#34"Karena itu gak akan pernah mengubah keputusanku dan Mas Reno untuk tetap bercerai, Mbak."Alma menjawab keingintahuan Dewi dengan jawaban lugas. Akhirnya, Dewi pun memilih tidak bertanya lagi dan mencoba mengerti keputusan berat yang sudah diambil Alma untuk berpisah dengan Reno."Kamu yang sabar ya, Al. Apa pun masalah kamu sama Reno, Mbak cuma bisa doain kamu supaya bahagia walaupun nantinya harus berjuang sendiri," ucap Dewi. Sebagai sesama wanita, Dewi memberikan supportnya terhadap Alma. Dia memilih tidak lagi menghakimi keputusan Alma dan justru memberikan rekan kerjanya itu semangat. Dewi menepuk-nepuk pelan pundak Alma untuk menyalurkan semangat baginya."Makasih, Mbak." Alma menyahut singkat, sembari memegang tangan Dewi. “Kamu pasti kuat, Alma. Mbak yakin.”Alma hanya mengangguk samar. Ia merasa bersyukur, sedikit beban di dadanya telah sedikit berkurang meski belum sepenuhnya. Namun, Alma bisa sedikit bernapas lega.'Sekarang giliranku harus memastikan sesuatu sama P
#35 "Mama, kita jadi ke pasar malamnya kan nanti malam?" tanya Lily pagi itu ketika mereka bertiga tengah menikmati sarapan."Lily mau ke pasar malam ya?" tanya Bu Hasna."Iya, Nek. Mama udah janji mau ngajak Lily ke sana. Sekarang kan nenek udah pulang jadi kita bisa kan pergi ke pasar malamnya?" Lily bertanya dengan nada antusias.Bu Hasna menatap Alma. "Ehm, kalau Ibu masih capek, nanti aku sama Lily aja yang pergi. Ibu istirahat di rumah aja," ucap Alma merasa tak enak hati jika memaksakan kemauan putrinya."Nggak kok, Nduk. Ibu udah cukup istirahatnya semalem, jadi kita bisa main ke pasar malam sesuai kemauan Lily," ucap Bu Hasna seraya menoel pipi cucunya."Beneran, Nek? Asyiikkk …." Lily bersorak bahagia. Tawa kecilnya itu pun mampu menularkan senyum tipis di wajah Alma. Melihat Lily dan sang ibu saja sudah cukup untuk menyemangati Alma. Ketiganya melanjutkan sarapan pagi, hingga Alma kembali mengalami mual."Huoekkk…!" Alma berlari kecil meninggalkan meja makan menuju ke ka
#36 Hari itu menjadi hari yang begitu membahagiakan bagi keluarga kecil Bu Hasna. Canda tawa segera tercipta di rumah sederhana itu oleh celotehan Lily yang entah mengapa begitu cepat akrab dengan Rafael dan sang mama.Menjelang sore, Mama Arum dan Rafael akhirnya berpamitan untuk pulang. Bu Hasna bahkan memberikan buah tangan dari tanah suci yang tidak seberapa untuk Mama Arum."Tolong diterima ya, Bu. Ini memang nggak seberapa," ucap Bu Hasna sambil menyodorkan sebuah kantong ke Mama Arum."Ya ampun, Bu, malah jadi ngerepotin begini sih. Ini buat tetangganya Bu Hasna aja," ucap Mama Arum enggan menerima pemberian Bu Hasna."Mereka sudah saya kasih kemarin, Bu. Jadi ini buat Bu Arum aja, ya. Tolong diterima," ucap Bu Hasna lagi."Makasih banyak ya, Bu Hasna, Alma. Sekali lagi saya dan Rafael pamit pulang dulu, kapan-kapan bolehlah kalian berkunjung ke rumah saya," ucap Mama Arum tulus."Lily boleh main air di sana, Oma?" tanya Lily tiba-tiba menimbrung.Mama Arum memang menyuruh Li
