"Mama tidak mau kamu terjerumus pada wanita itu. Cukup Keenandra!" Kata-kata itu selain terngiang di telinga Andrinof sejak tadi siang. Rasanya seperti mendengar dentuman tajam bom di lokasi perang. Kali ini bukan nyawa yang jadi korbannya, tapi hati dan perasaan yang telah mengerucut tajam pada satu orang. Andrinof memang baru mengenal sosok Amira. Ia jatuh cinta pada saat pertama kali melihatnya di pesta pernikahan Keenandra. Sosok yang menurutnya sangat mandiri, tegas tapi sangat rapuh, sedikit arogan tapi sesungguhnya dia yang paling banyak membutuhkan topangan. Satu hari bersama dengannya kemarin, sangat membuktikan siapa sosok Amira sebenarnya di mata Andrinof. Walaupun sempat ia kecewa karena ada kemungkinan wanita itu bermain belakang dengan Keenandra. Tidak mungkin ini murni keinginan Amira, ia yakin wanita itu telah dipaksa oleh sepupunya. "Sering lihat Keenan dan Amira jalan bersama?" tanya Andrinof pada Maldini teman dekatnya dan Keenandra semasa kecil dulu. Andrinof s
Aletta duduk selama dua jam di dalam mobil yang terparkir tepat di depan rumah Amira. Pukul delapan malam dan rumah itu masih tetap dalam keadaan gelap tanpa ada penerangan. Aletta mendesah kesal. Sesekali ia menggerutu keras dalam hati, merutuk Amira yang mungkin saja sedang bersama Keenandra saat ini. Lantunan lagu sendu mengiringi kesendirian Aletta bertemankan suara serangga malam. Ta seharusnya ia berada di dalam mobil yang tak menghasilkan apapun selama dua jam. Ia pikir bisa bertemu dengan Amira dan kembali berpikir positif tentang hubungannya dengan Keenandra. Apakah Amira sedang mengibarkan bendera perang padanya kali ini? "Halo, Bastian?" entah mengapa kini Aletta ingin sekali menghubungi Andrinof. Ia ingin tahu segalanya tentang Keenandra yang selama ini tak pernah diketahuinya. "Halo, Aletta? Ada apa?" terdengar suara seseorang sedang membuka lemari. Mungkin Andrinof sedang mencari pakaian. "Apa Keenan bersama kamu?" tanyanya tiba-tiba. Andrinof mengerutkan dahinya la
Setelah cuti satu hari karena sakit, Amira kembali masuk kantor dengan tenang. Hatinya sekarang sudah tak semuram dulu lagi. Amira merasa telah memiliki hati Keenandra seutuhnya. Dua langkah menuju meja kerjanya, Amira melihat sesuatu yang terlihat cantik di meja kerjanya. Ada satu buket bunga mawar dengan tulisan penyemangat di sampingnya. Senyum Amira mengembang. Sambil membaca isi surat itu, Amira mencium buket mawar yang ia pegang dan kembali tersenyum lebar. "Cit, ini bunga dari siapa?" tanya Amira saat Citra sekretarisnya masuk ke dalam ruangan. "Bunganya cantik. Pesannya juga menarik." "Kurang tahu, Bu. Tadi pagi saya masuk ke kantor, sudah ada di ruangan Bu Amira." Citra menaruh secangkir teh hangat untuk Amira. Kebiasaan yang sudah dilakukan sejak dulu. "Oh, iya. Semua yang ibu butuhkan sudah siap. Sertifikat lolos uji sudah beres, izin keramaian juga sudah, tempatnya juga, artis dan influencernya menyusul. Karena kemarin mereka sedang ada acara." "Ok, langsung ditindakl
Mobil taksi yang dinaiki Keenandra sudah menghilang dari pandangan. Amira sedikit lega karena tidak akan ada drama kebut-kebutan seperti malam itu. Andrinof rupanya paham tindakan apa yang harus dilakukannya. Menghindari Keenandra adalah hal yang terpenting. "Kenapa dia selalu ada di mana kota sedang berdua ya?" gumam Andrinof sambil menyandarkan satu tangannya ke kaca mobil, sedangkan tangan yang lain sibuk menyetir. "Aku tidak tahu," sahut Amira menundukkan kepalanya. "Kamu, masih sering bertemu dengannya?" Amira mendongakkan kepalanya, melirik sejenak pada Andrinof yang bertanya padanya. "Aku, tidak akan menghalanginya. Hanya saja, kamu tahu kan banyak orang yang tidak suka di luar sana." "Ya, aku tahu. Bukan aku yang mengejarnya, tapi dia yang selalu mengejarku. Kamu bisa lihat sendiri kan, betapa dia selalu saja mencari aku kemanapun aku pergi," keluh Amira. "Kamu masih mencintai dia?" Amira mengangguk. "Kenapa?" "Ada satu hal yang tidak bisa aku ceritakan pada orang lain.
