#26
"Ngapain kamu ke sini, Mas?" tanya Alma begitu wanita itu membukakan pintu untuk Reno.Reno menatap nyalang ke arah Alma. Dari tatapan pria itu, terlihat jelas kemarahan besar yang tersimpan oleh mantan suami Alma itu.Plak!Tanpa mengatakan apa pun, tiba-tiba Reno langsung melayangkan tamparan ke wajah Alma, hingga membuat tubuh wanita itu tersungkur ke lantai. Alma benar-benar syok, begitu pula dengan Lily yang langsung berlari menghampiri ibunya saat ia melihat Alma terhempas ke ubin karena ulah sang ayah."Mama!" Lily berteriak kencang. Bocah itu langsung memeluk ibunya yang tengah menahan rasa sakit di wajah karena pukulan Reno.Gadis kecil itu menangis dalam dekapan sang ibu. "Mama nggak apa-apa, kan? tanya Lily dengan tangis sesenggukan.Manik mata Alma memerah. wanita itu menatap Reno dengan mata penuh amarah."Apa-apaan kamu, Mas? Kenapa kamu datang-#27"Pak Rafael …," ucap Alma dengan suara lirih, nyaris tak terdengar ketika melihat orang yang menylamatkan dirinya dari amukan Reno."Br3ngsek! Siapa kamu, hah!" seru Reno seraya meronta agar pria itu melepaskan tangannya.Rafael menghempaskan kasar tangan Reno usai menghadiahi lelaki yang berstatus suami Alma itu dengan tatapan tajam menghujam."Gak penting kamu tahu siapa saya, tapi saya gak akan diam saja melihat kamu menganiaya seorang perempuan! Apa kamu gak punya ibu atau saudara perempuan, hm? Gimana perasaanmu kalau melihat mereka diperlakukan begitu?" ucap pria berpakaian sangat rapi itu. Reno tampak menelisik penampilan pria itu, dari wajah, gaya rambut, bahkan dia juga baru menyadari sebuah mobil terparkir tak jauh dari tempatnya berada. Ia ingat persis model bahkan plat mobil tersebut."Oh, jadi kamu ya, yang jadi selingkuhan wanita murahan ini!" tunjuk Reno pada Alma yang baru saja dibant
#28Rafael terdiam cukup lama. Ia tidak mengerti jalan pikiran wanita yang ada di hadapannya sama sekali. Padahal menurutnya akan jauh lebih mudah untuk bercerai jika sekaligus melaporkan Reno atas tuduhan KDRT."Kamu benar-benar udah yakin gak akan mempolisikan dia?" tanya Rafael lagi.Alma menggeleng cepat. "Nggak, Pak. Saya yakin itu."Rafael tampak menghela napasnya pelan. Ingin mendebat keputusan Alma, tapi rasanya dia tak memiliki hak apa pun karena hubungan mereka tak sedekat itu."Baiklah kalau begitu, saya gak akan maksa kamu. Tapi satu hal, kalau suatu saat nanti kamu berubah pikiran dan ingin memenjarakannya maka jangan sungkan untuk meminta kesaksian saya, Alma," ucap pria itu bersungguh-sungguh.Alma tak menjawab, dan hanya merespon ucapan Rafael dengan anggukan singkat.Lantas setelahnya, Rafael berpamitan pulang karena hari sudah menjelang malam dan dia tak mau membuat sang ibu kha
#29"Mama mikirnya kejauhan banget sih. Kok bisa kepikiran kalau Rafa suka sama Alma." Rafael terkekeh kecil.Suasana yang sempat tegang saat menunggu kata-kata dari Rafael, seketika berubah cair."Ya ampun, bukannya jawab pertanyaan Mama." Mama Arum mencebikkan bibirnya, kesal."Maaf, Ma. Kalau waktunya sudah tiba nanti, Rafa pasti bawa wanita yang akan aku nikahi. Mama tenang aja," ucap Rafael menenangkan sang mama."Ya, tapi kapan, Nak? Mama kan udah tua, gak salah kan kalau Mama ingin lihat kamu menikah dan memiliki anak." Mama Arum tampak bersungguh-sungguh mengatakan kemauannya yang belum dapat Rafael wujudkan."Mama sabar ya. Waktunya pasti akan tiba." Rafael berucap sambil mengulas senyum misterius di wajahnya."Oh, ya. Gimana kabar Alma sekarang, Rafa? Katanya kamu udah ketemu sama dia. Apa kamu juga tau tempat tinggalnya yang sekarang?" tanya Mama Arum mengalihkan pembicaraan."Kabarnya baik kok, Ma. Kebetulan tadi itu Rafa terlambat karena nganterin Alma pulang ke rumahnya,
