Suara pintu diketuk dari luar, membuat Amira yang baru saja terbangun berjengit kaget. Ibu mertua dan suaminya belum bangun dari tidur siangnya. Berjalan pelan, Amira membuka pintu depan dengan mata yang terbelalak kaget setelah melihat sosok di balik pintu. "Kakak!" serunya bahagia. Amira menghambur ke dalam pelukan kakaknya yang sudah lama tak bertemu. Kakaknya sibuk mengurus bisnis hingga melupakan adiknya. "Amira sayang. Apa kabar?" Andrew memeluk tubuh adiknya lalu menggoyang-goyangkannya ke kiri dan kanan. "Kakak kangen." "Aku juga, kak." Setelah puas bermanja-manja melepas kerinduan, keduanya saling tertawa satu sama lain dan melupakan seseorang yang berdiri di samping kakaknya. "Kakak iparnya dilupakan?" Karina menyindir Amira lalu ikut memeluk adik iparnya itu. "Apa kabar, sayang?" "Aku baik. Kakak apa kabar?" Amira membalas pelukan Karina. Ia rindu dengan istri kakaknya yang sangat menyayanginya ini. "Kabar baik." "Ayo masuk, kak. Keenan sama mama mertua lagi tidur d
Persiapan pernikahan Andrinof dan Natalia telah selesai hampir seratus persen. Keduanya sepakat untuk tidak saling bertemu selama satu minggu. Andrinof masih tetap bekerja seperti biasa, Natalia terpaksa harus dipingit di rumahnya sesuai keinginan ibunya. Menjelang pernikahan, Keenandra bukannya memberi kelonggaran pekerjaan malah menambahnya. Ini semua karena ulah Aletta tempo hari. sifat posesif Keenandra semakin menjadi-jadi pada Amira. Semua hal tentang Amira, harus dirinya yang mengerjakan. Tak ada kata umpatan terlewat dari mulut Andrinof untuk Keenandra satu hari pun. "Damn! Keenan kasih aku pekerjaan sebanyak ini menjelang pernikahan? Memangnya hanya dia saja yang punya keluarga?" umpatan pertama di pagi hari terdengar. Sam yang kebetulan sedang datang berkunjung tertawa lepas mendengarnya. Andrinof mengepalkan tangan ingin memukul kepala Sam tapi diurungkannya. "Kalau dia tahu, dia pasti akan memecatmu sekarang juga," kekehnya. "Ah, andai saja dia punya saudara lagi pas
Sam tak bisa menolak saat Maya mengajaknya ke sebuah pusat perbelanjaan terkenal di Jakarta. Wanita yang pernah jadi istrinya selama dua tahun itu merasa takjub melihat rangkaian paket perawatan wajah yang terpajang rapi di rak sebuah swalayan. Sejak satu jam lalu wanita itu tak beranjak dari depan rak. Sesekali ia mencari isi kandungan bahan kimia yang ada dalam produk lalu menaruhnya kembali ke dalam rak jika tak sesuai. Sam melirik arlojinya. Sudah pukul sebelas siang dan dia ada janji dengan Citra untuk makan siang. Jarak kantor dan mall tak terlalu jauh tapi bisa jadi sedikit telat karena sudah masuk jam keluar kantor untuk makan siang. "Masih lama?" Sam mengetuk arlojinya di hadapan Maya yang menoleh padanya. "Ada janji makan siang sama seseorang nih." "Pacar kamu ya?" tanya Maya sambil memasukkan botol toner ke dalam rak. "Kayaknya buru-buru banget." "Jangan kepo." "Ya sudah, sana pergi kalau kamu mau makan siang. Aku bisa kok pulang sendiri ke apartemen," ujar Maya yang
