Share

Bab 27. Lembut

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-06 06:33:54
Cahaya matahari menembus celah tirai tipis di kamar mewah itu, membuat suasananya terasa hangat sekaligus asing. Naura mengerjap pelan, berusaha mengumpulkan kesadarannya yang masih terpecah belah.

Aroma bubur ayam hangat menyelinap masuk ke hidungnya, menciptakan kontras aneh dengan perasaan kosong yang masih menggelayuti dadanya.

“Bangun, Naura. Waktunya makan pagi,” suara Reval terdengar rendah namun tegas, membuyarkan lamunannya.

Ia menoleh pelan, dan di sana, Reval berdiri dengan mangkuk bubur di tangan dan celemek yang melingkar di tubuhnya. Pemandangan itu membuat Naura mengerutkan kening, bingung dengan situasi yang sedang dihadapinya.

Naura juga terkejut ketika melihat Reval yang sepertinya memaksakan diri untuk tersenyum. Senyuman yang terlihat berbeda dari biasanya.

“Pak Reval ... kenapa saya ada di sini?” tanya Naura dengan suara lemah, seraya berusaha bangkit dari posisi berbaring.

Reval mendekat, meletakkan mangkuk di meja kecil di samping tempat tidur.

“Kamu pin
Rich Mama

Pagi, Kak... mau berapa bab hari ini??? hehehe

| 3
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 28. Berdegup Kencang

    Reval menoleh perlahan. Alisnya yang tegas mengerut tipis, menandakan bahwa dia mendengar. Dia berbalik sepenuhnya, tubuhnya masih berdiri tegak dengan satu tangan yang tetap menggenggam gagang pintu. Tatapan matanya tajam, namun tak menampilkan emosi yang mudah terbaca. Hanya ada keheningan yang menggantung di antara mereka. Naura menunduk, seolah mencari keberanian. Ia mengusap ujung bajunya dengan gugup. Napasnya tak beraturan, seperti ada ribuan kata yang ingin ia sampaikan, tetapi terhenti di tenggorokan. Akhirnya, ia berujar dengan suara kecil, hampir berbisik. “Kenapa Bapak mengirimkan uang lagi ke rekening saya?” Reval tetap diam, pandangannya tak bergeming dari wajah Naura yang kini tertunduk. Cahaya mentari pagi yang menyelinap masuk menyoroti siluetnya, membuatnya tampak begitu rapuh. Seolah ada yang ingin dikatakannya, tetapi pria itu menahan diri. Detik-detik berlalu tanpa suara, kecuali desiran lembut dari kipas angin di sudut ruangan. “Kamu akan membutuhkannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 29. Panik

    Setelah kepergian Reval ke kantor, suasana di apartemen kembali hening. Naura duduk di ujung sofa, menatap ke arah pintu yang baru saja tertutup. Ia menghela napas panjang, membiarkan keheningan menyelimuti dirinya sejenak sebelum mengalihkan perhatian ke meja kecil di sampingnya. Semangkuk bubur hangat yang tadi pagi disiapkan Reval masih tersisa sedikit. Ia menyendok satu suap, perlahan-lahan mengunyah. Rasa bubur itu sederhana, tetapi hangatnya terasa menenangkan. Dalam diam, Naura mengakui tubuhnya mulai terasa lebih baik. Rasa mual yang sejak semalam membelenggu perutnya kini mulai berkurang. Meski pikirannya masih penuh pertanyaan tentang sikap dan ucapan Reval yang penuh misteri, ia tahu harus fokus pada pemulihan dirinya sendiri dulu. Setelah memastikan buburnya benar-benar habis, Naura berdiri dan mengamati sekeliling apartemen. Ruangan ini terlalu rapi, terlalu steril, seperti tidak benar-benar ditinggali. Sofa kulit hitam, meja kaca tanpa noda, dan rak buku yang te

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 30. Tegang

    Naura membiarkan ponsel berdering beberapa kali sebelum akhirnya berhenti. Pesan masuk menyusul, membuat Naura terpaksa memeriksanya segera. Dia membuka pesan itu dengan gerakan lambat, seolah-olah kata-kata di dalamnya adalah beban yang harus dia pikul. Mata Naura menyusuri kalimat demi kalimat dalam pesan tersebut. Amira mengatakan bahwa dia membutuhkan uang untuk membayar biaya administrasi ujian yang sudah dekat. Tidak hanya itu, Amira juga menyebutkan bahwa ayah mereka harus segera kontrol ke dokter dan membeli obat. Naura terdiam. Pesan itu seolah menjadi palu yang menghantam hatinya. Amira tidak pernah meminta jika tidak dalam keadaan benar-benar membutuhkan. Gadis itu terlalu mandiri untuk ukuran seorang siswa yang masih bergantung pada keluarganya. Dan sekarang, permintaannya mencerminkan kepanikan yang tersembunyi di balik kata-kata sederhana. Naura menghela napas panjang. Pikirannya langsung melayang ke rekeningnya yang mulai menipis. Bulan ini dia belum menerima gaji

