Share

Bab 18. Perhatian

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2024-11-30 18:55:34
Naura berbalik dengan cepat. Dion berdiri di ambang pintu dapur, alisnya berkerut dalam. Wajahnya penuh tanya, matanya langsung terarah pada Naura dan Mirna yang tampak bersalah.

“Mas Dion ....” Naura tergagap, mencari alasan. Suaranya serak, seperti tertahan oleh beban yang semakin berat. Ia takut jika Dion mendengar semuanya.

“Apa yang sedang kalian bicarakan?” tanya Dion lagi.

Naura merasa seluruh tubuhnya kaku. Tangannya yang basah karena keringat menyeka ujung meja dapur. Tentu saja, ia tidak mungkin menjelaskan yang sebenarnya.

“Kami hanya membicarakan tentang kesehatan Ibu Lastri, Pak Dion,” jawab Mirna dengan nada tenang.

Dion mengerutkan alis, semakin curiga. “Oh, jadi seperti itu?”

Naura melirik Mirna dengan panik. Perasaan takut yang menghantui sejak tadi semakin menekan dadanya. Apa yang harus ia katakan? Ia tahu Dion bukan tipe orang yang mudah dibohongi.

“Naura, apa kamu sedang menyembunyikan sesuatu?” Dion mendekatkan wajahnya. Suaranya tegas, tetapi tidak
Rich Mama

Selamat sore menjelang malam :-) Rakira Dion pergi ke mana ya? ada yang nungguin Pak Reval gak nih??? >,<

| 2
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 19. Di Ruangan sang CEO

    “Ibu sudah sarapan, Nyonya,” jawab Bi Mirna sambil tersenyum. “Ini bibi mau antarkan jus buat Ibu Lastri.” Naura mengangguk pelan. “Terima kasih ya, Bi. Sudah dibuatkan sarapan juga,” katanya dengan tulus. “Sama-sama, Nyonya. Bibi mau ke kamar Ibu Lastri dulu,” ujar Bi Mirna sebelum melangkah pergi membawa nampan berisi jus jeruk itu. Setelah Bi Mirna pergi, Naura kembali duduk di meja makan. Ia melanjutkan makan paginya, tetapi pikiran tentang Dion tidak bisa diabaikannya begitu saja. Ia mengingat-ingat semalam. Tidak ada tanda-tanda bahwa Dion harus pergi pagi-pagi sekali. Semuanya terasa normal. Naura menghela napas panjang, mencoba meyakinkan dirinya bahwa Dion mungkin hanya lupa memberitahu. Namun, rasa gelisah tetap menyelinap di hatinya. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja, memeriksa apakah ada pesan dari Dion. Tidak ada. “Dia terlalu sibuk,” pikir Naura, mencoba memberikan alasan. Tetapi alasan itu tidak membuat hatinya lega. Ia memandang piring nasi goreng d

    Last Updated : 2024-11-30
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 20. Menginginkan Lebih

    Naura membeku. Ia tak menyangka situasinya akan seperti ini. “Saya … maaf, saya tidak tahu kalau Bapak sedang sibuk.” Naura berdiri dengan gelisah di dekat pintu, tatapannya tertunduk. Ia menyesal telah menerobos masuk tanpa izin. Suasana di ruangan itu begitu mencekam, membuatnya merasa seperti seorang siswa yang sedang dimarahi guru. Ia menelan ludah saat Reval berbicara. “Saya minta maaf. Saya benar-benar tidak tahu,” kata Naura dengan suara pelan, sambil menunduk dalam-dalam. Ia melirik Ervan yang masih berdiri tidak jauh dari meja Reval. Tatapan pria itu sulit ditebak. Seperti campuran antara bingung dan penasaran. Naura menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk segera keluar dari situasi canggung ini. “Kalau begitu saya permisi, Pak,” lanjut Naura, suaranya hampir bergetar. Ia melangkah mundur, bersiap meninggalkan ruangan. Namun, suara Reval yang tegas menghentikan langkahnya. “Tidak perlu.” Naura membeku. Ia mendongak perlahan, menatap Reval yang kini m

    Last Updated : 2024-12-01
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 21. Tidak Bisa Menahan Diri