#30Dengan berat hati, Bu Kamila merelakan koleksi emasnya untuk dipakai Reno dulu. Tentu saja, dengan jaminan Reno segera mengembalikannya berkali lipat, bahkan wanita paruh baya itu menuntut jika Reno juga harus bisa mengumrohkannya."Reno pamit dulu, Ma." Reno melangkahkan kakinya keluar rumah, lalu Reno melajukan mobilnya menuju ke kantor. Mobil itu merupakan insentif dari kantornya.Perasaan Reno bercampur aduk saat ini. Ada sisi hatinya yang masih tak rela melepaskan Alma. Akan tetapi, sisi hatinya yang lain tak mau lagi mempertahankan Alma karena apa yang sudah dilakukan oleh dirinya dan Bu Kamila sudah pasti sangat menyakiti hati Alma. "Semoga keputusanku menceraikan Alma benar." Reno menggumam pelan. Tujuannya saat ini adalah kantor tempatnya bekerja. Lalu, setelahnya Reno akan izin untuk pergi keluar sebentar ke kantor pengadilan agama dan mengajukan gugatan cerai terhadap Alma."Hanya ini yang bisa kulakukan untuk menebus seluruh kesalahanku padamu, Alma. Aku janji, akan m
#31Alma tampak masih menggelengkan kepalanya. Seolah-olah apa yang barusan dikatakan dokter bukanlah kenyataan."Dokter … anda gak salah, kan? Apa mungkin dokter salah diagnosa? Saya kemarin sempat kehujanan, saya pasti cuma masuk angin, Dok," ratap Alma, wanita itu sangat syok dan enggan menerima kenyataan."Nggak, Bu. Saya yakin, saya nggak salah saat memeriksa Ibu." Dokter kesehatan yang disediakan oleh pihak pabrik pun tetap bersikukuh jika dia tak mungkin salah memeriksa.Alma tampak sangat tertekan. Pikirannya entah melayang ke mana-mana. Berbagai macam kekhawatiran terlintas di kepalanya.Rafael yang hendak masuk ke ruangan untuk mengetahui kondisi Alma pun tak sengaja mendengar racauan Alma tentang ketidaksiapannya menerima kehamilannya itu. Pria itu merasa iba, dan tahu bagaimana kondisi rumah tangga Alma. Hamil di saat seperti ini tentu membuat Alma jadi bimbang."Kamu pasti kuat dan bisa melalui semuanya, Alma. Aku pastikan akan berada di sisimu." Rafael berucap pelan, men
#32Alma berusaha menunjukkan wajah tenang terutama di hadapan Lily. Meskipun hatinya terus dihantui rasa khawatir atas kabar kehamilan yang baru diketahuinya itu. Sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya. Ternyata itu adalah pesan dari salah satu rombongan jamaah umroh yang berangkat bersama Bu Hasna. Alma sempat bertukar nomor ponsel dengan beliau saat mengantarkan Bu Hasna beberapa hari yang lalu.Rupanya, Bu Wirda mengirimkan beberapa foto Bu Hasna ke ponsel Alma dan sekaligus mengabari kalau Bu Hasna baik-baik saja di sana.[Neng Alma, ini tadi Bu Hasna sempat saya fotoin. Jadi saya kirimin semuanya ke Neng Alma. Alhamdulillah … kita semua di sini sehat wal afiat, Neng. Tunggu kami kembali ya.]"Ibu …," lirih Alma sembari memandangi foto Bu Hasna cukup lama.Tak terasa air mata menitik perlahan dari kedua kelopak matanya. Alma sungguh merasakan kesedihan saat ini, dan dia sungguh merindukan Bu Hasna yang kini menjadi satu-satunya tempat bersandar."Mama, kenapa nangis?" tanya Lil