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 31. Melepaskan Pakaiannya

    “Tidak, saya baik-baik saja,” jawab Naura cepat, mencoba tersenyum untuk menutupi kegelisahannya. Meski begitu, Naura menangkap sesuatu dalam tatapan mata Reval. Lelaki itu sepertinya terlihat lelah. Sementara Reval masih diam, memperhatikan wajah Naura yang tampak memerah. Lelaki itu mengangkat alis, lalu duduk di sofa dengan santai. Tatapannya tak kehilangan ketajaman. Suasana di ruangan itu mendadak terasa lebih tegang, seolah-olah Naura sedang berdiri di depan hakim yang siap memutuskan nasibnya. “Benarkah?” tanya Reval kemudian, nadanya datar, tetapi ada sesuatu yang membuat jantung Naura berdetak lebih cepat. “Sejak tadi aku melihatmu gelisah. Ada apa?” Naura menelan ludah. Tangannya yang saling menggenggam di depan tubuhnya semakin erat. Ia tahu kebohongannya pagi tadi kepada ibu mertuanya masih menghantuinya. Meski begitu, ia tidak ingin memperlihatkan kelemahannya di depan Reval. “Sudah saya bilang. Saya tidak ada apa-apa Pak Reval,” jawab Naura lagi, kali ini lebih teg

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 32. Ke Atas Ranjang

    Langkah Naura terasa berat ketika memasuki kamar Reval. Hatinya masih bimbang, tetapi perintah lelaki itu membuatnya tak punya pilihan. Sesampainya di dalam, matanya langsung tertumbuk pada sosok Reval yang terbaring di sofa. Napasnya tertahan sejenak. Reval tertidur dengan posisi yang tampak tidak nyaman. Tubuhnya setengah terkulai, dengan kepala bersandar pada sisi sofa dan satu tangan menjuntai ke lantai. Dada pria itu naik turun perlahan, menunjukkan kedamaian yang jarang Naura lihat darinya. Wajah Reval, yang biasanya penuh intensitas dan otoritas, tampak begitu tenang dan lelah. Sepertinya dugaan Naura benar. Reval pasti kecapekan. Naura ingat betapa sibuknya pria itu tadi malam, terutama ketika dirinya yang merasa tidak enak badan. “Apa mungkin dia menjagaku?” pikirnya tiba-tiba. Namun, Naura segera menggelengkan kepala, menepis pikiran itu. Tidak mungkin. Reval peduli sampai sejauh itu. Memangnya dia siapa? Naura mengamati sekeliling kamar, mencoba mengalihkan pik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 33. Lebih Dalam

    Ketika bibir mereka bersentuhan untuk kedua kalinya, itu tidak terasa tergesa-gesa. Kali ini, Reval memimpin dengan kehangatan yang membuat dunia di sekitar Naura seperti lenyap. Naura terperangah, tetapi tidak melawan. Bibir Reval bergerak lembut, seolah memberi kesempatan pada Naura untuk memilih, namun setiap gerakan kecil darinya seolah meruntuhkan pertahanan yang coba Naura bangun. Jantungnya berdetak begitu keras, membuat pikirannya kacau. Ia tidak tahu apa yang lebih menyesakkan. Sensasi dari ciuman itu atau konflik dalam dirinya yang enggan mengakuinya. Tangan Reval bergerak perlahan, menyentuh sisi wajah Naura dengan ujung jarinya, seperti memastikan bahwa ia benar-benar ada di sana. Sentuhan itu membuat Naura meremang, lututnya lemas hingga ia harus menggenggam sprei untuk mencari keseimbangan. Reval menekan sedikit lebih dalam, menciptakan irama yang membuat napas Naura tersengal. Tangannya yang lain kini menyentuh pinggang Naura, menahannya agar tetap di tempat. T

