"Sandra pergi ke lumbung." Sulastri dengan terpaksa berbohong.
"Dengan Arya?" Rayhan bertanya tegas."Arya sudah pulang!" Sulastri berbohong lagi."Oh ya baguslah! Kalau begitu, saya akan bawa anak anak, untuk pulang!" seru Rayhan."Nah Ray, nggak menginap di sini dulu?" Sulastri menawarkan."Nggak Bu. Nggak bisa. Saya ke sini saja, benar benar menyempatkan waktu. Apa Sandra tidak cerita soal suami adik iparnya yang mengalami kecelakaan?""Sandra hanya bilang kalau kamu sibuk. Ada kepentingan keluarga.""Hmm! Sekarang, dimana anak anak! Apa Ibu bisa siapkan mereka untuk ikut pulang bersama denganku?""Tentu Nak!" Sulastri dengan cepat pergi ke kamar kedua cucunya.Saat ini, di dalam kamar kedua bocah kecil itu, ada Anita menemani mereka."Anita!" Sulastri melambaikan tangan ke arahnya."Ada apa Budhe?""Gawat! Ada Rayhan datang! Cepat kamu siapkan koper anak anak. Dia mau memAwalnya, hari - hari pernikahan kami, berjalan seperti biasa. Kami selalu saling mencium dan memeluk setiap pagi sebelum berangkat bekerja.Aku selalu membawakan makanan kesukaannya saat pulang dari bekerja. Aku pun tak lupa memberikan buket bunga di setiap moment penting kami.Aku tak pernah menyuruhnya memasak, karena kami sama sama suka makan di luar. Aku tak ingin membebani istriku dengan pekerjaan rumah tangga. Karena aku tahu, tugasnya di kantor juga begitu banyak. Suatu hari, aku harus pergi bertugas di luar kota selama 2 minggu. Tak ada yang aneh waktu itu, semua nampak biasa saja.Aku totalitas bekerja saat di luar kota, hingga hari kepulanganku tiba."Tut! Tut! Tut!"Malam itu aku menelepon istriku, selama beberapa kali. Tak ada jawaban. Padahal saat itu, aku akan bertanya oleh - oleh apa yang ia inginkan.Keesokan paginya, aku langsung pulang berniat memberikan kejutan untuk istriku. Tak ku sangka, malah aku
Pecahan kaca berserakan di atas lantai. Suara teriakan Levin dan Ana membuat semua orang lari berhamburan masuk ke dalam rumah."Ada apa?" "Kenapa gelasnya bisa pecah?""Bibi Anita!" seru Levin sambil menunjuk ke arah Anita.Rupanya penyakit maag Anita, sedang kambuh.Dengan sigap, Arya menolongnya. Ia memberikan obat yang selalu ada di dalam tasnya. Hal ini membuat Anita, terpanah. Ia mengamati wajah Arya. "Kamu juga membawa obat maag?" Sandra merasa heran."Karena aku juga sama seperti Anita. Aku penderita maag."Semua hal yang di lakukan Arya membuat Sulastri terkesan. Sulastri mengubah penilaiannya tentang Arya."Kamu adalah laki-laki yang sangat baik, Nak. Terima kasih untuk semua hal yang kamu lakukan hari ini," ucap Sulastri.Semua ucapan Sulastri, seakan memberikan lampu hijau untuk Arya. Senyumnya mengembang di wajahnya yang tampan."Tidak Bu. Ini bukan apa - apa. Ibuku ser
"Wulan, pa mau mu? Kenapa kamu ada di rumahku?" pekik Sandra."Apa? Rumahmu? Nggak salah? Ini rumah kakakku. Aku bebas ke sini kapanpun aku mau!" seru Wulan seraya berkacak pinggang."Rumah kakakmu? Ini rumah suamiku. Rumah kami berdua! Jadi kamu harus punya sopan santun, saat bertamu ke rumah kami." Sandra menegaskan.Wulan yang tidak mau kalah debat, menarik rambut Sandra ke belakang. Hal ini membuat Sandra kesakitan, ia pun menarik baju Wulan. Akhirnya Wulan melepaskan rambut kakak iparnya."Kurang ajar kamu! Dasar gadis j@lang! Kamu jalan dengan teman kakakku dan sekarang kamu berlagak sok suci!" Sandra hanya terdiam sambil menatap tajam ke arah Wulan."Berapa banyak Arya membayar tub*hmu untuk semalam? Atau kamu yang membayar Arya agar ia mau memuaskanmu!" Wulan mencibir dengan kalimat yang cukup ketus.Kata - kata Wulan cukup membuat Sandra tersinggung. Ia lantas menampar pipi adik iparnya tersebut, cukup keras.
