Maya***"Ah tak usah, kami main aja ke sini. Nanti pulang lagi.""Ya sudah, nanti kita makan sama-sama ya. Yoga sama istri ke atas dulu.""Iya.""Kalau Tante sama Mbak mau istirahat, kamarnya sudah bibi siapkan. Kalian bisa istirahat dulu.""Nah, iya deh. Ya, Mah, kita istirahat dulu. Aku kok agak pegel ya." Mbak Silvi menampakkan wajah lesu. Mereka, mertua dan menantu dekat sekali. Aku salut."He'em, hayuk!"***"Mas, ini kemeja, jas sama celana buat besok. Cukup enggak ya? Soalnya aku takut beli ini kekecilan."Mas Yoga langsung saja mencobanya. "Cukup dong, Sayang. Ini pas. Warnanya juga bagus. Aku suka. Makasih!" jawabnya. Aku melihat suami, memakai baju apa saja tetap rupawan."Syukurlah kalau cukup." Aku lega, "oh ya, ini kartu kredit kamu, Mas.""Simpan saja.""Nanti, kalau aku butuh, biar minta saja. Lagipula aku 'kan masih ada kartu ATM yang saldonya banyak, Mas. Bisa pakai itu." "Ya sudah, terserah. Kalau kurang, kamu minta ya.""Iya, Mas.""Eh, Ibu kapan pulang?" tanya Ma
Maya***"Kamu mau cerita apa, Sayang? Oh ya, tadi maafin Tante Ros, ya. Dia memang begitu. Mbak Silvi juga kayaknya ketularan."Kami sudah sampai di ranjang saja. Baru beranjak dari kamar Arya yang sudah usai kerjakan tugas sekolah."No worry, Mas. It's okay.""Lalu, ingin cerita seorang wanita, itu siapa? Ada apa memang?" Dia senderan di pahaku yang kini sudah berada di atas ranjang."Em, Mas. Lusa ulang tahun ibu kamu. Masih ingat 'kan?" Seketika ia terperanjat kaget. "Lah, aku kelupaan. Biasanya aku bakal inget karena ada reminder aja. Besok mungkin baru bunyi. Hihi." Dia nyengir kuda."Ah kamu, Mas. Tapi, nggak apa-apa, rasa sayang seorang anak itu bukan diukur dari ingat atau tidaknya hal itu.""Makasih udah ingetin lebih dulu ya, Sayang. Oh ya, ada ide gokil?" ujarnya. Kini kami duduk berhadapan."Gokil apa? Emangnya yang ulang tahun kamu, bisa di prank. Orang tua jangan, kasihan." Aku menyarankan. Takutnya dia malah berpikir konyol ingin buat ibu mertua jantungan baru diberi h
Aku masih terus berputar di depan cermin. Nampak dress yang kupilih kemarin ternyata tak begitu buruk. "Kamu cantik," ucap Mas Yoga sembari memeluk dari arah belakang."Makasih. Kamu juga tampan."Jelaslah dia tampan dengan setelan yang telah terpakai di badannya. Kami juga kenakan pakaian senada."Mama dan papa akan berangkat dari rumah mereka. Jadi kita ke sana bertiga saja. Benar Ibu tak mau ikut? Kenapa?"Tadi pagi aku telah menjemput Ibu dari rumah saudaranya. Sekarang, sepertinya ibu juga masih di kamarnya usai kami beranjak dari dapur sama-sama."Ibu nggak ikut, Mas. Katanya dia agak segan gitu. Lagipula ini acara para pengusaha kata Ibu juga.""Ya tak apalah, itu tak begitu melarang siapa yang datang. Lagipula, ibu itu ibu kita."Namun, baru saja aku manggut hendak menjelaskan, putraku Arya menghampiri dengan setelan seragam sekolah."Loh, Sayang, kamu kok pakai seragam sekolah? Kita mau ke acara ayah bukan?" Mas Yoga mensejajarkan tubuhnya dengan si kecil.Dia geleng-geleng k
