Share

Bab 22. Tidak Akan Melepasmu

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2024-12-03 15:55:29
“Tidak mungkinkan Pak Reval yang melakukannya?” Naura terduduk lemas di kursinya. Merasa menyesal karena menghabiskan makanan tanpa mencari tahu terlebih dahulu siapa pengirimnya.

“Biarlah. Siapa suruh makanan itu ada di meja kerjaku.”

Pukul lima sore, Naura merasakan sedikit bosan. Tubuhnya terasa begitu lelah.

“Mungkin membuat secangkir kopi bisa menenangkan pikiran.”

Dengan sisa tenaga yang ada, Naura memilih untuk pergi ke pantry.

Langkah-langkah sepatu hak rendah Naura terdengar pelan di sepanjang koridor kantor. Ia membawa minuman favoritnya, berniat untuk sedikit bersantai di pantry sebelum kembali menghadapi tumpukan laporan.

Saat memasuki pantry, ia melihat Andi, rekan kerjanya yang ramah, sedang menuangkan air panas ke dalam gelas berisi teh celup.

“Hai, Mbak Naura!” sapa Andi sambil tersenyum lebar. “Lagi nyari inspirasi juga di sini?”

Naura tertawa kecil. “Bisa dibilang begitu. Istirahat sebentar dari angka-angka yang nggak habis-habis.”

Andi mengangguk s
Rich Mama

Terkadang Pak Reval aneh ya????

| 5
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 23. Pasrah

    Suara detak jam dinding samar-samar terdengar dalam ruangan yang sunyi itu. Naura berdiri di depan meja besar milik Reval dengan tatapan ragu. Pandangannya sesekali teralihkan ke arah pintu, berharap ada alasan untuk pergi, namun kenyataannya tidak semudah itu. Reval menyandarkan tubuhnya di kursi kulit hitam dengan tenang, tetapi matanya menyimpan sorot tajam yang membuat Naura merasa terintimidasi. Wajahnya seperti sedang menimbang sesuatu yang tidak ia ucapkan. “Kamu pasti sudah tahu jawabannya, bukan?” Suara Reval terdengar rendah namun tegas, memecah keheningan. Naura mencoba menenangkan dirinya. Napasnya pelan namun terasa berat. “Saya mengerti, Pak. Saya harus siap kapan pun Bapak membutuhkan saya. Termasuk ...” Kata-katanya menggantung di udara. Tenggorokannya terasa kering, sulit baginya untuk melanjutkan kalimat. Ia tahu apa yang diinginkan Reval, namun menyatakannya dengan suara lantang adalah tantangan besar. Sejujurnya, Naura bersyukur karena Reval sempat membiar

    Last Updated : 2024-12-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 24. Bohong

    “Kalau begitu, kamu boleh pergi,” ujar Reval tiba-tiba, membuat Naura menoleh dengan tatapan terkejut. “Pak?” “Kamu bilang ingin fokus pada pekerjaanmu, 'kan? Pergilah, dan pastikan kamu tidak membuat kesalahan,” ujar Reval sambil memeriksa dokumen di mejanya. Naura tidak butuh penjelasan lebih lagi meski ia merasa bingung dengan perubahan sikap Reval yang tidak menentu. Wanita itu berdiri dengan hati-hati, takut jika Reval tiba-tiba berubah pikiran. Naura segera melangkah keluar dari ruangan itu, merasa dadanya sesak. Tetapi bahkan ketika pintu tertutup di belakangnya, bayangan tatapan Reval masih menghantuinya. Ada sesuatu tentang pria itu yang membuat Naura merasa terperangkap, seolah ia sedang memainkan permainan yang tidak ia pahami aturannya. Saat Naura kembali ke meja kerjanya, Andi menyapanya dengan senyum ramah. “Hei, Mbak Naura. Bos besar ngomongin apa tadi?” Naura tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. “Hanya urusan pekerjaan, seperti biasa.”

