Setelah makan malam yang terasa lebih seperti pertemuan rahasia daripada sekadar diskusi tentang kasus hukum, Sienna Laurent kembali ke apartemennya dengan pikiran yang dipenuhi keraguan dan pertanyaan. Tak bisa dipungkiri, pertemuan itu telah mengubah segalanya—bukan hanya tentang kasus yang sedang ditangani, tetapi juga tentang dirinya. Adrian Voss bukan hanya klien yang ia hadapi, dia adalah sosok yang tak bisa dengan mudah diabaikan. Setiap kata yang diucapkannya, setiap tatapan yang ia lontarkan, seakan menarik Sienna lebih dalam ke dalam dunia yang jauh lebih gelap dan rumit daripada yang pernah ia bayangkan.
Setelah berpamitan dengan Adrian di restoran mewah tempat mereka makan malam, Sienna kembali ke apartemennya yang terletak di kawasan elit kota. Meski jarak antara restoran dan apartemennya tak begitu jauh, waktu seakan melambat saat perjalanan pulang. Setiap langkahnya terasa berat, seakan ada sesuatu yang menantinya di ujung jalan. Sesuatu yang tak bisa ia hindari, meskipun dia ingin. Sienna baru saja melangkah masuk ke ruang tamunya ketika ponselnya berdering. Dia mengambilnya dengan cepat, melihat nama yang tertera di layar: Adrian Voss. Hatinya berdegup kencang. Pasti ada sesuatu yang penting, pikirnya. Tidak mungkin Adrian menelepon tanpa alasan yang jelas. “Ms. Laurent,” suara Adrian terdengar di ujung telepon, lembut namun penuh kekuatan. “Saya harap Anda tidak keberatan dengan ajakan makan malam tadi. Saya rasa kita perlu mendiskusikan lebih lanjut tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk menangani kasus ini. Ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui.” Sienna duduk di sofa, mencoba untuk tetap tenang. “Tentu saja, Tuan Voss. Saya siap mendengarkan apa yang perlu Anda sampaikan.” “Tapi mungkin bukan hanya tentang pekerjaan, bukan?” tanya Adrian, suaranya berubah lebih dalam, lebih personal. “Saya rasa Anda tahu maksud saya.” Sienna menutup mata sejenak, berusaha menenangkan pikirannya yang mulai kacau. Setiap kali berbicara dengan Adrian, rasanya seolah-olah dunia di sekitarnya menjadi lebih kabur, lebih sulit untuk dipahami. Namun, dia mencoba untuk tetap tegas. “Jika Anda ingin membahas kasus, saya siap kapan saja,” jawabnya dengan suara yang lebih dingin dari yang ia harapkan. “Baiklah,” jawab Adrian, suara masih lembut namun semakin menggoda. “Mungkin kita bisa bertemu lagi. Sore ini. Di tempat yang lebih privat. Saya rasa ada beberapa hal yang tidak bisa kita bicarakan di tempat umum.” Sienna terdiam sejenak. Tempat yang lebih privat? Apa yang sebenarnya diinginkan Adrian darinya? Bukan hanya tentang pekerjaan, itu sudah jelas. Namun, Sienna merasa ada dorongan dalam dirinya yang tak bisa diabaikan. Apa yang bisa salah jika dia mengikuti ajakan itu? Apa yang akan terjadi jika dia membiarkan dirinya tenggelam lebih dalam dalam dunia yang penuh intrik dan godaan ini? Akhirnya, dia mengangguk, meskipun hanya dalam diam. “Tentu, Tuan Voss. Saya akan ada di sana.” “Perfect. Sampai nanti, Ms. Laurent.” Telepon itu terputus, dan Sienna kembali terdiam. Jantungnya berdebar kencang, dan meskipun ia berusaha untuk tidak membiarkan emosi mengambil alih, dia tahu bahwa sesuatu telah berubah dalam dirinya. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar profesionalisme. Sesuatu yang lebih berbahaya. --- Sienna tiba di tempat yang telah dijanjikan tepat waktu—sebuah bar eksklusif yang tersembunyi di balik sebuah gedung besar, jauh dari hiruk-pikuk kota. Tempat itu terasa seperti sebuah dunia yang terpisah dari kenyataan, dengan lampu temaram yang menciptakan suasana intim dan rahasia. Musik jazz lembut mengalun di latar belakang, dan setiap meja seakan dilengkapi dengan privasi penuh. Adrian sudah ada di sana, duduk di sebuah meja di sudut ruangan. Pakaian formalnya yang selalu rapi memberikan kesan bahwa dia selalu siap untuk menghadapi apa saja, kapan saja. Saat Sienna mendekat, dia melihat senyum tipis di wajah Adrian—senyum yang seakan menyembunyikan banyak hal. “Ms. Laurent,” ujar Adrian, mengangkat gelas anggurnya sedikit sebagai salam. “Saya senang Anda datang.” Sienna duduk di hadapannya, merasakan ketegangan yang perlahan membungkus mereka berdua. “Tuan Voss,” jawabnya dengan tenang, meskipun jantungnya masih berdebar. “Apa yang ingin Anda bicarakan?” Adrian meletakkan gelasnya dan menatap Sienna dengan intens. “Sebenarnya, saya tidak hanya ingin membicarakan kasus ini, Ms. Laurent. Ada banyak hal yang bisa kita bicarakan. Terutama tentang Anda.” Sienna mengangkat alis, merasa sedikit terkejut dengan pernyataan itu. “Tentang saya?” “Ya,” jawab Adrian, senyum di bibirnya semakin menggoda. “Saya sudah lama mengamati Anda, Sienna. Anda berbeda dengan kebanyakan orang. Anda cerdas, profesional, dan… menarik. Tapi saya rasa Anda juga punya sisi lain yang ingin Anda temukan. Sesuatu yang lebih dalam.” Sienna merasa wajahnya memanas, namun dia berusaha untuk tetap menjaga ekspresi wajahnya tetap netral. “Tuan Voss, saya di sini untuk membahas pekerjaan. Kita harus tetap fokus pada kasus ini.” Adrian tertawa pelan, namun ada nada yang sangat menggoda dalam tawanya. “Tentu, pekerjaan adalah hal pertama yang harus kita bicarakan. Tapi Anda tahu, kadang-kadang, pekerjaan bisa menjadi lebih dari sekadar pekerjaan. Apakah Anda tidak merasa demikian, Sienna?” Sienna merasakan ketegangan yang semakin intens. Setiap kata yang diucapkan Adrian membawa mereka lebih dekat pada suatu tempat yang sangat pribadi. Tempat yang seharusnya tak pernah terjamah dalam hubungan profesional seperti ini. Namun, meskipun hatinya tahu bahwa dia seharusnya berhati-hati, sesuatu dalam dirinya ingin membiarkan diri terjebak dalam permainan ini. Sebuah permainan yang lebih berbahaya, lebih menggoda daripada yang pernah ia bayangkan. “Jangan khawatir,” lanjut Adrian, suaranya penuh kepastian. “Kita akan tetap fokus pada pekerjaan, Ms. Laurent. Namun, saya yakin Anda tahu betul, kadang-kadang, pekerjaan bisa membawa kita ke tempat yang tak terduga.” Sienna menundukkan kepalanya, merasakan sesuatu yang mendalam dalam kata-kata itu. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Dan apakah dia benar-benar siap untuk menghadapi semua ini? Namun, meskipun dia bertanya-tanya tentang itu, satu hal sudah jelas: Dunia yang telah dibuka oleh Adrian Voss tak akan mudah untuk keluar darinya. Dunia yang penuh dengan godaan, rahasia, dan—mungkin—gairah yang terlarang.Sienna Laurent terjaga di tengah malam, matanya terbuka lebar, jantungnya berdegup kencang. Keheningan yang menyelimuti apartemennya terasa berat, seolah-olah dunia luar menghilang, meninggalkan dirinya dengan pikiran yang berputar-putar. Malam sebelumnya, setelah pertemuan dengan Adrian di bar, dia pulang dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Rasa bingung, ketertarikan, dan ketakutan bercampur aduk menjadi satu, membentuk sesuatu yang tidak bisa dia kendalikan.Adrian Voss bukan sekadar klien biasa. Setiap pertemuan dengannya membawa Sienna semakin dalam ke dalam dunia yang penuh dengan intrik dan ketegangan. Adrian bukan hanya seorang miliarder sukses; dia adalah sosok yang menguasai setiap ruang yang dia masuki. Dengan karisma yang hampir tak terbantahkan, dia memancarkan aura kekuatan yang menarik, memikat, dan menggoda. Dan meskipun Sienna berusaha untuk tidak terjebak dalam daya tariknya, hatinya seakan terbawa oleh setiap kata yang diucapkan Adrian. Ia tahu bahwa dia sedang be
Keesokan harinya, Sienna berjalan kembali ke kantor dengan pikiran yang penuh. Setiap langkahnya di trotoar terasa lebih berat dari biasanya. Meski wajahnya terlihat tenang dan ekspresi wajahnya profesional, dalam hatinya, dia terus memikirkan pertemuan dengan Adrian Voss yang terjadi kemarin. Tatapan Adrian yang tajam, kata-katanya yang penuh makna, semuanya terasa lebih dari sekadar percakapan biasa. Ada sesuatu yang tersirat—sesuatu yang lebih gelap, lebih menggoda, dan, lebih dari itu, lebih berbahaya dari yang dia bisa bayangkan.Namun, meskipun begitu banyak keraguan yang melanda pikirannya, ada bagian dari dirinya yang merasa tertarik, yang merasa seolah-olah ini adalah jalan yang seharusnya ia pilih. Tidak ada yang bisa menantang otaknya seperti Adrian. Setiap pertemuan dengannya membawa ketegangan yang sulit untuk diabaikan. Seolah dunia di sekitarnya menghilang, hanya ada dia dan Adrian, berada dalam jalinan percakapan yang penuh dengan dorongan yang tak terucapkan.Setelah
Hari-hari berlalu, namun rasa cemas yang menggelayuti Sienna tidak juga hilang. Semakin dalam dia terlibat dengan Adrian Voss, semakin berat langkahnya. Pekerjaan yang awalnya ia anggap sebagai tantangan profesional kini mulai terasa seperti beban emosional yang mengikatnya. Meskipun dirinya mencoba menenangkan pikirannya, setiap pertemuan dengan Adrian semakin membuat garis antara profesionalisme dan perasaan pribadi semakin kabur.Pada suatu pagi yang cerah, Sienna menerima panggilan tak terduga. Adrian mengundangnya untuk makan siang, sesuatu yang jarang dia lakukan. Biasanya, pertemuan mereka selalu berkaitan dengan pekerjaan atau perkara hukum yang mendesak, namun kali ini terasa berbeda. Hatinya berdebar, dan meskipun dia mencoba untuk tidak terbawa suasana, ada bagian dari dirinya yang merasa senang. Makan siang dengan Adrian—mungkin ini kesempatan untuk mengetahui lebih banyak tentang dirinya.Sienna memutuskan untuk mengenakan pakaian yang sederhana namun elegan, memilih gaun
Sienna melangkah keluar dari restoran, perasaan yang campur aduk menggelayuti setiap langkahnya. Matahari tengah condong ke barat, menyinari kota dengan warna oranye yang hangat, namun hatinya justru dipenuhi oleh kabut keraguan. Setiap kata yang diucapkan Adrian terus berputar-putar di kepalanya, mengusik rasa tenang yang selama ini ia banggakan. Ada sesuatu yang menarik, dan sekaligus menakutkan, dalam cara Adrian berbicara—seolah dia sedang merancang sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertemuan bisnis.Adrian sudah berhasil menanamkan benih kebingungannya lebih dalam. Meskipun Sienna berusaha mengabaikan sensasi yang menggoda di dalam dirinya, semakin sering mereka bertemu, semakin sulit rasanya untuk menarik diri. Adrian bukanlah sosok yang mudah dihindari. Dia terlalu memikat, terlalu berkuasa. Sienna tahu, di luar kecerdasan dan kekuatan pengaruh yang dimiliki pria itu, ada sisi gelap yang bahkan dirinya belum bisa sepenuhnya pahami.Ketika mobilnya melaju di jalanan kota, Si
