulangan pria itu pun langsung disambut sang ibu yang sudah lama menunggu."Reno, akhirnya kamu pulang juga!" ucap Bu Kamila dengan wajah sumringah.Reno tersenyum. Pria itu duduk di sofa ruang tamu sembari memijat kepalanya yang pening.Hari ini adalah hari gajian Reno. Setelah bekerja satu bulan lamanya, Reno dapat menikmati hasil kerja kerasnya. Di hari gajian seperti ini, seharusnya Reno merasa senang. Tapi entah mengapa, hari itu Reno merasa sangat hampa. Uang gaji yang sudah masuk ke rekeningnya tidak mampu membuat suasana hati Reno membaik.Namun, berbeda jauh dari Reno, Bu Kamila terlihat sangat girang. Sepertinya wanita itu sudah tidak sabar meminta jatah dari putranya. Wanita itu hanya akan bersikap baik jika ada maunya."Sini duduk, Reno! Kamu pasti capek, kan? Mau Mama bikinin minum?" tawar Bu Kamila bersikap manis pada sang putra. "Mau man
#25Tok, tok! "Assalamualaikum!" Alma mengetuk pintu perlahan, kemudian masuk ke dalam rumah. Suasana rumah itu cukup gelap dan sepi. Hanya ada beberapa lampu yang menyala dan Alma belum melihat batang hidung putri kecilnya."Lily, Mama udah pulang. Kamu di mana, Nak?" Alma menyusuri beberapa ruangan untuk mencari keberadaan putrinya.Tak lama kemudian, Lily tiba-tiba muncul. Gadis kecil itu berlari ke arah Alma, kemudian berhambur ke pelukan ibunya itu. Lily benar-benar lega setelah ia mendengar suara sang ibu. Gadis kecil itu sudah menunggu kepulangan Alma sejak tadi."Mama!" Lily memeluk Alma dengan erat. Terlihat sekali jika bocah kecil itu sangat ketakutan saat berada di rumah sendirian ketika hujan lebat."Lily! Kamu baik-baik aja kan, Nak?" tanya Alma membalas pelukan buah hatinya tak kalah erat.Dengan tangan kecilnya, Lily meng
#26"Ngapain kamu ke sini, Mas?" tanya Alma begitu wanita itu membukakan pintu untuk Reno.Reno menatap nyalang ke arah Alma. Dari tatapan pria itu, terlihat jelas kemarahan besar yang tersimpan oleh mantan suami Alma itu.Plak!Tanpa mengatakan apa pun, tiba-tiba Reno langsung melayangkan tamparan ke wajah Alma, hingga membuat tubuh wanita itu tersungkur ke lantai. Alma benar-benar syok, begitu pula dengan Lily yang langsung berlari menghampiri ibunya saat ia melihat Alma terhempas ke ubin karena ulah sang ayah."Mama!" Lily berteriak kencang. Bocah itu langsung memeluk ibunya yang tengah menahan rasa sakit di wajah karena pukulan Reno.Gadis kecil itu menangis dalam dekapan sang ibu. "Mama nggak apa-apa, kan? tanya Lily dengan tangis sesenggukan.Manik mata Alma memerah. wanita itu menatap Reno dengan mata penuh amarah."Apa-apaan kamu, Mas? Kenapa kamu datang-
#48"Saya serius sama kamu, Alma," sambungnya.Rafael mengeluarkan sesuatu dari sakunya, kemudian menyodorkannya pada Alma. "Saya selalu membawa cincin ini ke mana pun saya pergi. Saya harap, suatu hari nanti saya bisa menemukan waktu yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu. Saya rasa, hari ini adalah hari yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu, Alma."Alma tak dapat berkata-kata lagi. Lidahnya terasa sangat kelu. Dengan menyerahkan cincin tersebut, secara tidak langsung Rafael sudah menunjukkan keseriusannya pada Alma dan berniat untuk meminang Alma."Apa kamu mau jadi istri saya?" tanya Rafael bersungguh-sungguh.Alma masih tak percaya ia akan menerima lamaran secepat ini. Wanita itu menoleh ke arah Lily sebelum menjawab pertanyaan dari Rafael. "Saya tanya sekali lagi Alma, apa kamu mau menikah dengan saya?" tanya Rafael lagi. "Kamu nggak perlu jawab sekarang. Ta