    Last Updated : 2024-12-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 25. Milik Dion

    “Sendiri?” tanya Dion lagi, nada curiganya membuat Naura merasa semakin tidak nyaman. Naura menggigit bibir, ragu untuk menjawab. “Iya. Sendiri,” ujar Naura . Suaranya hampir tak terdengar. Ia berusaha untuk tidak terlihat gugup, tetapi dadanya terasa sesak. Reval yang berdiri tidak jauh darinya mengeluarkan tawa kecil, nyaris seperti ejekan. Naura langsung menoleh tajam. “Apakah kamu sudah meminta bantuan? Aku akan ke sana.” “Sudah kok, Mas. Mas Dion tidak perlu khawatir.” Sambungan terputus. Naura merasa sedikit takut. Perasaannya mendadak tidak enak. Ia melirik ke arah Reval. Tiba-tiba lift berhenti dengan hentakan kecil yang nyaris membuat Naura kehilangan keseimbangan. Lampu di dalam ruangan sempit itu berkedip sekali sebelum mati total, menyisakan mereka berdua dalam gelap. “Astaga!” Naura menjerit dan refleks bergerak dari posisinya. Naura merapat ke dinding lift, kedua tangannya menggenggam tas dengan erat. Napasnya terdengar lebih cepat dari biasanya. Ia mencob

    Last Updated : 2024-12-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 26. Terluka

    Naura perlahan membuka matanya. Cahaya lampu klinik terasa menyilaukan, membuatnya sedikit menyipitkan pandangan. Hawa dingin dari pendingin ruangan terasa menusuk kulitnya. Kepalanya masih terasa berat, dan tubuhnya lemah seperti kehilangan daya. “Mas Dion ....” Naura berteriak kecil. Seolah baru saja terbangun dari mimpi buruknya. Genggaman tangan itu rupanya tidaklah nyata. Nama Dion keluar dari mulutnya disertai dengan desah napas yang lemah. Kepalanya menoleh perlahan, berharap menemukan sosok suaminya yang ia panggil dalam kegelapan. Namun, pandangannya hanya bertemu dengan wajah dingin Reval. Reval duduk di kursi samping ranjang, tangan terlipat di dada, ekspresi datar menghiasi wajahnya. Mata tajamnya menatap Naura tanpa sepatah kata pun. “Suamimu tidak datang, Naura,” ucap Reval, tenang namun penuh penekanan. Hati Naura berdesir, seperti ditusuk ribuan jarum kecil. Ia menatap Reval dengan sorot mata penuh tanya, campuran antara marah dan bingung. “Bagaimana mungkin? A

    Last Updated : 2024-12-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 27. Lembut

    Cahaya matahari menembus celah tirai tipis di kamar mewah itu, membuat suasananya terasa hangat sekaligus asing. Naura mengerjap pelan, berusaha mengumpulkan kesadarannya yang masih terpecah belah. Aroma bubur ayam hangat menyelinap masuk ke hidungnya, menciptakan kontras aneh dengan perasaan kosong yang masih menggelayuti dadanya. “Bangun, Naura. Waktunya makan pagi,” suara Reval terdengar rendah namun tegas, membuyarkan lamunannya. Ia menoleh pelan, dan di sana, Reval berdiri dengan mangkuk bubur di tangan dan celemek yang melingkar di tubuhnya. Pemandangan itu membuat Naura mengerutkan kening, bingung dengan situasi yang sedang dihadapinya. Naura juga terkejut ketika melihat Reval yang sepertinya memaksakan diri untuk tersenyum. Senyuman yang terlihat berbeda dari biasanya. “Pak Reval ... kenapa saya ada di sini?” tanya Naura dengan suara lemah, seraya berusaha bangkit dari posisi berbaring. Reval mendekat, meletakkan mangkuk di meja kecil di samping tempat tidur. “Kamu pin

    Last Updated : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 28. Berdegup Kencang

    Reval menoleh perlahan. Alisnya yang tegas mengerut tipis, menandakan bahwa dia mendengar. Dia berbalik sepenuhnya, tubuhnya masih berdiri tegak dengan satu tangan yang tetap menggenggam gagang pintu. Tatapan matanya tajam, namun tak menampilkan emosi yang mudah terbaca. Hanya ada keheningan yang menggantung di antara mereka. Naura menunduk, seolah mencari keberanian. Ia mengusap ujung bajunya dengan gugup. Napasnya tak beraturan, seperti ada ribuan kata yang ingin ia sampaikan, tetapi terhenti di tenggorokan. Akhirnya, ia berujar dengan suara kecil, hampir berbisik. “Kenapa Bapak mengirimkan uang lagi ke rekening saya?” Reval tetap diam, pandangannya tak bergeming dari wajah Naura yang kini tertunduk. Cahaya mentari pagi yang menyelinap masuk menyoroti siluetnya, membuatnya tampak begitu rapuh. Seolah ada yang ingin dikatakannya, tetapi pria itu menahan diri. Detik-detik berlalu tanpa suara, kecuali desiran lembut dari kipas angin di sudut ruangan. “Kamu akan membutuhkannya

