Share

Bab 25. Milik Dion

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-04 16:25:41
“Sendiri?” tanya Dion lagi, nada curiganya membuat Naura merasa semakin tidak nyaman.

Naura menggigit bibir, ragu untuk menjawab.

“Iya. Sendiri,” ujar Naura .

Suaranya hampir tak terdengar. Ia berusaha untuk tidak terlihat gugup, tetapi dadanya terasa sesak.

Reval yang berdiri tidak jauh darinya mengeluarkan tawa kecil, nyaris seperti ejekan. Naura langsung menoleh tajam.

“Apakah kamu sudah meminta bantuan? Aku akan ke sana.”

“Sudah kok, Mas. Mas Dion tidak perlu khawatir.”

Sambungan terputus. Naura merasa sedikit takut. Perasaannya mendadak tidak enak. Ia melirik ke arah Reval.

Tiba-tiba lift berhenti dengan hentakan kecil yang nyaris membuat Naura kehilangan keseimbangan.

Lampu di dalam ruangan sempit itu berkedip sekali sebelum mati total, menyisakan mereka berdua dalam gelap.

“Astaga!” Naura menjerit dan refleks bergerak dari posisinya.

Naura merapat ke dinding lift, kedua tangannya menggenggam tas dengan erat. Napasnya terdengar lebih cepat dari biasanya.

Ia mencob
Rich Mama

Genggaman tangan siapa nih? Bukankah tadi Dion bilang mau datang ya? ⊙⁠.⁠☉

| 4
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 26. Terluka

    Naura perlahan membuka matanya. Cahaya lampu klinik terasa menyilaukan, membuatnya sedikit menyipitkan pandangan. Hawa dingin dari pendingin ruangan terasa menusuk kulitnya. Kepalanya masih terasa berat, dan tubuhnya lemah seperti kehilangan daya. “Mas Dion ....” Naura berteriak kecil. Seolah baru saja terbangun dari mimpi buruknya. Genggaman tangan itu rupanya tidaklah nyata. Nama Dion keluar dari mulutnya disertai dengan desah napas yang lemah. Kepalanya menoleh perlahan, berharap menemukan sosok suaminya yang ia panggil dalam kegelapan. Namun, pandangannya hanya bertemu dengan wajah dingin Reval. Reval duduk di kursi samping ranjang, tangan terlipat di dada, ekspresi datar menghiasi wajahnya. Mata tajamnya menatap Naura tanpa sepatah kata pun. “Suamimu tidak datang, Naura,” ucap Reval, tenang namun penuh penekanan. Hati Naura berdesir, seperti ditusuk ribuan jarum kecil. Ia menatap Reval dengan sorot mata penuh tanya, campuran antara marah dan bingung. “Bagaimana mungkin? A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 27. Lembut

    Cahaya matahari menembus celah tirai tipis di kamar mewah itu, membuat suasananya terasa hangat sekaligus asing. Naura mengerjap pelan, berusaha mengumpulkan kesadarannya yang masih terpecah belah. Aroma bubur ayam hangat menyelinap masuk ke hidungnya, menciptakan kontras aneh dengan perasaan kosong yang masih menggelayuti dadanya. “Bangun, Naura. Waktunya makan pagi,” suara Reval terdengar rendah namun tegas, membuyarkan lamunannya. Ia menoleh pelan, dan di sana, Reval berdiri dengan mangkuk bubur di tangan dan celemek yang melingkar di tubuhnya. Pemandangan itu membuat Naura mengerutkan kening, bingung dengan situasi yang sedang dihadapinya. Naura juga terkejut ketika melihat Reval yang sepertinya memaksakan diri untuk tersenyum. Senyuman yang terlihat berbeda dari biasanya. “Pak Reval ... kenapa saya ada di sini?” tanya Naura dengan suara lemah, seraya berusaha bangkit dari posisi berbaring. Reval mendekat, meletakkan mangkuk di meja kecil di samping tempat tidur. “Kamu pin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 28. Berdegup Kencang