"Sam!" suara renyah itu berasal dari dalam rumah makan. Suasana begitu ramai, Sam hanya mendengar sayup-sayup. Namun begitu Maya melambaikan tangannya, Sam langsung menarik tangan Citra untuk melangkah masuk ke dalam. "May, kenalkan. Ini—" "Citra? Masih kenal enggak sama aku?" Maya memotong kalimat Sam. Wanita itu seperti pernah mengenal Citra sebelum ini. "Kalian?" Sam menunjuk mereka berdua. "Saling kenal?" "Ini, mbak Maya semalam ketemu di mall waktu makan bareng. Terus kita kenalan," jawab Citra. "Ini pacar kamu yang sering diceritakan?" Sam mengangguk. "Aku enggak nyangka, ternyata pacar kamu itu cantik. Tipe aku banget." Citra mengernyitkan dahinya lalu menoleh pada Sam. Ada tanda tanya besar di kepalanya tentang kalimat yang baru saja diucapkan oleh Maya tadi. "Ini mantan istri aku. Kita nikah dua tahun, karena enggak cocok ya kita udahan." Maya menyikut lengan Sam memberikan kode agar tak bicara seenaknya pada Citra. "Kita emang enggak cocok jadi suami istri. Ayo dudu
"Kamu nitip roti yang biasa kan? Nitip berapa?" "Nitip dua saja. Sama cheese cake ya. Aku mau ajak Citra makan malam di rumah. Dia kan suka cheese cake." "Ok. Ada lagi?" "Itu saja. Terima kasih sayangku." Keenandra berjalan menuju rak roti yang jadi langganan istrinya. Lagi dan lagi, roti itu hanya tinggal dua bungkus. Mata Keenandra langsung terbelalak saat seseorang berdiri di sebelah rak itu, hendak mengambil dua roti yang tersisa di sana. "Maaf, saya ambil rotinya. Istri saya lagi ngidam." tangan Keenandra langsung menyambar roti itu dan memasukkannya ke dalam keranjang. Tak terima, orang yang tadi akan mengambil roti itu segera menarik rotinya lalu memasukkannya ke dalam keranjang miliknya. "Ini punya saya." "Tapi saya dulu yang ambil." Keenandra menarik kembali roti itu hingga adegan tarik menarik terjadi di dalam toko roti. Cukup heboh hingga membuat banyak orang menonton pertengkaran mereka secara langsung. "Ngalah sama cewek dong, mas." Keenandra kembali menarik bung
Hari pernikahan Andrinof dan Natalia pun segera tiba. Sejak pagi hari, di kediaman keduanya nampak ramai sanak keluarga yang datang untuk membantu keduanya. Tak terkecuali di kediaman Andrinof. Esok hari, pria yang hari ini akan mengakhiri masa lajangnya malah asik berbincang dengan Sam yang menginap di rumahnya atas permintaan ibu Andrinof. "Ibumu masih membenci Amira? Kan dulu pernah nampar Amira sampai bengkak," tanya Sam sambil terkekeh. Wajah Andrinof terlihat tak suka. Ia sudah melupakan hal itu jauh-jauh karena tak suka jika wanita yang pernah singgah di hatinya itu disakiti oleh ibunya dengan alasan yang tak jelas. "Kalau dia benci, putus itu hubungan sama keluarga Natalia. Kamu tahu kan, Natalia iparnya Amira? Mau dibatalkan juga enggak mungkin. Mau taruh dimana keluarga El Pasha nantinya?" jawab Andrinof yang kembali mendapat kekehan dari Sam. "Lah, kenapa kamu bingung bikin imej keluarga El Pasha baik di mata publik kalau om kamu sendiri yang malah mencorengnya," celetuk
Keenandra bangun lebih awal dari biasanya. Sejak pukul empat pagi, Amira tak hentinya membangunkannya dari tidur karena tak ingin telat datang ke gedung pernikahan. Dia ingin jadi saksi pernikahan iparnya. Setelah mandi dan berpakaian rapi, Keenandra duduk manis di kursi makan menunggu sarapan pagi yang dibuatkan oleh bibik. Sambil menunggu Amira, ia sibuk mengirimkan pesan pada ibunya yang kini sudah berada di tempat acara. Bahkan, ibunya jadi bagian panitia acara pernikahan yang katanya jadi pernikahan paling besar di Jakarta. Bagaimana tidak besar, keduanya adalah anak pengusaha terkenal yang diharapkan bisa menjadi pasangan. "Sudah?" tanya Keenandra tanpa meninggalkan ponselnya. Ia masih sibuk dengan ponselnya yang menampilkan video ruangan tempat acara berlangsung. Lima menit berlalu tanpa jawaban, Keenandra menaikkan kepalanya. Amira tampak kasak kusuk dengan gaun yang dipakainya. Amira merasa tak nyaman, wajahnya muram dan terlihat ingin menangis. "Kamu kenapa?" tanya Kee
