"Mau kemana?" Aletta menghadang jalan Keenandra. "Mama mau makan siang di rumah. Aku juga sudah masak cukup banyak." "Apa hubungannya dengan aku?" ketus Keenandra. "Mereka ingin datang dan berbincang dengan kita. Kan sudah satu bulan kita menikah, kita—" "Pembicaraan kalian tak lebih hanya sekitar anak. Iya kan?" tuduh Keenandra yang dibalas anggukan kecil oleh Aletta. "Kenapa? Ingin pernikahan ini membuahkan hasil?" "Kita bisa bicarakan dulu, kak. Kalau kamu memang belum ingin punya anak, kita bisa tunda sampai semuanya siap." Keenandra terkekeh mendengar penjelasan Aletta. Bukan karena kalimatnya yang lucu, tapi isinya yang membuat telinganya bergidik geli. "Anak? Kamu pikir pernikahan kita adalah pernikahan yang aku inginkan?" Aletta terdiam. Ia tak tahu apa yang harus dikatakan karena berulang kali Keenandra selalu saja mengungkit tentang pernikahan mereka. "Andaikan aku ingin anak pun, aku ingin anak itu berasal dari Amira." "Kak, tapi kan kita—" "Maaf, Aletta. Sampai kap
Mengadu, bukan hal yang sulit bagi Aletta. Inginnya, kali ini ia mengadukan segala keluh kesahnya pada sang mertua yang sering datang ke rumahnya. Namun, dirinya tak berani. Bukan karena takut pada ancaman Keenandra tapi juga takut dengan kekuatan yang dimiliki Amira. Aletta tahu suatu rahasia yang dipegang oleh keluarga besarnya. Ia tak ingin Amira datangalu mengacak-acak semua di depan semua orang. Maka, lebih baik ia diam dan mengunci rapat segala hal yang telah dilakukan oleh Keenandra. Lagipula, suaminya tak pernah berbuat kasar padanya. "Ada apa?" Sonia melambaikan tangan di hadapan Aletta yang kini tengah melamun. "Ada sesuatu dengan suamimu?" Aletta menggelengkan kepalanya. "Lalu, kenapa anak mama diam saja?" "Tidak ada apa-apa, Ma. Kak Keenan akhir-akhir ini sering ada pekerjaan mendadak. Katanya, dia ada projek akhir tahun," keluhnya. Berita tadi tak sepenuhnya bohong, memang Keenandra pernah bilang padanya jika banyak sekali pekerjaan hingga akhir tahun. "Oh, itu bagus.
Hampir satu jam lamanya Amira membolak-balik lemari pakaian miliknya. Gaun indah yang sempat ia ambil, dikembalikannya lagi dan itu terus berulang hingga dengusan frustasi keluar dari bibirnya. Tak lama berselang, ia mendapatkan notifikasi dari ponselnya. Citra mengirimkan sebuah pesan padanya. "Pakai gaun warna biru navy," gumam Amira membaca pesan yang dikirimkan oleh Citra. Amira pun segera mencari gaun berwarna biru navy yang dimaksud oleh Citra. Katanya, ada di lemari kedua sebelah kanan. Gaun yang baru dipesan beberapa minggu lalu oleh Citra dan sampai di tangannya dua hari sebelum acara. "Ah, gaun ini? Cantik. Pintar juga Citra pilih gaunnya." Amira mematut dirinya di depan cermin. Warna gaun yang cantik dipadu dengan polesan bibir berwarna merah terang dan model rambut tertata ke atas membuat Amira semakin cantik layaknya ratu sejagad yang sedang mengikuti perlombaan. Selesai dengan riasannya, Amira melirik arloji kecil yang tersemat di pergelangan tangannya. Matanya men
Sepuluh menit berlalu, Keenandra belum juga kembali ke dalam ruangan. Aletta cemas. Ia takut terjadi sesuatu pada suaminya. Di dalam pikiran kalutnya, ia membayangkan suaminya terjatuh di dalam toilet saat sedang buang air. Tak hanya Aletta saja, Andrinof juga ikut cemas. Pasalnya, Amira pun belum kembali dari toilet sedangkan acara sebentar lagi akan dimulai. Andrinof tak sengaja menoleh ke belakang, tepat saat Aletta tengah menatap ke arah panggung dengan tatapan yang sama dengannya. Tatapan cemas sambil sesekali mencari seseorang ke sekeliling ruangan. Tak lama kemudian, Amira datang sambil menundukkan wajahnya. Rambutnya tampak sedikit lusuh dibandingkan saat ia datang walaupun masih rapi. "Amira, kamu dari mana saja?" tanya Andrinof dengan suara berbisik. Amira sedikit terkejut mendengar suara itu namun berusaha menyembunyikannya. Kepalanya sesekali menoleh ke arah belakang seperti sedang menghindari sesuatu. "A-aku. Ehm, dari—" Amira menoleh lagi ke belakang. "Aku dari toile