    Reval menoleh perlahan. Alisnya yang tegas mengerut tipis, menandakan bahwa dia mendengar. Dia berbalik sepenuhnya, tubuhnya masih berdiri tegak dengan satu tangan yang tetap menggenggam gagang pintu. Tatapan matanya tajam, namun tak menampilkan emosi yang mudah terbaca. Hanya ada keheningan yang menggantung di antara mereka. Naura menunduk, seolah mencari keberanian. Ia mengusap ujung bajunya dengan gugup. Napasnya tak beraturan, seperti ada ribuan kata yang ingin ia sampaikan, tetapi terhenti di tenggorokan. Akhirnya, ia berujar dengan suara kecil, hampir berbisik. “Kenapa Bapak mengirimkan uang lagi ke rekening saya?” Reval tetap diam, pandangannya tak bergeming dari wajah Naura yang kini tertunduk. Cahaya mentari pagi yang menyelinap masuk menyoroti siluetnya, membuatnya tampak begitu rapuh. Seolah ada yang ingin dikatakannya, tetapi pria itu menahan diri. Detik-detik berlalu tanpa suara, kecuali desiran lembut dari kipas angin di sudut ruangan. “Kamu akan membutuhkannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 29. Panik

    Setelah kepergian Reval ke kantor, suasana di apartemen kembali hening. Naura duduk di ujung sofa, menatap ke arah pintu yang baru saja tertutup. Ia menghela napas panjang, membiarkan keheningan menyelimuti dirinya sejenak sebelum mengalihkan perhatian ke meja kecil di sampingnya. Semangkuk bubur hangat yang tadi pagi disiapkan Reval masih tersisa sedikit. Ia menyendok satu suap, perlahan-lahan mengunyah. Rasa bubur itu sederhana, tetapi hangatnya terasa menenangkan. Dalam diam, Naura mengakui tubuhnya mulai terasa lebih baik. Rasa mual yang sejak semalam membelenggu perutnya kini mulai berkurang. Meski pikirannya masih penuh pertanyaan tentang sikap dan ucapan Reval yang penuh misteri, ia tahu harus fokus pada pemulihan dirinya sendiri dulu. Setelah memastikan buburnya benar-benar habis, Naura berdiri dan mengamati sekeliling apartemen. Ruangan ini terlalu rapi, terlalu steril, seperti tidak benar-benar ditinggali. Sofa kulit hitam, meja kaca tanpa noda, dan rak buku yang te

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 30. Tegang

    Naura membiarkan ponsel berdering beberapa kali sebelum akhirnya berhenti. Pesan masuk menyusul, membuat Naura terpaksa memeriksanya segera. Dia membuka pesan itu dengan gerakan lambat, seolah-olah kata-kata di dalamnya adalah beban yang harus dia pikul. Mata Naura menyusuri kalimat demi kalimat dalam pesan tersebut. Amira mengatakan bahwa dia membutuhkan uang untuk membayar biaya administrasi ujian yang sudah dekat. Tidak hanya itu, Amira juga menyebutkan bahwa ayah mereka harus segera kontrol ke dokter dan membeli obat. Naura terdiam. Pesan itu seolah menjadi palu yang menghantam hatinya. Amira tidak pernah meminta jika tidak dalam keadaan benar-benar membutuhkan. Gadis itu terlalu mandiri untuk ukuran seorang siswa yang masih bergantung pada keluarganya. Dan sekarang, permintaannya mencerminkan kepanikan yang tersembunyi di balik kata-kata sederhana. Naura menghela napas panjang. Pikirannya langsung melayang ke rekeningnya yang mulai menipis. Bulan ini dia belum menerima gaji

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 31. Melepaskan Pakaiannya

    “Tidak, saya baik-baik saja,” jawab Naura cepat, mencoba tersenyum untuk menutupi kegelisahannya. Meski begitu, Naura menangkap sesuatu dalam tatapan mata Reval. Lelaki itu sepertinya terlihat lelah. Sementara Reval masih diam, memperhatikan wajah Naura yang tampak memerah. Lelaki itu mengangkat alis, lalu duduk di sofa dengan santai. Tatapannya tak kehilangan ketajaman. Suasana di ruangan itu mendadak terasa lebih tegang, seolah-olah Naura sedang berdiri di depan hakim yang siap memutuskan nasibnya. “Benarkah?” tanya Reval kemudian, nadanya datar, tetapi ada sesuatu yang membuat jantung Naura berdetak lebih cepat. “Sejak tadi aku melihatmu gelisah. Ada apa?” Naura menelan ludah. Tangannya yang saling menggenggam di depan tubuhnya semakin erat. Ia tahu kebohongannya pagi tadi kepada ibu mertuanya masih menghantuinya. Meski begitu, ia tidak ingin memperlihatkan kelemahannya di depan Reval. “Sudah saya bilang. Saya tidak ada apa-apa Pak Reval,” jawab Naura lagi, kali ini lebih teg