Maya***Aku masih di sini, di event ini bersama keluarga Mas Yoga dan yang lainnya.Acara demi acara telah terlaksana dengan lancar dan baik-baik saja. Begitu mengesankan sekali bisa hadir ke acara seperti ini. Semua yang datang orang-orang terpandang, dan mereka punya etika yang begitu baik.Hanya satu, tadi Tante Indi yang lagaknya kurang mengenakan padaku. Apalagi dia bandingkan aku terus dengan yang lain karena bukan lulusan sarjana.Acara terakhir, penutup di pertemuan ini pun usai. Satu persatu tamu meninggalkan gedung, namun belum dengan keluargaku. Kami masih duduk rileks seperti beberapa yang lainnya."Mas, sebelum pulang, aku mau ke toilet dulu ya?" ucapku pada Mas Yoga yang masih duduk santai bersama rekan lainnya."Nak, Mama sama papa pulang duluan ya."Ternyata orang tua Mas Yoga hendak meninggalkan gedung lebih dulu. Aku dan suami pun mengiyakan, apalagi Mas Yoga masih bicara dengan sahabat.Setelah mertua berlalu, aku lanjutkan langkah ke toilet yang sudah kuketahui le
Dari nadanya, Mas Yoga seperti menyembunyikan sesuatu. Apa sebenarnya yang sedang ia pikirkan?"Siapa yang lakukan ini, Sayang?" Bu Indi mempertanyakan. Kami belum bisa ngobrol santai lagi karena situasi ini.Namun, tiba-tiba Anggi malah menoleh ke mejaku. Sontak, kami yang dilihat olehnya pun saling mengerutkan dahi.Tak kusangka, Anggi malah menghampiriku. Apa sebenarnya yang ingin ia lakukan?"Mah, wanita ini yang melakukannya. Tadi kami bertemu di toilet. Sepertinya dia dendam sama aku gara-gara tadi Mama puji-puji aku di depan kolega Mama."Jleb!Benar-benar dadaku tersentak kaget. Kulirik kali ini Mas Yoga dan rekannya yang lain bergantian. Mereka masih heran dengan kejadian ini."Apa? Wanita ini? Maksud kamu, menantu Jeng Ine?" Bu Indi mencecar menantunya mengharapkan jawaban yang pasti.Astaghfirullah! Aku sedang ada di posisi difitnah. Sabar, May."Ya, Mah. Mama ingat tadi kejadian Mama yang memuji aku 'kan, Mah? Dan yang lain pun memujiku. Sepertinya dia gak enak hati, Mah,
Maya***"Mas, sudah, jangan terbawa emosi. Maafin aku. Tapi jujur, aku enggak pernah melakukan hal yang dituduhkan oleh Anggi." Kini aku mengarah pada semua tamu yang masih ada di gedung ini, "saya mohon maaf atas keributan yang saya ciptakan ini. Saya akan selesaikan masalah ini dengan yang bersangkutan. Sekali lagi saya mohon maaf telah buat acara ini kurang nyaman.""Hemh, dasar. Ya sudah, kamu akan aku laporkan atas dasar penganiayaan!" tukas Anggi lagi."Baik." Dengan tenang aku menjawab."Tunggu!"Di saat kami telah memutuskan, seorang perempuan tiba di antara kami. Perempuan ini adalah tadi yang berpapasan denganku setelah keluar dari toilet. Jangan-jangan, dia juga teman Anggi yang ingin menguatkan tuduhan. Astaghfirullah!***"Tunggu!""Ada apa ya? Apakah kamu ada kepentingan dengan kami?" Anggi berujar dengan kesal.Wanita i
"Tunggu, Tante!" Mas Yoga hentikan langkahnya."Apa? Oke, saya minta maaf. Silahkan bawa istrimu pergi, saya tak akan permasalahkan ini lagi." Bu Indi menoleh."Tak semudah itu, Bu Indi, Pak Rudi." Mas Yoga berkata."Lalu, mau apa? Mau bawa menantu saya ke jalur hukum juga?" kata Bu Indi geram."Mah!" Anggi resah."Yoga, maafkan menantu Om. Maafkan juga atas tuduhan kami tadi." Suami Bu Indi kini yang berkata."Yoga, aku minta maaf." Tiba-tiba Anggi malah meringis di depan Mas Yoga. Itu artinya, dia mengaku salah. Tapi, sepertinya mereka kenal dekat sekali. Apa iya?"Aku maafkan. Tapi, dengan kondisi dan sikap kalian seperti ini mungkin kerjasama perusahaan saya dengan perusahaan kalian tak akan dilanjutkan."Jleb!Mendengar keputusan Mas Yoga aku lebih kaget dari sebelumnya. Sepertinya ekspresiku tak sendiri, yang lain juga menanggapi hal yang sama.