Sandra menunduk, ia tak berani bicara apapun saat ini."Katakan yang sebenarnya! Apa Arya bersama dengan kalian? Apa dia ikut menginap di rumah Ibumu?" Rayhan mendesak.Sandra menoleh ke arah Rayhan."Mas, apa kau lupa? Kau yang meninggalkan kami di villa waktu itu?""Oh tidak! Tentu aku tidak lupa. Aku sangat ingat dengan jelas. Dan aku juga ingat, kalau aku hanya meminta Arya mengantarkanmu pulang. Bukan berjalan - jalan ke rumah Ibumu." Rayhan memberikan penekanan pada setiap kalimatnya melalui kontak mata dengan Sandra.Sandra menghela nafas. Ia sungguh merasa malas untuk berdebat dengan Rayhan."Apa maumu sebenarnya Mas? Kenapa kau terus menerus memojokkan aku?" "Patuh! Aku ingin kau patuh dan paham, bahwa kau hanya bisa dimiliki olehku!" ucap Rayhan dengan tegas.Sandra tak menyahut. Ia diam dan berdiri mematung."Katakan dengan jujur, apa saja yang telah kau lakukan dengan Arya? Kau berkencan de
"Apakah Arya mengirimkanmu sepucuk surat? Perlihatkan tanganmu!"Pertanyaan ini membuat Sandra hampir pingsan. Ia menggelengkan kepala."Jika tidak ada apa - apa, kenapa menyembunyikan tanganmu yang satu lagi? Berikan kertasnya." Rayhan bicara lagi sambil melangkah perlahan ke arah Sandra.Sandra benar benar ketakutan, ia menyelipkan kertas itu di sela sela tempat tidur. Sandra menyodorkan kedua tangannya. Rayhan tampak memicingkan kedua mata."Kalau kau berani macam macam, maka aku tak akan memaafkanmu!" Rayhan mengancam.Sandra menganggukkan kepalanya."Sudahlah aku mau ke kantor. Ini sudah sangat membuang-buang waktu. Oh iya, ku ingatkan sekali lagi, jangan bertengkar dengan Wulan!" Rayhan keluar dari kamar.Sandra menghela nafas lega. Ia lantas mengambil kertas yang berisikan surat cinta dari Arya."Aku harus menyimpan surat ini dimana ya?" Sandra berdiri di depan lemari baju miliknya. Ia menyelipkan surat c
Saat malam hari setelah selesai makan malam, Sandra langsung masuk ke dalam kamar. Ia duduk sembari memandangi langit malam yang bertabur bintang."Kenapa sejak tadi, aku perhatikan, kau hanya diam?" Rayhan menegur sikap Sandra. Namun Sandra tak menghiraukan pertanyaan dari suaminya."Apa kau sudah bicara dengan Ana? Mengenai keluhan gurunya di sekolah?"Kali ini Sandra menyahuti dengan gelengan kepala. Rayhan yang tak suka melihat sikap Sandra, segera meraih bahu Sandra dengan kasar."Sandra! Lihat aku! Aku sedang bicara denganmu! Kenapa sejak tadi, wajahmu tidak menatap ke arahku?" Rayhan melotot."Aku capek Mas. Badanku sakit." Sandra mengeluh."Oh sakit rupanya. Apa mau aku buat lebih sakit?""Mas! Kalau kamu, sudah mulai bosan sama aku, dan kamu sudah temukan wanita lain, kamu ngomong. Kita bisa berpisah dengan cara baik baik!" Sandra menegaskan."Apa barusan kamu bilang?" Berani rupanya kamu ya bilang sepe
"Hei! Kenapa hanya berdiri di sana! Ayo cepat buka pintunya!" seru Rayhan karena kakinya terasa pegal, berdiri di depan pintu pagar."Ya! Tunggu sebentar! Aku akan ambil kunci pagarnya lebih dulu!" Arya dengan gugup masuk ke dalam rumah. Ia memberitahu Sandra jika Rayhan ada di depan rumah."Apa kalian berdua memang janjian untuk datang ke sini bersama sama? Rayhan ada di luar, sekarang.""Apa?" Sandra kaget tak percaya."Kau tidak tahu, kalau dia juga akan datang ke sini? Bagaimana ini? Maaf, kau harus bersembunyi." "Dimana?" "Di tempat Ana bermain dengan hamsterku. Jangan bicara ataupun berisik. Kecuali, kalau kau memang sudah siap untuk mengumumkan hubungan kita!" tegas Arya.Sandra dengan patuh mengikuti ucapan Arya. Ia menemani Ana bermain dengan hamster.Sementara itu, Arya mengambil kunci gembok dan berlari ke arah pagar."Lama sekali!" Rayhan memprotes."Aku lupa dimana mena