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 34. Perhatian

    Naura menggeliat pelan, matanya perlahan terbuka. Langit-langit kamar yang asing segera mengingatkannya pada tempat di mana ia berada. Akan tetapi, ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang berat menekan pinggangnya. Ia menoleh perlahan dan melihat wajah Reval yang tertidur lelap, begitu dekat hingga ia bisa merasakan helaan napas pria itu di kulitnya. Naura terpaku sejenak, mengamati wajah Reval yang damai dalam tidurnya. Tidak ada tanda-tanda kekakuan atau dinginnya sikap yang biasa ia tunjukkan. Kini, ia hanya seorang pria yang kelelahan, dengan tangan kokohnya yang memeluk Naura erat, seakan enggan melepaskannya bahkan dalam tidur. Perlahan, Naura mencoba memindahkan tangan itu. Gerakannya sangat hati-hati, nyaris tanpa suara. Tapi begitu ia berhasil membebaskan diri, perutnya berbunyi keras, memecah keheningan kamar. Ia memegang perutnya dengan ekspresi malu, meskipun tidak ada yang mendengar kecuali dirinya sendiri. “Lapar sekali…,” gumamnya pelan. Pandangannya melirik pintu k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 35. Ciuman Panas

    “Iya, Bu. Maaf baru bisa pulang sekarang,” jawab Naura, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Ibu Lastri hanya mengangguk kecil, tetapi tatapan matanya tak lepas dari Naura, seperti tengah menilai sesuatu. Suasana kamar yang hening hanya diisi oleh detak jarum jam di dinding dan suara napas mereka berdua. “Duduklah, Naura,” ujar Ibu Lastri sambil menunjuk kursi di dekat ranjang. Naura mengikuti perintah itu, menarik kursi perlahan sebelum duduk di atasnya. Ia mencoba menenangkan diri, tetapi rasa penasaran bercampur gugup terus menghantuinya. “Kata Bibi, Ibu mau bicara penting, ya? Ada apa, Bu? Apakah ada masalah?” tanya Naura penuh antusias. “Naura,” suara Ibu Lastri memecah keheningan. Tatapannya tajam seperti sedang mencurigai menantunya. “Apa kamu sangat dekat dengan bos kamu?” Deg! Naura membeku. Pertanyaan itu seperti petir yang menyambar di siang bolong. Pikirannya langsung melayang ke berbagai kemungkinan. Bagaimana mungkin Ibu Lastri menanyakan hal itu? Bukanka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 167. Membeku

    “Ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya Naura, sedikit ragu.Ervan membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi. Raut wajahnya seakan menyimpan sesuatu, tetapi akhirnya ia hanya menggeleng.“Tidak, Ibu Naura.”Naura menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis.“Baiklah. Kalau begitu, aku pamit dulu.”Naura segera melangkah pergi, ia berusaha fokus menyelesaikan pekerjaannya.Ketika jam makan siang tiba, Naura memilih untuk menyendiri. Wanita itu sengaja mencari restoran agak jauh dari kantor.Setiap langkah terasa begitu berat, tetapi Naura tetap berjalan. Suasana restoran itu tidak terlalu ramai, seperti yang ia harapkan.Ia memilih meja di sudut ruangan. Tempat yang biasa ia duduki bersama Reval.Sebuah meja kecil di dekat jendela, dengan pemandangan jalanan kota yang sibuk.Tempat yang penuh kenangan.Naura menghela napas panjang. Kali ini, tidak ada suara tawa Reval, tidak ada tatapan tajamnya, tidak ada obrolan ringan yang biasanya mengisi waktu makan siangnya.Yang ada hanyalah dirinya s

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 166. Ingin Mengatakan Sesuatu

    Ervan menelan ludah. Ia berdeham dengan canggung. Dinda masih belum bisa berpikir dengan jernih. Wajahnya terasa panas, dan ia bisa merasakan jari-jari Ervan masih dengan lembut menopang punggungnya. “A-aku ... aku baik-baik saja,” gumam Dinda pelan. Namun, tubuhnya masih dalam dekapan Ervan. Dan itu membuatnya semakin salah tingkah. Ervan menyadari hal itu dan segera melepaskan Dinda dengan gerakan hati-hati. “Maaf. Aku refleks.” Dinda buru-buru berdiri tegak dan merapikan bajunya, berharap Ervan tidak menyadari betapa panasnya wajahnya saat ini. “T-tidak, tidak apa-apa. Terima kasih ... kalau saja tadi kamu tidak menangkapku, mungkin aku sudah babak belur.” Ervan tersenyum kecil, tetapi matanya masih menyiratkan sisa keterkejutan. “Aku kebetulan lewat dan melihatmu hampir jatuh. Instingku langsung bergerak.” Dinda mengangguk kikuk, merasa bodoh karena tidak tahu harus berkata apa. Sementara itu, Ervan juga tampak sama canggungnya. Ia menggaruk tengkuknya, sesuatu yang selalu