"Cit, nanti ikut saya ke mall. Saya mau cek buat event. Katanya sudah didekor semuanya." Citra mengangguk paham. "Jangan lupa bilang sama Bimo untuk briefing semua staf dan artis yang akan jadi pengisi acara. Semua harus siap di tempat jam tujuh pagi." "Sudah saya tembuskan ke mas Bimo. Semua sudah siap katanya." Amira dan citra berangkat menuju ke tempat acara. Ini adalah event besar yang pernah Amira buat. Produk yang akan diperkenalkan besok adalah produk yang ia rancang sendiri bersama salah satu produsen kosmetik terkenal. Ia berhasil menggandeng produsen itu dan sempat digadang-gadang sebagai salah satu merk kosmetik perintis yang berhasil membuat gebrakan baru. "Pak, langsung ke tempat biasa," pesan Amira pada supir kantor yang mengangguk paham. "Cit, duduk sini." Amira dan Citra berdiskusi ringan sambil menunggu kemacetan yang mengular di depan gedung. Konsentrasi mereka sempat buyar karena suara deringan ponsel Amira di dalam tasnya. Amira menjeda sejenak diskusi mereka h
Sikap Andrinof semakin berubah seiring perdebatan sengitnya dengan orangtuanya tentang sosok Amira yang selalu dibenci dengan caci maki negatif dari mereka. Tidak ada yang buruk dari seorang Amira di balik sikap mandiri dan tegasnya ia saat sedang bekerja. Contoh yang nyata bahasa wanita mandiri itu ada dan dia akan tegas dalam mengambil keputusan. Namun, kelemahan Amira hanya satu. Dia masih terus membiarkan Keenandra dekat padanya. Lamunan Andrinof rupanya membuat seseorang yang duduk di depannya geram. Pasalnya, telah hampir satu jam lamanya sikap Andrinof tak ada perubahan sama sekali. Pria itu hanya diam dengan mata mengarah ke panggung di ujung sana. Tak terlihat dengan jelas, hanya saja suaranya mampu membuat hatinya bergetar. Itu suara Amira yang sedang memberikan testimoni perusahaan untuk acara produk terbarunya. "Bastian, kamu lihat apa sih?" Natalia, wanita yang akan dijodohkan dengan Andrinof ikut mengarahkan pandangannya ke panggung tengah mall. Ada sebuah acara di s
"Ma! Kapan kita berangkat?" teriak Aletta dari ruang tamu saat baru tiba di kediaman Sonia. Pagi ini mereka akan menghadiri acara perilisan produk terbaru dari brand milik Amira. Aletta sengaja datang, niatnya memang bukan untuk memberi semangat tapi dia ingin menunjukkan kalau dia tak seperti yang orang lain bicarakan. "Sebentar. Eh, kamu tidak bersama Keenan?" tanya Sonia yang telah selesai dengan sanggul kecil di kepalanya. Matanya celingak-celinguk mencari menantunya yang terlihat di rumahnya. "Kak Keenan tadi pergi pagi-pagi. Dugaan aku, dia pergi menemui Amira lebih dulu," tuduh Aletta. "Berani sekali dia. Ayo kita lihat, seberani apa dia di sana." Keenandra memang berangkat lebih dulu. Niatnya ingin menjemput Amira, tapi ditolak mentah-mentah oleh wanita itu. Katanya, ia berangkat bersama Citra dan supir kantornya. Keenandra terpaksa berangkat lebih dulu ke tempat acara. Tak lupa membawa buket bunga mawar yang besar serta hadiah ucapan selamat darinya. Semuanya ia siapkan