"Aku sedang bertanya padamu! Jawablah! Kenapa kau jadi lamban, sekarang!" Rayhan membentak Sandra.Suara Rayhan yang kencang, membuat telinga Sandra, berdengung."Karena aku menggunakan parfumku sendiri. Apa menurut Mas, di dunia ini yang memiliki parfum hanya temanmu itu?" "PLAK!"Sebuah tamparan mendarat di pipi Sandra. Ana yang terkejut ketika melihat Ibunya ditampar menjadi shock dan berteriak sambil menangis. Ia berlari menuju ke kamarnya."Papa jahat! Papa jahat! Hiks hiks hiks!" Ana merajuk.Rayhan tak mempedulikan bahwa sikap kasarnya, juga telah melukai hati Putri kecilnya."Tamparan ini adalah sebuah peringatan untukmu! Jangan kau anggap aku ini orang yang bodoh. Aku tahu, wangi parfum siapa yang menempel di bajumu! INI MILIK ARYA!" teriak Rayhan dengan wajah memerah karena marah."Kau ke rumahnya hari ini? Benar kan? JAWAB!!!" teriak Rayhan lagi." Aku, aku hanya mengantar Abel untuk meliha
"Siapa ini?" tanya Wulan."Hallo... ini benar kan nomor telepon Aryo?""Iya ini nomer telepon Aryo. Kamu siapa? Saya tanya kenapa nggak jawab?""Aku Meisha.""Meisha siapa? Untuk apa mencari Aryo?""Aku kekasihnya. Aku," ucap wanita itu tak terdengar karena Aryo merampas dengan paksa ponselnya dari tangan Wulan."Aryo... siapa Meisha?" tanya Wulan lirih."Dia masa laluku." "Jika memang benar dia adalah masa lalumu, darimana dia dapatkan nomor ponselmu?""Dari adikku, Edo. Atau mungkin dari ibuku.""Apa? Adikmu? Ibumu? Mereka semua mengenal Meisha?""Ya mereka semua mengenalnya.""Tapi bagaimana mungkin? Dia kan hanya sebatas mantan pacarmu.""Sudahlah Wulan. Aku tak ingin membahas ini. Dia hanya masa laluku. Lebih baik kita makan malam bersama. Aku sudah lapar."Aryo berjalan ke dapur dan menyiapkan makan malam. Aryo membuat omellete kentang keju, makanan fa
Aryo dan Wulan kembali tinggal di rumah mereka yang berada di Jalan Begonia. Aryo dengan telaten merawat Wulan hingga perlahan, mata Wulan dapat sedikit melihat cahaya.Aryo tak hanya merawat Wulan dengan baik, Aryo juga membersihkan rumah dan memasak. Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, Aryo membuatkan sarapan dan juga makan siang untuk Wulan.Setelah Aryo berangkat kerja, seperti biasanya Wulan akan mulai berjalan perlahan ke seluruh ruangan yang ada di sana. Ia menghafal dengan sentuhan tangannya setiap sudut rumahnya.Terkadang karena terpeleset atau tersandung sesuatu, Wulan jatuh ke lantai. Namun itu tak menyurutkan semangatnya untuk belajar hidup normal lagi dengan keadaannya yang sekarang.Aryo sekarang bekerja di perusahaan yang sama dengan tempat Arya bekerja. Tapi ia masih belum memberitahu Wulan. Sebab Aryo masih menaruh rasa curiga kepada Wulan. Dulu Wulan juga mengejar Arya agar mau menikahinya. Aryo tak tahu, apakah cintanya un