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 165. Begitu Dekat

    Naura merasakan aliran darahnya seakan berhenti sesaat. Callista? Ia menatap layar ponselnya sekali lagi. Nama yang tertera di sana memang Reval, tetapi suara yang ia dengar jelas milik Callista. Dinda yang masih berdiri di sampingnya menatap penuh tanya, tetapi Naura terlalu sibuk mengendalikan napasnya yang tiba-tiba terasa berat. “Halo? Naura?” suara Callista kembali terdengar, kali ini lebih lembut, tetapi menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. Naura menelan ludah. “Iya, aku Naura.” Sejenak, tidak ada suara di seberang sana. Hanya terdengar embusan napas Callista sebelum akhirnya wanita itu kembali berbicara, kali ini dengan nada yang lebih dalam. “Aku ingin bertemu denganmu.” Naura mengernyit. “Bertemu denganku? Untuk apa?” Dinda kini semakin penasaran, matanya menatap Naura penuh keingintahuan, tetapi Naura mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar Dinda menunggu. “Ada sesuatu yang harus aku bicarakan denganmu,” ujar Callista. “Aku rasa … ini penting.” Naura menghe

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 164. Bukan Suara Reval

    Naura menarik napas dalam, mencoba mengontrol gejolak yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ia menatap Dinda dengan ekspresi setenang mungkin. Dinda menatap Naura dengan mata berbinar, tampak begitu bersemangat menceritakan gosip yang tengah hangat diperbincangkan di kantor. “Nona Callista.” Kata itu seperti palu godam yang menghantam dada Naura. Seketika, suara di sekitarnya memudar. Udara yang tadi bisa ia hirup dengan leluasa kini seakan menipis, menyisakan rongga kosong di dadanya. Callista? Tangannya mencengkeram tali tas lebih erat, berusaha menstabilkan dirinya yang tiba-tiba merasa limbung. Seharusnya ia tidak terkejut. Callista memang selalu berada di sekitar Reval, dan wanita itu bukan orang asing di kehidupan mereka. Tapi mendengarnya langsung seperti ini … tetap saja membuatnya sesak. “Naura, kamu kenapa?” suara Dinda membuyarkan lamunannya. Naura segera menampilkan senyum tipis. “Em, tidak apa-apa kok, Din. Aku masuk dulu ya?” Ia melangkah cepat menuju lift, berhara

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 163. Siapa Wanita Beruntung Itu?

    Naura sontak sedikit menjauhkan kepalanya. Ada sesuatu yang terasa janggal. Ia menarik napas pelan, mencoba meredakan kegelisahan dalam hatinya. “Kenapa mendadak, Mas?” tanya Naura menatap Dion melalui cermin. Dion tersenyum samar. “Nggak ada alasan khusus, Sayang. Aku hanya ingin menebus waktu yang terbuang. Selama ini aku terlalu sibuk dengan urusan kerja, sampai lupa membahagiakanmu.” Naura mengerutkan kening. Sejak kapan Dion sibuk kerja? Setahu Naura, Dion lebih sering menghilang tanpa kabar. Malam-malam pulang larut atau bahkan tidak pulang sama sekali. Sekarang, tiba-tiba berbicara soal liburan berdua? Naura menatap bayangan suaminya di cermin. Ada sesuatu yang tidak bisa ia pahami dari sikap Dion pagi ini. “Jadi bagaimana? Kamu mau kan?” Dion berbisik lagi, tangannya kini bergerak naik, menyentuh bahu Naura dengan lembut. Naura mengangguk pelan, meskipun hatinya dipenuhi tanda tanya. “Kita lihat nanti saja, Mas. Aku juga perlu mempersiapkan semuanya. Selain itu, aku be