Keenandra tak bisa melepaskan tangannya yang kini tengah membelit pinggang Amira dengan erat. Ditambah dengan gerakan sensual, ia terus bergerak ke kiri ke kanan. Tak lupa jari-jari besarnya ikut membelai pakaian tipis Amira yang masih menutupi sebagian tubuhnya yang ramping. "Lepas! Aku lagi masak. Nanti dagingnya gosong." Amira menepis tangan Keenandra yang terus menggerayangi tubuhnya. "Tidak masalah." Keenandra terkekeh. Bibirnya tak henti mengecupi leher Amira lalu setelahnya menjilati hingga terdengar kecipak basah. Tak lupa ia memberi tanda kepemilikan di leher jenjang itu. "Your neck is so lickable." "Ih, aku risih!" protes Amira. Wajahnya tiba-tiba memerah, terlebih ada hembusan angin menerpa bulu-bulu halus di lehernya. "Yakin? Kukira kamu tidak akan bisa menolak yang ini." Keenandra mematikan kompor dan dengan gerakan cepat ia menggendong tubuh Amira lalu mendudukkannya di atas meja dapur. "Arrgghh..." Amira segera mengigit bibir bawahnya menahan gejolak yang ia rasaka
[Breaking news: Pemilik agensi QA entertainment dipanggil pihak kepolisian berdasarkan laporan dari estetique cosmetic atas pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pemilik agensi.] "Aletta, sudah dua kali kamu seperti ini. Apa sih yang kamu inginkan? Kita bisa hidup dengan damai kan?" Amira menghela napasnya kasar. Ia sebenarnya sudah lelah dengan semua hal yang berkaitan dengan Aletta. Amira bersandar di sofa ruangannya. Setelah Aletta dipanggil oleh pihak kepolisian, ia langsung meminta wanita itu untuk datang ke kantornya. Untung saja ia menurutinya. Kini, mereka berdua tengah berhadapan dengan tatapan saling menghunus satu sama lain. "Aku masih dendam sama kamu. Tapi sebenarnya aku juga dijebak oleh Anna. Kamu kenal orang itu?" Amira mengangguk. "Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" "Dia kan sudah kabur sama papa mertua. Biarkan saja," jawab Amira santai. "Jadi, dia selingkuhan om Bara?" Amira mengangguk. "Yang aku tahu, dia itu mantan pacar Keenan." "Ya, dia balas dendam sam
"Aletta! Apa yang kamu perbuat pada Keenan sampai dia marah dan menganggu papa? Sudahlah Aletta. Jangan pernah mengusiknya lagi." Aletta yang baru saja bangun dari tidur dan duduk di meja makan hanya memutar bola matanya malas. Ia merasa kesal terus digurui oleh ayahnya. Rasa sakit hatinya masih terasa hingga sekarang, apakah ayahnya tak peduli padanya lagi? "Papa! Aku tuh lagi memperjuangkan nama baikku yang sudah dirusak oleh mereka. Papa sepertinya lebih senang nama baikku hancur daripada nama ayah yang memang sudah hancur sejak dulu," ketus Aletta. Sonia membelalakkan matanya. Ia tak menyangka jika anaknya akan berani berkata kasar pada ayahnya sendiri. Ardiwira hampir saja akan melayangkan tamparannya pada Aletta, untung saja Sonia bisa mengatasinya. "Jangan seperti ini pada anak sendiri. Bicara dengan baik dan jangan berbuat keributan," ujar Sonia. Ardiwira menurunkan tangannya lalu melanjutkan lagi makan paginya. Sonia menaruh roti isi ke piring Aletta dan menyuruhnya maka
Amira tidur lebih dulu setelah makan malam. Matanya sangat lelah setelah seharian duduk mendengarkan rapat mendadak yang dilakukan oleh tim legal untuk membahas fitnah yang ditujukan pada brand miliknya. Walaupun itu bukan tugas utama tim legal, tapi mereka bisa menanganinya karena masih berhubungan dengan reputasi brand yang mereka jaga selama ini. Menjelang tengah malam Amira terbangun. Rasa haus yang mencekat tenggorokannya membuatnya terpaksa bangun dan turun dari ranjang. Matanya menyipit mendapati tempat kosong di sampingnya. Rupanya sang suami juga terbangun di tengah malam. "Kau belum tidur atau baru bangun?" tanya Amira yang melihat sosok Keenandra di sofa ruang tengah. "Kemarilah." Keenandra menepuk tempat kosong di sebelahnya. Amira mendekat. Karena rasa haus yang menyerang, ia begitu saja menyambar gelas minum milik suaminya lalu meneguknya hingga tandas. "Kenapa terbangun, ada pekerjaan yang membuatmu tak bisa tidur?" tanya Amira. Keenandra menggelengkan kepalanya. I