#37Suasana di halaman depan rumah Bu Hasna seketika ricuh. Mereka tampak begitu panik melihat darah yang keluar dari sela kaki Alma."Panggil ambulance!" Salah seorang tetangga Alma berteriak agar mereka segera memanggil pertolongan untuk Alma."Alma … huhuhu. Maafin ibu, Nak," ucap Bu Hasna pilu seraya memeluk Alma yang tengah kesakitan di area perutnya."Sakit, Bu." Alma berucap lirih. Air mata tampak menggenang di kelopak matanya.Bu Kamila yang melihat keributan itu sama sekali tidak merasa bersalah dan hendak berlalu pergi, namun langkahnya urung seketika saat melihat Reno berlari menyusup di antara kerumunan."Reno? Ngapain dia ke sini? Siapa juga yang menghubungi dia!" ucap Bu Kamila geram."Alma, Alma. Kamu kenapa?" tanya Reno saat akhirnya dia berada di hadapan Alma yang tengah kesakitan."Mas Reno …," lirih Alma memanggil lelaki yang se
#38Hari sudah menjelang malam. Alma sudah selesai dikuret dan saat ini telah dipindahkan ke ruang rawat inap. Reno tidak kembali ke kantornya dan terus menunggui Alma di rumah sakit. Ia bahkan tidak sadar jika sempat menangis hingga akhirnya tertidur dengan posisi duduk."Nak Reno …," panggil Bu Hasna lembut seolah membangunkan mantan menantunya."E–eh, Ibu," sahutnya gelagapan. Pria itu tampak celingukan ke kanan dan ke kiri sambil mengumpulkan kesadarannya. "Alma udah selesai dikuret, Bu?" lanjutnya bertanya."Iya, Nak. Tadi Ibu juga nganterin Lily ke ruangan Alma," jawab Bu Hasna apa adanya."Oh syukurlah, Bu." Reno menggumam lega. Mengetahui jika Alma kini sudah baik-baik saja sudah cukup membuatnya tenang."Kamu mau nungguin sampai Alma bangun?"Reno menggeleng ragu. "Apa saya masih boleh bertemu dengan Alma, Bu. Saya gak pantas menemui Alma," ucapnya merasa bersalah."Kamu tetap boleh bertemu dengan Alma, Reno. Mungkin ada beberapa hal yang mau kalian bicarakan," ucap Bu Hasna
#39Cklek!Reno membuka pintu rumahnya malam itu, dan langsung mendapati tatapan sinis dari Bu Kamila."Cih, masih berani juga kamu pulang ke sini!" sindir Bu Kamila ketus sambil membuang mukanya, seolah tak sudi menatap putranya lagi.Reno menghela napas pelan. Saat ini dia sedang tidak ingin berdebat dengan sang mama. Reno lantas hanya melanjutkan langkah kakinya saja menuju ke lantai atas."Kamu itu pasti udah dipengaruhi sama Alma, kan! Makanya kamu jadi ngelawan gini sama Mama!" seru Bu Kamila penuh kekesalan. Wanita paruh baya itu berdiri seraya berkacak pinggang."Plis, Ma! Aku lelah, aku ingin istirahat," pinta Reno dengan suara pelan, berharap agar Bu Kamila tidak memprovokasinya lagi."Kenapa, hah? Bukannya kamu udah merasa hebat karena tadi berani membangkang perintah mama!" hardiknya kian menjadi.Reno mengepalkan tangannya erat-erat, seakan tengah menahan amarah yang berkecamuk dalam dirinya."Cukup, Ma! Terserah Mama mau bilang apa ke aku, aku udah capek!" "Alma pasti p
#40Setelah Reno pulang, Bu Hasna dan Lily kembali ke ruangan tempat Alma dirawat. Bu Hasna mendapati Alma tengah duduk sambil termangu. Tatapannya lurus ke depan.Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya."Mamaaa …," panggil Lily setengah berteriak sambil berlari kecil ke arah ranjang Alma.Alma tersadar dari lamunannya lalu menoleh ke arah pintu. Ia berusaha menetralkan wajah sendunya dan mengulas senyum tipis."Lily jajan apa aja tadi?" tanya Alma begitu putri kecilnya sudah duduk di kursi yang berada di sisi ranjang."Banyak, Ma. Tadi Lily beli es krim, ini Lily beliin juga buat Mama," jawab bocah itu sembari menyodorkan sebuah es krim cone. "Makasih ya, Sayang." Alma mengelus lembut rambut Lily yang dikuncir itu. Wanita itu menyesap es krim yang diberikan oleh Lily. Jika dulu Alma akan mual, kali ini semua kembali seperti biasa sebelum Alma hamil. "Reno ke mana, Nduk?" Bu Hasna bertanya usai tak mendapati Reno di ruangan itu."Mas Reno udah pulang, Bu, mungkin sekitar 15 menita
