Saat ini Ayuna sudah berada di atas motor tua milik Jaka, sepanjang perjalanan gadis itu hanya diam, bahkan rona di wajahnya terlihat masih tampak, karena merasa malu dengan pertanyaan yang sempat Jaka tanyakan padanya. Untung saja saat itu dirinya bisa berdalih, jika debaran jantungnya tadi karena ia masih merasa syok dengan kejadian yang ia alami, dan saat itu Jaka langsung mempercayainya. Namun meskipun begitu, Ayuna tetap saja masih tidak bisa mengkondisikan jantungnya saat ini. Entah kenapa, berdekatan dengan Jaka dengan jarak sedekat ini, membuat tubuhnya bereaksi, ada sesuatu yang aneh dalam diri gadis itu, hingga membuatnya sedikit gelisah.Jaka melihat raut wajah Ayuna dari kaca spion, sepertinya gadis itu sedang meringis menahan rasa sakit dipergelangan kakinya. "Neng Ayuna apakah sakit sekali?" tanya Jaka, matanya masih menatap dari kaca spion motor miliknya."Iya, rasanya sedikit ngilu," jawab Ayuna. Gadis itu membalas tatapan Jaka dari kaca spion, lalu mencoba tersenyum ,
Ayuna dan Jaka masih berada didalam satu kamar, setelah membantu Ayuna dan memastikan keadaan kakinya yang terluka dalam keadaan yang baik, Jaka langsung berpamitan, pemuda itu mengatakan jika dirinya akan menjemput bidan desa yang sering menangani orang sakit, dikampung tersebut."Jaka apa kamu sungguh akan meninggalkan aku sendirian di sini dalam keadaan seperti ini?" ucap Ayuna dengan tatapan sendu."Saya hanya akan memanggilkan bidan, lagi pula sebentar lagi Juragan Wildan akan pulang, bukankah Neng Ayuna sudah mendengar sendiri tadi, begitu khawatirnya beliau saat mengetahui jika putrinya kecelakaan," ucap Jaka. Ayuna memang sudah menghubungi ayahnya, dan memberitahukan tentang kecelakaan yang menimpanya, dan tentu saja Juragan Wildan yang mendengar putrinya kecelakaan menjadi panik dan khawatir, dan tanpa pikir panjang, lelaki paruh baya itu langsung memutuskan sambungan telponnya, untuk melihat keadaan Ayuna langsung."Tetapi aku takut," ucap Ayuna dengan suara lirih."Takut? T
Feri menatap Lola, lelaki tersebut masih menunggu jawaban dari istrinya itu. Entah kenapa belakangan ini feri merasa jika istrinya Lola selalu mencurigai dirinya, memiliki hubungan dengan bibinya sendiri. Ya kalaupun Feri sendiri sempat melihat gelagat aneh dari istri pamannya itu, namun Feri yakin jika Uut tidak mungkin menaruh rasa padanya."Katakan! Apa yang Bi Uut bilang padamu saat kau menemuinya tadi siang, sehingga kau bisa menjadi seperti ini," tanya Feri yang kembali mendesak."Bi Uut memang tidak mengatakan apapun, tetapi entah kenapa aku merasa kalau dia itu menyukaimu Feri, kamu sadar tidak sih? Aku bisa melihat raut wajahnya yang berbeda saat setiap dia membicarakan mu," jelas Lola.Feri menghela nafasnya berat, saat mendengar ucapan sang istri. Meskipun awalnya dirinya juga sempat merasakan hal yang sama seperti yang dikatakan Lola, tapi tetap saja, Feri tetap akan menyangkalnya, tidak perduli jika semua itu memang benar adanya, dia tidak perduli, jika memang istri paman
Juragan Wildan dan Jaka masuk ke dalam kamar, pandangan keduanya langsung tertuju ke arah tempat tidur, di mana saat ini Ayuna berada."Ada apa Nak? Kenapa kamu menjerit?" tanya Juragan Wildan. Lelaki paruh baya itu masih terlihat panik."Sakit Ayah, sepertinya kaki ku ini patah deh," adu Ayuna. Gadis itu memperhatikan bidan desa tersebut yang sedang mengobati kakinya, sebagai mana mestinya.Mendengar ucapan putrinya, pandangan Juragan Wildan langsung tertuju ke arah Bu Anjar, untuk meminta penjelasan, begitu juga dengan Jaka yang terlihat masih penasaran dengan kondisi kaki Ayuna yang sebenarnya."Begini Juragan, setelah saya periksa, sepertinya tulang kaki putri Juragan, saya rasa tidak mengalami masalah yang parah, hanya cidera saja, keseleo, saya akan kasih resep obat, nanti silahkan ditebus," jelas Bu Anjar."Benarkah Bu Anjar? Tapi tadi kenapa dia menjerit?" Bukan Juragan Wildan, namun Jaka lah yang bertanya."Oh, itu tadi karena saya menyentuh bagian yang sakit, yang memar kare