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Sienna duduk di sofa mewah Adrian, mencoba mengumpulkan pikirannya yang berkecamuk. Pemandangan kota yang terhampar di balik jendela besar seharusnya menenangkan, tetapi malah membuatnya merasa terperangkap. Adrian berdiri di dekat meja bar, menuangkan segelas anggur untuk mereka berdua, sementara atmosfer di antara mereka kian memanas, penuh dengan ketegangan yang belum terurai."Ada sesuatu yang perlu Anda ketahui, Sienna," kata Adrian sambil menyerahkan gelasnya. "Sesuatu yang tidak pernah saya ceritakan pada siapa pun, tetapi saya merasa Anda berhak tahu."Sienna menerima gelas itu dengan tangan yang sedikit gemetar. "Apa yang sebenarnya terjadi, Adrian? Apa yang membuat Anda merasa harus melibatkan saya dalam dunia ini?"Adrian menyesap anggurnya perlahan sebelum menjawab. "Apa yang saya miliki sekarang—kekayaan, kekuasaan, semua ini—bukan datang tanpa harga. Ada masa lalu yang gelap, yang terus membayangi saya. Saya telah membuat ban
Pagi itu, cahaya matahari yang menembus tirai tidak membawa ketenangan yang diharapkan. Sienna terbangun dengan pikiran penuh kekhawatiran. Kata-kata Adrian masih terngiang di telinganya. Marcus, musuh lama Adrian, bukan hanya ancaman bisnis biasa; dia adalah bahaya yang nyata.Sienna menatap Adrian yang masih tertidur di sampingnya. Wajahnya yang tenang seolah menyembunyikan semua kekhawatiran yang ia ceritakan semalam. Dia tahu bahwa hari ini akan menjadi awal dari sesuatu yang besar, dan mungkin berbahaya.Saat sarapan, Adrian tampak lebih tenang, tetapi Sienna bisa merasakan ketegangan yang tersembunyi di balik sikapnya. "Hari ini, kita harus mulai bergerak," kata Adrian sambil menyeruput kopinya. "Saya punya rencana, tapi kita harus berhati-hati."Sienna mengangguk. "Apa langkah pertama kita?""Kita harus mencari tahu apa yang Marcus rencanakan. Saya sudah mengatur pertemuan dengan seseorang yang bisa memberi kita informasi."---Beberapa jam kemudian, mereka berada di sebuah kaf
Malam itu terasa lebih sunyi setelah hiruk-pikuk di gudang. Sienna duduk di tepi tempat tidur Adrian, mencoba memproses segala hal yang baru saja terjadi. Bahaya yang mereka hadapi nyata, dan semakin mendekat. Namun, di tengah kekacauan itu, ada perasaan yang terus tumbuh di dalam dirinya, sesuatu yang tidak bisa dia abaikan.Adrian masuk ke kamar, matanya memancarkan kelelahan namun tetap penuh dengan tekad. Dia berjalan mendekat, duduk di samping Sienna, dan menggenggam tangannya dengan erat. "Anda baik-baik saja?" tanyanya lembut.Sienna mengangguk perlahan. "Saya baik. Tapi Adrian, semua ini... begitu banyak yang harus saya cerna."Adrian menghela napas panjang. "Saya tahu. Saya tidak pernah bermaksud melibatkan Anda sejauh ini. Tapi sekarang, saya tidak bisa membayangkan menjalani semua ini tanpa Anda di sisi saya."Mereka duduk dalam keheningan, masing-masing tenggelam dalam pikirannya. Sienna merasa ada sesuatu yang menghangat di dalam hatinya. Meskipun dia takut, ada bagian da
