Sienna Laurent terjaga di tengah malam, matanya terbuka lebar, jantungnya berdegup kencang. Keheningan yang menyelimuti apartemennya terasa berat, seolah-olah dunia luar menghilang, meninggalkan dirinya dengan pikiran yang berputar-putar. Malam sebelumnya, setelah pertemuan dengan Adrian di bar, dia pulang dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Rasa bingung, ketertarikan, dan ketakutan bercampur aduk menjadi satu, membentuk sesuatu yang tidak bisa dia kendalikan.
Adrian Voss bukan sekadar klien biasa. Setiap pertemuan dengannya membawa Sienna semakin dalam ke dalam dunia yang penuh dengan intrik dan ketegangan. Adrian bukan hanya seorang miliarder sukses; dia adalah sosok yang menguasai setiap ruang yang dia masuki. Dengan karisma yang hampir tak terbantahkan, dia memancarkan aura kekuatan yang menarik, memikat, dan menggoda. Dan meskipun Sienna berusaha untuk tidak terjebak dalam daya tariknya, hatinya seakan terbawa oleh setiap kata yang diucapkan Adrian. Ia tahu bahwa dia sedang berada di tepi jurang, dan semakin dalam dia melangkah, semakin sulit untuk mundur. Sienna bangkit dari tempat tidur, mengusap wajahnya dengan tangan. Dia memeriksa jam di meja samping tempat tidur, yang menunjukkan pukul 3 pagi. Tidak ada yang aneh dengan tidur malamnya, selain rasa cemas yang terus menghantuinya. Sesuatu tentang Adrian—cara dia berbicara, cara dia menatap—terus terngiang di benaknya. Adrian tahu bagaimana membuatnya merasa tidak nyaman, namun juga membuatnya merasa lebih hidup daripada yang pernah ia rasakan. Ia memutuskan untuk beranjak ke dapur, mencari secangkir teh hangat untuk menenangkan dirinya. Ketika air mendidih, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan baru masuk. Sienna melihat layar ponselnya dan melihat nama yang sudah sangat familiar: Adrian Voss. Dia merasa sedikit terkejut, karena mereka baru saja bertemu kemarin malam, namun tidak ada alasan bagi Adrian untuk menghubunginya begitu cepat. Mungkin hanya pesan terkait pekerjaan, pikirnya. Dengan tangan sedikit gemetar, Sienna membuka pesan tersebut. Hanya ada satu kalimat singkat yang ditulis Adrian: "Saya ingin bertemu dengan Anda lagi, Sienna. Besok pagi, pukul 9 di kantor saya. Kita perlu bicara lebih lanjut." Hati Sienna berdegup lebih cepat. Ada sesuatu yang aneh tentang cara Adrian menghubunginya. Mengapa dia ingin bertemu pagi-pagi sekali? Dan kenapa sekarang, setelah pertemuan yang sudah cukup intens? Sienna tidak tahu apa yang diinginkan Adrian darinya, tetapi dia merasa tak bisa menolak ajakan itu. Apakah ini hanya tentang pekerjaan? Ataukah ada sesuatu yang lebih, yang mengarah pada arah yang lebih pribadi, lebih intim? Malam itu, Sienna memutuskan untuk beristirahat dan tidur, meskipun tidur yang datang terasa gelisah. Pikirannya tak bisa lepas dari Adrian dan apa yang mungkin dia inginkan. Namun, esok hari, dia tahu bahwa dia akan bertemu dengan pria itu lagi—dan kali ini, dia merasa bahwa pertemuan itu akan mengungkap lebih banyak dari yang dia harapkan. --- Pagi berikutnya, Sienna tiba di gedung pencakar langit tempat kantor Adrian Voss berada. Suasana di luar sangat berbeda dengan kemarin malam. Gedung itu tampak dingin, hampir seperti simbol kekuasaan dan kemegahan yang dibangun dengan cara yang tidak selalu transparan. Semua orang yang ada di sekitar Sienna seakan tergesa-gesa, sibuk dengan urusan mereka