Liora cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari Merlyn dan kembali fokus pada makanannya.
Mereka makan dengan hanya Merlyn yang banyak berbicara. Kebanyakan percakapan dari Merlyn ditujukan pada Zach, jadi Liora dan Zidane lebih banyak diam. Setelah Liora akhirnya berhasil menghabiskan sandwich dan menenggak habis coffee latte-nya, Liora pun mulai melihat-lihat isi ponselnya. Saat itu, tatapan Zach terarah padanya melihat Liora bermain ponsel. Pikirannya melayang pada nomor Liora yang tiba-tiba tidak bisa dihubunginya tiga bulan lalu. Zach berpikir Liora memblokirnya ataukah dia mengganti nomor? Dia akan menanyakannya pada Liora nanti. Lalu Merlyn mulai bertanya, “Zach, kenapa semalam kau tidak ikut bermain billiard? Padahal semalam sangatlah seru!” Zach menatap Merlyn sekilas lalu menjawab sambil melanjutkan makannya, “Aku masih membereskan beberapa pekerjaan. Kau tahu, sulit bagiku liburan yang benar-benar liburan.” “Nah justru itu, Zach. Kau harus tegas dalam hal ini. Libur adalah hak-mu. Jangan liburan sambil bekerja dong!” celetuk Zidane sambil terus menyantap makanan lain. “Ya, aku tahu. Tapi ini masih masa-masa pentingku. Performance-ku dinilai ketat satu tahun ini.” Liora yang mendengarkan apa yang Zach katakan, tanpa sadar memalingkan wajahnya. Apanya yang bekerja? Semalam Zach bersamanya memadu hasrat, lalu apanya yang bekerja? Kekehan kecil terdengar dari bibir Zidane. “Padahal kalau kau di perusahaan ayah, kau tidak perlu seperti ini. Kau bisa santai sepertiku.” Zach balas terkekeh singkat. *** “Uhm ... Zid ...” Liora memulai kata-katanya saat mereka telah kembali ke kamar sehabis sarapan. “Ya? Ada apa?” tanya Zidane dengan tatapan lembut. Zidane memang tidak pernah berlaku kasar pada Liora. Bahkan dia selalu memperlakukan Liora seperti wanita yang paling dia cintai. Hanya keintiman saja yang tak pernah diminta Zidane. Pria itu lebih terasa seperti seorang kakak yang penuh sayang bagi Liora dan Liora tidak mengetahui alasannya. Itulah yang kerap membuat Liora bertanya-tanya, apa sebenarnya niat Zidane menikahinya dengan mengeluarkan uang sebesar itu. Atau kenapa Zidane bersedia menikahinya dan melunasi utang-utangnya, jika sebagai suami istri Zidane tidak menuntut Liora akan tugasnya sebagai istri. “Bolehkan hari ini aku tidak mengikuti tour kalian? Aku ... aku sedang datang bulan, jadi perutku terasa sakit.” Liora memberikan alasan agar tidak perlu mengikuti acara tour mereka hari ini yang mana acara berupa jalan-jalan ke tempat-tempat wisata lokal. Tentu saja Liora bukan sungguhan sedang sakit perut. Dia hanya tak ingin bertemu Zach lebih sering. Jika dia mengikuti acara tour hari ini, maka dia akan terus melihat dan bertemu Zach. Liora merasa tak sanggup. Zidane memandanginya cukup lekat ketika dia membiarkan Liora masuk lalu menutup pintu kamar di belakang Liora. Ketika telah berhadapan dengan Liora, Zidane mengangguk sembari menghela napasnya. “Ya sudah kalau begitu. Kau istirahat saja ya. Tapi ... tidak apa-apa kalau aku ikut pergi? Atau kau mau kutemani?” tawar Zidane yang membuat Liora langsung menggeleng. “Tidak, jangan! Kau tidak perlu menemaniku. Aku akan marah kalau kau malah melewatkan tour dan menemaniku di kamar. Kau harus ikut pergi Zid. Aku tidak ingin membuatmu melewati tour mneyenangkan ini. Aku akan merasa bersalah jika kau sampai menemaniku di sini.” Lagipula, jika Zidane sampai menemaninya, Liora tidak bisa leluasa memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap Zach. Apa yang telah terjadi semalam bukanlah hal biasa-biasa saja. Ini hal besar, apalagi jika suatu saat Zidane sampai meminta haknya sebagai