Tepat pukul sepuluh pagi, acara dimulai. Natalia dan Andrinof tampak serasi di meja akad nikah yang tersedia di tengah ruangan. Semua tamu yang datang duduk melingkar di tengah sambil mengabadikan momen sakral itu. Sementara Amira dan Keenandra duduk di tempat paling jauh. Amira sudah tak kuat lagi duduk di kursi lipat yang biasa ada di pesta pernikahan. Pinggangnya sering kebas dan terasa tak nyaman. “Sah!” teriak para saksi dan undangan. Keenandra juga berteriak di tempatnya. Amira tersenyum dari jauh. Matanya berkaca-kaca melihat pemandangan di depannya, ia terharu. Andrinof yang beberapa bulan lalu masih mengejar-ngejar dirinya kini duduk sebagai suami dari Natalia yang juga adik iparnya. “Melamun?” Keenandra menyodorkan potongan kue untuk Amira. "Enggak." Amira tak pandai berbohong. Setelah menjawab pertanyaan suaminya, tatapan Amira lagi-lagi tertuju pada sepasang pengantin yang sedang menyalami para saksi dan tamu undangan.
"Mbak Maya, kita telat satu jam." "Iya, maaf ya. Tiba-tiba mules perut kakak." Citra mendengus tak suka lalu tersenyum masam setelahnya. Ia tadi ingin sekali melihat akad nikah kedua pengantin tapi karena satu lain hal, keduanya terlambat datang ke acara paling sakral tadi. Di dalam ruangan, suasana yang tadinya bernuansa putih berubah menjadi biru keemasan. Buket bunga diubah, pelaminan sudah dirangkai dengan hiasan yang penuh mewah. Calon pengantin katanya sedang dirias kembali agar tampil segar dan tamu undangan pun telah bergerombol datang memadati kursi yang telah disusun di depan tangga menuju pelaminan. Maya mengajak Citra untuk duduk di kursi tengah. Ia berkeliling sejenak, mengambil minum dan buah dingin untuk Citra. Sedang sibuk berkeliling, Sam dari kejauhan melihat mantan istrinya itu datang bersama Citra. Hal itu membuatnya mengernyitkan dahi heran. "Kenapa sama Maya?" Sam menghampiri Citra yang sedang duduk s
Sam, Citra dan Maya terdampar di sebuah pusat jajanan kaki lima setelah menghadiri pesta mewah Andrinof dan Natalia. Ketiganya tak banyak bicara. Ini semua karena ulah Sam dan Maya yang sempat beradu mulut di dalam pesta. Citra yang malu, membawa mereka keluar setelah meminta maaf pada pemilik pesta. Perut Sam berbunyi. Makanan yang dilahapnya tadi pagi tak bisa menahan rasa lapar yang mendera perutnya. Akhirnya, mereka bertiga terpaksa duduk di bangku abang nasi goreng dekat hotel. "Harusnya kita bisa makan Cordon Blue tadi, Cit," celetuk Maya yang masih kesal dengan mantan suaminya. Ia melirik ke arah Sam yang duduk sambil mengangkat kakinya. Pria itu tak mau mengalah sedikitpun pada wanita. "Itu kan salah kalian. Kenapa berkelahi di dalam gedung," tunjuk Citra pada keduanya. "Cit, padahal dia yang salah," tuduh Sam pada wanita berambut pendek di sebelahnya. "Kamu yang ngamuk kenapa aku yang disalahkan?" Maya tak terima dengan tud