sendiri, sementara dirinya justru merasa seperti orang luar yang terjebak dalam dunia yang jauh lebih besar darinya. Saat Sienna melangkah masuk ke dalam gedung, suasana menjadi semakin formal dan teratur. Dia melewati lobi yang luas, dengan lampu kristal yang menggantung anggun dari langit-langit tinggi. Staf-staf yang bekerja di sekitar sana memberikan salam singkat, namun tidak ada yang benar-benar menyapanya. Semua tampak sangat sibuk, sibuk dengan dunia yang hanya dimengerti oleh mereka yang berada di dalamnya. Sienna akhirnya sampai di kantor Adrian, dan pintu besar yang kokoh terbuka begitu saja setelah dia mengetuk. Di dalam, Adrian sedang berdiri di balik meja kerjanya, mengenakan setelan jas gelap yang selalu pas dengan tubuh tegapnya. Wajahnya tampak serius, tetapi ada sesuatu yang berbeda—sebuah ketegangan yang menggantung di udara. “Ms. Laurent,” kata Adrian, suaranya dalam dan penuh perintah. “Ayo masuk. Kita harus bicara.” Sienna melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. Mata Adrian yang tajam langsung tertuju padanya. Ada sesuatu yang tidak bisa dia hindari—sesuatu yang membuat udara terasa semakin berat. Sienna mencoba untuk tetap tenang, tetapi dia tahu bahwa Adrian tidak hanya mengundangnya untuk membicarakan pekerjaan. Dia bisa merasakan itu dalam setiap gerakan Adrian, dalam setiap kata yang ia ucapkan. Adrian menyandarkan tubuhnya ke meja, menatap Sienna dengan senyum tipis di wajahnya. “Saya ingin Anda tahu, Sienna,” katanya pelan. “Saya tidak hanya membutuhkan pengacara. Saya membutuhkan seseorang yang bisa melihat lebih jauh dari sekadar permukaan. Saya membutuhkan seseorang yang bisa memahami... keinginan saya.” Sienna merasa jantungnya berdegup semakin kencang. “Keinginan Anda?” tanya Sienna, mencoba untuk menjaga suaranya tetap tenang. “Ya,” jawab Adrian, perlahan mendekatinya. “Keinginan saya untuk melihat sejauh mana Anda bersedia pergi untuk menangani kasus ini. Dan, lebih dari itu... sejauh mana Anda bersedia untuk memahami saya.” Sienna merasa sedikit terkejut dengan kedekatan itu. “Tuan Voss, kita hanya membicarakan pekerjaan. Saya di sini untuk membantu Anda menyelesaikan kasus ini,” jawabnya dengan suara yang sedikit lebih tegas. Adrian tidak menjawab, melainkan hanya mengamati Sienna dengan intens. Setiap detik yang berlalu, tatapan Adrian semakin menembus jauh ke dalam dirinya, seolah mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di balik dinding yang Sienna bangun di sekeliling dirinya. “Kadang-kadang, pekerjaan bisa lebih dari sekadar tugas, Sienna,” kata Adrian akhirnya, suaranya penuh dengan kehangatan yang membuat Sienna merasa tidak nyaman. “Dan saya rasa kita berdua tahu itu.” Setiap kata Adrian terasa seperti tantangan, sebuah permainan yang tidak bisa dia hindari. Sienna tahu bahwa apa pun yang terjadi selanjutnya, dia tidak akan bisa kembali ke dunia yang sama. Terlalu banyak hal yang sudah berubah sejak pertama kali dia bertemu dengan Adrian Voss. Apa yang sebenarnya dia inginkan? Apa yang Adrian coba sampaikan dengan kata-katanya yang penuh makna? Sienna merasa terjebak, tidak tahu harus berbuat apa. Namun satu hal yang pasti—dia sudah terjerat dalam jaring yang Adrian buat, dan tidak ada jalan mundur.Keesokan harinya, Sienna berjalan kembali ke kantor dengan pikiran yang penuh. Setiap langkahnya di trotoar terasa lebih berat dari biasanya. Meski wajahnya