Saat ini Jaka sudah berada di teras rumahnya, pemuda itu terlihat menghela nafas, saat mengingat kembali permintaan ayah dari kekasihnya. "Jaka kau sudah pulang ternyata, kenapa tidak langsung masuk Nak?" ucap Bu Romlah yang baru datang dari dalam rumah."Iya Bu. Jaka baru saja sampai, tumben jam segini Ibu belum tidur?" ucap pemuda tersebut."Belum ngantuk, lagi pula nungguin kamu juga. Sudah ayo masuk! Jangan lupa motor Bapak mu itu juga dimasukan, walaupun butut, tetapi banyak kenangannya," ucap Bu Romlah sambil tertawa. Sedangkan Jaka hanya tersenyum mendengar ucapan ibunya tersebut, lalu setelahnya pemuda itu mengikuti langkah sang ibu sambil mendorong motor lama milik bapaknya masuk ke dalam rumah."Bapak mana Bu?""Oh, Bapakmu sudah tidur. Sepertinya kecapean habis mencangkul tadi sore," jelas Bu Romlah."Mencangkul?" ucap Jaka untuk kembali memastikan."Iya, apa sebelumnya ibu belum memberitahukannya padamu Nak? Sepertinya sudah deh, atau ibu yang lupa," ucap Bu Romlah."Enta
Suara Pak Agus yang baru saja keluar dari kamar mengalihkan pandangan ibu dan anak tersebut."Bapak sudah bangun, sini Pak kita sarapan bersama, kebetulan ibu juga sudah masak sayur lodeh kesukaan Bapak," ucap Bu Romlah. Wanita paruh baya itu mengambil piring, lalu mengisinya dengan nasi dan lauk-pauk, keluarga mereka memang sudah terbiasa sarapan dengan nasi, tidak seperti kebanyakan orang yang sarapannya hanya dengan makanan ringan, seperti kue atau roti.Pak Agus melirik ke arah putranya yang banyak melamun di meja makan, lelaki paruh baya itu melirik pada istrinya, yang kebetulan saat itu juga sedang melihat ke arahnya. Bu Romlah yang paham arti tatapan suaminya itu hanya mengedikan bahu, lalu menggelengkan kepala, tanda ia juga tidak tahu."Jaka apa ada masalah di perkebunan?" tanya Pak Agus, membuat Jaka seketika menoleh ke arah Pak Agus."Sebenarnya ada sedikit kendala di sana, tetap Bapak tenang saja, Jaka bisa mengatasinya," ucap lelaki itu seolah membenarkan dugaan bapaknya,
Di kediaman rumah Pak Agus, terlihat sepasang suami istri tersebut sedang duduk di teras rumah, keduanya sedang membahas lahan yang akan mereka tanami sayur-sayuran."Pak, bagai mana, apa sudah ada bibit sayurnya?" ucap Bu Romlah."Sudah Bu, bapak sudah mendapatkannya dari Tono," jawab Pak Agus. Tono adalah tetangga mereka, orang yang sama, yang saat ini sedang menjadi sopir Juragan Wildan. Selain bekerja diperkebunan milik Juragan Wildan, Pak Tono juga memiliki kebun sayuran yang cukup luas di belakang rumahnya, dan yang mengelolanya saat ini adalah istri dan anaknya yang sudah menikah."Oh, baguslah kalau begitu, semoga saja usaha kita bisa berkembang ya Pak,""Aamiin, Bapak juga berharap seperti itu Bu," Saat keduanya asik membahas masalah lahan yang akan mereka tanami sayuran, tiba-tiba pandangan sepasang suami istri tersebut teralihkan, saat mendengar suara motor yang memasuki pekarangan rumah mereka. Sejenak keduanya saling pandang, saat mengetahui siapa yang datang sepagi ini
Ayuna masih memperhatikan Jaka yang saat itu tengah duduk disebuah gazebo. Terlihat pemuda itu menghembuskan sesuatu di mulutnya, hingga keluarlah kepulan asap berwarna putih dari bibir seksi lelaki tersebut.Ayuna mengernyitkan kening, mungkin gadis itu cukup terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Tenyata dia merokok ya? Sebenarnya sih aku kurang begitu suka, tapi kenapa kalau Jaka yang melakukannya terlihat macho ya," gumam gadis itu, yang masih terus memperhatikan Jaka dari dalam mobil."Jaka!" Ayuna berteriak memanggil pemuda tersebut, gadis itu memutuskan untuk memanggil pemuda tersebut, terlihat Ayuna membuka lebar kaca yang ada di pintu bagian belakang. Tentu saja itu membuat Jaka yang melihatnya tersentak kaget."Neng Ayuna, kenapa dia ada di sini? Bukankah dia sedang sakit?" gumam Jaka, penuh tanda tanya. Pemuda itu masih belum bergerak dari tempat duduknya, namun tanpa sadar pandangannya justru masih tertuju ke arah gadis cantik tersebut."Hei ... " Ayuna kembali mel