"Seperti ada yang aneh?" gumam Andrinof sambil terus mengendarai mobilnya menembus jalanan malam ibukota. Matanya melirik Amira yang masih setia memandang langit malam dari balik jendela. Ingatannya kembali pada kejadian dua jam lalu saat Amira kembali dari toilet gedung. Ada yang aneh dengan penampilan dan juga gelagatnya. "Ehem." Amira menoleh. "Ada sesuatu yang sedang dipikirkan?" Amira menggelengkan kepalanya. "Biasanya kamu dengerin lagu." Amira membalik badannya menghadap ke arah Andrinof, membuat pria itu gelagapan. Sedikit terpesona dengan kecantikan Amira dari dekat. "Aku boleh dengar lagu galau?" tanyanya yang diangguki Andrinof. "Putar saja." Amira memutar lagu sedih, rasanya seperti menyayat hati. Andrinof yang mendengarnya saja terasa seperti diaduk-aduk perasaannya, apalagi Amira. Sudut mata Amira terlihat kumpulan air mata yang siap meledak. Dari samping, bola mata Amira basah dan berkaca-kaca. Amira menunduk mengusap mata dja hidungnya yan mulai basah dengan sap
Keenandra membuang ponselnya ke atas tempat tidur hingga hampir terjatuh ke lantai. Pikirannya kacau. Apa yang baru saja ia dengar membuat kepalanya panas. Dadanya terasa terbakar hingga hangus. Rasanya ingin sekali mendorong sepupunya ke tepi jurang agar tak ada lagi penghalang bagi dirinya dan Amira. "Aarrgghh..." Keenandra berteriak. Terpaksa ia mendinginkan kepalanya di bawah kucuran air dingin tengah malam buta. Obat perangsang yang sengaja ia minum membuatnya panas. Seharusnya malam ini ia bisa membuat Amira tak bisa tidur hingga pagi. "Andrinof! Akan kukirim kau kembali ke Kanada. Ah, rasanya aku ingin mencekikmu saat ini." Keenandra terus menggeram, menahan rasa tak nyaman yang terus menggelutinya. Menghabiskan waktu setengah jam mendinginkan kepalanya, ia semakin tak bisa tenang. Dadanya semakin berkecamuk rasa tak nyaman. Ingin sekali datang ke rumah Amira lalu menghajar sepupunya itu. "Pukul dua pagi," lirik Keenandra. Ia mulai memejamkan matanya setelah menenggak susu
Keinginan Keenandra untuk menikahi Amira sangatlah tinggi. Ia tak ingin hubungannya dengan wanita yang sangat dicintainya itu berakhir tanpa status. Satu hal yang pasti, Keenandra itu gila jika menyangkut tentang Amira. Dia hampir membuat ibunya terkena serangan jantung karena menolak pernikahan dengan Aletta. Untung saja Amira tak segila dirinya, hingga berhasil membujuk Keenandra menikah dengan adik angkatnya. "Aku punya kenalan yang bisa menikahkan kita secara siri." Amira yang sedang duduk manis menghabiskan makanan ringan di tangannya menoleh kaget dengan ucapan Keenandra barusan. "Besok, kita bisa daftar. Tinggal cari saksi dan mas kawin." "Kamu gila! Aku tidak setuju!" protes Amira. "Tidak perlu persetujuan kamu. Karena aku yang akan menjalaninya." Keenandra mengirim satu pesan untuk seseorang di luar sana lalu tersenyum lebar penuh rahasia. "Lihat, katanya besok akan dia urus." "Keenan. Ini akan jadi masalah!" Amira membanting bungkus makanan ke lantai lalu pergi ke dapur.