Keenandra memimpin langsung rapat divisi penyiaran yang rencananya akan menyiarkan tentang manipulasi surat hutang yang dilakukan oleh perusahaan kecil milik keluarga Ardiwira. Sebenarnya kasus ini sudah ditutupi dengan rapi oleh keluarga itu namun tiba-tiba mencuat karena lawan yang dihadapi oleh Ardiwira adalah anak perusahaan milik kakak Amira. Kebetulan yang sangat bermanfaat. Kepala divisi penyiaran sudah menyiapkan draft untuk berita skandal itu esok hari. Ia memaparkan bahwa hasil investigasi itu sangatlah mudah, mengingat perusahaan milik kakak Amira juga pernah berhubungan dengan SUN TV. Banyak yang telah mereka dapatkan langsung dari sumbernya. "Semua aman?" tanya Keenandra. Kepala divisi mengangguk. "Siapkan semuanya dengan baik. Saya mau narasumber, hasil investigasi di kantor pajak dan semua yang berhubungan dengan kasus itu ditunjukkan ke depan publik. Kasus ini mungkin adalah kasus kecil, tapi ini menyangkut dengan kelakuan Aletta yang s
Rencana penghancuran itu dimulai. Aletta yang berada di belakang layar memainkan perannya dengan apik. Ia membuat konten yang berhubungan dengan niatnya untuk menghancurkan reputasi baik Amira. Minggu pertama, ia mulai membahas kosmetik yang sedang viral. Aletta sengaja menaruh nama kosmetik milik Amira sebagai bahan percobaan. Lalu minggu depannya, ia membahas tentang status anak yang lahir di luar pernikahan dan yang paling puncaknya, ia juga membahas tentang nepotisme di kalangan para pengusaha agar bisnisnya berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya menuai pro kontra yang cukup menarik di kalangan publik. Satu sisi menunjukkan sisi positif, tapi di sisi lainnya sangat berpotensi menimbulkan isu sensitif yang sedang beredar. Benar saja, publik jadi menduga jika semua yang dikatakan oleh konten milik agensi baru Aletta tengah menyindir Amira, pebisnis muda yang dirumorkan telah merebut Keenandra dari sisi Aletta. 'Ini jelas menyindir Amira. S
Amira memperlihatkan pesan yang tadi diterimanya pada Citra, sekretarisnya. Wanita itu terkejut tak percaya. Pasalnya, selama ia bekerja dengan Amira, baru kali ini bosnya itu mendapatkan ancaman serius dari salah satu musuhnya. Dan sepertinya, orang yang mengancam ini mengenal baik Amira dan suaminya. "Menurutmu, apa ini ada kaitannya dengan Aletta?" tanya Amira dengan wajah serius. "Apa yang harus kulakukan?" "Mbak Amira, selama ini Aletta tidak pernah mengancam mbak walaupun ada permusuhan diantara kalian. Ya, walaupun sering memaki dan itu sudah biasa. Tapi, ini sesuatu yang berbeda." Citra mengetukkan jarinya pada dagu. Ia berpikir sejenak lalu kembali berkata, "Apakah ini orang yang berbeda? Maksud aku—" "Tepat sekali. Aku sama berpikiran seperti kamu. Tak mungkin Aletta mengancamku seperti ini. Seburuk-buruknya dia, hanya sebatas caci maki saja. Siapa sebenarnya yang telah mengancamku?" "Mungkin saja—" "Siapa yang mengancammu?" pintu ruangan terbuka dengan kasar dari luar.