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 32. Ke Atas Ranjang

    Langkah Naura terasa berat ketika memasuki kamar Reval. Hatinya masih bimbang, tetapi perintah lelaki itu membuatnya tak punya pilihan. Sesampainya di dalam, matanya langsung tertumbuk pada sosok Reval yang terbaring di sofa. Napasnya tertahan sejenak. Reval tertidur dengan posisi yang tampak tidak nyaman. Tubuhnya setengah terkulai, dengan kepala bersandar pada sisi sofa dan satu tangan menjuntai ke lantai. Dada pria itu naik turun perlahan, menunjukkan kedamaian yang jarang Naura lihat darinya. Wajah Reval, yang biasanya penuh intensitas dan otoritas, tampak begitu tenang dan lelah. Sepertinya dugaan Naura benar. Reval pasti kecapekan. Naura ingat betapa sibuknya pria itu tadi malam, terutama ketika dirinya yang merasa tidak enak badan. “Apa mungkin dia menjagaku?” pikirnya tiba-tiba. Namun, Naura segera menggelengkan kepala, menepis pikiran itu. Tidak mungkin. Reval peduli sampai sejauh itu. Memangnya dia siapa? Naura mengamati sekeliling kamar, mencoba mengalihkan pik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 33. Lebih Dalam

    Ketika bibir mereka bersentuhan untuk kedua kalinya, itu tidak terasa tergesa-gesa. Kali ini, Reval memimpin dengan kehangatan yang membuat dunia di sekitar Naura seperti lenyap. Naura terperangah, tetapi tidak melawan. Bibir Reval bergerak lembut, seolah memberi kesempatan pada Naura untuk memilih, namun setiap gerakan kecil darinya seolah meruntuhkan pertahanan yang coba Naura bangun. Jantungnya berdetak begitu keras, membuat pikirannya kacau. Ia tidak tahu apa yang lebih menyesakkan. Sensasi dari ciuman itu atau konflik dalam dirinya yang enggan mengakuinya. Tangan Reval bergerak perlahan, menyentuh sisi wajah Naura dengan ujung jarinya, seperti memastikan bahwa ia benar-benar ada di sana. Sentuhan itu membuat Naura meremang, lututnya lemas hingga ia harus menggenggam sprei untuk mencari keseimbangan. Reval menekan sedikit lebih dalam, menciptakan irama yang membuat napas Naura tersengal. Tangannya yang lain kini menyentuh pinggang Naura, menahannya agar tetap di tempat. T

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 160. Tidak Perlu Terburu-buru

    Dion mengerjap, matanya membesar. “Callista?”Wanita itu tersenyum miring, lalu dengan anggun memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan. “Apa kabar kamu, Dion? Sudah lama aku tidak melihatmu.”Dion melepaskan tangannya perlahan, membiarkan Callista berdiri tegak kembali. Matanya mengamati wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Callista masih seperti dulu. Berpenampilan mewah, tubuhnya dibalut gaun hitam ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Parfum mahalnya masih tercium kuat, mengingatkan Dion pada masa-masa yang ingin ia lupakan.“Aku pikir kamu masih di luar negeri,” gumam Dion.Callista menyeringai. “Aku pulang beberapa bulan lalu. Kau tidak tahu?”Dion menggeleng.“Tentu saja kamu tidak tahu. Aku tidak menghubungimu.” Callista melipat tangan di depan dadanya. “Kamu terlalu sibuk dengan istrimu, kan?”Dion menatap Callista tajam.Wanita itu terkekeh pelan. “Kamu ingat, Dion? Waktu itu kamu membawa kabur uangku.”Dion mengepalkan tangan. “Aku tidak punya pilihan.”“Dan sekarang?”

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 159. Saling Bersentuhan

    Dion terdiam sejenak. “Naura lebih banyak menghabiskan waktu dengan bosnya. Aku yakin itu anak Reval. Bukan anakku.”Lastri tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Dion! Istri kamu baru saja mengandung anak pertama kalian, dan alih-alih bersyukur, kamu malah menuduhnya?!”Dion menutup matanya sejenak. “Bu, aku tidak menuduh. Seminggu ini Naura tidak pulang ke rumah. Dia tidur bersama Reval, Bu. Bagaimana aku bisa yakin jika anak itu adalah anakku, Bu?”Lastri terdiam.Dion melanjutkan. “Aku melihat semuanya. Mereka selalu bertemu diam-diam, berbicara dengan cara yang berbeda. Dan lebih dari itu ....” Dion mengusap wajahnya dengan kasar. “Naura berubah sejak saat itu, Bu. Sejak dia mendapatkan uang untuk membayar operasi ibu. Dia yang mulai terlihat gelisah, pikirannya sering melayang. Dan malam ini, ketika dokter mengumumkan kehamilannya, aku melihat sesuatu di matanya.”Lastri mempersempit matanya. “Apa yang kamu lihat?”Dion menatap ibunya lurus-lurus.“Keraguan.”Dion menggeleng