Hari itu terasa seperti berjalan di atas tali tipis. Sienna dan Adrian melanjutkan langkah mereka dengan hati-hati, berusaha tetap berada selangkah di depan Marcus dan rencana jahatnya. Di balik dinding kaca gedung pencakar langit tempat mereka bekerja, dunia seakan berputar lebih cepat, dengan ancaman yang terus membayangi.Sienna duduk di ruang kantornya, mempelajari dokumen-dokumen penting yang diberikan Adrian pagi itu. Ada bukti kuat yang menghubungkan Marcus dengan sejumlah kegiatan ilegal yang berpotensi menghancurkan reputasi dan imperium bisnisnya. Tapi membuktikan itu di pengadilan adalah cerita lain.Pintu kantor terbuka, dan Adrian masuk, wajahnya tegang. "Kita perlu bicara," katanya tanpa banyak basa-basi. "Marcus telah bergerak lebih cepat dari yang kita perkirakan."Sienna mengangkat alis, menaruh dokumen di mejanya. "Apa yang dia lakukan?""Dia telah menyuap salah satu hakim yang terlibat dalam kasus ini. Jika kita tidak bertindak cepat, semua bukti yang kita miliki bi
Matahari baru saja naik saat Sienna terbangun dengan perasaan gelisah. Semalam, setelah pembicaraan mereka dengan Clara, pikirannya tak bisa berhenti berputar. Jika Marcus benar-benar merencanakan sesuatu yang lebih besar, maka Adrian dalam bahaya—dan itu berarti dia juga dalam bahaya.Adrian masih tertidur di sampingnya, dadanya naik turun dengan tenang. Sienna menatapnya sejenak, mengingat semua yang telah mereka lalui. Dia telah berusaha keras untuk menjauh dari kehidupan Adrian yang penuh intrik, tetapi kenyataannya, semakin dia mencoba keluar, semakin dalam dia terperangkap.Dengan hati-hati, dia bangkit dari tempat tidur dan menuju ke dapur untuk membuat kopi. Namun, sebelum dia sempat menyeduhnya, ponselnya bergetar di atas meja.Nomor tak dikenal.Sienna mengernyit, tetapi tetap mengangkatnya."Halo?"Suara berat di ujung sana terdengar dingin. "Kau harus menjauh darinya, Sienna."Jantungnya mencelos. "Siapa ini?""Kau tahu siapa. Jangan membuat segalanya lebih sulit dari yang
Pagi itu, sinar matahari yang lembut menyelinap melalui tirai kamar Adrian dan Sienna. Setelah sekian lama menghadapi berbagai badai dalam kehidupan mereka, hari-hari terasa lebih damai. Adrian telah meninggalkan dunia bisnis gelapnya dan menyerahkan perusahaannya kepada orang kepercayaannya. Kini, dia bisa menikmati kehidupan yang lebih tenang bersama Sienna.Sienna menggeliat di tempat tidur, merasakan kehangatan Adrian di sisinya. "Kau sudah bangun?" gumamnya dengan suara serak.Adrian tersenyum, mengusap rambutnya yang berantakan. "Aku sudah bangun sejak tadi. Aku hanya ingin menikmati momen ini lebih lama."Sienna tertawa kecil, lalu menatapnya dalam. "Siapa sangka kita akan sampai di titik ini?"Adrian menariknya ke dalam pelukan. "Aku selalu tahu bahwa aku ingin menghabiskan hidupku denganmu, Sienna."Namun, kedamaian mereka tak bertahan lama. Ponsel Sienna berbunyi, memecah kehangatan di antara mereka. Dia mengambilnya dan melihat nama di layar. Marcus.Sienna menegang. Dia me
Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Matahari baru saja muncul di ufuk timur, memancarkan cahaya keemasan yang menyinari kota. Dia menoleh ke samping dan melihat Adrian masih terlelap. Wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan ketegasan yang sama seperti biasa.Persidangan hari ini akan menjadi titik balik bagi mereka berdua. Jika Adrian terbukti bersalah, dia bisa kehilangan segalanya—bisnisnya, kebebasannya, bahkan mungkin hubungannya dengan Sienna. Tetapi jika dia menang, ini akan menjadi awal baru yang telah lama mereka impikan.Sienna menghela napas panjang sebelum bangkit dari tempat tidur dan menuju dapur. Saat dia sedang menyiapkan kopi, Adrian muncul dari belakang dan melingkarkan lengannya di pinggangnya."Kau sudah bangun?" suaranya serak, masih terbawa sisa kantuk.Sienna mengangguk. "Aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku terlalu banyak berpikir."Adrian mengecup puncak kepalanya. "Apa kau siap?"Sienna menatapnya, mencoba mencari keteguhan dalam sorot matanya. "Aku
Sienna terbangun dengan perasaan gelisah. Matanya menatap layar ponselnya yang masih menunjukkan pesan terakhir yang ia terima tadi malam:“Adrian baru saja bertemu dengan Kiera di The Royale Club.”Dia menggigit bibirnya, mencoba menenangkan pikirannya. Ini bukan pertama kalinya dia menghadapi situasi di mana Adrian berhubungan dengan wanita dari masa lalunya, tapi kali ini berbeda. Kiera bukan hanya ancaman bagi hubungan mereka, tetapi juga musuh yang mencoba menjatuhkan Adrian dengan cara apa pun.Sienna menghela napas, mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya bangkit dan bersiap untuk menghadapi hari.Saat dia keluar dari kamar, suara langkah kaki Adrian terdengar dari dapur. Pria itu tampak tenang seperti biasanya, seolah tidak ada yang terjadi.“Kau tidur nyenyak?” tanya Adrian sambil menyeduh kopi.Sienna menatapnya, mencari tanda-tanda kebohongan di wajahnya. “Aku mendengar kau bertemu dengan Kiera tadi malam.”Adrian mengangkat alisnya, kemudian meletakkan cangkirnya di meja.
Sienna membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan tubuh Adrian yang masih tertidur di sampingnya. Semalaman mereka berbicara panjang tentang ancaman Marcus dan pengkhianatan dalam sistem hukum yang berusaha menjatuhkan Adrian. Namun, meskipun masalah itu terus menghantui mereka, malam sebelumnya menjadi tempat pelarian di mana mereka hanya memiliki satu sama lain.Sienna menggerakkan jemarinya di atas dada Adrian, merasakan detak jantungnya yang stabil. Namun, saat ia hendak beranjak dari tempat tidur, lengan Adrian melingkar di pinggangnya, menahannya."Jangan pergi dulu," suara berat Adrian terdengar serak karena baru bangun.Sienna tersenyum kecil. "Aku harus ke kantor. Kita masih harus mencari tahu siapa pengkhianat di dalam sistem hukum."Adrian membuka matanya dan menatapnya dengan penuh ketenangan. "Aku tahu. Tapi sebelum itu, aku ingin menikmati pagiku denganmu sebentar lagi."Sienna tertawa kecil sebelum akhirnya menyerah dan membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Adr
Pagi itu, Sienna bangun dengan perasaan berat di dadanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh dokumen yang Ethan berikan kemarin. Kasus Adrian semakin rumit, dan meskipun dia mempercayai Adrian, Sienna tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang dengan kekuatan besar berusaha menghancurkannya.Di sebelahnya, Adrian masih tertidur, napasnya teratur. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri terlihat lebih tenang saat tidur. Sienna ingin membangunkannya, ingin membahas rencana mereka selanjutnya, tapi dia tahu Adrian butuh istirahat.Sienna bangkit perlahan, berjalan menuju dapur untuk membuat kopi. Namun, saat dia membuka ponselnya, sebuah pesan masuk membuat jantungnya berdebar kencang.“Kau pikir kau bisa menyelamatkannya? Dia akan jatuh, dan kau juga.”Sienna langsung menunjukkan pesan itu kepada Adrian setelah dia bangun.“Ini semakin gila,” kata Sienna dengan nada frustrasi.Adrian mengambil ponselnya, membaca pesan itu, lalu mengerutkan dahi. “Ini bukan hanya ancaman biasa.”“Menurut