"Sayang, besok aku mau ke kantor sebentar. Kan Andrinof hari ini bulan madu ke Bali terus lanjut ke Jepang, posisi pimpinan kosong enggak ada yang pegang," teriak Keenandra dari dalam kamar mandi. "Terus?" Kepala Keenandra menyembul keluar dari dalam sambil memegang sikat gigi dengan dada terbuka tanpa pakaian. Pria itu baru saja selesai mandi dan belum memakai pakaian sama sekali. "Papa sama-sama sibuk urus perceraian, jadi mau enggak mau aku yang harus turun tangan," lanjutnya. "Iya, enggak apa-apa." Amira yang baru saja bangun dari tidur nyenyaknya hanya mengangguk malas. Hari ini rencananya mereka akan ke klinik langganan tapi sepertinya harus diundur karena Amira tiba-tiba harus menghadiri rapat internal perusahaan secara daring. Citra saja sudah rewel sejak pagi menghubungi Amira untuk mengingatkan tengah jadwalnya. "Aku besok sendirian kah di rumah?" Amira merengut. Sedikit kesal tapi ia bisa memakluminya. Mereka sem
Seorang wanita duduk di kursi dekat jendela mengarah ke halaman luas sebuah kafe taman. Wanita itu membuka buku kecil, sebuah catatan kecil tentang hari-harinya. Semenjak ia kembali ke Jakarta, harinya hampa. Seseorang yang pernah mengisi hatinya telah pergi mencari hati yang lain tanpa pernah menunggu dirinya kembali. Mata liarnya memandang ke arah luar, berharap ada sesuatu yang menarik hatinya. Tak ada, hanya awan yang berarak kecil menandakan hari ini akan cerah hingga malam. "Selamat siang." seorang pria paruh baya duduk di hadapan wanita itu sebelum dipersilakan. "Sudah lama menunggu?" "Belum, Om. Saya nunggu om datang." wanita itu menutup buku kecil lalu memasukkannya ke dalam tas yang berada di pinggir kursinya. "Saya mau membicarakan tentang hubungan kita berdua. Kamu ada waktu untuk—" "Sebenarnya apa mau om? Saya sudah sabar mengikuti semua rencana yang telah disusun. Tapi mengapa saya tidak mendapatkan apa yang saya ingink
Pagi hari, Amira duduk di tepi ranjang dengan perasaan hati yang tak nyaman. Berkali-kali ia meremat tangannya tanda ia sedang gelisah. Begitu bunyi pintu kamar terdengar, matanya segera beralih menatap Keenandra yang masuk sambil membawa segelas susu hangat padanya. Keenandra yang tak pernah melihat Amira dalam keadaan seperti itu sempat bertanya dalam hati, apa yang terjadi dengannya? "Kamu kenapa?" tanya Keenandra. Segelas susu hangat diberikannya pada Amira. Menunggu sang istri meneguknya hingga habis lalu bertanya lagi. "Tidak baik melamun di pinggir ranjang." "Aku sepertinya dapat firasat buruk," jawab Amira setelah menghabiskan segelas susu hangat yang diberikan suaminya. "Keenan, kalau misalkan terjadi sesuatu pada hidupku tolong jaga anak kita nanti. Aku—" "Kamu bicara apa sih? Sudah malam, ayo tidur." Keenandra menarik tangan Amira dengan lembut lalu membawanya pada pelukan hangat. "Jangan pikirkan apapun, aku akan menjaga kamu sekuat tenaga."