Tepat pukul sepuluh pagi, acara dimulai. Natalia dan Andrinof tampak serasi di meja akad nikah yang tersedia di tengah ruangan. Semua tamu yang datang duduk melingkar di tengah sambil mengabadikan momen sakral itu. Sementara Amira dan Keenandra duduk di tempat paling jauh. Amira sudah tak kuat lagi duduk di kursi lipat yang biasa ada di pesta pernikahan. Pinggangnya sering kebas dan terasa tak nyaman. “Sah!” teriak para saksi dan undangan. Keenandra juga berteriak di tempatnya. Amira tersenyum dari jauh. Matanya berkaca-kaca melihat pemandangan di depannya, ia terharu. Andrinof yang beberapa bulan lalu masih mengejar-ngejar dirinya kini duduk sebagai suami dari Natalia yang juga adik iparnya. “Melamun?” Keenandra menyodorkan potongan kue untuk Amira. "Enggak." Amira tak pandai berbohong. Setelah menjawab pertanyaan suaminya, tatapan Amira lagi-lagi tertuju pada sepasang pengantin yang sedang menyalami para saksi dan tamu undangan.
"Dia pikir dia siapa?" Anna memukul meja kayu di ruangan kerja Bara setelah diusir oleh Keenandra dari ruangannya. Matanya memerah marah dengan emosi yang hampir saja tak bisa dikendalikannya. Niatnya untuk mendekati mantan kekasihnya hilang dalam sekejap karena kata-kata kasar pria itu. "Ternyata dia makin jauh sekarang. Aku pikir, dia hanya singgah sementara lalu akan kembali padaku." Anna memejamkan mata sambil berjalan mengitari ruangan kerja itu. Kepalanya berpikir banyak hal dan cara agar Keenandra mau menerima kehadirannya lagi. Dulu, Keenandra adalah satu-satunya pria yang mau berteman dengannya saat masih sekolah. Dia adalah pria yang selalu memberikan tangannya untuk diraih saat sedang ada masalah. Namun, semenjak orangtuanya tahu tentang hubungan mereka dan mengancam masa depan, mereka pun berpisah. Anna tak tahu apa yang terjadi di tahun berikutnya. Sejak mereka putus, Anna memilih menyingkir dari hidup Keenandra dan tak menunjukkan wajahnya lagi. "Apa yang harus kul
Berita kebahagiaan pasangan Keenandra dan Amira tersebar luas di media. Setelah hampir satu bulan merahasiakan peristiwa percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Aletta, kini mereka siap untuk mempublikasikan semuanya tanpa perantara siapapun. Keenandra duduk tegap diantara banyak media yang hadir. Matanya menatap satu kamera yang mengarahkannya untuk berbicara sesuai dengan yang ingin dibicarakan. "Hari ini, saya ingin menyampaikan kebenaran berita yang telah simpang siur di berbagai media dan pembicaraan dari mulut ke mulut. Mengenai rumor jika istri saya adalah perebut suami orang, itu tidak benar. Saya dan mantan istri menikah karena sebuah perjanjian." Keenandra menarik napas panjang sejenak lalu melanjutkan lagi kalimatnya. "Ketika saya menemukan jika surat perjanjian itu palsu, saya langsung menceraikannya. Sebelum saya menikah, saya sudah bertunangan dengan Amira dan gagal karena perjanjian palsu itu. Jadi, sudah selayaknya saya kembali kepadany