#41"Duh, gimana ya, Pak. Saya sih mau-mau aja, tapi anak bontot saya pasti udah nungguin saya di rumah," jawab Dewi. Ia merasa serba salah. Satu sisi, dia ingin sekali menjenguk Alma karena mereka sangat dekat, dan Dewi sudah menganggap Alma seperti seorang adik. Tapi di sisi lain, anaknya yang paling bungsu sudah pasti sedang menunggu kepulangannya."Gimana kalau kamu ke rumah kamu dulu, kamu bawa anak bontot kamu ke rumah Alma? Bisa kan?" usul Rafael setelah cukup lama terdiam.Pria itu tak mau jika dia hanya datang seorang diri mengunjungi Alma. Selain karena saat ini Alma sedang dalam proses bercerai dengan suami, Rafael juga tidak ingin jika sampai Alma menjadi buah bibir jika dirinya terlihat sering mengunjungi rumah Alma. "E–eh, emang boleh kayak gitu ya, Pak? Tapi nanti Bapak malah bolak-balik arahnya," sahut Dewi masih merasa sungkan."Gak apa-apa, gak masalah kok itu." Rafael berujar yakin."Yaudah, boleh la
#48"Saya serius sama kamu, Alma," sambungnya.Rafael mengeluarkan sesuatu dari sakunya, kemudian menyodorkannya pada Alma. "Saya selalu membawa cincin ini ke mana pun saya pergi. Saya harap, suatu hari nanti saya bisa menemukan waktu yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu. Saya rasa, hari ini adalah hari yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu, Alma."Alma tak dapat berkata-kata lagi. Lidahnya terasa sangat kelu. Dengan menyerahkan cincin tersebut, secara tidak langsung Rafael sudah menunjukkan keseriusannya pada Alma dan berniat untuk meminang Alma."Apa kamu mau jadi istri saya?" tanya Rafael bersungguh-sungguh.Alma masih tak percaya ia akan menerima lamaran secepat ini. Wanita itu menoleh ke arah Lily sebelum menjawab pertanyaan dari Rafael. "Saya tanya sekali lagi Alma, apa kamu mau menikah dengan saya?" tanya Rafael lagi. "Kamu nggak perlu jawab sekarang. Ta
#47Tok, tok!Reno mengetuk pintu perlahan. Saat ini pria itu sudah berdiri di depan rumah Bu Kamila.Butuh waktu lama bagi Reno untuk membuat keputusan ini. Setelah mempertimbangkan baik-baik, akhirnya pria itu pun pulang untuk menemui sang ibu. Reno ingin tahu bagaimana keadaan ibunya saat ini. Ia hanya mendengarkan setiap nasihat Alma padanya. Jika saja Alma tak pernah menasihatinya maupun memberi kabar tentang sang ibu, mungkin Reno tidak akan pernah berdiri di sini, saat ini."Mama masih tinggal di sini kan?" gumam Reno seraya celingukan ke kiri dan ke kanan. Pria itu tampak menelisik kondisi rumah yang terlihat sangat sepi, namun beberapa bagian dinding terlihat sangat kotor.Reno berdiri cukup lama di teras rumah. Tak ada satu orang pun yang muncul untuk membukakan pintu."Mama nggak ada di rumah, ya?" Reno membuka gagang pintu rumah tersebut, kemudian membukanya. Ternyata pintu