#33"Gimana? Kamu udah ketemu kan sama anaknya Tante Kamila? Ganteng, kan?" cecar Bu Rasti ketika Sofia baru saja pulang."Iya, ganteng kok, Ma," sahut Sofia malas-malasan."Kalau ganteng kenapa ekspresimu kayak gitu sih?""Ya, nggak kenapa-napa, Ma. Aku capek aja, dari tempat kerja langsung mampir ke rumah temen Mama," tutur Sofia. Ia enggan menceritakan pada sang mama kalau tadi dia bahkan tak sempat untuk berkenalan secara layak dengan Reno, karena Bu Rasti pasti akan mengomelinya habis-habisan."Ya sudah, pokoknya kamu udah tau kan, gimana gantengnya si Reno anaknya Tante Kamila itu, kerjaan dia juga udah lumayan lho, gajinya tetap," ucap Bu Rasti terkesan mempromosikan anak dari teman arisannya itu.Sofia menghela napasnya berat. "Kayaknya ini yang kedua puluh kali mama bilang gitu deh." "Eh, iya kah? Sebanyak itu ya?""Kayaknya si Reno juga belum cerai sama istrinya kan, Ma?" "Iya sih, tapi kan bakalan cerai juga! Jadi, kamu harus pepetin terus, biar nanti kalau udah sah cera
#34"Karena itu gak akan pernah mengubah keputusanku dan Mas Reno untuk tetap bercerai, Mbak."Alma menjawab keingintahuan Dewi dengan jawaban lugas. Akhirnya, Dewi pun memilih tidak bertanya lagi dan mencoba mengerti keputusan berat yang sudah diambil Alma untuk berpisah dengan Reno."Kamu yang sabar ya, Al. Apa pun masalah kamu sama Reno, Mbak cuma bisa doain kamu supaya bahagia walaupun nantinya harus berjuang sendiri," ucap Dewi. Sebagai sesama wanita, Dewi memberikan supportnya terhadap Alma. Dia memilih tidak lagi menghakimi keputusan Alma dan justru memberikan rekan kerjanya itu semangat. Dewi menepuk-nepuk pelan pundak Alma untuk menyalurkan semangat baginya."Makasih, Mbak." Alma menyahut singkat, sembari memegang tangan Dewi. “Kamu pasti kuat, Alma. Mbak yakin.”Alma hanya mengangguk samar. Ia merasa bersyukur, sedikit beban di dadanya telah sedikit berkurang meski belum sepenuhnya. Namun, Alma bisa sedikit bernapas lega.'Sekarang giliranku harus memastikan sesuatu sama P
#48"Saya serius sama kamu, Alma," sambungnya.Rafael mengeluarkan sesuatu dari sakunya, kemudian menyodorkannya pada Alma. "Saya selalu membawa cincin ini ke mana pun saya pergi. Saya harap, suatu hari nanti saya bisa menemukan waktu yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu. Saya rasa, hari ini adalah hari yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu, Alma."Alma tak dapat berkata-kata lagi. Lidahnya terasa sangat kelu. Dengan menyerahkan cincin tersebut, secara tidak langsung Rafael sudah menunjukkan keseriusannya pada Alma dan berniat untuk meminang Alma."Apa kamu mau jadi istri saya?" tanya Rafael bersungguh-sungguh.Alma masih tak percaya ia akan menerima lamaran secepat ini. Wanita itu menoleh ke arah Lily sebelum menjawab pertanyaan dari Rafael. "Saya tanya sekali lagi Alma, apa kamu mau menikah dengan saya?" tanya Rafael lagi. "Kamu nggak perlu jawab sekarang. Ta
#47Tok, tok!Reno mengetuk pintu perlahan. Saat ini pria itu sudah berdiri di depan rumah Bu Kamila.Butuh waktu lama bagi Reno untuk membuat keputusan ini. Setelah mempertimbangkan baik-baik, akhirnya pria itu pun pulang untuk menemui sang ibu. Reno ingin tahu bagaimana keadaan ibunya saat ini. Ia hanya mendengarkan setiap nasihat Alma padanya. Jika saja Alma tak pernah menasihatinya maupun memberi kabar tentang sang ibu, mungkin Reno tidak akan pernah berdiri di sini, saat ini."Mama masih tinggal di sini kan?" gumam Reno seraya celingukan ke kiri dan ke kanan. Pria itu tampak menelisik kondisi rumah yang terlihat sangat sepi, namun beberapa bagian dinding terlihat sangat kotor.Reno berdiri cukup lama di teras rumah. Tak ada satu orang pun yang muncul untuk membukakan pintu."Mama nggak ada di rumah, ya?" Reno membuka gagang pintu rumah tersebut, kemudian membukanya. Ternyata pintu