Maya***Pagi harinya."Happy birthday to you! Happy birthday to you! Happy birthday, happy birthday, happy birthday, Mama …!""Yaey!" Kami bertepuk tangan dengan meriah. "Ya Allah! Kalian?" Mama super kaget saat baru saja turun dari tangga, kami sudah riweuh.Pagi hari tepat pukul enam kami sudah ada di rumah Mama. Sebenarnya satu setengah jam sebelum ini, Mas Yoga masak semua makanan favorit ibunya. Kedatangan kami berusaha tak diketahui Mama, sampai-sampai mobil pun belum masuk gerbang. Karena dari kamar Mama di atas, pasti ketahuan kalau ada mobil putranya."Selamat ulang tahun, Mah!" Papa mertua mengucapkan selamat pada sang istri. Mama masih mengangakan mulutnya karena kaget. "Kalian …." Tatapan Mama merona karena terharu. Ia juga geleng-geleng kepala tak menyangka."Today my birthday?" kata Mama terkejut."Ya.""Selamat ulang t
PoV Maya***"Oh, jadi kamu Mas biang kerok semua ini? Aku gak nyangka kamu begini ya Mas!" Aku begitu marah. Wajahnya memerah nanar menatap pria itu."Arkh, apaan kalian, dasar tukang tuduh!" Dia itu berdecak. Dia berdalih dan tidak mengakui hal yang sebenarnya terjadi.Kami sekarang sedang berada di sebuah tempat. Dimana sekarang di sini kami sudah berhadapan dengan Mas Diwan yang ternyata memang biang kerok dari semuanya.Di sini juga tidak hanya ada aku dan suami juga anak buahku. Tapi di sini juga ada Hans yang baru saja datang. Aku sengaja ingin memperlihatkan kepadanya kalau anak buahnya selama ini telah melakukan hal yang buruk.Mas Diwan mencuri identitas dirinya untuk menerorku. Dan seakan-akan Hans lah yang ingin menggencarkan rumah tanggaku bersama Mas Yoga. Pijit sekali kelakuannya.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi nya Mas Diwan oleh telapak tanganku. Mas Yog
Dada omah mundur ke belakang. Bibirnya tertarik ke atas seperti tak mengindahkan apa yang aku duga. "Ya ampun, Yoga. Kamu menduga istrimu itu hanya jadi korban orang lain? Takut itu kah kamu istri kamu pergi? Pasti benar, dia itu sudah selingkuh. Kamu ini kok kaya melindungi banget istri kamu?" Dugaanku benar, Oma menyalahkan istriku."Bukan begitu, Oma. Tapi aku sama Mas Yoga juga sedang menyelidiki siapa orang yang selalu meneror aku dengan barang-barang seperti ini. Aku benar-benar enggak tahu, Oma, aku yakin ini ada unsur disengaja." Istriku mendekat membela dirinya.Aku coba meredam kemarahan Oma. "Oke, Oma tenang dulu. Jangan marah-marah dulu. Sekarang Yoga sama Maya mau ke kamar dulu. Ada hal yang ingin kita bicarakan.""Nah, itu bagus!" Oma setuju, "pasti kamu ingin memarahi dia kan? Bagus itu, ayok sana. Jangan pernah mau kalah sama istrimu. Nanti dia bakal kebiasaan," tandas Oma.Istriku masih terus rerpojok