suami. Saat itu Liora harus menghadapi kemarahan Zidane. Hati kecil Liora merasa was-was. Beruntung Zidane mendengarkan kata-kata Liora. “Baiklah. Kau beristirahatlah. Segera telpon aku kalau ada apa-apa. Dan ... oh ya ini, pakai ini kalau ingin membeli sesuatu dan untuk makan siang nanti.” Zidane mengeluarkan kartu kreditnya lalu menyodorkan pada Liora. Tatapan Liora terpaku pada kartu di tangan Zidane, lalu menatap haru pada Zidane. Setelah membayar utang keluarganya yang sangat besar Zidane masih mengizinkannya menggunakan kartu kreditnya? Rongga dada Liora terasa semakin sesak memikirkan perbuatannya bersama Zach yang malah membalas kebaikan Zidane dengan air tuba. Tapi Liora mengambil juga kartu itu sekalipun bertekad dalam hatinya dia takkan menggunakannya. Liora masih bekerja sehingga memiliki pendapatannya sendiri. Dia tidak pernah meminta pada Zidane karena dia sadar diri bahwa pernikahannya dengan Zidane bukan karena asmara di antara mereka berdua. “Terima kasih, Zid,” ucap Liora dengan hati tulus dan tampak Zidane mengangguk. Ada beberapa detik di mana Zidane memandangi Liora, seakan ingin melakukan sesuatu pada wanita itu. Tapi pada akhirnya, Zidane hanya menelan salivanya, lalu pergi. Seperginya Zidane, Liora segera menuju balkon kamar, duduk di pinggiran private pool sambil membiarkan angin menerpa rambutnya. Sepasang kakinya dia celupkan ke air kolam sehingga air dingin merambat di sepanjang saraf nadinya. Niatnya adalah merenungkan bagaimana dia bisa menghadapi Zidane dan Zach setelah semua yang terjadi semalam. Dia tidak ingin mengecewakan Zidane dan menjadi sosok wanita yang tidak tahu terima kasih terhadap kebaikan Zidane. Dengan begitu dia harus menghindari Zach. Namun yang terjadi, Liora malah terus teringat akan sentuhan Zach semalam. Bagaimana kerinduan yang selama ini berusaha ditekannya di dasar hati, tiba-tiba saja mencuat tanpa bisa ditahan lagi. Sejujurnya dia sangat merindukan Zach. Bukan sekali dua kali dia memimpikan bertemu kembali dengan Zach dan juga melewati malam panas dengan Zach. Itu di mimpi liarnya yang selalu membuatnya berdebar, tapi juga perih menyayat hatinya ketika menyadari bahwa mimpi itu takkan mungkin terwujud karena dia telah menikah dengan Zidane. Setelah semua itu, semalam apa yang kerap dia impikan malah terwujud! Masih teringat debar sentuhan Zach, kecupan, belaiannya yang membuat tubuh Liora bagai meremang. Bahkan hanya memikirkan ini saja Liora seakan bisa merasakan kembali kenikmatan yang dicapainya saat Zach di dalamnya. Kedua pipi Liora merona dan memanas memikirkan itu. Tubuhnya pun terasa gersang menginginkan sentuhan itu lagi. Namun tiba-tiba terdengar bunyi bell di pintu. Ting- tong! Liora yang tak memesan apapun mengira Zidane yang kembali, tapi tak bisa masuk karena Liora menguncinya dari dalam. Bangkit dan membukakan pintu, Liora malah membeku dengan mata terbelalak saat mendapati yang berdiri di hadapannya adalah ... Zach. “Mau apa kau di sini, Zach?” bisik Liora dengan kepanikan menerpa dirinya. Dia takut kedatangan Zach ke kamarnya terlihat seseorang.“Mau apa kau di sini, Zach?” bisik Liora dengan kepanikan menerpa dirinya. Dia takut kedatangan Zach ke kamarnya terlihat seseorang.“Ayo ikut aku, Lio,” ucap Zach yang terdengar tidak masuk akal bagi Liora.Setelah semua yang terjadi semalam, Zach malah tiba-tiba datang ke sini di saat yang lainnya sedang pergi, dan memintanya mengikuti dia?Ini sungguh tidak masuk akal. Apa yang diinginkan Zach?Lagipula, kenapa Zach malah di sini, bukannya mengikuti tour bersama keluarganya yang lain?“Ikut ke mana? Aku tidak akan mengikutimu ke mana-mana, Zach! Kita tidak bisa terus bertemu secara rahasia seperti ini. Aku ini istri adikmu, Zach!”Kata-kata Liora seperti kapal yang menghantam karang. Zach seperti teringatkan atas hal yang sangat menyakitkan bagi hatinya.Sorot matanya berubah kelam. Liora tahu, ada perih yang menjalar di sana begitu dalam.Raut Zach seperti itu membuat sesak di hati Liora pun merambat ke atas. Dia tak sanggup memandangi wajah Zach dengan segala sorotnya yang putus a