    Kalimat itu menghantam Naura seperti gelombang besar yang menghancurkan ketenangannya. Ia membuka matanya perlahan, menatap Reval dengan campuran ketakutan dan kemarahan. Jantung Naura berdetak begitu kencang hingga ia merasa tubuhnya gemetar. “Anda salah,” balas Naura, mencoba menegaskan dirinya meskipun suara itu hampir tidak terdengar. “Apa yang Anda pikirkan tidak benar. Saya tidak pernah ...” Reval mengangkat alis, memotong kalimat Naura dengan tatapan yang penuh dominasi. “Tidak pernah apa? Menginginkanku?” ia bertanya, nadanya seperti ejekan yang menggores harga diri Naura. Naura merasa wajahnya semakin memanas, tetapi kali ini bukan karena malu. Itu karena amarah. “Anda tidak tahu apa-apa tentang saya, Pak,” ujar Naura dengan suara yang sedikit lebih tegas. “Dan apa pun yang Anda pikirkan tentang saya, itu salah.” Ruangan itu hening sejenak. Suasana mencekam yang melingkupi mereka seperti menekan seluruh udara keluar dari paru-paru Naura. Ia ingin pergi, men

    Last Updated : 2024-12-02
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 22. Tidak Akan Melepasmu

    “Tidak mungkinkan Pak Reval yang melakukannya?” Naura terduduk lemas di kursinya. Merasa menyesal karena menghabiskan makanan tanpa mencari tahu terlebih dahulu siapa pengirimnya. “Biarlah. Siapa suruh makanan itu ada di meja kerjaku.” Pukul lima sore, Naura merasakan sedikit bosan. Tubuhnya terasa begitu lelah. “Mungkin membuat secangkir kopi bisa menenangkan pikiran.” Dengan sisa tenaga yang ada, Naura memilih untuk pergi ke pantry. Langkah-langkah sepatu hak rendah Naura terdengar pelan di sepanjang koridor kantor. Ia membawa minuman favoritnya, berniat untuk sedikit bersantai di pantry sebelum kembali menghadapi tumpukan laporan. Saat memasuki pantry, ia melihat Andi, rekan kerjanya yang ramah, sedang menuangkan air panas ke dalam gelas berisi teh celup. “Hai, Mbak Naura!” sapa Andi sambil tersenyum lebar. “Lagi nyari inspirasi juga di sini?” Naura tertawa kecil. “Bisa dibilang begitu. Istirahat sebentar dari angka-angka yang nggak habis-habis.” Andi mengangguk s

    Last Updated : 2024-12-03
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 23. Pasrah

    Suara detak jam dinding samar-samar terdengar dalam ruangan yang sunyi itu. Naura berdiri di depan meja besar milik Reval dengan tatapan ragu. Pandangannya sesekali teralihkan ke arah pintu, berharap ada alasan untuk pergi, namun kenyataannya tidak semudah itu. Reval menyandarkan tubuhnya di kursi kulit hitam dengan tenang, tetapi matanya menyimpan sorot tajam yang membuat Naura merasa terintimidasi. Wajahnya seperti sedang menimbang sesuatu yang tidak ia ucapkan. “Kamu pasti sudah tahu jawabannya, bukan?” Suara Reval terdengar rendah namun tegas, memecah keheningan. Naura mencoba menenangkan dirinya. Napasnya pelan namun terasa berat. “Saya mengerti, Pak. Saya harus siap kapan pun Bapak membutuhkan saya. Termasuk ...” Kata-katanya menggantung di udara. Tenggorokannya terasa kering, sulit baginya untuk melanjutkan kalimat. Ia tahu apa yang diinginkan Reval, namun menyatakannya dengan suara lantang adalah tantangan besar. Sejujurnya, Naura bersyukur karena Reval sempat membiar

    Last Updated : 2024-12-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 24. Bohong

    “Kalau begitu, kamu boleh pergi,” ujar Reval tiba-tiba, membuat Naura menoleh dengan tatapan terkejut. “Pak?” “Kamu bilang ingin fokus pada pekerjaanmu, 'kan? Pergilah, dan pastikan kamu tidak membuat kesalahan,” ujar Reval sambil memeriksa dokumen di mejanya. Naura tidak butuh penjelasan lebih lagi meski ia merasa bingung dengan perubahan sikap Reval yang tidak menentu. Wanita itu berdiri dengan hati-hati, takut jika Reval tiba-tiba berubah pikiran. Naura segera melangkah keluar dari ruangan itu, merasa dadanya sesak. Tetapi bahkan ketika pintu tertutup di belakangnya, bayangan tatapan Reval masih menghantuinya. Ada sesuatu tentang pria itu yang membuat Naura merasa terperangkap, seolah ia sedang memainkan permainan yang tidak ia pahami aturannya. Saat Naura kembali ke meja kerjanya, Andi menyapanya dengan senyum ramah. “Hei, Mbak Naura. Bos besar ngomongin apa tadi?” Naura tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. “Hanya urusan pekerjaan, seperti biasa.”