Kedua wanita itu saling melemparkan tatapan yang sulit diartikan. Aletta hanya diam memicingkan matanya dengan senyuman tersungging di bibirnya yang tipis. Sedangkan Amira tampak tenang menyuapkan es krim ke dalam mulutnya. Tangan ibu hamil itu terlihat kaku, tak bisa menyendok lagi es krim yang setengahnya telah mencair seiring tatapan menghunus mengintimidasi lawan bicara di depannya. Namun, saat Aletta tersenyum manis bersahabat tiba-tiba kebekuan itu mencair. "Berapa usia kandunganmu? Sepertinya kamu bahagia, ya?" Amira terdiam. Sejenak ia menarik napas panjang lalu mengangguk. "Syukurlah kalau kamu bahagia." "Kita bertemu di waktu yang tak terpikirkan di kepala. Kamu sedang berjalan-jalan atau—" Amira sekedar berbasa-basi. Ia ingin melihat reaksi mantan istri Keenandra itu dengan sindirannya, tapi sepertinya Aletta tak ingin dipatahkan begitu saja. "Sekedar berjalan-jalan. Aku hanya ingin mampir," potongnya. Amira mengangguk sam
Benar-benar tak tenang. Keenam langsung menghentikan rapat yang tengah berjalan dan memberikan wewenangnya pada salah satu asisten yang ia percaya untuk melanjutkan. Tangannya sempat mengepal marah sebelum akhirnya berhasil melampiaskannya dengan menggebrak meja kerjanya hingga benda di atasnya bergetar. Segera ia menuju ke rumah sakit setelah mendengar kabar buruk dari Citra. Ia terus merutuki betapa bodoh dirinya yang telah meninggalkan istrinya sendiri di rumah. Seharusnya ia membawa Amira ke kantor, bukan meninggalkannya. Laju kendaraan itu begitu kencang menerobos jalanan ibukota yang padat di siang hari. Hanya butuh waktu lima belas menit, Keenandra telah sampai di rumah sakit. "Bagaimana keadaan Amira?" tanya Keenandra yang baru saja datang. Di ruang tunggu sudah ada ibunya yang juga baru saja tiba. Matanya masih merah karena kurang tidur karena sesampainya di bandara ia langsung menuju rumah sakit. "Sabar, keenan. Amira masih
[Breaking news: Pemilik agensi QA entertainment dipanggil pihak kepolisian berdasarkan laporan dari estetique cosmetic atas pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pemilik agensi.] "Aletta, sudah dua kali kamu seperti ini. Apa sih yang kamu inginkan? Kita bisa hidup dengan damai kan?" Amira menghela napasnya kasar. Ia sebenarnya sudah lelah dengan semua hal yang berkaitan dengan Aletta. Amira bersandar di sofa ruangannya. Setelah Aletta dipanggil oleh pihak kepolisian, ia langsung meminta wanita itu untuk datang ke kantornya. Untung saja ia menurutinya. Kini, mereka berdua tengah berhadapan dengan tatapan saling menghunus satu sama lain. "Aku masih dendam sama kamu. Tapi sebenarnya aku juga dijebak oleh Anna. Kamu kenal orang itu?" Amira mengangguk. "Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" "Dia kan sudah kabur sama papa mertua. Biarkan saja," jawab Amira santai. "Jadi, dia selingkuhan om Bara?" Amira mengangguk. "Yang aku tahu, dia itu mantan pacar Keenan." "Ya, dia balas dendam sam
"Aletta! Apa yang kamu perbuat pada Keenan sampai dia marah dan menganggu papa? Sudahlah Aletta. Jangan pernah mengusiknya lagi." Aletta yang baru saja bangun dari tidur dan duduk di meja makan hanya memutar bola matanya malas. Ia merasa kesal terus digurui oleh ayahnya. Rasa sakit hatinya masih terasa hingga sekarang, apakah ayahnya tak peduli padanya lagi? "Papa! Aku tuh lagi memperjuangkan nama baikku yang sudah dirusak oleh mereka. Papa sepertinya lebih senang nama baikku hancur daripada nama ayah yang memang sudah hancur sejak dulu," ketus Aletta. Sonia membelalakkan matanya. Ia tak menyangka jika anaknya akan berani berkata kasar pada ayahnya sendiri. Ardiwira hampir saja akan melayangkan tamparannya pada Aletta, untung saja Sonia bisa mengatasinya. "Jangan seperti ini pada anak sendiri. Bicara dengan baik dan jangan berbuat keributan," ujar Sonia. Ardiwira menurunkan tangannya lalu melanjutkan lagi makan paginya. Sonia menaruh roti isi ke piring Aletta dan menyuruhnya maka