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 162. Hanya Berdua Saja

    Kedua mata Naura melirik jam digital di atas nakas. 01.45 AM. Malam sudah sangat larut. Naura menyingkap selimut, menurunkan kakinya ke lantai. Hawa dingin segera menyergap kulitnya, tetapi bukan itu yang mengganggunya. Ada perasaan tidak nyaman yang menekan dadanya, sebuah firasat yang sulit dijelaskan. Ia bangkit dan berjalan ke arah pintu, membuka perlahan. Koridor rumah gelap, hanya ada sedikit cahaya dari lampu di ruang tengah. Nafasnya tertahan saat menatap sekeliling. Rumah terasa terlalu sepi. “Mas Dion?” panggilnya pelan, suara seraknya nyaris tenggelam dalam keheningan malam. Tidak ada jawaban. Naura melangkah ke dapur, berharap suaminya ada di sana untuk mengambil minum seperti yang sering dilakukan. Namun, dapur kosong. Tidak ada jejak Dion di sana. Tidak ada gelas yang diletakkan di meja. Bahkan kulkas masih tertutup rapat, tidak menunjukkan tanda-tanda baru saja digunakan. Dadanya mulai terasa berat. Nafasnya tersendat. Matanya kemudian melirik ke arah

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 161. Lebih Cepat

    Callista berusaha menarik tangannya, tetapi genggaman Dion terlalu kuat. “Lepaskan aku! Ini tidak termasuk dalam kesepakatan kita!” Dion terkekeh, matanya berkilat dengan sesuatu yang sulit diartikan. “Kata siapa?” Callista mendelik, wajahnya mengeras. “Aku tidak pernah menawarkan diriku, Dion. Aku hanya ingin menyelesaikan urusan denganmu, bukan melayani keinginan kotormu.” Dion menyipitkan matanya. “Oh, jadi kamu berani menentangku?” Callista berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berpacu lebih cepat. Ia tahu Dion, mengenalnya lebih baik daripada siapa pun. Jika pria itu sudah menunjukkan sisi gelapnya, maka tidak ada gunanya melawan dengan keras kepala. Tetapi Callista bukan wanita lemah. Ia menarik napas panjang, mencoba melepaskan tangannya dengan sedikit lebih lembut. “Dion, dengarkan aku. Aku tidak mau ada masalah. Kita sudah punya kesepakatan, bukan?” Dion tidak bergeming. Matanya menatap Callista dengan penuh penilaian sebelum bibirnya melengkung dalam sen

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 160. Tidak Perlu Terburu-buru

    Dion mengerjap, matanya membesar. “Callista?” Wanita itu tersenyum miring, lalu dengan anggun memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan. “Apa kabar kamu, Dion? Sudah lama aku tidak melihatmu.” Dion melepaskan tangannya perlahan, membiarkan Callista berdiri tegak kembali. Matanya mengamati wanita itu dengan penuh kewaspadaan. Callista masih seperti dulu. Berpenampilan mewah, tubuhnya dibalut gaun hitam ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Parfum mahalnya masih tercium kuat, mengingatkan Dion pada masa-masa yang ingin ia lupakan. “Aku pikir kamu masih di luar negeri,” gumam Dion. Callista menyeringai. “Aku pulang beberapa bulan lalu. Kau tidak tahu?” Dion menggeleng. “Tentu saja kamu tidak tahu. Aku tidak menghubungimu.” Callista melipat tangan di depan dadanya. “Kamu terlalu sibuk dengan istrimu, kan?” Dion menatap Callista tajam. Wanita itu terkekeh pelan. “Kamu ingat, Dion? Waktu itu kamu membawa kabur uangku.” Dion mengepalkan tangan. “Aku tidak punya pilihan.” “Dan

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 159. Saling Bersentuhan

    Dion terdiam sejenak. “Naura lebih banyak menghabiskan waktu dengan bosnya. Aku yakin itu anak Reval. Bukan anakku.” Lastri tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Dion! Istri kamu baru saja mengandung anak pertama kalian, dan alih-alih bersyukur, kamu malah menuduhnya?!” Dion menutup matanya sejenak. “Bu, aku tidak menuduh. Seminggu ini Naura tidak pulang ke rumah. Dia tidur bersama Reval, Bu. Bagaimana aku bisa yakin jika anak itu adalah anakku, Bu?” Lastri terdiam. Dion melanjutkan. “Aku melihat semuanya. Mereka selalu bertemu diam-diam, berbicara dengan cara yang berbeda. Dan lebih dari itu ....” Dion mengusap wajahnya dengan kasar. “Naura berubah sejak saat itu, Bu. Sejak dia mendapatkan uang untuk membayar operasi ibu. Dia yang mulai terlihat gelisah, pikirannya sering melayang. Dan malam ini, ketika dokter mengumumkan kehamilannya, aku melihat sesuatu di matanya.” Lastri mempersempit matanya. “Apa yang kamu lihat?” Dion menatap ibunya lurus-lurus. “Keraguan.” Dion me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status