Sejak menghindar dari kejaran Maya, hidup Citra menjadi sedikit tenang sekarang. Tak ada lagi yang mengusiknya hingga menjelang pernikahannya bulan depan. Mungkin saja wanita itu memilih menghindarinya juga karena ancaman dari Sam beberapa waktu lalu. Maya adalah tipe wanita yang tak takut dengan apapun, kecuali kakeknya. Sam mengatakan, dirinya akan mengadu pada kakek Maya jika terus menerus menganggu kehidupannya. Namun, semuanya tak bertahan lama. Maya tiba-tiba saja muncul di kantor Amira dengan senyuman lebarnya. "Hai, Citra," sapanya dari jauh. Citra terdiam, hanya membalas sapaannya dengan lambaian tangannya. "Kita makan siang di luar. Aku mau ajak kamu ke resto yang dulu pernah kamu rekomendasikan." 'Kapan aku rekomendasi resto?' pikir Citra dalam hati. "Ehm, aku mau makan siang sama mas Sam," tolak Citra. "Yah, sayang sekali. Tapi, aku enggak masalah kok makan bersama kalian," ujar Maya tanpa malu-malu. "Tapi mas Sam akan marah. Sebaiknya mbak Maya jangan ikut bersama
Bukan Maya namanya jika menyerah begitu saja. Setelah ditolak mentah-mentah oleh Citra, dia bukannya pergi dari kehidupan wanita itu. Maya malah semakin gencar mendekati bahkan melebihi intensitas kedekatannya dengan Sam sebagai kekasihnya. Citra tak bisa berkutik jika sudah berhadapan dengan Maya. Semua kalimat penolakannya selalu berhasil dihempaskan oleh wanita itu. Saat Citra berpura-pura sedang sakit, Maya datang ke rumahnya. Hal itu membuat Citra risih hingga membuatnya terpaksa menginap di apartemen milik Sam untuk sementara. "Maya tak akan tahu apartemen ini kan?" tanya Citra yang dijawab anggukan oleh Sam. Citra bisa menghela napas lega. Pengawasan di apartemen mewah milik Sam sedikit membuatnya aman. Tak bisa sembarang orang masuk. Sam hanya memberikan kartu tanda pemilik pada Citra sekalian dengan kodenya. "Kamu harus tegas. Bilang saja kalau kamu akan menikah bulan depan," ujar Sam kesal. "Aku sudah tegas. Kurang tegas apalagi aku,
"Amira!" Seseorang muncul dari balik pintu kamar lalu berlari menghampiri Amira yang sedang berbincang serius dengan Keenandra. Matanya terbelalak kaget, bibirnya menganga heran. Maya, wanita yang baru saja datang itu memang tak pernah bertemu dengan Amira selama lebih dari lima tahun sejak kepergiannya ke Kanada bersama Sam. "Masih ingat sama aku?" Amira melengos tak mau menatap Maya yang sejak tadi terkekeh melihat reaksi sahabatnya itu. "Aduh, ada yang marah sama aku nih." Maya mengambil duduk dekat Amira, menepuk-nepuk tangannya dengan lembut. "Maaf ya, aku tuh sedikit sibuk beberapa tahun ini. Kamu tahu kan, aku dan—" matanya melirik ke arah Sam yang sedang duduk di sofa tengah. Maya dan Sam memang tak pernah membicarakan pernikahan mereka. Bahkan tak mengundang semua sahabat dekat mereka di Jakarta. Ini semua karena memang pernikahan mereka adalah pernikahan yang dipaksakan. Maya tak masalah, toh dia juga tak peduli dengan semua itu. Nam
Setelah selesai berbulan madu dan menikmati keindahan Jepang, Andrinof dan Natalia langsung datang menjenguk Amira yang masih berada di rumah sakit. Menyusul kemudian Andrew dan Karina serta ibu mertua Amira yang juga baru pulang dari luar negeri. Mereka semua ramai-ramai mengunjungi cucu pertama keluarga Bara El Pasha yang telah dinantikan kelahirannya. Pasangan Andrinof dan Natalia membawa pakaian bayi yang sudah mereka pesan jauh-jauh hari, keluarga Andrew membawakan pakaian untuk Amira dan perlengkapan untuk pendukung asi. Sedangkan nyonya Marina membawakan vitamin dan jamu-jamuan tradisional untuk membantu memulihkan kesehatan. Mereka bergerombol masuk ke dalam ruangan VIP yang kini sudah penuh sesak. Semuanya antri ingin melihat cucu keluarga Bara El Pasha yang katanya tampan melebihi ayahnya. Itu kata Sam di grup keluarga. "Tampannya. Mirip kakeknya saat masih kecil," celetuk Marina. "Memangnya mama pernah lihat kakek masih kecil?" cibi