Amira tidur lebih dulu setelah makan malam. Matanya sangat lelah setelah seharian duduk mendengarkan rapat mendadak yang dilakukan oleh tim legal untuk membahas fitnah yang ditujukan pada brand miliknya. Walaupun itu bukan tugas utama tim legal, tapi mereka bisa menanganinya karena masih berhubungan dengan reputasi brand yang mereka jaga selama ini. Menjelang tengah malam Amira terbangun. Rasa haus yang mencekat tenggorokannya membuatnya terpaksa bangun dan turun dari ranjang. Matanya menyipit mendapati tempat kosong di sampingnya. Rupanya sang suami juga terbangun di tengah malam. "Kau belum tidur atau baru bangun?" tanya Amira yang melihat sosok Keenandra di sofa ruang tengah. "Kemarilah." Keenandra menepuk tempat kosong di sebelahnya. Amira mendekat. Karena rasa haus yang menyerang, ia begitu saja menyambar gelas minum milik suaminya lalu meneguknya hingga tandas. "Kenapa terbangun, ada pekerjaan yang membuatmu tak bisa tidur?" tanya Amira. Keenandra menggelengkan kepalanya. I
Keenandra memimpin langsung rapat divisi penyiaran yang rencananya akan menyiarkan tentang manipulasi surat hutang yang dilakukan oleh perusahaan kecil milik keluarga Ardiwira. Sebenarnya kasus ini sudah ditutupi dengan rapi oleh keluarga itu namun tiba-tiba mencuat karena lawan yang dihadapi oleh Ardiwira adalah anak perusahaan milik kakak Amira. Kebetulan yang sangat bermanfaat. Kepala divisi penyiaran sudah menyiapkan draft untuk berita skandal itu esok hari. Ia memaparkan bahwa hasil investigasi itu sangatlah mudah, mengingat perusahaan milik kakak Amira juga pernah berhubungan dengan SUN TV. Banyak yang telah mereka dapatkan langsung dari sumbernya. "Semua aman?" tanya Keenandra. Kepala divisi mengangguk. "Siapkan semuanya dengan baik. Saya mau narasumber, hasil investigasi di kantor pajak dan semua yang berhubungan dengan kasus itu ditunjukkan ke depan publik. Kasus ini mungkin adalah kasus kecil, tapi ini menyangkut dengan kelakuan Aletta yang s
Rencana penghancuran itu dimulai. Aletta yang berada di belakang layar memainkan perannya dengan apik. Ia membuat konten yang berhubungan dengan niatnya untuk menghancurkan reputasi baik Amira. Minggu pertama, ia mulai membahas kosmetik yang sedang viral. Aletta sengaja menaruh nama kosmetik milik Amira sebagai bahan percobaan. Lalu minggu depannya, ia membahas tentang status anak yang lahir di luar pernikahan dan yang paling puncaknya, ia juga membahas tentang nepotisme di kalangan para pengusaha agar bisnisnya berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya menuai pro kontra yang cukup menarik di kalangan publik. Satu sisi menunjukkan sisi positif, tapi di sisi lainnya sangat berpotensi menimbulkan isu sensitif yang sedang beredar. Benar saja, publik jadi menduga jika semua yang dikatakan oleh konten milik agensi baru Aletta tengah menyindir Amira, pebisnis muda yang dirumorkan telah merebut Keenandra dari sisi Aletta. 'Ini jelas menyindir Amira. S
Amira memperlihatkan pesan yang tadi diterimanya pada Citra, sekretarisnya. Wanita itu terkejut tak percaya. Pasalnya, selama ia bekerja dengan Amira, baru kali ini bosnya itu mendapatkan ancaman serius dari salah satu musuhnya. Dan sepertinya, orang yang mengancam ini mengenal baik Amira dan suaminya. "Menurutmu, apa ini ada kaitannya dengan Aletta?" tanya Amira dengan wajah serius. "Apa yang harus kulakukan?" "Mbak Amira, selama ini Aletta tidak pernah mengancam mbak walaupun ada permusuhan diantara kalian. Ya, walaupun sering memaki dan itu sudah biasa. Tapi, ini sesuatu yang berbeda." Citra mengetukkan jarinya pada dagu. Ia berpikir sejenak lalu kembali berkata, "Apakah ini orang yang berbeda? Maksud aku—" "Tepat sekali. Aku sama berpikiran seperti kamu. Tak mungkin Aletta mengancamku seperti ini. Seburuk-buruknya dia, hanya sebatas caci maki saja. Siapa sebenarnya yang telah mengancamku?" "Mungkin saja—" "Siapa yang mengancammu?" pintu ruangan terbuka dengan kasar dari luar.