“Kita sudah di sini, sekarang kau bisa menjelaskan kenapa kau menghilang dari hidupku, lalu menikah dengan Zidane.”Zach mengucapkan itu semua dengan nada dingin. Dia duduk dan menghadapkan pandangannya ke laut.Dibirakannya angin menerpa wajah dan matahari menyengat kulitnya.Sementara itu, di sampingnya Liora harus berusaha keras menahan hatinya untuk terus berdebar setiap ada Zach di dekatnya.Tak bisa Liora pungkiri, rasa itu masih ada. Cinta itu sudah mengendap hingga ke dasar hatinya sehingga tak mungkin bisa lekang hanya dalam waktu tiga bulan.Bahkan seumur hidup sekalipun, Liora yakin rasa hatinya untuk Zach akan terus terpatri di sana, tetap sama, tak berubah.Jika sudah begitu, bagaimana dia bisa meneruskan pernikahannya bersama Zidane setelah ini?“Tidak ada yang perlu dijelaskan, Zach. Semua itu sudah terjadi dan sangat tidak penting. Yang penting adalah fakta saat ini bahwa aku sudah menikah dengan adikmu.”Dari sudut matanya dapat Liora lihat bahwa Zach menoleh dengan ra
Liora kembali ke kamarnya berniat untuk mengurung diri.Harapannya kini hanyalah liburan ini lekas usai. Sayangnya, masih ada lima hari lagi untuk mereka menghabiskan waktu di resort ini. Itu berarti dia masih harus menghadapi Zach dengan segala kemarahannya selama lima hari ke depan.Duduk di depan cermin rias, Liora menatap pipinya yang tergores dan berdarah akibat lemparan Zach tadi.Sedikit perih terasa saat jarinya menyentuh goresan itu. Tapi Liora sanggup menahannya. Dia tahu hati Zach jauh lebih perih dari ini.Selama ini, Liora telah keliru dengan nama belakang Zach. Dia mengira C di nama Zach adalah Corazon, karena Zach menjabat sebagai wakil CEO di perusahaan yang pemegang saham terbesarnya adalah pemilik Corazon Group.Liora mengira Zach adalah putra dari Matt Corazon, sang pemegang saham terbesar Corazon Group.Karena itulah, Liora tak menyangka jika Zach dan Zidane adalah kakak adik.Andai dia tahu dari awal, dia takkan mungkin mau menerima tawaran Zidane tentang pernikaha
Menampilkan sikap tenang di saat hati sedang tidak baik-baik saja adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan.Liora telah melakukannya selama sisa liburan mereka dan itu sangat melelahkan dan menguras emosinya.Di hari terakhir liburan Liora malah merasakan perasaan melankolis saat akan meninggalkan resort.Biar bagaimana pun tempat itu telah menjadi saksi bisu sejarah kebersamaannya dengan Zach di level keintiman yang paling dalam.Ah, tidak seharusnya dia berpikir seperti itu. Itu tidak pantas!Dengan rasa hati frustrasi, Liora duduk di pinggiran kolam. Malam telah larut dan Zidane sudah tertidur sejak pukul 8 malam.Tinggal Liora yang masih berusaha keras mengeratkan kepingan hatinya yang telah terhambur tak beraturan.Di bawah sinar rembulan serta desiran angin malam yang sejuk, Liora mengeluarkan cincin pemberian Zach. Cincin itu disimpannya di dompet. Dan karena dia dan Zidane tidak saling mencampuri barang masing-masing, maka Liora merasa menyimpan cincin pemberian Zach adalah