    Last Updated : 2024-12-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 25. Milik Dion

    “Sendiri?” tanya Dion lagi, nada curiganya membuat Naura merasa semakin tidak nyaman. Naura menggigit bibir, ragu untuk menjawab. “Iya. Sendiri,” ujar Naura . Suaranya hampir tak terdengar. Ia berusaha untuk tidak terlihat gugup, tetapi dadanya terasa sesak. Reval yang berdiri tidak jauh darinya mengeluarkan tawa kecil, nyaris seperti ejekan. Naura langsung menoleh tajam. “Apakah kamu sudah meminta bantuan? Aku akan ke sana.” “Sudah kok, Mas. Mas Dion tidak perlu khawatir.” Sambungan terputus. Naura merasa sedikit takut. Perasaannya mendadak tidak enak. Ia melirik ke arah Reval. Tiba-tiba lift berhenti dengan hentakan kecil yang nyaris membuat Naura kehilangan keseimbangan. Lampu di dalam ruangan sempit itu berkedip sekali sebelum mati total, menyisakan mereka berdua dalam gelap. “Astaga!” Naura menjerit dan refleks bergerak dari posisinya. Naura merapat ke dinding lift, kedua tangannya menggenggam tas dengan erat. Napasnya terdengar lebih cepat dari biasanya. Ia mencob

    Last Updated : 2024-12-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 26. Terluka

    Naura perlahan membuka matanya. Cahaya lampu klinik terasa menyilaukan, membuatnya sedikit menyipitkan pandangan. Hawa dingin dari pendingin ruangan terasa menusuk kulitnya. Kepalanya masih terasa berat, dan tubuhnya lemah seperti kehilangan daya. “Mas Dion ....” Naura berteriak kecil. Seolah baru saja terbangun dari mimpi buruknya. Genggaman tangan itu rupanya tidaklah nyata. Nama Dion keluar dari mulutnya disertai dengan desah napas yang lemah. Kepalanya menoleh perlahan, berharap menemukan sosok suaminya yang ia panggil dalam kegelapan. Namun, pandangannya hanya bertemu dengan wajah dingin Reval. Reval duduk di kursi samping ranjang, tangan terlipat di dada, ekspresi datar menghiasi wajahnya. Mata tajamnya menatap Naura tanpa sepatah kata pun. “Suamimu tidak datang, Naura,” ucap Reval, tenang namun penuh penekanan. Hati Naura berdesir, seperti ditusuk ribuan jarum kecil. Ia menatap Reval dengan sorot mata penuh tanya, campuran antara marah dan bingung. “Bagaimana mungkin? A

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 97. Jatuh

    Setelah makan siang yang penuh ketegangan terselubung, Reval memutar kunci mobilnya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memegang ponsel. Ia tampak serius, berbicara dengan seseorang di ujung sana dengan nada tegas. Naura duduk diam di kursi penumpang, mencoba mengalihkan perhatian dari suara Reval dengan menatap jalanan yang mulai dipadati kendaraan. Perutnya masih terasa kenyang, tetapi pikirannya tidak tenang. Sikap Reval yang samar atau tidak jelas, membuatnya kesulitan menebak apa yang sebenarnya lelaki itu inginkan darinya. “Baik, aku akan sampai dalam lima belas menit,” ujar Reval sebelum menutup panggilannya. Ia melirik Naura sekilas, lalu mengarahkan mobil kembali ke arah proyek. “Pak, apakah kita kembali ke lokasi proyek?” tanya Naura, mencoba memecah keheningan. Reval mengangguk. “Ada yang perlu aku cek lagi. Kamu ikut.” Naura mendesah pelan, merasa tidak memiliki pilihan. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini hanya p

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 96. Menggigit

    Reval mendekat, menatap Naura dengan tatapan yang sulit diartikan. “Naura, dengarkan aku baik-baik. Apa yang terjadi di luar sana, apa yang orang lain lakukan, tidak pernah memengaruhi bagaimana aku bekerja atau bagaimana aku melihat situasi ini. Clara tidak berarti apa-apa.” Naura merasa wajahnya memanas mendengar penegasan itu. Tetapi sebelum ia bisa merespons, Reval melanjutkan. “Dan satu hal lagi,” kata Reval, suaranya menjadi lebih lembut. “Kamu tidak perlu merasa terganggu oleh hal-hal seperti itu. Fokuslah pada pekerjaan kita. Itu yang penting.” Naura mengangguk pelan, meskipun hatinya masih diliputi rasa tidak nyaman. Wanita itu menggenggam tangan, mencoba menenangkan pikirannya. Mungkin, ia hanya terlalu sensitif. “Naura.” Wanita itu menoleh, melihat wajah Reval yang begitu dekat dengannya. “Jangan lupa, besok pagi kita masih banyak kegiatan. Jangan tidur terlalu larut.” Reval mengecup singkat kening Naura. Membuat wanita itu terdiam kaku di tempatnya. Kecupan singka

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 95. Menikmatinya?