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 158. Katakan yang Sebenarnya

    Deg!Naura merasakan sesuatu menyesak di dadanya. Ia mengerjap, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.“Mas ... kamu tidak percaya?”Dion berjalan mendekat, wajahnya masih sulit ditebak. “Jangan-jangan itu anak Reval?”Seperti ada tamparan keras yang menghantam pipinya.Naura menggeleng dengan mata berkaca-kaca. “Mas, ini anakmu. Bagaimana kamu bisa meragukannya? Aku yakin jika ini anak kita, Mas.”Dion menatapnya dalam diam, tetapi ada sesuatu di matanya. Sebuah keraguan.Keraguan yang begitu nyata dan menyakitkan.Suasana ruangan terasa begitu dingin, menusuk ke dalam hati Naura lebih dalam daripada udara malam di luar sana.Dion berbalik, menarik napas dalam-dalam, lalu mengepalkan tangannya. Pikirannya penuh dengan adegan yang terus menghantuinya.Hampir seminggu Naura tidak pulang ke rumah. Ia yakin jika istrinya tersebut pasti tinggal bersama Reval. Dan tidak mungkin Naura tidak melakukan apa-apa dengan lelaki itu.Naura menatap Dion penuh harap, tetapi pria itu teta

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 157. Terasa Asing

    Reval melangkah masuk ke dalam restoran dengan perasaan hampa. Kepalan tangannya masih erat, seolah mencoba menahan gejolak emosi yang hampir meledak. Sorot matanya tajam, tetapi di balik itu, ada luka yang tidak bisa ia sembunyikan.Di hadapannya, keluarganya sudah menunggu dengan ekspresi yang berbeda-beda.Alexa langsung bertepuk tangan kecil, wajahnya tampak sumringah melihat kakaknya kembali seorang diri. “Aku sudah bilang, kan? Kak Reval terlalu percaya diri. Lihat sekarang, buktinya dia tetap memilih Dion!”Reval menghela napas, tidak menanggapi. Ia menarik kursi dengan sedikit kasar, lalu duduk tanpa banyak bicara.Dari sudut lain meja, sang mama mengamati ekspresi putranya dengan sorot puas. Ia menyandarkan tubuhnya, menyesap anggur di tangannya dengan tenang sebelum berkata, “Bagaimana, Reval? Sekarang kamu tahu sendiri sifat asli Naura. Dia tidak benar-benar mencintaimu. Selama ini dia hanya memanfaatkan kelemahanmu.”Reval mengangkat kepalanya, menatap sang mama dalam di

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 156. Menghilang

    Naura mengangkat kepalanya, memaksakan senyum. “Tidak apa-apa.” Dion menghela napas lega. “Aku senang kamu ada di sini. Aku janji, Naura … aku nggak akan mengulangi kesalahan yang sama. Aku nggak akan menyia-nyiakan kamu lagi.” Naura mengangguk kecil, meski hatinya terasa semakin sesak. Di luar sana, Reval masih berdiri. Pandangan mereka bertemu lagi, dan kali ini, Naura bisa melihat jelas luka yang berpendar di mata pria itu. Namun, Naura segera membuang muka. Tiba-tiba, ponselnya bergetar lagi. Pesan masuk. [Lihat aku, Naura.] Jantungnya berdebar. Naura mengangkat kepalanya perlahan, dan saat ia melakukannya, Reval mengulurkan sesuatu dari sakunya. Sebuah kotak beludru kecil. Naura membelalakkan mata. Cincin. Reval membawakan cincin untuknya. Dan saat itu, Naura merasakan sesuatu menghantam dadanya begitu keras. Dion mungkin berjanji akan berubah. Ibu Lastri mungkin sangat menyayanginya. Tapi hanya ada satu pria yang berani memperjuangkannya dengan cara yang begitu ter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 155. Penuh Perhatian