    Last Updated : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 29. Panik

    Setelah kepergian Reval ke kantor, suasana di apartemen kembali hening. Naura duduk di ujung sofa, menatap ke arah pintu yang baru saja tertutup. Ia menghela napas panjang, membiarkan keheningan menyelimuti dirinya sejenak sebelum mengalihkan perhatian ke meja kecil di sampingnya. Semangkuk bubur hangat yang tadi pagi disiapkan Reval masih tersisa sedikit. Ia menyendok satu suap, perlahan-lahan mengunyah. Rasa bubur itu sederhana, tetapi hangatnya terasa menenangkan. Dalam diam, Naura mengakui tubuhnya mulai terasa lebih baik. Rasa mual yang sejak semalam membelenggu perutnya kini mulai berkurang. Meski pikirannya masih penuh pertanyaan tentang sikap dan ucapan Reval yang penuh misteri, ia tahu harus fokus pada pemulihan dirinya sendiri dulu. Setelah memastikan buburnya benar-benar habis, Naura berdiri dan mengamati sekeliling apartemen. Ruangan ini terlalu rapi, terlalu steril, seperti tidak benar-benar ditinggali. Sofa kulit hitam, meja kaca tanpa noda, dan rak buku yang te

    Last Updated : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 30. Tegang

    Naura membiarkan ponsel berdering beberapa kali sebelum akhirnya berhenti. Pesan masuk menyusul, membuat Naura terpaksa memeriksanya segera. Dia membuka pesan itu dengan gerakan lambat, seolah-olah kata-kata di dalamnya adalah beban yang harus dia pikul. Mata Naura menyusuri kalimat demi kalimat dalam pesan tersebut. Amira mengatakan bahwa dia membutuhkan uang untuk membayar biaya administrasi ujian yang sudah dekat. Tidak hanya itu, Amira juga menyebutkan bahwa ayah mereka harus segera kontrol ke dokter dan membeli obat. Naura terdiam. Pesan itu seolah menjadi palu yang menghantam hatinya. Amira tidak pernah meminta jika tidak dalam keadaan benar-benar membutuhkan. Gadis itu terlalu mandiri untuk ukuran seorang siswa yang masih bergantung pada keluarganya. Dan sekarang, permintaannya mencerminkan kepanikan yang tersembunyi di balik kata-kata sederhana. Naura menghela napas panjang. Pikirannya langsung melayang ke rekeningnya yang mulai menipis. Bulan ini dia belum menerima gaji

    Last Updated : 2024-12-06

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 192. Jadi Milikmu

    Reval menghela napas, lalu menangkup wajah Naura dengan kedua tangannya. “Aku mencintaimu, Naura,” ucapnya serius. “Aku tidak akan menikahimu hanya karena tanggung jawab. Aku ingin bersamamu karena aku memang menginginkannya. Lebih dari apapun.” Naura menatap mata Reval, mencari kepastian di sana. Dan ia menemukannya. Kejujuran. Ketulusan. Tapi tetap saja... “Tidak semudah itu, Pak Reval,” bisiknya. “Ada banyak hal yang harus saya pikirkan.” Reval melepaskan tangannya dari wajah Naura, kemudian menghela napas panjang. “Lalu berapa lama lagi kamu mau berpikir?” tanya Reval dengan nada frustrasi. Naura menunduk, mengusap perutnya yang masih datar. “Apa kamu takut?” tanya Reval lagi. Naura mengangkat wajahnya, menatap Reval dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Ya,” jawabnya jujur. Reval terdiam. Naura menghela napas berat, suaranya lirih ketika berkata, “Saya takut mengambil keputusan yang salah. Takut jika perasaan ini hanya sesaat. Takut jika nanti saya justru menyakiti B

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 191. Bertanggung Jawab

    Naura mengangguk cepat. Reval mendesah, lalu melambai pada pelayan. “Pesan satu es krim cokelat.” “Tunggu, Pak Reval! Saya maunya yang stroberi.” Reval terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Oke, stroberi.” Tak butuh waktu lama, es krim datang. Naura langsung menyendoknya dengan bahagia, tapi tiba-tiba ia mengernyit. Reval memperhatikan ekspresinya dengan waspada. “Kenapa lagi?” Naura menggigit bibirnya. “Sepertinya saya ingin yang cokelat.” Reval menatapnya selama beberapa detik sebelum akhirnya tertawa lepas. Naura menatapnya kesal. “Bapak kenapa tertawa?” “Kamu mulai bertingkah seperti ibu hamil pada umumnya.” Naura mendelik. “Saya memang hamil, kan?” Reval mengangkat bahu dengan senyum lebar. “Ya, tapi sekarang kamu benar-benar kelihatan seperti bumil yang sering ngidam aneh-aneh.” Naura mendengkus, tapi diam-diam pipinya merona. Reval memperhatikannya, lalu tanpa sadar mengulurkan tangan dan menyentuh jemari Naura di atas meja. “Apa?” tanya Naura bingung. Reval te