Liya menelepon Arya dan menceritakan mengenai apa yang ia dengar barusan. Belum selesai Liya bercerita, Arya telah mematikan ponselnya.Liya kemudian mengambil payung, guna membantu Sandra. Tapi begitu melihat tampilan garang Rayhan yang ada di halaman rumah, ia memundurkan langkahnya karena takut."Ibuku bukan pembunuh!! Apa kau dengar itu?!" teriak Rayhan dengan wajah kesal diiringi suara derasnya hujan yang ikut turun."Ibumu pembunuh! Sama seperti Novimu! Pembunuh! Pergi kau dari sini! Jangan membuat keributan di sini!" teriak Sandra.Rayhan naik pitam mendengar ucapan Sandra, ia mendorong tubuh Sandra hingga terjatuh. Dan menginjak punggung tangan Sandra."Aah sakit. Lepaskan tanganku.""Kau camkan baik baik, aku tak akan menerima hinaanmu yang kau berikan untuk Ibuku!""Aku tidak menghina! Aku bicara fakta!"Ucapan Sandra semakin membuat amarah Rayhan memuncak. Ia dengan keras menginjak punggung tanga
Sandra senang sekali dapat berjumpa dengan Bi Inah dan Pak Tarjo. Anak anaknya juga ikut senang karena hal tersebut."Ini Non saya bawakan bubur ayam buat anak anak," uap Bi Inah seraya menyodorkan kantong plastik."Wah ini makanan favorit Levin dan Ana.""Maaf ya Non, Bibi hanya bisa bawa bubur saja untuk anak anak.""Bi, ini adalah makanan terlezat bagi kami," sahut Levin seraya mengambil bungkusan bubur dari tangan ibunya."Levin hati - hati. Buburnya masih panas. Liya, tolong kamu bantu Levin ya.""Siap Non," ucap Liya.Sandra mengobrol dengan Bi Inah. Dan saling mengobati rasa rindu yang mereka rasakan."Bibi nggak nyangka, bakalan pisah dari Non," ucap Bi Inah."Kehidupan di dunia ini nggak ada yang pasti Bi.""Non... sudah menggugat Tuan ya? Apa Non nggak ingin kembali bersama Tuan?""Tidak Bi. Kami lebih baik berpisah. Kami memiliki terlalu banyak perbedaan."Tarjo sejak tadi hanya diam saja karena mengamati Liya."Pak Tarjo Bengong terus sejak tadi!" ucap Sandra."Eh iya Non
Pagi itu entah kenapa Sandra sangat merindukan Bi Inah, asisten rumah tangganya yang ada di rumah Rayhan. Jadi ia memutuskan untuk menelepon Bi Inah."Jam segini, pasti Rayhan tak ada di rumah. Aku akan telepon dan bicara sebentar dengan Bi Inah.""KRiiiNG!!!" Suara telepon yang ada di rumah Rayhan berdering kencang."Hallo." "Hallo... Bi..," ucap Sandra."Eh Non... bagaimana kabarnya? Terakhir kali kita ngobrol, teleponnya di ambil paksa oleh Tuan.""Aku baik... Bibi gimana?" "Bibi ya begini begini saja non. Nggak terlalu baik. Nggak terlalu buruk juga. Oiya Bibi dengar kabar kalau Non Sandra sekarang tinggal di Apartemen Cattleya Posh?""Iya aku pernah tinggal di sana... tapi sekarang aku sudah pindah.""Lho kenapa Non?" tanya Bi Inah penasaran."Panjang ceritanya Bi. Lain kali saja aku ceritakan.""Anak anak gimana Non?""Anak anak sehat, Bi." "Kalau boleh, Bibi
"Ma... Pak Haris kok nyium mama? Kata mama, Pak Haris itu teman mama?!" Aku memprotes."Kenapa memangnya kalau teman berciuman? Sekedar mencium kening, jangan merespon berlebihan," ucap Mama."Kalau Papa tahu, pasti Papa marah."" Papamu tak akan tahu apapun. Kecuali kamu yang memberitahukan hal itu kepadanya. Tapi Ray, untuk apa kamu memberitahu Papamu? Papa bahkan tak percaya dan peduli lagi padamu. Mama yang memperjuangkan kamu di sekolah baru hingga kamu menjadi juara di sekolah seperti sekarang ini," ucap Ayunda."Mama benar. Papa tak pernah percaya pada setiap ucapanku. Saat ketika aku bilang aku tak pernah menonton film biru. Papa ragu. Saat aku bilang aku tak membentak ataupun melotot ke arah guru kelasku, Papa juga tak percaya."Aku melupakan kejadian tentang ciuman Pak Haris kepada mama, dengan segera. Yang menjadi prioritasku dalam hidup adalah kesuksesan berkarir. Aku tak pernah lagi peduli tentang hal di luar itu.A