Anna tidak main-main dengan rencananya menghancurkan Keenandra dan keluarganya. Ia nekat mendatangi petinggi rumah sakit yang pernah dikenalnya lalu membebaskan Aletta dengan surat yang menyatakan jika wanita itu telah sembuh total dari penyakitnya. Ia mengajak Aletta untuk bekerjasama membuat sebuah acara online yang berfokus pada perubahan psikologis seseorang dan mentalitasnya juga. Acara seperti itu sedang banyak disukai masyarakat kelas menengah dan berhasil mengangkat nama Aletta sebagai salah satu survivor di sana. Hal ini tak luput dari pengawasan Keenandra yang baru mengetahui cerita viral Aletta lewat media sosial yang sering dibacanya. Ada satu video yang menayangkan kisah tentang Aletta dari sisi seorang istri yang tersakiti karena pengkhianatan suaminya. Lalu kisah itu dibelokkan dengan narasi bahwa Amira yang telah membuat kehancuran itu. "Siapa sih yang tak sakit hati kalau lihat suami masih menghubungi mantan tunangannya? Ya, pastilah semua wanita akan mengamuk," uj
Tidak bisa mendekati Keenandra dengan cara halus, Anna rupanya masih punya banyak ide licik untuk mendekatinya. Terpikirkan di kepalanya untuk mendekati Amira, istri Keenandra itu tapi ia tak punya akses lebih dekat dengannya. Sambil menunggu umpannya datang mendekat, Anna lebih baik menjemput bola terlebih dahulu. Dari rumor yang ia dengar dari para penggosip dunia hiburan, mantan istri Keenandra kini tengah dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di Jakarta. Walau dia sendiri belum bisa memastikannya. "Mau ke mana?" tegur Mia, sahabat dekat Anna yang tinggal bersama di apartemennya. Sejak isu perselingkuhan mencuat, Anna tak bisa lagi menggunakan fasilitas dari Bara untuk sementara. Ia tak mau disorot oleh media. "Mencari sesuatu," sahut Anna. "Kau tidak sedang merencanakan sesuatu yang salah, kan?" Mia rupanya mencurigai tingkah Anna. Tidak biasanya wanita itu pergi sesiang ini di hari kerja. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan olehnya. "Jangan macam-macam. Kalau ingin balas d
"Dia pikir dia siapa?" Anna memukul meja kayu di ruangan kerja Bara setelah diusir oleh Keenandra dari ruangannya. Matanya memerah marah dengan emosi yang hampir saja tak bisa dikendalikannya. Niatnya untuk mendekati mantan kekasihnya hilang dalam sekejap karena kata-kata kasar pria itu. "Ternyata dia makin jauh sekarang. Aku pikir, dia hanya singgah sementara lalu akan kembali padaku." Anna memejamkan mata sambil berjalan mengitari ruangan kerja itu. Kepalanya berpikir banyak hal dan cara agar Keenandra mau menerima kehadirannya lagi. Dulu, Keenandra adalah satu-satunya pria yang mau berteman dengannya saat masih sekolah. Dia adalah pria yang selalu memberikan tangannya untuk diraih saat sedang ada masalah. Namun, semenjak orangtuanya tahu tentang hubungan mereka dan mengancam masa depan, mereka pun berpisah. Anna tak tahu apa yang terjadi di tahun berikutnya. Sejak mereka putus, Anna memilih menyingkir dari hidup Keenandra dan tak menunjukkan wajahnya lagi. "Apa yang harus kul