#47Tok, tok!Reno mengetuk pintu perlahan. Saat ini pria itu sudah berdiri di depan rumah Bu Kamila.Butuh waktu lama bagi Reno untuk membuat keputusan ini. Setelah mempertimbangkan baik-baik, akhirnya pria itu pun pulang untuk menemui sang ibu. Reno ingin tahu bagaimana keadaan ibunya saat ini. Ia hanya mendengarkan setiap nasihat Alma padanya. Jika saja Alma tak pernah menasihatinya maupun memberi kabar tentang sang ibu, mungkin Reno tidak akan pernah berdiri di sini, saat ini."Mama masih tinggal di sini kan?" gumam Reno seraya celingukan ke kiri dan ke kanan. Pria itu tampak menelisik kondisi rumah yang terlihat sangat sepi, namun beberapa bagian dinding terlihat sangat kotor.Reno berdiri cukup lama di teras rumah. Tak ada satu orang pun yang muncul untuk membukakan pintu."Mama nggak ada di rumah, ya?" Reno membuka gagang pintu rumah tersebut, kemudian membukanya. Ternyata pintu
#46"Alma, mau pulang bareng saya? Kebetulan saya ada urusan di dekat rumahmu. Saya bisa antar kamu pulang sekalian," ajak Rafael pada Alma saat jam pulang kerja tiba.Ini bukan pertama kalinya Rafael menawarkan diri untuk mengantarkan Alma pulang. Tidak hanya mengantar pulang, Rafael juga makin sering mengajak Alma makan siang bersama.Setelah Rafael tahu kalau Alma sudah resmi bercerai dari Reno, Rafael pun makin gencar mendekati Alma. Rafael tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sebelum Alma jatuh ke pelukan pria lain, Rafael harus segera bertindak untuk mendapatkan hati Alma. Apalagi sang Mama juga sudah mendukung penuh mengenai kemauan Rafael untuk membuat Alma menjadi istrinya, sehingga Rafael tidak ragu lagi dalam menunjukkan perasaannya pada Alma."Terima kasih atas tawarannya, Pak. Tapi saya belum mau pulang. Saya juga masih ada urusan di luar," tolak Alma secara halus. Wanita itu masih enggan terhadap Rafael, seolah memb
#45Alma pulang ke rumah dengan perasaan kalut. Wanita itu tidak tega melihat Bu Kamila yang tertawa dan menangis sendirian di tengah jalan tanpa mengenakan alas kaki."Kenapa nasib Mamanya Mas Reno jadi begini?" gumam Alma.Meskipun Alma hanya mempunyai kenangan buruk dengan Bu Kamila, tapi Alma sama sekali tidak menyimpan dendam. Alma ikut sedih melihat kondisi Bu Kamila yang cukup memprihatinkan."Nduk, Ibu mau masak makan malam. Kamu pengen dimasakin apa?" tawar Bu Hasna pada Alma.Alma hanya diam. Wanita itu sibuk melamun, memikirkan Bu Kamila."Nduk, kamu dengar ibu nggak sih?" Bu Hasna menepuk pelan bahu Alma.Alma terkesiap. Wanita itu tersadar dari lamunannya. "E–eh, kenapa, Bu? Ibu butuh apa?" tanya Alma gelagapan.Bu Hasna mengulas senyum tipis. "Kamu lagi ngelamunin apa?" tegur sang ibu."Aku nggak melamun kok, Bu.""Kamu nggak perlu bohong, Alma. Bilang sama Ibu, kamu lagi mikirin apa?" desak Bu Hasna.Alma menarik napas dalam-dalam. Sepertinya, wanita itu harus memberita
#44"Emas-emasku pada ke mana?"Bu Kamila menatap wadah perhiasan miliknya yang sudah kosong. Wanita paruh baya itu terlihat linglung. Sepertinya Bu Kamila tidak sadar kalau ia sudah menjual semua emas-emasnya hingga ludes."Hilang ke mana emasku? Kenapa wadahnya kosong?" gerutu Bu Kamila mengomel sendiri di dalam kamarnya."Pasti jatuh di bawah lemari! Atau aku lupa naruh? Nggak mungkin ada pencuri masuk ke sini, kan?"Bu Kamila mengobrak-abrik seisi kamarnya. Wanita itu mulai uring-uringan, mencari perhiasannya yang sudah raib.Kamar Bu Kamila yang sudah berantakan pun makin terlihat acak-acakan. Tidak hanya kamar saja, beberapa ruangan lain yang ada di rumah tersebut juga tidak terawat.Sepertinya Bu Kamila mengalami stress berat setelah ditinggal oleh putranya. Demi menyambung hidup, Bu Kamila terpaksa menjual harta benda miliknya, termasuk emas-emas yang ia punya. Sekaran