terlihat tenang dan ekspresi wajahnya profesional, dalam hatinya, dia terus memikirkan pertemuan dengan Adrian Voss yang terjadi kemarin. Tatapan Adrian yang tajam, kata-katanya yang penuh makna, semuanya terasa lebih dari sekadar percakapan biasa. Ada sesuatu yang tersirat—sesuatu yang lebih gelap, lebih menggoda, dan, lebih dari itu, lebih berbahaya dari yang dia bisa bayangkan.Namun, meskipun begitu banyak keraguan yang melanda pikirannya, ada bagian dari dirinya yang merasa tertarik, yang merasa seolah-olah ini adalah jalan yang seharusnya ia pilih. Tidak ada yang bisa menantang otaknya seperti Adrian. Setiap pertemuan dengannya membawa ketegangan yang sulit untuk diabaikan. Seolah dunia di sekitarnya menghilang, hanya ada dia dan Adrian, berada dalam jalinan percakapan yang penuh dengan dorongan yang tak terucapkan.Setelah
Hari-hari berlalu, namun rasa cemas yang menggelayuti Sienna tidak juga hilang. Semakin dalam dia terlibat dengan Adrian Voss, semakin berat langkahnya. Pekerjaan yang awalnya ia anggap sebagai tantangan profesional kini mulai terasa seperti beban emosional yang mengikatnya. Meskipun dirinya mencoba menenangkan pikirannya, setiap pertemuan dengan Adrian semakin membuat garis antara profesionalisme dan perasaan pribadi semakin kabur.Pada suatu pagi yang cerah, Sienna menerima panggilan tak terduga. Adrian mengundangnya untuk makan siang, sesuatu yang jarang dia lakukan. Biasanya, pertemuan mereka selalu berkaitan dengan pekerjaan atau perkara hukum yang mendesak, namun kali ini terasa berbeda. Hatinya berdebar, dan meskipun dia mencoba untuk tidak terbawa suasana, ada bagian dari dirinya yang merasa senang. Makan siang dengan Adrian—mungkin ini kesempatan untuk mengetahui lebih banyak tentang dirinya.Sienna memutuskan untuk mengenakan pakaian yang sederhana namun elegan, memilih gaun
Sienna melangkah keluar dari restoran, perasaan yang campur aduk menggelayuti setiap langkahnya. Matahari tengah condong ke barat, menyinari kota dengan warna oranye yang hangat, namun hatinya justru dipenuhi oleh kabut keraguan. Setiap kata yang diucapkan Adrian terus berputar-putar di kepalanya, mengusik rasa tenang yang selama ini ia banggakan. Ada sesuatu yang menarik, dan sekaligus menakutkan, dalam cara Adrian berbicara—seolah dia sedang merancang sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertemuan bisnis.Adrian sudah berhasil menanamkan benih kebingungannya lebih dalam. Meskipun Sienna berusaha mengabaikan sensasi yang menggoda di dalam dirinya, semakin sering mereka bertemu, semakin sulit rasanya untuk menarik diri. Adrian bukanlah sosok yang mudah dihindari. Dia terlalu memikat, terlalu berkuasa. Sienna tahu, di luar kecerdasan dan kekuatan pengaruh yang dimiliki pria itu, ada sisi gelap yang bahkan dirinya belum bisa sepenuhnya pahami.Ketika mobilnya melaju di jalanan kota, Si
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Sienna duduk di sofa mewah Adrian, mencoba mengumpulkan pikirannya yang berkecamuk. Pemandangan kota yang terhampar di balik jendela besar seharusnya menenangkan, tetapi malah membuatnya merasa terperangkap. Adrian berdiri di dekat meja bar, menuangkan segelas anggur untuk mereka berdua, sementara atmosfer di antara mereka kian memanas, penuh dengan ketegangan yang belum terurai."Ada sesuatu yang perlu Anda ketahui, Sienna," kata Adrian sambil menyerahkan gelasnya. "Sesuatu yang tidak pernah saya ceritakan pada siapa pun, tetapi saya merasa Anda berhak tahu."Sienna menerima gelas itu dengan tangan yang sedikit gemetar. "Apa yang sebenarnya terjadi, Adrian? Apa yang membuat Anda merasa harus melibatkan saya dalam dunia ini?"Adrian menyesap anggurnya perlahan sebelum menjawab. "Apa yang saya miliki sekarang—kekayaan, kekuasaan, semua ini—bukan datang tanpa harga. Ada masa lalu yang gelap, yang terus membayangi saya. Saya telah membuat ban