#46"Alma, mau pulang bareng saya? Kebetulan saya ada urusan di dekat rumahmu. Saya bisa antar kamu pulang sekalian," ajak Rafael pada Alma saat jam pulang kerja tiba.Ini bukan pertama kalinya Rafael menawarkan diri untuk mengantarkan Alma pulang. Tidak hanya mengantar pulang, Rafael juga makin sering mengajak Alma makan siang bersama.Setelah Rafael tahu kalau Alma sudah resmi bercerai dari Reno, Rafael pun makin gencar mendekati Alma. Rafael tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sebelum Alma jatuh ke pelukan pria lain, Rafael harus segera bertindak untuk mendapatkan hati Alma. Apalagi sang Mama juga sudah mendukung penuh mengenai kemauan Rafael untuk membuat Alma menjadi istrinya, sehingga Rafael tidak ragu lagi dalam menunjukkan perasaannya pada Alma."Terima kasih atas tawarannya, Pak. Tapi saya belum mau pulang. Saya juga masih ada urusan di luar," tolak Alma secara halus. Wanita itu masih enggan terhadap Rafael, seolah memb
#45Alma pulang ke rumah dengan perasaan kalut. Wanita itu tidak tega melihat Bu Kamila yang tertawa dan menangis sendirian di tengah jalan tanpa mengenakan alas kaki."Kenapa nasib Mamanya Mas Reno jadi begini?" gumam Alma.Meskipun Alma hanya mempunyai kenangan buruk dengan Bu Kamila, tapi Alma sama sekali tidak menyimpan dendam. Alma ikut sedih melihat kondisi Bu Kamila yang cukup memprihatinkan."Nduk, Ibu mau masak makan malam. Kamu pengen dimasakin apa?" tawar Bu Hasna pada Alma.Alma hanya diam. Wanita itu sibuk melamun, memikirkan Bu Kamila."Nduk, kamu dengar ibu nggak sih?" Bu Hasna menepuk pelan bahu Alma.Alma terkesiap. Wanita itu tersadar dari lamunannya. "E–eh, kenapa, Bu? Ibu butuh apa?" tanya Alma gelagapan.Bu Hasna mengulas senyum tipis. "Kamu lagi ngelamunin apa?" tegur sang ibu."Aku nggak melamun kok, Bu.""Kamu nggak perlu bohong, Alma. Bilang sama Ibu, kamu lagi mikirin apa?" desak Bu Hasna.Alma menarik napas dalam-dalam. Sepertinya, wanita itu harus memberita
#44"Emas-emasku pada ke mana?"Bu Kamila menatap wadah perhiasan miliknya yang sudah kosong. Wanita paruh baya itu terlihat linglung. Sepertinya Bu Kamila tidak sadar kalau ia sudah menjual semua emas-emasnya hingga ludes."Hilang ke mana emasku? Kenapa wadahnya kosong?" gerutu Bu Kamila mengomel sendiri di dalam kamarnya."Pasti jatuh di bawah lemari! Atau aku lupa naruh? Nggak mungkin ada pencuri masuk ke sini, kan?"Bu Kamila mengobrak-abrik seisi kamarnya. Wanita itu mulai uring-uringan, mencari perhiasannya yang sudah raib.Kamar Bu Kamila yang sudah berantakan pun makin terlihat acak-acakan. Tidak hanya kamar saja, beberapa ruangan lain yang ada di rumah tersebut juga tidak terawat.Sepertinya Bu Kamila mengalami stress berat setelah ditinggal oleh putranya. Demi menyambung hidup, Bu Kamila terpaksa menjual harta benda miliknya, termasuk emas-emas yang ia punya. Sekaran