Amira tak dapat menahan kegembiraannya tatkala bertemu dengan putra pertamanya yang kini tengah berada di dalam gendongannya. Tubuh mungil selembut kapas itu tertidur. Wajahnya sangat tampan, putih bersih dengan hidung mancung yang diwarisi dari ayahnya. Kata Keenandra, saat matanya terbuka terlihat mirip sekali dengannya. Amira sangat senang. Setidaknya, ada satu kemiripan di wajah putranya itu walau hanya matanya saja. "Tampan ya. Mirip kamu semuanya," ujar Amira yang kini mencebikkan bibirnya. Sedikit kesal tapi ia senang. Keenandra tertawa lalu mencubit bibir istrinya yang menyenangkan itu. "Kalau mau yang mirip kamu, bikin lagi satu," celetuknya yang seketika mendapatkan cubitan di pinggang dari Amira. "Ngomongnya. Aku belum sembuh ya." "Nanti dong. Kalau si adek udah satu atau dua tahun." Amira tak menanggapinya. Namun ucapan Keenandra ada benarnya juga. Umur mereka tak lagi muda, tidak ada salahnya untuk kejar memiliki keturun
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Aletta berteriak dari balik jeruji penjara yang kini membatasi ruang gerak-geriknya. Satu jam lalu, ia dinyatakan bersalah atas tuduhan perencanaan pembunuhan yang hampir membuat nyawa Amira melayang. "Lepaskan aku!" "Heh! Diam lo!" Aletta yang tadi berteriak nyaring seketika terdiam. Suara yang menggelegar baru saja, berasal dari belakang punggungnya. Perlahan ia menoleh, memperhatikan seseorang yang kini berdiri tegap sambil berkacak pinggang menatap padanya. Aletta meneguk salivanya. Nyalinya yang tinggi saat berada di luar penjara tiba-tiba hilang dalam sekejap mata. "Lu mantan artis yang enggak laku itu kan?" orang itu berjalan menghampiri Aletta. Besar dan tinggi bagaikan tiang, melebihi tinggi Aletta. "Kenapa masuk penjara lo?" "I-itu. Karena..." Aletta tergagap. Bibirnya bergetar ketakutan. Sudut matanya basah, rasanya ia ingin sekali menangis yang keras saat ini. "Kalau ditanya,
Tepat tiga hari setelah kejadian, polisi akhirnya turun tangan untuk menangkap Aletta di rumahnya. Saat siang hari Sonia baru saja selesai membereskan kekacauan yang disebabkan oleh amukan Aletta, kedatangan polisi ke rumahnya membuat segalanya kembali kacau. Matanya terbelalak melihat surat penangkapan yang diberikan oleh polisi. Tidak, ia tak percaya jika anaknya terlibat kasus pembunuhan berencana yang membuat nyawa Amira hampir melayang. "Anak saya tidak mungkin seperti itu, Pak. Anak saya selalu di rumah." Sonia mencegah pihak kepolisian masuk ke dalam rumahnya. Sonia tak ingin anaknya ditangkap. Aletta anak yang baik, itu pikirnya. "Silakan dibuktikan di kantor polisi dengan keterangan yang diberikan." Sonia menghalangi dengan merentangkan tangannya, ia tak rela anaknya dibawa oleh mereka. "Ibu, jangan menghalangi tugas kepolisian. Kalau ibu menghalangi, ibu bisa terkena pasal oleh kami karena menyembunyikan pelaku kejahatan." Sonia meng