#43Alma melirik ke arah jam dinding. Wanita itu sudah berpakaian rapi dan siap untuk pergi ke suatu tempat.Hari-hari berlalu begitu cepat tanpa ia sadari. Setelah melewati drama yang panjang, akhirnya tiba saatnya Alma untuk berjumpa dengan sang suami di meja hijau.Hari ini adalah hari sidang pertama perceraian Alma dan Reno. Sebentar lagi, Alma benar-benar akan lepas dari cengkraman Reno."Udah jam segini. Aku harus berangkat sekarang," gumam Alma.Alma melangkah menuju ke ruang sidang dengan senyum cerah. Wanita itu sudah siap menyambut lembaran hidup barunya dengan status baru."Semoga sidang hari ini lancar!"Alma berpapasan dengan Reno di depan pintu masuk ruang sidang. Alma langsung membuang muka begitu ia melihat sang mantan suami. Keduanya masuk secara bersamaan ke ruang sidang. Alma dan Reno membeberkan satu persatu alasan mereka ingin berpisah. Beruntung sidang dapat berjalan dengan lancar tanpa di
#42Jantung wanita itu nyaris saja melompat keluar saat tahu jika tamu yang datang adalah Rafael."Eh, tapi dia dateng sama Mbak Dewi, kan?" gumam Alma lagi.Wanita itu lalu mengurungkan niat untuk rebahan di kamar dan menemui Rafael yang diduga datang bersama Dewi.Alma membuka pintu kamarnya lalu keluar menemui Rafael dan Dewi."Alma, kamu sakit apa?" Rafael yang hendak duduk langsung berdiri lagi saat melihat Alma.Pria itu langsung mencecar Alma dengan pertanyaan."Eh? A–aku …." Alma menjawab ragu-ragu. Rasanya ia tidak memiliki alasan untuk memberitahukan jika dirinya habis mengalami keguguran. "Alma baru saja keguguran Nak Dewi, Nak Rafael," jawab Bu Hasna hingga membuat Alma menatap sang ibu dengan tatapan yang entah.'Aduh … kenapa Ibu malah bilang itu sih,' keluh Alma sambil tersenyum canggung pada kedua tamunya.Alma terlihat menyikut pelan lengan sang ibu, mulutnya tampak komat-kamit tanpa suara. Namun Bu Hasna paham kalau Alma sesungguhnya tidak berniat untuk menceritaka
#41"Duh, gimana ya, Pak. Saya sih mau-mau aja, tapi anak bontot saya pasti udah nungguin saya di rumah," jawab Dewi. Ia merasa serba salah. Satu sisi, dia ingin sekali menjenguk Alma karena mereka sangat dekat, dan Dewi sudah menganggap Alma seperti seorang adik. Tapi di sisi lain, anaknya yang paling bungsu sudah pasti sedang menunggu kepulangannya."Gimana kalau kamu ke rumah kamu dulu, kamu bawa anak bontot kamu ke rumah Alma? Bisa kan?" usul Rafael setelah cukup lama terdiam.Pria itu tak mau jika dia hanya datang seorang diri mengunjungi Alma. Selain karena saat ini Alma sedang dalam proses bercerai dengan suami, Rafael juga tidak ingin jika sampai Alma menjadi buah bibir jika dirinya terlihat sering mengunjungi rumah Alma. "E–eh, emang boleh kayak gitu ya, Pak? Tapi nanti Bapak malah bolak-balik arahnya," sahut Dewi masih merasa sungkan."Gak apa-apa, gak masalah kok itu." Rafael berujar yakin."Yaudah, boleh la
#40Setelah Reno pulang, Bu Hasna dan Lily kembali ke ruangan tempat Alma dirawat. Bu Hasna mendapati Alma tengah duduk sambil termangu. Tatapannya lurus ke depan.Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya."Mamaaa …," panggil Lily setengah berteriak sambil berlari kecil ke arah ranjang Alma.Alma tersadar dari lamunannya lalu menoleh ke arah pintu. Ia berusaha menetralkan wajah sendunya dan mengulas senyum tipis."Lily jajan apa aja tadi?" tanya Alma begitu putri kecilnya sudah duduk di kursi yang berada di sisi ranjang."Banyak, Ma. Tadi Lily beli es krim, ini Lily beliin juga buat Mama," jawab bocah itu sembari menyodorkan sebuah es krim cone. "Makasih ya, Sayang." Alma mengelus lembut rambut Lily yang dikuncir itu. Wanita itu menyesap es krim yang diberikan oleh Lily. Jika dulu Alma akan mual, kali ini semua kembali seperti biasa sebelum Alma hamil. "Reno ke mana, Nduk?" Bu Hasna bertanya usai tak mendapati Reno di ruangan itu."Mas Reno udah pulang, Bu, mungkin sekitar 15 menita