Liora menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Celine.Selama dia bekerja, tidak pernah dia menginginkan suatu posisi hanya karena atasan yang tampan. Jadi Liora tidak mengerti dengan harapan Celine.Oh, mungkin Celine ingin mendapatkan pria tampan, mapan, dan berjabatan tinggi sebagai suaminya.Ya, kalau itu sih, tidak mengherankan jika Celine begitu berharap bisa menjadi sekretaris pribadi CEO yang baru. Gadis itu mungkin berharap bisa menjerat hati sang CEO tampan agar bisa menjadi suaminya.Liora tidak mau memikirkan itu lagi karena kehidupan pernikahannya sendiri pun begitu pelik.Saat ini dia hanya ingin fokus bekerja agar bisa melupakan Zach. Dia harus melupakan Zach karena Zidane telah banyak berkorban untuknya.Di saat itu pun, Celine seakan tahu apa yang Liora pikirkan sehingga dia menyeletuk, “Ya kau kan sudah sold out makanya sudah tidak perlu tebar pesona ke sana kemari. Berbeda denganku yang masih single ini, hehehe.”Liora hanya tersenyum saja kemudian dengan cepat terh
“Kenapa kau bisa di sini?” seru Liora lirih dengan mata membelalak.“Aku datang untuk menemuimu.”“Menemuiku?”“Iya.”“Untuk apa?” tanya Liora lagi saat alarm di benaknya mulai bekerja.Bukankah Zach yang memutuskan untuk pergi dari liburan sebelum liburan usai. Lalu untuk apa sekarang malah ingin mencarinya.“Ada yang ingin kubicarakan.” Zach berkata dengan pelan dengan maniknya melirik ke jari jemari Liora. Saat dia tak menemukan cincin yang dia berikan untuk Liora di salah satu jari itu, sedikit kekecewaan merayapi hatinya.“Ayo kita bicara,” katanya lagi penuh kelembutan seraya memegangi pergelangan tangan Liora hendak mengajaknya pergi dari sana.“Kit- kita mau ke mana?” tanya Liora bingung.“Ke apartemenku.”“Apartemenmu?” Liora semakin bingung. Bukankah Zach tinggal di Maccau? Ah, mungkin Zach datang ke sini dan menyewa apartemen untuk tinggal sementara.“Tidak jauh, Liora. Ayo ikut aku.”“Tap -tapi ...” Liora ragu-ragu namun Zach terus menarik tangannya untuk mengikuti arah l
Liora mengerjap kaget, tapi aroma harum mulut Zach yang dulu sempat begitu merasuk di dirinya kini tercium lagi.Aroma itu merasuki diri Liora dan menyentil kerinduan yang mengendap di dasar hatinya.Tanpa sadar, Liora membalas pagutan dan cecapan Zach. Saat lidah pria itu menyapa lidahnya, Liora membelit dengan penuh kerinduan.Desir jantungnya tak tertahankan.Darahnya bergejolak seakan ini adalah ciuman pertamanya dengan Zach.Hatinya pasrah seketika itu juga.Merasakan tidak ada penolakan dari Liora, Zach menuntun tubuh Liora menuju sofa tanpa melepas pagutan mereka.Direbahkannya Liora dengan perlahan, dengan tubuhnya di atas tubuh Liora.Deru napas mereka saling berlomba dan jari jemari Zach sukses membelai kulit pipi Liora, turun ke leher.Tangan Zach terus merayap turun pada baju kemeja Liora dan mulai melepaskan satu demi satu kancing yang mengatup di sana.Setelah semua kancing terlepas, Zach menyelinapk
“Ada sedikit. Tapi tidak apa-apa. Tidak penting juga.”Liora tidak lagi marah tentang itu. Kini justru kesedihan yang menguasai hatinya.Zach pun menyatukan keningnya dengan kening Liora.Andai mereka bisa bersatu seperti ini di kehidupan nyata ...“Maafkan aku. Aku sungguh frustrasi waktu itu. Dan aku menyesal sudah berlaku kasar padamu. Aku tak bisa melupakan perbuatanku di pantai. Juga di resort. Tidak seharusnya aku terbawa emosi juga nafsuku. Maafkan aku, Liora. Sungguh maafkan aku.”Zach mencium lembut bibir Liora lagi dan mendapat balasan yang sama lembutnya.Kali ini Zach tidak memperdalam ciumannya. Dia mengurai dan menatap kedua mata Liora lagi sembari merapikan rambut panjang Liora yang sedikit bergelombang dengan jari jemarinya.“Kau cantik sekali, Liora. Dan aku sudah jatuh cinta padamu. Tidak mungkin aku menyerah begitu saja. Tunggu aku, Liora. Aku akan mengubah takdir agar berpihak pada kita, Liora.”