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 190. Ingin Makan Es Krim

    Naura menggeleng cepat. “Tidak. Saya sudah ganti baju yang lebih nyaman. Masa Bapak tetap dengan pakaian basah seperti itu? Saya tidak bisa membiarkan itu.” Reval menatapnya lama, menyadari bahwa wanita di depannya ini benar-benar keras kepala. “Jadi kalau aku tidak ganti baju, kamu tidak mau makan?” tanya Reval sekali lagi untuk memastikan. Naura mengangguk mantap. Reval mendesah panjang. “Baiklah,” ujar Reval pasrah. Naura tersenyum puas. “Ayo kita cari baju untuk Bapak.” Mereka kembali berkeliling dan kali ini, Naura yang mengambil alih pencarian. Ia dengan serius memilihkan pakaian untuk Reval, membandingkan warna dan bahan dengan ekspresi sangat fokus, seolah sedang mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Reval hanya bisa mengamati dari belakang, tersenyum kecil melihat keseriusan Naura. “Bagaimana dengan ini?” Naura mengangkat sebuah kaus berwarna hitam dengan gambar kelapa dan tulisan besar Life’s a Beach. Reval melirik kaus itu, lalu menaikkan satu alisnya. “Aku t

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 189. Aku mencintaimu, Naura.

    Reval masih menatap Naura setelah ciuman panjang mereka terhenti. Napas keduanya masih tersengal, dan mata mereka tetap terkunci dalam keheningan yang berbicara lebih dari seribu kata. Perlahan, Reval mengangkat tangannya, membelai lembut pipi Naura dengan ujung jemarinya. Jari-jarinya menyusuri pipi halus itu dengan penuh kelembutan, lalu bergerak menyelipkan helai rambut yang tertiup angin ke belakang telinga Naura. “Aku mencintaimu, Naura.” Suaranya rendah, dalam, namun tegas. Tidak ada keraguan di sana. Naura membeku. Bibirnya sedikit terbuka, seolah ingin berkata sesuatu, tetapi tidak ada suara yang keluar. Kata-kata Reval begitu tiba-tiba, begitu nyata, hingga Naura tidak siap untuk menghadapinya. Reval memiringkan kepalanya sedikit, memperhatikan ekspresi Naura yang kebingungan. “Apakah kamu juga merasakan hal yang sama?” tanyanya lagi, suaranya lebih lembut kali ini. Naura menunduk. Jemarinya saling meremas di atas pangkuannya. Jantungnya berdegup begitu cepat hingga ia

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 188. Milik Mereka Berdua

    Ekspresi Reval mengeras. “Itu bukan urusan kita, Naura.” “Tapi dia masih tak sadarkan diri—” “Dia akan baik-baik saja. Ada dokter dan perawat di sini. Naura, kamu tidak perlu merasa bertanggung jawab atas seseorang yang tidak pernah memikirkan perasaanmu.” Naura terdiam. Ada sesuatu dalam nada suara Reval yang membuat hatinya bergetar. Seakan pria itu bukan hanya berbicara tentang Callista, tetapi juga tentang Dion. Ia tahu Reval benar. Callista bukan tanggung jawabnya. Dion juga bukan. Namun, rasa iba itu tetap ada, menggantung di sudut hatinya. “Saya tidak ingin pergi dalam keadaan seperti ini,” gumamnya. Reval menghembuskan napas panjang. “Naura.” Ia meraih bahu gadis itu, menatapnya dalam-dalam. “Kalau kamu tetap di sini, apa yang akan berubah?” Naura menggigit bibir. Ia tidak bisa menjawab. “Kamu hanya akan terus terjebak dalam rasa sakit dan keraguan.” Suara Reval melembut. Kini Naura merasa ada seseorang yang benar-benar mengerti perasaannya. Reval berbicara dengan n