Pagi itu, cahaya matahari yang menembus tirai tidak membawa ketenangan yang diharapkan. Sienna terbangun dengan pikiran penuh kekhawatiran. Kata-kata Adrian masih terngiang di telinganya. Marcus, musuh lama Adrian, bukan hanya ancaman bisnis biasa; dia adalah bahaya yang nyata.Sienna menatap Adrian yang masih tertidur di sampingnya. Wajahnya yang tenang seolah menyembunyikan semua kekhawatiran yang ia ceritakan semalam. Dia tahu bahwa hari ini akan menjadi awal dari sesuatu yang besar, dan mungkin berbahaya.Saat sarapan, Adrian tampak lebih tenang, tetapi Sienna bisa merasakan ketegangan yang tersembunyi di balik sikapnya. "Hari ini, kita harus mulai bergerak," kata Adrian sambil menyeruput kopinya. "Saya punya rencana, tapi kita harus berhati-hati."Sienna mengangguk. "Apa langkah pertama kita?""Kita harus mencari tahu apa yang Marcus rencanakan. Saya sudah mengatur pertemuan dengan seseorang yang bisa memberi kita informasi."---Beberapa jam kemudian, mereka berada di sebuah kaf
Malam itu terasa lebih sunyi setelah hiruk-pikuk di gudang. Sienna duduk di tepi tempat tidur Adrian, mencoba memproses segala hal yang baru saja terjadi. Bahaya yang mereka hadapi nyata, dan semakin mendekat. Namun, di tengah kekacauan itu, ada perasaan yang terus tumbuh di dalam dirinya, sesuatu yang tidak bisa dia abaikan.Adrian masuk ke kamar, matanya memancarkan kelelahan namun tetap penuh dengan tekad. Dia berjalan mendekat, duduk di samping Sienna, dan menggenggam tangannya dengan erat. "Anda baik-baik saja?" tanyanya lembut.Sienna mengangguk perlahan. "Saya baik. Tapi Adrian, semua ini... begitu banyak yang harus saya cerna."Adrian menghela napas panjang. "Saya tahu. Saya tidak pernah bermaksud melibatkan Anda sejauh ini. Tapi sekarang, saya tidak bisa membayangkan menjalani semua ini tanpa Anda di sisi saya."Mereka duduk dalam keheningan, masing-masing tenggelam dalam pikirannya. Sienna merasa ada sesuatu yang menghangat di dalam hatinya. Meskipun dia takut, ada bagian da
Hari itu terasa seperti berjalan di atas tali tipis. Sienna dan Adrian melanjutkan langkah mereka dengan hati-hati, berusaha tetap berada selangkah di depan Marcus dan rencana jahatnya. Di balik dinding kaca gedung pencakar langit tempat mereka bekerja, dunia seakan berputar lebih cepat, dengan ancaman yang terus membayangi.Sienna duduk di ruang kantornya, mempelajari dokumen-dokumen penting yang diberikan Adrian pagi itu. Ada bukti kuat yang menghubungkan Marcus dengan sejumlah kegiatan ilegal yang berpotensi menghancurkan reputasi dan imperium bisnisnya. Tapi membuktikan itu di pengadilan adalah cerita lain.Pintu kantor terbuka, dan Adrian masuk, wajahnya tegang. "Kita perlu bicara," katanya tanpa banyak basa-basi. "Marcus telah bergerak lebih cepat dari yang kita perkirakan."Sienna mengangkat alis, menaruh dokumen di mejanya. "Apa yang dia lakukan?""Dia telah menyuap salah satu hakim yang terlibat dalam kasus ini. Jika kita tidak bertindak cepat, semua bukti yang kita miliki bi