PoV Yoga***"Semua informasinya sudah aku kirim lewat email."Pesan masuk setelah aku keluar dari ruang meeting. Temanku yang detektif ini menjanjikan waktu sebentar, tapi karena katanya dia ada meeting penting sehingga pekerjaannya dia tunda dulu. Dan baru sekarang dia mengirimkan semuanya. Katanya sudah lewat email.Aku Pun bergegas menuju ruang bekerja. Membuka laptop dan segera mencari tahu informasi terbaru yang masuk lewat email yang yang aku pakai untuk mendapatkan informasi darinya.Tanpa basa-basi aku pun segera membaca dan melihat bukti lokasi yang telah temanku itu selidiki.Degh!Aku kaget ketika dua nomor yang berbeda itu ternyata berada di lokasi yang sama. Bahkan bukan berdekatan, tapi memang di titik yang sama.Satu Nomor dengan identitas bernama Diwan. Dan satu lagi nomor atas nama Hans. Aku malah semakin bingung, jangan-jangan dugaan istriku benar, kalau Diwan lah yang memanfaatkan situasi ini untuk meneror istriku. Tapi apa maksud dan tujuannya?Ku tanya lagi kepad
PoV Yoga***[Maaf, kita belum bisa bertemu. Aku hanya bisa mengagumimu tanpa bisa melihatmu. Kita ini berada di posisi yang masih salah. Aku punya istri dan kamu pun punya. Aku hanya berharap suatu saat kita bersatu]Wajah istriku saat ini benar-benar murung dan ketakutan. Dia pasti berpikir kalau aku akan marah. "Mas, sumpah aku nggak tahu lho Mas salah orang ini," resahnya.Aku berusaha percaya. "Oke, sudah jelas kalau orang itu benar-benar menginginkan kamu. Tapi identitasnya terus saja dia sembunyikan.""Mas, aku yakin, ini adalah kerjaan seseorang untuk menghancurkan rumah tangga kita saja. Sumpah, aku gak tahu soal ini." Kekeh istriku seperti meresahkan pikiranku saat ini.Kami berdua diam. Namun, tiba-tiba istriku mengatakan kalau dia memiliki sebuah ide. "Mas!" Dia membuyarkan lamunanku. "Ada apa?" tanyaku.Dia malah mondar-mandir. "Gini nih, Mas, aku kok jadi suuzon kalau
PoV Yoga***"Selidikku siapa Diwan yang dimaksud oleh Hans. Saya mau kabar sebelum 24 jam!" titahku pada orang suruhan.Mereka langsung sigap mengiyakan.Aku ingin tahu nama Diwan yang disebut Hans. Mungkin saja dia adalah Diwan yang sama dengan suaminya Risma.Dari kantor dia resign katanya ingin buka usaha, tapi setelah aku telusuri ternyata Diwan tidak buka usaha di rumah. Kata ibunya istriku Diwan itu seperti masih kerja kantoran.Aku ingin segera clear kan masalah ini. Keresahan hati mengenai Hans yang ingin merebut istriku ini harus segera aku pecahkan saat ini juga. Jangan sampai ada kesalahpahaman diantara kita yang terlalu jauh.Di menit kemudian tiba-tiba ponselku berdenting. Setelah melihat nama yang tertera di nomor panggilan yang masuk, ternyata dia adalah istriku.Segera aku menjawabnya. "Ya, Sayang?" sapaku lebih dulu."Mas, aku ada kabar dari sese
Ternyata Hans sedang ada masalah keluarga. Mungkinkah dia bermasalah dengan istrinya sehingga ingin mendapatkan istriku? Benar saja dia barusan menyanjung istriku tanpa ada rasa resah."Semoga rumah tangga kalian kembali membaik ya," ujarku mengharapakan."Ya, semoga. Terima kasih."Lumayan lama berbincang-bincang ke sana-kemari. Bahkan kami juga membahas bisnis yang sedang berjalan. Namun, karena sudah pukul sebelas, aku pun gegas kembali ke kantor. Cukup untuk hari ini menjadi detektif secara langsung tanpa Hans sadari. Karena aku yakin, dia tak akan sadar kalau kecurigaan hati ini jatuh padanya. Entah kalau dia sudah tahu semuanya, sehingga dia seakan-akan memperlihatkan tak sedang terjadi sesuatu di depanku.***Saat makan siang aku ijin pada istri untuk bertemu dengan dua rekan. Yang satunya baru tiba dari luar negeri setelah pergi selama empat bulan lamanya. Dia melanjutkan studi di sana."Halo, Will, apa kabar?" Aku m