    Naura merasa wajahnya memanas. Ia hanya mengangguk singkat dan melangkah keluar. Di dalam lift, mereka berdiri berdampingan, tetapi tidak ada yang berbicara. Naura mencuri pandang ke arah Reval, mencoba membaca ekspresinya, tetapi seperti biasa, ia tidak menunjukkan apa-apa. Ketika mereka hendak turun dari mobil, Reval membukakan pintu untuknya. “Kamu sudah melakukannya dengan baik hari ini,” ucap Reval singkat, tetapi ada nada tulus dalam suaranya. Naura terkejut mendengar pujian itu. “Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha lebih baik lagi.” Reval mengangguk, lalu berjalan pergi. Naura berdiri di sana sejenak, merenungkan kata-kata pria itu. Meski hanya sederhana, pujian itu memberinya semangat baru untuk menghadapi hari-hari berikutnya. Namun, ketika ia melangkah masuk ruangan, di sana sudah ada dua orang yang menunggu. Mereka akhirnya duduk bersama dua klien di meja bundar yang dikelilingi kursi empuk. Percakapan mengalir dengan santai, sesekali dipenuhi suara gelas yang berad

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 94. Cantik

    Suasana mendadak begitu sunyi. Kehangatan yang ditinggalkan lelaki itu seolah terserap oleh dinding-dinding kamar yang kini terasa dingin dan luas. Naura menghela napas panjang, kemudian berbalik menatap kamarnya yang luas dan elegan. Kamar hotel itu begitu mewah dengan perabotan kayu berkilap, seprai putih bersih yang tertata rapi, dan balkon besar yang menghadap ke taman di luar. Namun, bukannya merasa nyaman, Naura justru merasa asing. Ia berjalan pelan ke jendela besar yang menampilkan pemandangan senja. Langit oranye membentang di atas pohon-pohon kelapa yang melambai tertiup angin. Di kejauhan, burung-burung beterbangan kembali ke sarang mereka. Betapa damainya dunia di luar sana. Berbeda jauh dengan badai kecil yang mengisi hatinya saat ini. Naura menyandarkan dahinya ke kaca yang dingin. Ingatan tentang kejadian tadi kembali terlintas di benaknya. Sentuhan Reval di tangannya, ciuman yang terasa terlalu hangat, terlalu nyata. Dia menggigit bibir bawahnya, mencoba menepis

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 93. Benar-benar Gila

    Naura meliriknya sekilas dari sudut matanya. “Apa maksud Pak Reval?” “Pak Handoko. Dia mengira kita pasangan,” jawab Reval sambil menyetir dengan fokus. “Kamu bisa saja menjelaskan kalau itu hanya kesalahpahaman.” Naura menghela napas pelan, menahan emosi yang mulai menggelegak. “Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya tanpa membuat suasana semakin aneh. Lagipula, itu kesalahan Bapak.” Reval tersenyum tipis, meskipun matanya tetap tertuju ke jalan. “Kesalahanku?” “Ya,” jawab Naura tegas. “Bapak yang memegang tangan saya di bawah meja. Saya tidak mungkin menjelaskannya di depan semua orang tanpa membuat mereka curiga.” Reval mengangguk pelan, seolah memahami maksudnya. “Baiklah, aku akui itu salahku. Tapi kamu terlalu memikirkannya. Pak Handoko hanya bercanda. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Naura menatap ke luar jendela, mencoba menenangkan pikirannya. Percakapan itu seharusnya selesai, tetapi ada sesuatu tentang sikap Reval yang membuatnya gelisah. Lelaki itu sering kali

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 92. Kenapa Diam Saja?