"Mama tidak mau kamu terjerumus pada wanita itu. Cukup Keenandra!" Kata-kata itu selain terngiang di telinga Andrinof sejak tadi siang. Rasanya seperti mendengar dentuman tajam bom di lokasi perang. Kali ini bukan nyawa yang jadi korbannya, tapi hati dan perasaan yang telah mengerucut tajam pada satu orang. Andrinof memang baru mengenal sosok Amira. Ia jatuh cinta pada saat pertama kali melihatnya di pesta pernikahan Keenandra. Sosok yang menurutnya sangat mandiri, tegas tapi sangat rapuh, sedikit arogan tapi sesungguhnya dia yang paling banyak membutuhkan topangan. Satu hari bersama dengannya kemarin, sangat membuktikan siapa sosok Amira sebenarnya di mata Andrinof. Walaupun sempat ia kecewa karena ada kemungkinan wanita itu bermain belakang dengan Keenandra. Tidak mungkin ini murni keinginan Amira, ia yakin wanita itu telah dipaksa oleh sepupunya. "Sering lihat Keenan dan Amira jalan bersama?" tanya Andrinof pada Maldini teman dekatnya dan Keenandra semasa kecil dulu. Andrinof s
[Breaking news: Pemilik agensi QA entertainment dipanggil pihak kepolisian berdasarkan laporan dari estetique cosmetic atas pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pemilik agensi.] "Aletta, sudah dua kali kamu seperti ini. Apa sih yang kamu inginkan? Kita bisa hidup dengan damai kan?" Amira menghela napasnya kasar. Ia sebenarnya sudah lelah dengan semua hal yang berkaitan dengan Aletta. Amira bersandar di sofa ruangannya. Setelah Aletta dipanggil oleh pihak kepolisian, ia langsung meminta wanita itu untuk datang ke kantornya. Untung saja ia menurutinya. Kini, mereka berdua tengah berhadapan dengan tatapan saling menghunus satu sama lain. "Aku masih dendam sama kamu. Tapi sebenarnya aku juga dijebak oleh Anna. Kamu kenal orang itu?" Amira mengangguk. "Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" "Dia kan sudah kabur sama papa mertua. Biarkan saja," jawab Amira santai. "Jadi, dia selingkuhan om Bara?" Amira mengangguk. "Yang aku tahu, dia itu mantan pacar Keenan." "Ya, dia balas dendam sam
"Aletta! Apa yang kamu perbuat pada Keenan sampai dia marah dan menganggu papa? Sudahlah Aletta. Jangan pernah mengusiknya lagi." Aletta yang baru saja bangun dari tidur dan duduk di meja makan hanya memutar bola matanya malas. Ia merasa kesal terus digurui oleh ayahnya. Rasa sakit hatinya masih terasa hingga sekarang, apakah ayahnya tak peduli padanya lagi? "Papa! Aku tuh lagi memperjuangkan nama baikku yang sudah dirusak oleh mereka. Papa sepertinya lebih senang nama baikku hancur daripada nama ayah yang memang sudah hancur sejak dulu," ketus Aletta. Sonia membelalakkan matanya. Ia tak menyangka jika anaknya akan berani berkata kasar pada ayahnya sendiri. Ardiwira hampir saja akan melayangkan tamparannya pada Aletta, untung saja Sonia bisa mengatasinya. "Jangan seperti ini pada anak sendiri. Bicara dengan baik dan jangan berbuat keributan," ujar Sonia. Ardiwira menurunkan tangannya lalu melanjutkan lagi makan paginya. Sonia menaruh roti isi ke piring Aletta dan menyuruhnya maka