Pagi itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya, seolah-olah kota menyimpan rahasia kelam yang siap meledak kapan saja. Sienna bangun lebih awal dari biasanya, pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran tentang langkah mereka berikutnya. Di sampingnya, Adrian masih terlelap, wajahnya terlihat lebih tenang dibandingkan malam sebelumnya. Namun, Sienna tahu ketenangan itu hanya sementara. Dunia mereka telah berubah, dan mereka tidak bisa lagi mengabaikan bahaya yang mengintai.Sienna melangkah ke dapur, menyiapkan secangkir kopi untuk membangkitkan semangatnya. Pikirannya terus berputar, mencoba mencari celah untuk mengalahkan Marcus sebelum dia dapat melancarkan serangan berikutnya. Ketika dia menatap keluar jendela, dia bisa merasakan pandangan yang terus mengawasi mereka, bayang-bayang yang menunggu saat yang tepat untuk menyerang.Adrian bergabung dengannya beberapa menit kemudian, matanya yang masih mengantuk menyiratkan kelelahan yang dirasakannya. "Selamat pagi," katanya sambil men
Di sudut lain kota, Marcus Devereaux duduk di ruangan VIP klub malam yang mewah. Musik yang berdentum keras dan lampu neon yang berkedip tidak mengalihkan perhatiannya dari minuman di tangannya. Di sekelilingnya, wanita-wanita berpakaian glamor bersandar, tertawa, dan berusaha menarik perhatiannya. Tapi pikiran Marcus sedang melayang jauh dari kegemerlapan malam itu. Marcus adalah pria yang berbahaya dan ambisius. Di balik senyumannya yang menawan dan pesonanya yang memikat, ia adalah seorang yang tak kenal ampun dalam dunia bisnis dan kehidupan pribadi. Dibesarkan dalam lingkungan di mana hanya yang kuat yang bertahan, Marcus belajar sejak dini bahwa kekuasaan adalah segalanya. Dan dalam mengejar kekuasaan itu, dia tidak ragu untuk menggunakan segala cara yang diperlukan. Dia menikmati dunia malam – klub-klub eksklusif, pesta-pesta mewah, dan wanita-wanita cantik. Baginya, ini adalah pelarian dari kenyataan, tempat di mana dia bisa mengesampingkan sejenak pertempuran yang sedang d
Keesokan paginya, Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Pikirannya dipenuhi berbagai skenario tentang bagaimana Marcus mungkin mencoba menyerang mereka. Dia memutuskan untuk melakukan pemeriksaan tambahan di kantor sebelum hari kerja dimulai. Dia ingin memastikan bahwa semua dokumen dan bukti yang mereka miliki terkait kasus Adrian aman.Setibanya di kantor, Sienna langsung menuju ruang arsip tempat semua dokumen penting disimpan. Dia memeriksa kembali setiap folder, memastikan tidak ada yang hilang atau rusak. Rasa lega menyelimutinya saat semua tampak baik-baik saja.Namun, saat dia hendak keluar dari ruangan itu, dia mendengar suara langkah kaki di lorong. Langkah itu berhenti tepat di depan pintu ruang arsip. Sienna menahan napas, mendengarkan dengan saksama. Siapa pun itu, dia tidak ingin ketahuan di sini sendirian.Pintu terbuka perlahan, dan seorang pria yang tidak dikenalnya masuk. Dia mengenakan setelan hitam dan tampak seperti seseorang yang bukan pegawai kantor. Sienna