#43Alma melirik ke arah jam dinding. Wanita itu sudah berpakaian rapi dan siap untuk pergi ke suatu tempat.Hari-hari berlalu begitu cepat tanpa ia sadari. Setelah melewati drama yang panjang, akhirnya tiba saatnya Alma untuk berjumpa dengan sang suami di meja hijau.Hari ini adalah hari sidang pertama perceraian Alma dan Reno. Sebentar lagi, Alma benar-benar akan lepas dari cengkraman Reno."Udah jam segini. Aku harus berangkat sekarang," gumam Alma.Alma melangkah menuju ke ruang sidang dengan senyum cerah. Wanita itu sudah siap menyambut lembaran hidup barunya dengan status baru."Semoga sidang hari ini lancar!"Alma berpapasan dengan Reno di depan pintu masuk ruang sidang. Alma langsung membuang muka begitu ia melihat sang mantan suami. Keduanya masuk secara bersamaan ke ruang sidang. Alma dan Reno membeberkan satu persatu alasan mereka ingin berpisah. Beruntung sidang dapat berjalan dengan lancar tanpa di
#42Jantung wanita itu nyaris saja melompat keluar saat tahu jika tamu yang datang adalah Rafael."Eh, tapi dia dateng sama Mbak Dewi, kan?" gumam Alma lagi.Wanita itu lalu mengurungkan niat untuk rebahan di kamar dan menemui Rafael yang diduga datang bersama Dewi.Alma membuka pintu kamarnya lalu keluar menemui Rafael dan Dewi."Alma, kamu sakit apa?" Rafael yang hendak duduk langsung berdiri lagi saat melihat Alma.Pria itu langsung mencecar Alma dengan pertanyaan."Eh? A–aku …." Alma menjawab ragu-ragu. Rasanya ia tidak memiliki alasan untuk memberitahukan jika dirinya habis mengalami keguguran. "Alma baru saja keguguran Nak Dewi, Nak Rafael," jawab Bu Hasna hingga membuat Alma menatap sang ibu dengan tatapan yang entah.'Aduh … kenapa Ibu malah bilang itu sih,' keluh Alma sambil tersenyum canggung pada kedua tamunya.Alma terlihat menyikut pelan lengan sang ibu, mulutnya tampak komat-kamit tanpa suara. Namun Bu Hasna paham kalau Alma sesungguhnya tidak berniat untuk menceritaka
#41"Duh, gimana ya, Pak. Saya sih mau-mau aja, tapi anak bontot saya pasti udah nungguin saya di rumah," jawab Dewi. Ia merasa serba salah. Satu sisi, dia ingin sekali menjenguk Alma karena mereka sangat dekat, dan Dewi sudah menganggap Alma seperti seorang adik. Tapi di sisi lain, anaknya yang paling bungsu sudah pasti sedang menunggu kepulangannya."Gimana kalau kamu ke rumah kamu dulu, kamu bawa anak bontot kamu ke rumah Alma? Bisa kan?" usul Rafael setelah cukup lama terdiam.Pria itu tak mau jika dia hanya datang seorang diri mengunjungi Alma. Selain karena saat ini Alma sedang dalam proses bercerai dengan suami, Rafael juga tidak ingin jika sampai Alma menjadi buah bibir jika dirinya terlihat sering mengunjungi rumah Alma. "E–eh, emang boleh kayak gitu ya, Pak? Tapi nanti Bapak malah bolak-balik arahnya," sahut Dewi masih merasa sungkan."Gak apa-apa, gak masalah kok itu." Rafael berujar yakin."Yaudah, boleh la
#40Setelah Reno pulang, Bu Hasna dan Lily kembali ke ruangan tempat Alma dirawat. Bu Hasna mendapati Alma tengah duduk sambil termangu. Tatapannya lurus ke depan.Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya."Mamaaa …," panggil Lily setengah berteriak sambil berlari kecil ke arah ranjang Alma.Alma tersadar dari lamunannya lalu menoleh ke arah pintu. Ia berusaha menetralkan wajah sendunya dan mengulas senyum tipis."Lily jajan apa aja tadi?" tanya Alma begitu putri kecilnya sudah duduk di kursi yang berada di sisi ranjang."Banyak, Ma. Tadi Lily beli es krim, ini Lily beliin juga buat Mama," jawab bocah itu sembari menyodorkan sebuah es krim cone. "Makasih ya, Sayang." Alma mengelus lembut rambut Lily yang dikuncir itu. Wanita itu menyesap es krim yang diberikan oleh Lily. Jika dulu Alma akan mual, kali ini semua kembali seperti biasa sebelum Alma hamil. "Reno ke mana, Nduk?" Bu Hasna bertanya usai tak mendapati Reno di ruangan itu."Mas Reno udah pulang, Bu, mungkin sekitar 15 menita