Semenjak pulang dari perkebunan, Ayuna memilih untuk mengunci dirinya di kamar, entah kenapa gadis itu merasa kesal sendiri, saat mengingat kejadian Jaka yang tidak menjawab candaan ayahnya tadi, padahal kan tidak masalah sama sekali, namun kenapa Ayuna merasa kesal? Jangan salahkan Ayuna, karena sejujurnya gadis itu hanya ingin tahu apa yang ada dipikiran lelaki itu tentang dirinya."Bodoh, buat kamu susah-susah marah sama dia, memangnya dia perduli? lagi pula kamu ini siapanya Jaka Ayuna. Sadar dong! Wajah kamu di sini keriput karena marah tidak jelas, sedangkan dia di sana? Mana perduli dengan apa yang kamu pikirkan," ucap Ayuna bermonolog sendiri, untuk menumpahkan rasa kesalnya.Tok-tok-tok"Ayuna buka pintunya Sayang, ayah mau bicara sama kamu," panggil Juragan Wildan dari balik pintu kamar gadis itu."CK, apaan sih Ayah, ganggu aja. Sudah tahu aku lagi malas keluar kamar, masih saja mengganggu," gumamnya kesal. Tanpa sadar gadis itu mengumpat sang ayah, padahal di sini Juragan
Jaka masih mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Pak Agus, bapaknya tersebut. Beberapa detik pikirannya kosong, namun pikiran itu kembali tertarik saat sadar dengan ucapan orang tuanya tadi."Pak, apa yang barusan Bapak katakan?" tanya Jaka, pemuda itu seolah masih belum percaya dengan apa yang baru saja bapaknya itu katakan, mengapa begitu mudah orang tuanya itu mengatakan demikian, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Jaka, kalau bapaknya itu akan melakukan hal tersebut demi dirinya.Sedangkan di rumah Juragan Wildan, terlihat Ciko duduk di ruang tamu. Saat tahu Ayuna, gadis yang ia sukai ternyata kecelakaan, pemuda itu langsung bergerak menuju rumah Ayuna. Tidak perduli jika saat ini sudah cukup larut, lelaki itu tetap bertamu. Ciko ingin memastikan jika gadis pujaannya itu dalam keadaan yang baik, ya walaupun tidak bisa dikatakan baik-baik saja, setidaknya Ciko merasa tenang, jika sudah melihat sendiri kondisi gadis itu."Maaf Ciko, sepertinya Ayuna nya suda
Di dalam sebuah kamar, yang cukup sempit, terlihat seorang pemuda sedang menatap nanar sebuah map bewarna merah, lelaki itu meremas sedikit kuat, pinggiran map tersebut, yang berada di genggamannya sungguh perasaanya saat ini tidak menentu, antar senang dan juga sedih. Senang karena jalannya pemuda itu untuk menikahi kekasihnya sudah berbuka lebar di depan mata, namun sedih karena mengetahui pengorbanan kedua orang tuanya yang sampai seperti ini.Ya, tadi malam Pak Agus sudah memutuskan, akan menyerahkan lahan perkebunan warisan milik kakeknya tersebut kepada Jaka, sebagai mahar sang putra untuk menikahi gadis pujaan hatinya, memikirkan itu kembali tiba-tiba membuat hatinya jadi gundah gulana. Jaka berpikir apakah ia harus merelakan warisan milik keluarganya hanya demi keegoisannya, itulah yang Jaka pikirkan saat ini. Bu Romlah yang awalnya hendak menuju dapur, menghentikan langkahnya, saat matanya tidak sengaja melihat pintu kamar putranya sedikit terbuka, karena merasa penasaran, w
Setelah kepergian Juragan Wildan, Ciko kembali duduk. Sedangkan Bi Ratih langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuk majikannya."Bi, apa Ayuna, kalau jam segini belum bangun ya?" tanya Ciko, lelaki itu menatap pintu kamar Ayuna yang masih tertutup rapat."Selama sakit biasanya bibi membangunkan Neng Ayuna jam sembilan Nak Ciko," jelas Bi Ratih."Benarkan? Berarti saya datangnya kepagian dong?""Sepertinya begitu,""Apa tidak bisa dibangunin saja Bi, seperti yang Om Wildan katakan tadi?" tawar Ciko.Baru saja Bi Ratih hendak menjawab, tiba-tiba terdengar suara seorang gadis yang memanggil Bi Ratih, dan siapa lagi kalau bukan Ayuna. Kepala gadis itu menyembul dari luar kamar, sedangkan tubuhnya masih berada di dalam kamarnya. Sedangkan Ciko dan Bi Ratih langsung menoleh ke arah sumber suara, dan mereka mendapati Ayuna yang ternyata sedang menatap ke arah mereka, dengan wajah bantal dan rambut yang berantakan, meskipun begitu, wajah gadis itu tidak pernah terlihat jelek sama se