Wajahnya muram penuh dengan kesedihan.Zach yang melihatnya memintanya datang.“Clint. Terima kasih sudah hadir. Terima kasih juga sudah menemani Zidane selama pengobatannya.” Zach memeluknya, berusaha keras menahan lidahnya untuk tidak mengatakan pikirannya bahwa Clint seharusnya memberitahu keluarga besar mereka tentang penyakit Zidane sebelum semuanya terlambat.Tapi Zach juga tahu, tidak ada gunanya lagi mengatakan itu semua. Zidane telah pergi dan hanya Clint yang berjasa menemani setiap langkah Zidane sampai akhir hayatnya.“Maafkan aku, Zach. Aku seharusnya tidak menutupi kondisinya. Aku menyesal. Tapi ... Zidane patah arang.”Clint menatap Liora, merasa tak enak untuk menceritakannya.Saat itulah, ibu Zach datang dan meminta Clint menceritakan lebih lanjut.“Boss Zidane ... saat perceraian dia masih bisa tegar. Tapi beberapa bulan kemudian, dia kembali terinfeksi virus yang sama. Kondisinya ini membuat keadaan tubuhnya semakin memburuk.Saat itulah dia putus asa.”“Bagaimana b
“Untukmu, Love.”Penuh rasa ingin tahu, mereka membukanya dan ternyata ...Itu adalah surat cerai baru yang sudah ditandatangani Zidane.Di balik sana ada selembar kertas kecil.Zidane menulis:[Kamu mengirim surat pembatalan menikah, aku sudah merobeknya. Tapi ini aku mengirimkan surat perceraian. Aku tidak rela jika pernikahan kita dianggap kesalahan. Pernikahan kita pernah terjadi dan itu atas kemauan ku dan kamu bersama-sama.Jadi, ini adalah perceraian yang kamu mau.Aku sudah merenung dan aku sadar tidak ada gunanya menjadi suamimu jika pada akhirnya tidak akan pernah mendapatkanmu seutuhnya.Jalani hidupmu sebahagia yang kamu bisa.Untuk Zach, aku titipkan cinta yang pernah bersemi dalam hatiku.Aku tidak marah lagi pada kalian, aku hanya marah pada takdir.Jika memang takdir hidupku seperti ini, kenapa takdir membiarkan cinta yang begitu besar tumbuh di hatiku ini teruntuk dirimu, Liora?Andai aku tidak mencintaimu, aku akan lebih mudah menjalani hidup dan sakitku ini.Selamat
“Apa? Kau dan Liora?” Ibunya Zach berteriak histeris ketika mendengar penjelasan Zach.“Apa-apaan ini?”Wanita itu bangun dan menatap garang pada Liora. Tangannya terangkat dan tanpa diduga ...Plak!“Kau keterlaluan! Tidak tahu diri!”“Mom! Jangan menamparnya!” Zach merangkul Liora dan menjauhkannya dari sang ibu. “Dia tidak salah!”“Apa yang tidak salah! Kalian sudah melakukan hal gila! Zidane itu adikmu, Zach! Bagaimana bisa kamu begitu tega padanya?”“Mom! Aku dan Liora sudah berpacaran dari sebelum dia menikah dengan Zidane. Hanya saja waktu itu ada situasi yang membuat Liora terpaksa menikahi Zidane-”“Terpaksa kau bilang?” Kedua mata ibunya semakin melotot. Ayah dan kakeknya pun ikut memelototinya.“Terpaksa atau hanya memanfaatkan Zidane? Kau memang sialan!” ujarnya marah sambil menunjuk ke arah Liora.Lalu dia menatap marah pada Zach. “Aku tidak akan pernah merestui kalian!”Ibunya langsung keluar sedangkan ayahnya tiba-tiba memegangi Grandpa Hank yang lagi-lagi terkena sera