Sienna memejamkan mata sejenak, merasakan angin malam yang sejuk menyapu wajahnya. Dia tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Meski sidang hari ini berjalan sesuai rencana, Marcus bukan tipe orang yang menyerah begitu saja. Ada kemungkinan besar dia akan melakukan sesuatu yang lebih berbahaya untuk melindungi dirinya sendiri."Adrian," suara Sienna lembut namun serius. "Aku tidak bisa berhenti berpikir bahwa Marcus mungkin mencoba sesuatu yang ekstrem. Dia tahu dia hampir kalah."Adrian menarik napas dalam-dalam, tatapannya mengeras. "Aku juga memikirkan hal yang sama. Marcus bukan orang yang mudah menyerah. Dia punya banyak koneksi di dunia bawah, dan kita harus waspada.""Kita harus memperketat keamanan," Sienna menyarankan, memikirkan langkah-langkah pencegahan yang bisa mereka ambil. "Aku bisa menghubungi beberapa kontakku di kepolisian, meminta perlindungan tambahan."Adrian mengangguk setuju. "Itu ide yang bagus. Aku juga akan berbicara dengan tim keamananku. Kita tidak bo
Pagi menjelang dengan langit yang cerah, namun suasana di sekitar Sienna dan Adrian terasa berat. Hari ini adalah hari yang mereka tunggu—hari di mana mereka akan menghadapi Marcus di pengadilan. Sienna mengenakan setelan formalnya dengan sempurna, rambutnya disanggul rapi, memberikan kesan profesional yang tegas. Adrian, dengan setelan hitamnya yang elegan, terlihat tenang namun penuh dengan determinasi.Di perjalanan menuju pengadilan, Sienna mempersiapkan dirinya dengan mempelajari kembali poin-poin penting dari kasus mereka. Dia tahu bahwa setiap kata yang akan diucapkannya di ruang sidang harus tepat dan meyakinkan. Adrian duduk di sebelahnya, memberikan dukungan moral yang diam-diam tapi kuat.Saat mereka tiba di pengadilan, suasana tegang sudah terasa. Wartawan dan media berkumpul di luar, mencoba mendapatkan berita terbaru tentang kasus ini. Sienna dan Adrian melangkah masuk dengan kepala tegak, tidak tergoyahkan oleh sorotan kamera.Di dalam ruang sidang, suasana menjadi sema
Sienna memejamkan mata, meresapi momen langka ini, di mana dunia seolah berhenti berputar. Hembusan angin malam yang lembut membawa kehangatan yang tak biasa, menciptakan perasaan aman yang melingkupi mereka berdua.Adrian, masih menggenggam tangan Sienna, berbicara dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. "Aku tahu segalanya sulit sekarang, tapi aku melihat masa depan yang lebih cerah bersama. Aku ingin kau menjadi bagian dari hidupku, lebih dari sekadar pengacara."Sienna membuka matanya perlahan, menatap Adrian dengan campuran emosi yang mendalam. "Adrian, aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku takut... dengan semua yang sedang terjadi, apakah kita bisa benar-benar memiliki masa depan itu?"Adrian menatap Sienna dengan penuh keyakinan. "Kita bisa, Sienna. Aku percaya pada kita. Tidak peduli seberapa berat jalannya, aku tahu kita bisa melalui ini bersama."Kata-katanya menggema dalam hati Sienna, memberikan kekuatan yang ia butuhkan. Dia mengangguk pelan, membiarkan kepercaya
Malam itu, setelah mereka selesai meneliti dokumen, Sienna duduk di balkon apartemen Adrian, menikmati angin malam yang sejuk. Dia merasa lebih lega, tetapi juga sadar bahwa perjuangan mereka belum selesai. Adrian menyusulnya dengan dua cangkir teh di tangan.“Ini untukmu,” katanya sambil menyerahkan cangkir itu kepada Sienna.“Terima kasih,” jawab Sienna, tersenyum lemah. “Hari ini benar-benar melelahkan.”Adrian duduk di sampingnya, menatap pemandangan kota yang berkilauan. “Aku tahu. Tapi kita sudah membuat kemajuan besar. Dengan bukti ini, kita bisa memojokkan Karpov.”Sienna menyesap tehnya, menikmati kehangatan yang mengalir di tubuhnya. “Ya, tapi aku tidak bisa berhenti berpikir tentang apa yang akan Karpov lakukan selanjutnya. Dia pasti akan mencoba sesuatu yang lebih berbahaya.”Adrian menatap Sienna, ekspresi serius di wajahnya. “Itulah yang membuatku khawatir. Karpov tidak akan tinggal diam. Dia akan melawan, mungkin dengan cara yang tidak kita duga.”Sienna mengangguk, mer