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 187. Menggeleng Lemah

    Sebuah tepuk tangan nyaring terdengar di ruangan itu. “Jadi ini semua perbuatan Mama?” ujar Reval, suaranya rendah tetapi penuh tekanan. Wanita paruh baya yang masih duduk itu tersentak. Wajahnya yang semula tenang kini dipenuhi keterkejutan. “Reval! Ka–kamu ...” “Kenapa, Ma?” Reval melangkah maju, ekspresinya dingin. “Terkejut karena aku dan Naura mendengar pembicaraan kalian?” Di belakang Reval, Naura berdiri dengan tubuh menegang. Jantungnya berdetak kencang, sulit mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Kata-kata dokter dan mama Reval masih terngiang di telinganya. Dion dan Callista memang berselingkuh. Bukan jebakan. Mereka benar-benar mengkhianati dirinya. Mama Reval hanya berusaha menutupi fakta itu dengan kebohongan lain. Ruangan itu terasa semakin menyempit. Napas Naura tersengal, seakan udara mendadak menipis. Dadanya berdenyut, bukan hanya karena kekecewaan, tetapi juga karena rasa bodoh yang terus menyergap. “Jadi ...” Suara Naura bergetar. “Tidak ada yang menj

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 186. Licik

    Naura tertawa kecil, getir. Matanya kembali menatap Dion. “Bukankah saya bodoh?” Suaranya bergetar. “Saya berusaha percaya bahwa dia pria yang baik, bahwa dia adalah orang yang bisa saya cintai tanpa takut dikhianati lagi. Tapi lihat sekarang ... ternyata saya tidak lebih dari seorang wanita bodoh yang terus saja berharap pada sesuatu yang sia-sia.” Suara Naura pecah di akhir kalimat. Dan saat itu, pertahanannya runtuh. Tangannya menutup wajahnya, tubuhnya bergetar hebat menahan isakan. Reval tak bisa lagi hanya diam. Tanpa ragu, ia menarik Naura ke dalam pelukannya. Naura semula memberontak, kedua tangannya mendorong dada Reval, tetapi pria itu tak goyah. “Lepaskan,” ucapnya lirih, suaranya teredam di dada Reval. “Tangismu tidak akan membuat semua ini berubah, Naura.” Reval semakin mengeratkan pelukannya. Naura kembali mencoba melawan, tetapi kekuatannya sudah habis. Ia akhirnya menyerah. Tangannya mengepal di dada Reval, lalu tanpa bisa ditahan lagi, ia menangis sejadi-jad

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 185. Menyakitkan

    Koper milik Naura tergeletak begitu saja. Wanita itu tidak lagi peduli. Tangannya gemetar saat memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, napasnya tersengal. Ia baru saja menerima sebuah kabar yang menghantamnya lebih keras dari apa pun. Dion. Ditemukan di kamar hotel. Bersama seorang wanita. Tak sadarkan diri. Keadaannya … tak berbusana. Perut Naura terasa seperti dipukul keras. Otaknya berusaha mencerna, tapi semuanya terasa begitu absurd, begitu menyakitkan. Tangannya melambai, menghentikan taksi yang melintas. Tanpa ragu, ia masuk dan menyebutkan satu tujuan. Rumah sakit. Sepanjang perjalanan, bayangan Dion berputar di pikirannya. Pria yang selama ini menjadi harapan terakhirnya, tempatnya berpulang setelah semua yang terjadi dengan Reval. Namun sekarang, seolah takdir kembali menertawakannya. Air mata sudah berlinang di pipinya. Ia tak peduli. Taksi berhenti dengan rem mendadak di depan rumah sakit. Naura bergegas keluar, hampir tersandung karena langkahnya yang terbu

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 184. Tidak Percaya

    Jantung Naura berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia menegakkan duduknya, menatap wajah wanita paruh baya itu dengan perasaan tak menentu. “Ada apa dengan Mas Dion, Bu?” tanyanya hati-hati. Ibu Lastri menghela napas. Tangannya saling bertaut, pertanda bahwa ia sedang berusaha menyusun kata-kata. “Tadi Dion sempat menghubungi Ibu. Katanya dia sangat sibuk dengan pekerjaan, jadi tidak bisa menjemputmu.” Naura mengerutkan kening. “Kenapa Mas Dion nggak bilang langsung kepadaku, Bu? Dihubungi juga susah.” Ibu Lastri terdiam sesaat. “Em, itu….” Naura menangkap kegugupan di raut wajah wanita itu. Matanya yang biasanya lembut kini seperti menyimpan sesuatu. “Ada apa, Bu?” desaknya, nada suaranya sedikit lebih tinggi dari yang ia maksudkan. Ibu Lastri tersenyum tipis, tapi senyumnya terasa tidak natural. “Mungkin sinyalnya sedang buruk, Nak.” Naura terdiam, berusaha mencerna jawaban itu. Tapi sesuatu dalam dirinya berteriak bahwa ada yang janggal. Ia menatap wajah wanita itu le

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status