“Aku sudah melihat semuanya. Lagipula kau masih istriku, Lio!”Zidane tertawa mengejek melihat tingkah Liora yang buru-buru memakai dalamannya. Bahkan di saat seperti itu Liora masih teramat manis.Wajah Zidane berubah masam mengejek dirinya sendiri.‘Cintamu tidak memiliki harga diri lagi, Zid!’Begitu yang dia pikirkan dalam benaknya.“Kau menaruh sesuatu di minumanku!” tuduh Liora setelah dia berusaha mengingat hal terakhir yang dia lakukan tadi. Tangannya spontan mengelus perutnya.“Kau tahu aku mengandung, tapi kau memberiku bius? Zid, kau bisa mencelakai janinku. Bayiku ini juga keponakanmu, Zid!”Zidane hanya tertawa. “Justru itu! Kalian keterlaluan! Apa yang aku lakukan ini hanya untuk membalas sedikit rasa sakit hatiku!”Seketika Liora jadi teringat alasan kenapa dia berada di sana.“Maafkan aku, Zid. Aku tahu aku sudah menyakiti hatimu. Tapi ... jika kita meneruskan ini, aku akan semakin melukaimu, Zid. Aku ... kau adalah temanku. Aku ...”Liora kehilangan kata-katanya. Dia
Di dalam kamar, Zidane menatap tubuh Liora dengan pandangan tergiur.Sungguh tubuh istrinya ini sangatlah menggiurkan.Walau tidak sebahenol Janet, tapi Liora memiliki tubuh idealnya sendiri. Tubuh yang seharusnya menjadi miliknya.Zidane mulai mengelus bagian-bagian yang menggiurkan. Dia memulainya dari pinggul.Sungguh halus dan mulus pinggul Liora. Berbeda dengan kulit Janet yang kasar dengan sedikit bersisik.Di benaknya dia berpikir bahwa Liora masih sah istrinya. Dia bisa dan berhak atas tubuh Liora.Zidane semakin menggila dan mulai mengendus leher Liora.Dia mengecup lembut seraya merayapkan bibirnya menuruni leher hingga ke bahu terbuka Liora.Aroma Liora sangat menggiurkan baginya.Tangannya pun tak tinggal diam, meremas dada Liora dan mulai berusaha melepaskan tali bra.Klik!Kaitan bra terlepas, kini saatnya mulai melepas bra dan menikmati hidangan utama tubuh Liora.Tepat saat itu,Teriakan Zach membahana dari balik pintu yang telah dikunci Zidane.Dia memang membiarkan k
“Duduk dulu, Honey,” kata Zidane dengan suara lembut yang di telinga Liora seperti dibuat-buat.Sedikit bingung Liora mendengarnya. Setelah lama Zidane memanggilnya dengan nama, kenapa sekarang tiba-tiba Zidane memanggilnya honey lagi.Liora pun duduk sementara Zidane ke dapur dan membuatkannya minum.Mendengar bunyi gelas dan air, Liora pun gegas menyusul. “Tidak perlu, Zid. Tidak perlu repot-repot padaku.”“Tidak apa-apa.”Zidane selesai membuatkan minum untuk Liora segelas teh chamomile kesukaan Liora.“Diminum,” kata Zidane lagi saat melihat Liora hanya memegangi gelas itu.Tak enak pada Zidane, Liora pun meminumnya dua teguk. Lalu meletakkan di meja dapur.“Enak?”“Enak. Terima kasih, Zid.”“Kau mau sekalian mengambil baju-bajumu? Masih banyak bajumu di sini.”Berpikir ada Zach di tempat parkir yang menungguinya, Liora pun setuju. Setidaknya dia bisa mengambil setengah pakaiannya saja sudah sangat bagus.“Silakan,” kata Zidane seraya mengulurkan tangannya ke arah kamar.Liora mel