"Kamu masih bilang nggak melakukan apa apa! Dasar anak kurang ajar! Guru kelasmu sendiri yang bilang kepada Kepala Sekolah, jika kamu sudah berani membentak dan melotot padanya saat ada ujian dikelas!!" teriak Papa kesal."Sekarang kamu dengan entengnya bilang, jika kamu nggak pernah melakukan apa apa?!" teriak papa lagi."Aku memang tidak melakukannya pa! Kenapa papa nggak percaya padaku! Aku saat itu hanya tidak mau mengerjakan tugas darinya. Tapi aku sama sekali tidak membentak ataupun melotot kepada Bu Widya.""Lalu kau mau bilang jika Bu Widya yang berbohong?! Dasar anak kurang ajar!!" ucap papa seraya memukulku lagi tanpa ampun dengan gagang sapu."Dia memang berbohong pa. Kenapa papa lebih percaya ucapan orang lain daripada ucapanku?" ucapku lirih dengan mata sembab."Hentikan dramamu! Setelah ini papa nggak akan mau tahu tentangmu lagi!"Sejak saat itu, mama memberhentikan Bu Anna sebagai guru les privatku. Mama sejak awa
Namaku Rayhan Wijaya, dulu saat masih menjadi siswa SD, aku selalu rutin bangun jam 5 pagi.Aku giat belajar, mengerjakan PR dan semua tugas proyek yang diberikan oleh guruku di sekolah.Ayah yang selalu mengingatkanku untuk rajin belajar. Ayah juga memberikanku seorang guru les privat, yang membantu mengajariku setiap sore. Namanya adalah Bu Anna.Bu Anna menguasai beberapa bahasa dari negara berbeda. Selain cantik dan ramah, Bu Anna juga sangat baik dan sabar saat mengajar. Selain pelajaran sekolah, ia juga mengajariku mengenai budi pekerti dan norma norma yang ada dalam kehidupan sehari-hari.Dalam bimbingannya, prestasiku naik dengan pesat. Aku mendapat nilai terbaik saat kelulusan Sekolah Dasar."Belajar bukan hanya sekedar membaca dan menghafal. Belajar bukan hanya bicara mengenai nilai akademis tapi juga bicara tentang arti pentingnya kebaikan kepada sesama." Kata kata Bu Anna itu yang kujadikan panutan hingga aku masuk ke SMP.
Sandra nampak murung. Pak Albert mengajaknya untuk duduk sebentar di kantin yang ada di sana. Pak Albert juga sudah menelepon Arya dan memberitahu jika proses mediasi sudah selesai.Arya datang menjemput Sandra dari pengadilan. Ia melihat Sandra yang duduk di mobilnya dengan wajah menunduk."Apa yang terjadi tadi?" tanya Arya sembari menggenggam tangan Sandra."Tak ada yang perlu dikhawatirkan.""Lalu kenapa kau kelihatan sedih? Apa dia tadi membentakmu?""Sedikit bentakan saja. Tapi aku sedih bukan karena bentakan Rayhan.""Lalu kenapa?" tanya Arya penasaran."Apa tindakanku sudah benar? Meski tak menunjukkan reaksi yang berlebihan di sana, tapi aku tahu jika Rayhan sangat marah.""Apa yang dikatakan oleh hatimu? Ikutilah itu.""Kenapa lewat sini? Kita mau kemana?" tanya Sandra ketika ia melihat kios kebab langganannya."Ke rumahku. Anak anak ada di sana. Kau istirahat di sana dulu. Aku tidak bisa turun. Aku akan langsung ke kantor setelah ini." Sandra mengikuti permintaan Arya.***