Amira tidur lebih dulu setelah makan malam. Matanya sangat lelah setelah seharian duduk mendengarkan rapat mendadak yang dilakukan oleh tim legal untuk membahas fitnah yang ditujukan pada brand miliknya. Walaupun itu bukan tugas utama tim legal, tapi mereka bisa menanganinya karena masih berhubungan dengan reputasi brand yang mereka jaga selama ini. Menjelang tengah malam Amira terbangun. Rasa haus yang mencekat tenggorokannya membuatnya terpaksa bangun dan turun dari ranjang. Matanya menyipit mendapati tempat kosong di sampingnya. Rupanya sang suami juga terbangun di tengah malam. "Kau belum tidur atau baru bangun?" tanya Amira yang melihat sosok Keenandra di sofa ruang tengah. "Kemarilah." Keenandra menepuk tempat kosong di sebelahnya. Amira mendekat. Karena rasa haus yang menyerang, ia begitu saja menyambar gelas minum milik suaminya lalu meneguknya hingga tandas. "Kenapa terbangun, ada pekerjaan yang membuatmu tak bisa tidur?" tanya Amira. Keenandra menggelengkan kepalanya. I
Keenandra memimpin langsung rapat divisi penyiaran yang rencananya akan menyiarkan tentang manipulasi surat hutang yang dilakukan oleh perusahaan kecil milik keluarga Ardiwira. Sebenarnya kasus ini sudah ditutupi dengan rapi oleh keluarga itu namun tiba-tiba mencuat karena lawan yang dihadapi oleh Ardiwira adalah anak perusahaan milik kakak Amira. Kebetulan yang sangat bermanfaat. Kepala divisi penyiaran sudah menyiapkan draft untuk berita skandal itu esok hari. Ia memaparkan bahwa hasil investigasi itu sangatlah mudah, mengingat perusahaan milik kakak Amira juga pernah berhubungan dengan SUN TV. Banyak yang telah mereka dapatkan langsung dari sumbernya. "Semua aman?" tanya Keenandra. Kepala divisi mengangguk. "Siapkan semuanya dengan baik. Saya mau narasumber, hasil investigasi di kantor pajak dan semua yang berhubungan dengan kasus itu ditunjukkan ke depan publik. Kasus ini mungkin adalah kasus kecil, tapi ini menyangkut dengan kelakuan Aletta yang s
Rencana penghancuran itu dimulai. Aletta yang berada di belakang layar memainkan perannya dengan apik. Ia membuat konten yang berhubungan dengan niatnya untuk menghancurkan reputasi baik Amira. Minggu pertama, ia mulai membahas kosmetik yang sedang viral. Aletta sengaja menaruh nama kosmetik milik Amira sebagai bahan percobaan. Lalu minggu depannya, ia membahas tentang status anak yang lahir di luar pernikahan dan yang paling puncaknya, ia juga membahas tentang nepotisme di kalangan para pengusaha agar bisnisnya berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya menuai pro kontra yang cukup menarik di kalangan publik. Satu sisi menunjukkan sisi positif, tapi di sisi lainnya sangat berpotensi menimbulkan isu sensitif yang sedang beredar. Benar saja, publik jadi menduga jika semua yang dikatakan oleh konten milik agensi baru Aletta tengah menyindir Amira, pebisnis muda yang dirumorkan telah merebut Keenandra dari sisi Aletta. 'Ini jelas menyindir Amira. S
Amira memperlihatkan pesan yang tadi diterimanya pada Citra, sekretarisnya. Wanita itu terkejut tak percaya. Pasalnya, selama ia bekerja dengan Amira, baru kali ini bosnya itu mendapatkan ancaman serius dari salah satu musuhnya. Dan sepertinya, orang yang mengancam ini mengenal baik Amira dan suaminya. "Menurutmu, apa ini ada kaitannya dengan Aletta?" tanya Amira dengan wajah serius. "Apa yang harus kulakukan?" "Mbak Amira, selama ini Aletta tidak pernah mengancam mbak walaupun ada permusuhan diantara kalian. Ya, walaupun sering memaki dan itu sudah biasa. Tapi, ini sesuatu yang berbeda." Citra mengetukkan jarinya pada dagu. Ia berpikir sejenak lalu kembali berkata, "Apakah ini orang yang berbeda? Maksud aku—" "Tepat sekali. Aku sama berpikiran seperti kamu. Tak mungkin Aletta mengancamku seperti ini. Seburuk-buruknya dia, hanya sebatas caci maki saja. Siapa sebenarnya yang telah mengancamku?" "Mungkin saja—" "Siapa yang mengancammu?" pintu ruangan terbuka dengan kasar dari luar.