#46"Alma, mau pulang bareng saya? Kebetulan saya ada urusan di dekat rumahmu. Saya bisa antar kamu pulang sekalian," ajak Rafael pada Alma saat jam pulang kerja tiba.Ini bukan pertama kalinya Rafael menawarkan diri untuk mengantarkan Alma pulang. Tidak hanya mengantar pulang, Rafael juga makin sering mengajak Alma makan siang bersama.Setelah Rafael tahu kalau Alma sudah resmi bercerai dari Reno, Rafael pun makin gencar mendekati Alma. Rafael tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sebelum Alma jatuh ke pelukan pria lain, Rafael harus segera bertindak untuk mendapatkan hati Alma. Apalagi sang Mama juga sudah mendukung penuh mengenai kemauan Rafael untuk membuat Alma menjadi istrinya, sehingga Rafael tidak ragu lagi dalam menunjukkan perasaannya pada Alma."Terima kasih atas tawarannya, Pak. Tapi saya belum mau pulang. Saya juga masih ada urusan di luar," tolak Alma secara halus. Wanita itu masih enggan terhadap Rafael, seolah memb
#45Alma pulang ke rumah dengan perasaan kalut. Wanita itu tidak tega melihat Bu Kamila yang tertawa dan menangis sendirian di tengah jalan tanpa mengenakan alas kaki."Kenapa nasib Mamanya Mas Reno jadi begini?" gumam Alma.Meskipun Alma hanya mempunyai kenangan buruk dengan Bu Kamila, tapi Alma sama sekali tidak menyimpan dendam. Alma ikut sedih melihat kondisi Bu Kamila yang cukup memprihatinkan."Nduk, Ibu mau masak makan malam. Kamu pengen dimasakin apa?" tawar Bu Hasna pada Alma.Alma hanya diam. Wanita itu sibuk melamun, memikirkan Bu Kamila."Nduk, kamu dengar ibu nggak sih?" Bu Hasna menepuk pelan bahu Alma.Alma terkesiap. Wanita itu tersadar dari lamunannya. "E–eh, kenapa, Bu? Ibu butuh apa?" tanya Alma gelagapan.Bu Hasna mengulas senyum tipis. "Kamu lagi ngelamunin apa?" tegur sang ibu."Aku nggak melamun kok, Bu.""Kamu nggak perlu bohong, Alma. Bilang sama Ibu, kamu lagi mikirin apa?" desak Bu Hasna.Alma menarik napas dalam-dalam. Sepertinya, wanita itu harus memberita
#44"Emas-emasku pada ke mana?"Bu Kamila menatap wadah perhiasan miliknya yang sudah kosong. Wanita paruh baya itu terlihat linglung. Sepertinya Bu Kamila tidak sadar kalau ia sudah menjual semua emas-emasnya hingga ludes."Hilang ke mana emasku? Kenapa wadahnya kosong?" gerutu Bu Kamila mengomel sendiri di dalam kamarnya."Pasti jatuh di bawah lemari! Atau aku lupa naruh? Nggak mungkin ada pencuri masuk ke sini, kan?"Bu Kamila mengobrak-abrik seisi kamarnya. Wanita itu mulai uring-uringan, mencari perhiasannya yang sudah raib.Kamar Bu Kamila yang sudah berantakan pun makin terlihat acak-acakan. Tidak hanya kamar saja, beberapa ruangan lain yang ada di rumah tersebut juga tidak terawat.Sepertinya Bu Kamila mengalami stress berat setelah ditinggal oleh putranya. Demi menyambung hidup, Bu Kamila terpaksa menjual harta benda miliknya, termasuk emas-emas yang ia punya. Sekaran
#43Alma melirik ke arah jam dinding. Wanita itu sudah berpakaian rapi dan siap untuk pergi ke suatu tempat.Hari-hari berlalu begitu cepat tanpa ia sadari. Setelah melewati drama yang panjang, akhirnya tiba saatnya Alma untuk berjumpa dengan sang suami di meja hijau.Hari ini adalah hari sidang pertama perceraian Alma dan Reno. Sebentar lagi, Alma benar-benar akan lepas dari cengkraman Reno."Udah jam segini. Aku harus berangkat sekarang," gumam Alma.Alma melangkah menuju ke ruang sidang dengan senyum cerah. Wanita itu sudah siap menyambut lembaran hidup barunya dengan status baru."Semoga sidang hari ini lancar!"Alma berpapasan dengan Reno di depan pintu masuk ruang sidang. Alma langsung membuang muka begitu ia melihat sang mantan suami. Keduanya masuk secara bersamaan ke ruang sidang. Alma dan Reno membeberkan satu persatu alasan mereka ingin berpisah. Beruntung sidang dapat berjalan dengan lancar tanpa di