    Nada suara Selena membuat Naura merasa seperti sedang dihakimi. Namun, ia hanya tersenyum tipis dan menjawab, “Saya akan berusaha melakukan yang terbaik.” Percakapan itu terhenti ketika Reval memanggil Selena. Wanita itu segera menghampirinya, meninggalkan Naura dengan perasaan campur aduk. Ia mencoba mengalihkan fokusnya kembali ke pekerjaannya, tetapi bayangan Selena yang begitu dekat dengan Reval terus mengganggu pikirannya. Setelah inspeksi di lapangan selesai, Reval meminta semua orang untuk kembali ke ruang pertemuan. Mereka akan membahas temuan di lapangan dan menyusun rencana tindak lanjut. Naura kembali ke tempat duduknya, membuka laptop, dan bersiap mencatat. Namun, kali ini Reval berbicara langsung kepadanya. “Naura, aku butuh laporan singkat tentang semua yang kita bahas hari ini. Kirimkan ke emailku sebelum pukul delapan malam.” Naura mengangguk cepat. “Baik, Pak. Saya akan segera menyelesaikannya.” Reval memberikan anggukan singkat sebelum kembali fokus pada tim

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 91. Mengecewakan

    “Saya sudah memastikan jalurnya. Tidak ada jalan pintas lagi. Kita ikuti jalur utama sesuai petunjuk,” jelas Naura. “Pastikan semua barang kita sudah di mobil, Naura,” ujar Reval sambil merapikan rambutnya. Naura mengangguk yakin. “Siap, Pak Reval. Saya pastikan tidak ada yang berkurang.” Reval tersenyum kecil. “Bagus. Kita tidak punya waktu untuk kesalahan kedua.” Setelah semuanya siap, mereka melanjutkan perjalanan. Jalan yang dilalui terasa lebih familiar, mungkin karena Naura lebih hati-hati kali ini. Di sepanjang perjalanan, Reval sesekali melirik Naura yang duduk di sebelahnya, sibuk memperhatikan layar ponselnya untuk memastikan arah. “Kamu terlalu serius,” celetuk Reval. Naura menoleh, menatapnya bingung. “Saya tidak mau kita tersesat lagi. Itu benar-benar membuang waktu.” Reval terkekeh pelan. “Iya, tapi jangan sampai kamu lupa menikmati pemandangan ini.” Tangan pria itu menunjuk ke luar jendela, di mana perbukitan hijau terbentang dengan indah. Naura meno

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 90. Pelajaran Berharga

    Naura tersentak mundur, tangannya secara refleks memeluk tubuhnya. Wajahnya memerah seketika, panas yang memancar dari pipinya membuatnya ingin segera lari dari ruangan itu. “Pak Reval!” Ia berseru dengan suara pelan, hampir seperti protes, meski tidak tahu bagaimana caranya membalas ucapan lelaki itu tanpa mempermalukan dirinya sendiri. Reval hanya menyeringai tipis, seolah puas dengan reaksi yang ditimbulkan. “Aku hanya memberi tahu. Bukan berarti aku keberatan dengan apa yang kamu kenakan sekarang. Kalau saja kita tidak ada kepentingan. Aku akan mengurungmu seharian di sini tanpa berganti pakaian,” tambah Reval, nada suaranya tetap santai. Ia menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu, mengamati Naura dengan pandangan yang sulit ditebak. Naura merasakan degup jantungnya semakin tidak karuan. Ia mencoba menenangkan diri, tetapi rasa malu dan salah tingkah justru membuat gerakannya semakin kikuk. Ia berjalan cepat ke arah tempat tidur untuk mengambil jaket yang sebelumnya dilemparka

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 89. Di Balik Sweater

    Pintu kamar mandi terbuka perlahan, uap hangat keluar menyertai suara langkah kaki yang lembut. Tubuh Naura bersandar lemah pada dada Reval yang kokoh. Ia digendong dengan lengan kuat lelaki itu, seperti seseorang yang tidak akan pernah dibiarkan jatuh. Napas Naura terasa teratur, meski pipinya masih merah. Entah karena panas uap atau perasaan canggung yang belum juga surut sejak insiden di kamar mandi tadi. “Turunkan saya Pak Reval,” gumam Naura dengan suara pelan, tetapi Reval seolah tidak mendengar. Ia tetap melangkah menuju ranjang tanpa ragu. Reval hanya melirik sekilas ke arah wajahnya, ekspresinya tenang, sulit ditebak. “Tenang saja,” kata Reval singkat, nadanya datar seperti biasa. Namun, ada sesuatu dengan cara ia menatap yang membuat Naura justru memilih diam dan membiarkan lelaki itu melakukan apa yang ia mau. Ia merebahkan tubuh Naura di atas ranjang, gerakannya penuh kehati-hatian. Tangan Naura tanpa sadar mencengkeram selimut, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

DMCA.com Protection Status