Tepat pukul 7 malam, Jaka sampai di depan rumah Indah kekasihnya, setelah memarkirkan motor miliknya, pemuda itu langsung melangkah menuju rumah bercat putih tersebut. Sejenak langkah pemuda itu terhenti, saat matanya melihat kendaraan yang terparkir di depan rumah sang kekasih."Ini motor siapa? Apa di dalam sedang ada tamu?" gumam Jaka, matanya terus mengamati motor tersebut, lelaki itu merasa pernah melihat motor yang terparkir di depan matanya saat ini, namun Jaka lupa, di mana dirinya pernah melihat motor tersebut."Bang Jaka sudah datang?" Terdengar suara seseorang yang sangat Jaka kenal suara tersebut, membuat lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya dari motor tersebut pada sosok yang menyapanya."Neng Indah," ucap ya sambil tersenyum. Lelaki itu menatap ke arah seorang gadis yang sedang melangkah ke arahnya dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya, membuat senyum itu menulari Jaka. "Ayo masuk Bang, Ayah sudah menunggu,""Ayah? Maksud Neng, Ayah kamu sedang menungg
Jaka tersentak, mendengar ucapan Pak Wongso, ayah dari kekasihnya itu sungguh menguji kesabaran Jaka, pemuda itu dibuat ketar-ketir hanya dengan kata-kata lelaki tersebut. Jaka dapat menyimpulkan dengan jelas, jika Pak Wongso tidak akan merestui pernikahan mereka jika Jaka masih belum bisa membujuk orang tuanya untuk menjual lahan tanah milik keluarga mereka."Pak Wongso bercandanya sangat keterlaluan, coba lihat wajahnya Jaka, sampai pucat begitu saat mendengar ucapanmu tadi," ujar Pak Bandi. Sedangkan Pak Wongso hanya tersenyum menanggapi ucapan temannya tersebut.Tatapan Pak Wongso beralih pada Jaka, yang saat itu terlihat masih diam, tidak lama seringai tipis terlihat di wajahnya. "Kau kenapa Jaka? Syok mendengar ucapan saya tadi? Benar apa yang dikatakan Pak Bandi, saya hanya bercanda. Saya tahu sebagai calon menantu yang baik, kau tidak akan mengecewakan saya, iya kan." Sarkas Pak Wongso dengan senyum smirk nya.Mendengar ucapan Pak Wongso, Jaka tersenyum. "Ah, tidak. Saya hanya
Saat ini Jaka sudah berada di teras rumahnya, pemuda itu terlihat menghela nafas, saat mengingat kembali permintaan ayah dari kekasihnya. "Jaka kau sudah pulang ternyata, kenapa tidak langsung masuk Nak?" ucap Bu Romlah yang baru datang dari dalam rumah."Iya Bu. Jaka baru saja sampai, tumben jam segini Ibu belum tidur?" ucap pemuda tersebut."Belum ngantuk, lagi pula nungguin kamu juga. Sudah ayo masuk! Jangan lupa motor Bapak mu itu juga dimasukan, walaupun butut, tetapi banyak kenangannya," ucap Bu Romlah sambil tertawa. Sedangkan Jaka hanya tersenyum mendengar ucapan ibunya tersebut, lalu setelahnya pemuda itu mengikuti langkah sang ibu sambil mendorong motor lama milik bapaknya masuk ke dalam rumah."Bapak mana Bu?""Oh, Bapakmu sudah tidur. Sepertinya kecapean habis mencangkul tadi sore," jelas Bu Romlah."Mencangkul?" ucap Jaka untuk kembali memastikan."Iya, apa sebelumnya ibu belum memberitahukannya padamu Nak? Sepertinya sudah deh, atau ibu yang lupa," ucap Bu Romlah."Enta
Suara Pak Agus yang baru saja keluar dari kamar mengalihkan pandangan ibu dan anak tersebut."Bapak sudah bangun, sini Pak kita sarapan bersama, kebetulan ibu juga sudah masak sayur lodeh kesukaan Bapak," ucap Bu Romlah. Wanita paruh baya itu mengambil piring, lalu mengisinya dengan nasi dan lauk-pauk, keluarga mereka memang sudah terbiasa sarapan dengan nasi, tidak seperti kebanyakan orang yang sarapannya hanya dengan makanan ringan, seperti kue atau roti.Pak Agus melirik ke arah putranya yang banyak melamun di meja makan, lelaki paruh baya itu melirik pada istrinya, yang kebetulan saat itu juga sedang melihat ke arahnya. Bu Romlah yang paham arti tatapan suaminya itu hanya mengedikan bahu, lalu menggelengkan kepala, tanda ia juga tidak tahu."Jaka apa ada masalah di perkebunan?" tanya Pak Agus, membuat Jaka seketika menoleh ke arah Pak Agus."Sebenarnya ada sedikit kendala di sana, tetap Bapak tenang saja, Jaka bisa mengatasinya," ucap lelaki itu seolah membenarkan dugaan bapaknya,