#42Jantung wanita itu nyaris saja melompat keluar saat tahu jika tamu yang datang adalah Rafael."Eh, tapi dia dateng sama Mbak Dewi, kan?" gumam Alma lagi.Wanita itu lalu mengurungkan niat untuk rebahan di kamar dan menemui Rafael yang diduga datang bersama Dewi.Alma membuka pintu kamarnya lalu keluar menemui Rafael dan Dewi."Alma, kamu sakit apa?" Rafael yang hendak duduk langsung berdiri lagi saat melihat Alma.Pria itu langsung mencecar Alma dengan pertanyaan."Eh? A–aku …." Alma menjawab ragu-ragu. Rasanya ia tidak memiliki alasan untuk memberitahukan jika dirinya habis mengalami keguguran. "Alma baru saja keguguran Nak Dewi, Nak Rafael," jawab Bu Hasna hingga membuat Alma menatap sang ibu dengan tatapan yang entah.'Aduh … kenapa Ibu malah bilang itu sih,' keluh Alma sambil tersenyum canggung pada kedua tamunya.Alma terlihat menyikut pelan lengan sang ibu, mulutnya tampak komat-kamit tanpa suara. Namun Bu Hasna paham kalau Alma sesungguhnya tidak berniat untuk menceritaka
#41"Duh, gimana ya, Pak. Saya sih mau-mau aja, tapi anak bontot saya pasti udah nungguin saya di rumah," jawab Dewi. Ia merasa serba salah. Satu sisi, dia ingin sekali menjenguk Alma karena mereka sangat dekat, dan Dewi sudah menganggap Alma seperti seorang adik. Tapi di sisi lain, anaknya yang paling bungsu sudah pasti sedang menunggu kepulangannya."Gimana kalau kamu ke rumah kamu dulu, kamu bawa anak bontot kamu ke rumah Alma? Bisa kan?" usul Rafael setelah cukup lama terdiam.Pria itu tak mau jika dia hanya datang seorang diri mengunjungi Alma. Selain karena saat ini Alma sedang dalam proses bercerai dengan suami, Rafael juga tidak ingin jika sampai Alma menjadi buah bibir jika dirinya terlihat sering mengunjungi rumah Alma. "E–eh, emang boleh kayak gitu ya, Pak? Tapi nanti Bapak malah bolak-balik arahnya," sahut Dewi masih merasa sungkan."Gak apa-apa, gak masalah kok itu." Rafael berujar yakin."Yaudah, boleh la
#40Setelah Reno pulang, Bu Hasna dan Lily kembali ke ruangan tempat Alma dirawat. Bu Hasna mendapati Alma tengah duduk sambil termangu. Tatapannya lurus ke depan.Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya."Mamaaa …," panggil Lily setengah berteriak sambil berlari kecil ke arah ranjang Alma.Alma tersadar dari lamunannya lalu menoleh ke arah pintu. Ia berusaha menetralkan wajah sendunya dan mengulas senyum tipis."Lily jajan apa aja tadi?" tanya Alma begitu putri kecilnya sudah duduk di kursi yang berada di sisi ranjang."Banyak, Ma. Tadi Lily beli es krim, ini Lily beliin juga buat Mama," jawab bocah itu sembari menyodorkan sebuah es krim cone. "Makasih ya, Sayang." Alma mengelus lembut rambut Lily yang dikuncir itu. Wanita itu menyesap es krim yang diberikan oleh Lily. Jika dulu Alma akan mual, kali ini semua kembali seperti biasa sebelum Alma hamil. "Reno ke mana, Nduk?" Bu Hasna bertanya usai tak mendapati Reno di ruangan itu."Mas Reno udah pulang, Bu, mungkin sekitar 15 menita