Pagi itu, Sienna membuka matanya dan menemukan dirinya sendirian di tempat tidur. Adrian sudah tidak ada di sampingnya. Dia meraih ponselnya dan melihat pesan dari Adrian:"Aku ada urusan sebentar. Jangan khawatir. Aku akan kembali sebelum makan siang."Sienna menghela napas panjang. Setelah kejadian kemarin dengan Kiera, dia masih merasakan kegelisahan di hatinya. Dia percaya pada Adrian, tapi bayangan dari masa lalunya terus menghantui mereka.Setelah bersiap, Sienna memutuskan untuk pergi ke kantornya lebih awal. Setibanya di sana, asistennya, Leah, sudah menunggunya di luar ruangan dengan ekspresi khawatir.“Ada yang harus kau lihat,” kata Leah sambil menyerahkan sebuah amplop cokelat.Sienna mengambilnya dengan hati-hati dan membuka isinya. Di dalamnya, ada beberapa foto Adrian bersama Kiera di sebuah bar mewah. Dari sudut pengambilan gambar, terlihat seolah-olah mereka sedang berbicara serius, dan ada satu foto di mana Kiera menyentuh tangan Adrian.Darah Sienna mendidih. Dia ta
Pagi itu, Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari menyusup melalui tirai kamar penthouse Adrian, menciptakan kilauan lembut di atas seprai putih. Dia menoleh ke samping, melihat Adrian yang masih tertidur lelap di sampingnya. Wajahnya tampak lebih damai dari biasanya, seolah-olah beban yang selama ini menghantuinya sedikit mereda.Namun, kedamaian itu tak bertahan lama. Suara notifikasi dari ponsel Sienna mengusik pagi mereka. Dia meraih perangkat itu dan melihat sebuah pesan dari nomor tak dikenal:"Apakah kau benar-benar percaya Adrian hanya milikmu? Kau bukan satu-satunya wanita dalam hidupnya."Jantung Sienna berdegup lebih cepat. Dia menelan ludah, mencoba mengabaikan kecemasan yang tiba-tiba menyelimutinya. Pesan anonim itu jelas berniat memecah belah mereka. Tapi siapa? Dan yang lebih penting—apakah ada kebenaran di baliknya?Adrian bergerak di tempat tidur, tangannya secara refleks mencari Sienna. Saat dia menyadari Sienna duduk tegak dengan ponsel di tangan
Pagi pertama setelah pertunangan mereka terasa berbeda. Matahari baru saja menyelinap masuk melalui tirai kamar, menyoroti siluet Adrian yang masih terlelap di sampingnya. Sienna tersenyum, menyentuh pipi pria itu dengan lembut. Ia masih belum sepenuhnya percaya bahwa mereka akhirnya bisa hidup tanpa bayang-bayang ancaman. Sienna bangkit dari tempat tidur, mengenakan kemeja Adrian yang kebesaran, lalu berjalan ke dapur untuk membuat kopi. Saat ia tengah menuangkan susu ke dalam cangkir, sepasang tangan kuat melingkari pinggangnya dari belakang. "Bangun lebih dulu tanpa membangunkanku? Itu tidak adil," gumam Adrian dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur. Sienna tertawa kecil. "Kau butuh istirahat. Setelah semua yang terjadi, kau pantas tidur lebih lama." Adrian mengambil cangkir kopi dari tangan Sienna, menyesapnya perlahan. "Aku lebih suka bangun denganmu di sisiku." Sienna menatapnya penuh kasih. Ia tahu Adrian bukan tipe pria yang suka mengungkapkan perasaanny