Malam semakin larut, tetapi pikiran Sienna dan Adrian terus bekerja. Mereka duduk bersebelahan di balkon, berbagi momen tenang sebelum badai yang mereka tahu akan datang. Kota di bawah mereka terus berdengung dengan kehidupan, tetapi di dunia mereka, keheningan malam adalah satu-satunya pelarian.Sienna merasakan kegelisahan merayap di benaknya. Meskipun mereka telah membuat kemajuan signifikan dengan mengamankan dukungan dari jaksa penuntut, ada ketidakpastian yang menggantung di udara. "Adrian, menurutmu apa yang akan dilakukan Karpov setelah dia tahu kita membawa kasus ini ke pengadilan?"Adrian menghela napas panjang, menatap jauh ke dalam malam. "Karpov tidak akan diam. Dia tahu cara bermain kotor. Kita harus siap untuk segala hal—serangan pribadi, ancaman, bahkan mungkin mencoba memanipulasi bukti."Sienna menggigit bibir bawahnya, memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu. "Kita harus berhati-hati, Adrian. Kita tidak bisa membiarkan dia menjatuhkan kita."Adrian meraih tangan Sien
Malam semakin larut, tetapi Sienna dan Adrian masih terjaga. Mereka duduk di ruang tamu, dikelilingi oleh dokumen-dokumen yang mereka bawa dari penggeledahan gudang Karpov. Pikiran mereka berputar-putar, memikirkan langkah selanjutnya."Kita harus menyusun strategi untuk menyampaikan ini ke pengadilan," kata Sienna sambil membaca salah satu dokumen. "Bukannya aku tidak percaya pada sistem hukum, tapi kita tahu Karpov punya cara untuk mempengaruhi keputusan."Adrian mengangguk. "Aku setuju. Kita harus memastikan bahwa bukti ini cukup kuat dan tidak bisa dibantah. Dan yang lebih penting, kita harus menjaga keamanan kita sendiri. Karpov pasti akan melakukan apa saja untuk menghentikan kita."Sienna menarik napas dalam-dalam. "Aku akan menyusun laporan lengkap dan menghubungi jaksa penuntut. Kita perlu memastikan bahwa mereka memahami betapa pentingnya kasus ini dan seberapa besar ancaman yang ditimbulkan oleh Karpov."Adrian menatap Sienna dengan kekaguman. "Kau benar-benar luar biasa, S
Di tengah kesibukan mereka, Sienna tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa mereka diawasi. Setiap suara kecil di apartemen Adrian membuatnya merasa waspada. Dia berusaha keras untuk tetap fokus, tetapi pikiran tentang ancaman Karpov yang terus menghantui mereka tidak pernah benar-benar meninggalkannya."Apa kau merasa seperti ada yang mengawasi kita?" tanya Sienna akhirnya, memecah keheningan.Adrian menatapnya dengan serius. "Aku merasakan hal yang sama. Itu sebabnya aku memasang beberapa alat pemantau di sekitar apartemen. Tapi sejauh ini, tidak ada yang mencurigakan."Meski jawaban Adrian menenangkan, Sienna tetap merasa gelisah. Dia tahu bahwa Karpov bukan tipe orang yang akan membiarkan mereka bergerak tanpa perlawanan. Karpov pasti akan menggunakan semua kekuatannya untuk memastikan bahwa mereka tidak bisa menjatuhkannya."Aku rasa kita perlu lebih waspada," lanjut Sienna. "Bukan hanya di sini, tapi juga di luar. Kita harus memperhatikan setiap langkah kita."Adrian mengangguk set