Anna tidak main-main dengan rencananya menghancurkan Keenandra dan keluarganya. Ia nekat mendatangi petinggi rumah sakit yang pernah dikenalnya lalu membebaskan Aletta dengan surat yang menyatakan jika wanita itu telah sembuh total dari penyakitnya. Ia mengajak Aletta untuk bekerjasama membuat sebuah acara online yang berfokus pada perubahan psikologis seseorang dan mentalitasnya juga. Acara seperti itu sedang banyak disukai masyarakat kelas menengah dan berhasil mengangkat nama Aletta sebagai salah satu survivor di sana. Hal ini tak luput dari pengawasan Keenandra yang baru mengetahui cerita viral Aletta lewat media sosial yang sering dibacanya. Ada satu video yang menayangkan kisah tentang Aletta dari sisi seorang istri yang tersakiti karena pengkhianatan suaminya. Lalu kisah itu dibelokkan dengan narasi bahwa Amira yang telah membuat kehancuran itu. "Siapa sih yang tak sakit hati kalau lihat suami masih menghubungi mantan tunangannya? Ya, pastilah semua wanita akan mengamuk," uj
Tidak bisa mendekati Keenandra dengan cara halus, Anna rupanya masih punya banyak ide licik untuk mendekatinya. Terpikirkan di kepalanya untuk mendekati Amira, istri Keenandra itu tapi ia tak punya akses lebih dekat dengannya. Sambil menunggu umpannya datang mendekat, Anna lebih baik menjemput bola terlebih dahulu. Dari rumor yang ia dengar dari para penggosip dunia hiburan, mantan istri Keenandra kini tengah dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di Jakarta. Walau dia sendiri belum bisa memastikannya. "Mau ke mana?" tegur Mia, sahabat dekat Anna yang tinggal bersama di apartemennya. Sejak isu perselingkuhan mencuat, Anna tak bisa lagi menggunakan fasilitas dari Bara untuk sementara. Ia tak mau disorot oleh media. "Mencari sesuatu," sahut Anna. "Kau tidak sedang merencanakan sesuatu yang salah, kan?" Mia rupanya mencurigai tingkah Anna. Tidak biasanya wanita itu pergi sesiang ini di hari kerja. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan olehnya. "Jangan macam-macam. Kalau ingin balas d
"Dia pikir dia siapa?" Anna memukul meja kayu di ruangan kerja Bara setelah diusir oleh Keenandra dari ruangannya. Matanya memerah marah dengan emosi yang hampir saja tak bisa dikendalikannya. Niatnya untuk mendekati mantan kekasihnya hilang dalam sekejap karena kata-kata kasar pria itu. "Ternyata dia makin jauh sekarang. Aku pikir, dia hanya singgah sementara lalu akan kembali padaku." Anna memejamkan mata sambil berjalan mengitari ruangan kerja itu. Kepalanya berpikir banyak hal dan cara agar Keenandra mau menerima kehadirannya lagi. Dulu, Keenandra adalah satu-satunya pria yang mau berteman dengannya saat masih sekolah. Dia adalah pria yang selalu memberikan tangannya untuk diraih saat sedang ada masalah. Namun, semenjak orangtuanya tahu tentang hubungan mereka dan mengancam masa depan, mereka pun berpisah. Anna tak tahu apa yang terjadi di tahun berikutnya. Sejak mereka putus, Anna memilih menyingkir dari hidup Keenandra dan tak menunjukkan wajahnya lagi. "Apa yang harus kul