    Naura menarik napas panjang. Ia tidak tahu apakah ini keputusan yang benar, tetapi melihat harapan di wajah Ibu Lastri, ia akhirnya mengangguk. “Baiklah,” ucapnya lirih. Dion tersenyum lega. “Terima kasih, Naura. Aku janji, aku akan membuat semuanya lebih baik.” Malam itu, Naura mengenakan dress sederhana berwarna krem. Ia berdiri di depan kaca, menatap pantulannya sendiri. Hatinya masih terasa berat, tetapi ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini adalah keputusan terbaik. Ketika mereka tiba di restoran, langkah Naura terhenti seketika. Jantungnya berdegup lebih kencang. Di seberang jalan, tepat di depan restoran tempatnya berdiri, ada Revalence Dining. Restoran milik Reval. Naura menelan ludah. Tangannya refleks menggenggam clutch di tangannya lebih erat. Kenapa harus di sini? Kenapa harus sedekat ini dengan Reval? Dion meraih tangannya, membuatnya tersadar. “Ayo, Naura. Meja kita sudah disiapkan.” Naura mengangguk kecil. Ia berusaha menenangkan diri, mencoba meyakinkan hati

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 154. Makan Malam

    Seperti petir yang menggelegar di siang bolong, pernyataan itu langsung mengubah atmosfer ruangan. Wajah Ibu Lastri memucat, sementara Dion tersentak, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Naura, jangan bicara seperti itu ....” Ibu Lastri langsung menggenggam tangan Naura erat, air matanya mulai menggenang. “Pikirkan lagi, Nak. Jangan gegabah mengambil keputusan.” “Ibu, ini bukan keputusan yang Naura buat dalam semalam. Naura sudah berpikir panjang,” ucap Naura, mencoba tetap tenang meskipun dadanya sesak. “Tapi, Nak ....” suara Ibu Lastri bergetar, jemarinya semakin erat mencengkeram tangan Naura. “Ibu mohon ... jangan tinggalkan Dion ... dan jangan tinggalkan ibu.” Dion yang sejak tadi diam akhirnya ikut bicara. “Naura ... aku tahu aku salah. Aku bodoh, aku egois ... aku sudah menyia-nyiakanmu.” Suaranya serak, nadanya penuh dengan penyesalan. “Aku janji ... aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Tolong beri aku kesempatan kedua.” Naura mengalihk

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 153. Ingin Pisah

    Naura mengangguk. “Saya tidak bisa terus seperti ini, Pak Reval. Saya tidak bisa menjalani dua kehidupan dalam satu waktu. Saya harus menyelesaikan masalah saya dengan Mas Dion.” Ruangan itu terasa sunyi sesaat. Reval menatapnya dalam-dalam, seakan mencari kebimbangan dalam mata wanita itu. Tapi, yang ia temukan hanyalah keteguhan hati. Akhirnya, ia menghela napas panjang. “Baiklah,” ucap Reval, suaranya sedikit berat. “Kalau itu yang kamu mau.” Naura tersenyum kecil, lega karena Reval tidak berusaha menahannya. Tapi, sebelum ia bisa melangkah, Reval kembali bersuara. “Tapi, aku ingin kamu tahu satu hal, Naura.” Naura menoleh. Reval menatapnya lekat, suaranya terdengar lebih dalam. “Aku tidak akan mundur. Aku akan tetap di sini, menunggumu. Apa pun yang terjadi di rumahmu nanti, aku ingin kamu ingat ... bahwa aku selalu ada.” Naura merasakan tenggorokannya mengering. Ia ingin membalas sesuatu, tapi kata-katanya terasa macet di tenggorokan. Akhirnya, ia hanya bisa mengangguk

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 152. Kamu Yakin?

    Beberapa hari telah berlalu. Cahaya matahari sore masuk melalui jendela besar, menciptakan pola-pola lembut di atas lantai. Aroma lembut parfum Reval memenuhi ruangan, menciptakan suasana tenang, tetapi ada ketegangan tipis yang menggantung di udara. Naura sedang bercermin seraya merapikan rambutnya. Wajahnya terlihat tenang setelah menghabiskan banyak waktu bersama Reval selama kurang lebih satu minggu. Reval yang berdiri di belakangnya. Sebuah lipstik berwarna pink tergenggam di tangan pria itu, jemarinya yang panjang dan kuat tampak santai, tetapi sorot matanya penuh konsentrasi. “Kamu tidak perlu bergerak,” bisik Reval, suaranya rendah, nyaris seperti perintah. Ia memiringkan kepalanya sedikit, matanya tajam namun lembut, seperti seseorang yang sedang menyusun karya seni. Naura mengangkat matanya perlahan, namun hanya untuk menemukan wajah Reval sudah begitu dekat dengannya. Dadanya seakan membeku sesaat. Ia merasakan hawa napas pria itu menyentuh pipinya, begitu hangat, hamp

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status