Anna tidak main-main dengan rencananya menghancurkan Keenandra dan keluarganya. Ia nekat mendatangi petinggi rumah sakit yang pernah dikenalnya lalu membebaskan Aletta dengan surat yang menyatakan jika wanita itu telah sembuh total dari penyakitnya. Ia mengajak Aletta untuk bekerjasama membuat sebuah acara online yang berfokus pada perubahan psikologis seseorang dan mentalitasnya juga. Acara seperti itu sedang banyak disukai masyarakat kelas menengah dan berhasil mengangkat nama Aletta sebagai salah satu survivor di sana. Hal ini tak luput dari pengawasan Keenandra yang baru mengetahui cerita viral Aletta lewat media sosial yang sering dibacanya. Ada satu video yang menayangkan kisah tentang Aletta dari sisi seorang istri yang tersakiti karena pengkhianatan suaminya. Lalu kisah itu dibelokkan dengan narasi bahwa Amira yang telah membuat kehancuran itu. "Siapa sih yang tak sakit hati kalau lihat suami masih menghubungi mantan tunangannya? Ya, pastilah semua wanita akan mengamuk," uj
Tidak bisa mendekati Keenandra dengan cara halus, Anna rupanya masih punya banyak ide licik untuk mendekatinya. Terpikirkan di kepalanya untuk mendekati Amira, istri Keenandra itu tapi ia tak punya akses lebih dekat dengannya. Sambil menunggu umpannya datang mendekat, Anna lebih baik menjemput bola terlebih dahulu. Dari rumor yang ia dengar dari para penggosip dunia hiburan, mantan istri Keenandra kini tengah dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di Jakarta. Walau dia sendiri belum bisa memastikannya. "Mau ke mana?" tegur Mia, sahabat dekat Anna yang tinggal bersama di apartemennya. Sejak isu perselingkuhan mencuat, Anna tak bisa lagi menggunakan fasilitas dari Bara untuk sementara. Ia tak mau disorot oleh media. "Mencari sesuatu," sahut Anna. "Kau tidak sedang merencanakan sesuatu yang salah, kan?" Mia rupanya mencurigai tingkah Anna. Tidak biasanya wanita itu pergi sesiang ini di hari kerja. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan olehnya. "Jangan macam-macam. Kalau ingin balas d
"Dia pikir dia siapa?" Anna memukul meja kayu di ruangan kerja Bara setelah diusir oleh Keenandra dari ruangannya. Matanya memerah marah dengan emosi yang hampir saja tak bisa dikendalikannya. Niatnya untuk mendekati mantan kekasihnya hilang dalam sekejap karena kata-kata kasar pria itu. "Ternyata dia makin jauh sekarang. Aku pikir, dia hanya singgah sementara lalu akan kembali padaku." Anna memejamkan mata sambil berjalan mengitari ruangan kerja itu. Kepalanya berpikir banyak hal dan cara agar Keenandra mau menerima kehadirannya lagi. Dulu, Keenandra adalah satu-satunya pria yang mau berteman dengannya saat masih sekolah. Dia adalah pria yang selalu memberikan tangannya untuk diraih saat sedang ada masalah. Namun, semenjak orangtuanya tahu tentang hubungan mereka dan mengancam masa depan, mereka pun berpisah. Anna tak tahu apa yang terjadi di tahun berikutnya. Sejak mereka putus, Anna memilih menyingkir dari hidup Keenandra dan tak menunjukkan wajahnya lagi. "Apa yang harus kul