Zidane sedang berkutat di kantornya.Saat ini dia sudah seperti robot tak bernyawa.Dia hanya bekerja lalu pulang untuk berisirahat.Kalaupun kejenuhan dan kehampaan menyergapnya, Zidane akan ke bar, lalu minum beberapa teguk.Akhir pekan dia akan mendatangi Janet.Terkadang malah di tengah pekan, Zidane akan mendatangi Janet dengan naik pesawat, lalu esok paginya dia kembali lagi ke California.Bagi Zidane, hasratnya sekarang menyala lagi dan dia melampiaskannya tanpa menahan lagi. Dan Janetlah partnernya selalu.Tok tok tokPintu ruangannya diketuk dan Zidane mengangkat wajah.“Masuk!”“Siang, Pak. Ada yang perlu kulaporkan, Pak.”“Masuklah.”Zidane mempersilakan Clint untuk masuk dan duduk.Begitu duduk, Clint mengeluarkan tanda bukti pembayaran.Dia menyerahkan pada Zidane yang menatapnya dengan kernyitan yang makin lama makin terlihat jelas.“Apa ini? Dari Liora?”“Iya, Bos. Pesannya berhubungan dengan pengiriman ini adalah-”“Aku bisa baca sendiri!” sergah Zidane penuh kemarahan
“Kenapa kau malah menangis?” tanya Zach kesal melihat tingkah Merlyn yang penuh drama.“Aku memang mengandung,” katanya di sela isak tangis.Orang tuanya, orang tua Zach, serta Liora pun terkesiap lagi. Entah Merlyn memang mengandung atau karena dia tetap tak ingin melepaskan Zach.Tapi pengakuannya membuat Liora was-was.Bagaimana jika memang Zach dan Merlyn pernah berbagi satu malam?“Kau jangan mengada-ngada, Merlyn! Ini merupakan bukti, malam itu kau pulang dan kita tidak melakukan apa pun.”Merlyn tetap sesegukan dengan menyembunyikan wajahnya.“Bagaimana, Merlyn? Katakan yang sejujurnya.”Ayahnya mulai angkat bicara dan Merlyn makin menangis. Dia memang tak bisa menghindar lagi.“Aku memang mengandung, tapi bukan anak Zach. Malam itu memang tidak terjadi apa-apa. Pacarku menelpon dan aku pergi ke tempatnya. Di sana lah semua terjadi.”Merlyn berkata pelan berusaha tetap menyembunyikan sebagian dari ceritanya. Dari ceritanya saat ini Merlyn seakan-akan baru pertama kali berbagi r
Malam itu, selepas makan malam bersama menjadi malam yang terasa hangat bagi dua insan.Zach akhirnya mendapatkan Liora kembali dalam pelukannya.Hati yang tadinya mendendam dan ingin membalas, tiba-tiba saja surut. Yang tersisa hanyalah keinginan untuk melepas rindu.Lalu setelah semua keributan yang terjadi dengan Zidane, kebersamaan mereka disusupi perih yang menusuk hati.Liora terus memeluk Zach, memantapkan dirinya untuk bersama pria yang ada di hatinya.Pikiran Zach pun bercabang, antara memikirkan masa depan mereka harus bagaimana, juga bagaimana nasib Zidane.Biar bagaimana pun Zidane adalah adiknya. Dia harus berbuat sesuatu untuk Zidane.Ting tong!Pintu berbunyi di saat mereka hanya diam dan saling berkelana dalam pikiran masing-masing.“Biar aku buka,” kata Zach yang merasa heran, kenapa bisa ada tamu di apartemennya ini.Padahal tidak pernah dia tempati sebelumnya.Lagipula, terlalu aneh, baru tiba satu hari langsung ada tamu.Zach mengintip dari lubang intip di pintu.T