PoV Yoga***Dia seperti gelisah setelah berkali-kali melirikku. "Oh, ya, it's oke. Em, diantar siapa kemari? Em, ya, duduk, duduk!" Ia nampak salah tingkah lagi. Hal yang membuat hatiku jadi tidak nyaman bila dia begini. "Resepsionis yang mengantarkan." Aku menjawab sembari duduk di sofa."Oh iya." Ia manggut dengan bola mata tak henti bergerak.Aku semakin curiga dengan ekspresinya. "Sepertinya Pak Hans sedang gelisah sekali? Ada hal buruk 'kah?" Bola matanya tak menatapku fokus. Semuanya membuatku semakin penasaran. Kenapa aku menduga dialah yang akan merusak rumah tanggaku. Untuk apa juga dia pindah rumah ke tempat yang dekat dengan rumahku? Tapi aku tak bisa suudzon begini. Harus benar-benar dicari bukti terlebih dahulu."Em, ada hal yang teramat pentingkah hingga langkah Pak Yoga sampai kemari?" tanyanya begitu resah. Tapi ada sandiwara persembunyian di baliknya."Oh tak ada apa-apa. Kebetulan saya hari
Betapa kagetnya aku, ada KTP rekan bisnisku di layar. Dengan jelas kutatap foto dan juga nama lengkap. Benar sekali, tak ada yang salah."Hans Putra Baskhara," batinku kaget.Aku zoom kembali lebih detail. Aku juga melihat lagi file lain, siapa tahu salah buka, ternyata tidak. Benar-benar identitas Hans kudapat.Ada sosial media juga yang terpaut dengan nomor asing itu. Semua wajah rekan bisnisku. Ini benar-benar membuatku bertanya-tanya. Bukankah kemarin Risma memalsukan atas nama Hans? Lalu istriku menyelidiki hingga identitas Risma dan suaminya itu terbukti? Sekarang?Apa mungkin ini bukti palsu? Gegas kuhubungi kembali si orang suruhan. Dia yakin 100%, data yang ia dapat dari nomor tersebut itu benar. Tidak ada yang keliru. Aku jadi geleng-geleng kepala. Setelah dipikir-pikir, hari ini lebih baik aku datang pada Hans. Perusahaan cabangnya yang baru berdiri itu akan kuhampiri. Mungkin dia bisa memberikan penjelasan atas semu
PoV Yoga***Sekarang di rumah ada Oma. Ia katanya ingin tinggal di sini sampai istriku melahirkan nanti. Biasalah, orang tua selalu banyak sekali aturan dan juga soal pantrangan. Kupikir dulu dia juga melakukan hal yang sama pada anak dan cucunya, dan sekarang istriku. Oma akan berada di sini untuk menjaga istri dan jabang bayiku. Mungkin lebih ke ingin menemani.Itu kata Oma, yang aku pikir di sini Oma lebih ke menginginkan peraturan baru. Dia sepertinya ingin mencaritahu bagaimana istriku kesehariannya lebih detail. Kutahu, Oma selalu menginginkan semua hal itu sempurna.Di sisi lain datangnya Oma membuatku gembira. Jadinya, aku juga bisa melihat dan menjaga dia lebih dekat lagi. Bukan hanya bertemu setahun sekali atau dua kali saja.Usianya sudah sepuh sekali. Kalau tak salah, sudah lebih dari 78 tahunan. Begitu katanya. Dengan usia demikian, dia masih mampu berjalan tegap walaupun tak secepat sewaktu masih muda. Kadang aku berpikir,