Kepala Angela terkulai di atas kursi. Sebastian mencondongkan tubuh ke dekat Angela, mengguncangkan siku gadis itu dengan lembut. “Bangun, Sayang.”Cahaya dari lampu mobil memainkan serangkaian kilau kehitaman yang mempesona di ujung bulu mata Angela, yang terlihat seperti kipas yang membayangi pipi dan hidung gadis itu. Rambut Angela berantakan di satu sisi, terjepit di kursi dan sedikit bertumpuk di seputar telinga.Bibir Angela terlihat santai, semua kilau lipstiknya sudah hilang. Ujung lidah Angela terlihat dari sela-sela gigi. Urat leher Angela tampak menonjol, menciptakan bayangan inti dibaliknya. Aroma parfume Angela masih samar-samar tercium disana.Mereka baru saja pulang dari pesta kecil yang diadakan oleh Sarah. Ia sangat senang begitu mengetahui bahwa Angela sedang mengandung. Pesta kecil? Ya, pengertian kecil bagi Sarah tentu beda dengan bayangan yang Angela maksud. Pesta kecil yang bahkan mengundang penyanyi top yang album terbarunya sedang menduduki puncak billboard.“A
Seperti biasa, acara makan malam yang diadakan oleh Sebastian sukses besar. Dengan dukungan masakan koki handal yang lezat dan dikombinasikan dengan kepribadian Sebastian yang menawan, membuat tiada jarak antara Sebastian dan para bawahannya.Oh, tidak. Sebastian tidak pernah menyebut mereka sebagai bawahannya. Ia selalu bilang bahwa mereka adalah orang-orang kepercayaannya. Ya, Angela bisa maklum, setelah apa yang mereka alami, orang-orang yang tersisa bagaikan orang-orang pilihan dari Tuhan.Sebastian tidak pernah pergi dari sampingnya. Ia seolah mengetahui bahwa Angela tidak begitu merasa nyaman. Meski sudah beberapa kali pria itu memintanya naik ke atas dan beristirahat tapi Angela seperti mempunyai tugas untuk mendampingi suaminya.Meski kecil kemungkinan, tapi Angela berhak menjaga miliknya dari gangguan serangga liar.“Aku tidak ingin merusak acara makan yang sempurna ini, tapi, aku ingin sekali mengatakan sesuatu,” kata Alex secara tiba-tiba, ia menatap Angela, “Angela, kau ta
“Bagaimana rasanya?”Edward menoleh ke samping. Ia mengangguk hormat pada Sebastian lalu pandangannya kembali mengarah ke depan. “Apa maksudmu, Tuan? Rasa apa?”Sebastian tersenyum. “Rasanya dikejar oleh dua orang wanita.”Edward mengerutkan keningnya. “Maksud Tuan, aku?”Sebastian menghela nafas. Ia menoleh ke arah Edward lalu menatap wajah pria itu dengan kesal. “Jika kau bukan orang kesayanganku, sudah ku pukul kepalamu sampai pingsan sekarang.”“Aku...benar-benar tidak mengerti maksudmu, Tuan.” Wajah Edward terlihat kebingungan. Ia menggaruk tengkuknya, tanda bahwa ia memang benar-benar tidak mengerti. Sebastian kembali menghela nafas, Edward tidak berpura-pura, ia memang laki-laki yang payah dalam urusan percintaan.“Berapa usiamu sekarang, Ed?” tanya Sebastian sambil berjalan menuju taman. Ia menunjuk kursi taman di sebelahnya, sebagai perintah bagi Edward untuk duduk di sampingnya.Pria itu menurut, ia berjalan ke arah Sebastian lalu duduk di sampingnya. “Dua puluh sembilan tah
“Lihat apa yang diseret masuk oleh si kucing,” kata Alexandria Porter dengan senyum lebar. Edward menyelipkan tubuh di ke balik meja kecil di sudut bakery. Ia sengaja mengambil tempat duduk yang menghadap pintu dapur karena ia suka menonton kesibukan para pegawai dan menatap wajah Alex.Astaga, pekik Edward dalam hati, apa yang sedang kulakukan disini? Pagi hari, pukul sembilan, ia tiba-tiba datang, memakai kemeja yang hampir sepuluh menit membuatnya kebingungan dalam memilih warna kemeja.Hanya untuk mendatangi bakery Alex, ia harus membuang waktu sepuluh menit untuk memilih warna kemeja. Sial, makinya lagi dalam hati, apa yang terjadi denganku?Edward meletakkan kunci mobil, handphone dan dompetnya di atas meja lalu membalas senyuman Alex dengan kaku. “Senang bertemu lagi denganmu, Alex. Kelihatannya bisnismu berjalan dengan baik.”Antrean para pemesan makan pagi untuk di bawa pulang mengular ke pintu. Sebagian besar meja di ruang makan kuno sudah dipenuhi oleh pelanggan yang ingin
Angela bangun karena suara gorden yang dibuka. Ia langsung terburu-buru duduk seolah ada seratus dua puluh band memainkan musik Sousa yang keras di samping tempat tidurnya. Sebastian berdiri di tengah cahaya matahari yang masuk melalui jendela, tertawa.“Mengapa kau bangun seperti itu?”Angela menyipitkan mata dan mengerjapkannya beberapa kali, kemudian terkulai lagi ke belakang seperti boneka kain yang usang, menutupinya matanya dengan lengan. “Ah, aku merasa lapar tapi perutku terasa mual.”Sebastian tertawa lagi, dengan lepas dan ceria, kemudian beringsut mendekati Angela, mencium bibir gadis itu singkat lalu membelai pipinya dengan lembut. “Kamu mau makan sesuatu yang lembut?”“Seperti, ini...?” Angela langsung menarik leher Sebastian dengan kedua tangannya lalu mencium bibir pria itu. Bibir Sebastian terasa manis dengan aroma kopi yang tiba-tiba membuat Angela merasa makin mual.Ia segera melepaskan ciumannya lalu tanpa bisa ditahan mengeluarkan suara seakan ingin memuntahkan ses
Bel lift berbunyi dan mereka sampai. Catherine, seorang reporter media online yang telah lama mengincar berita tentang kebenaran kasus pembunuhan keluarga Sanders memicingkan mata saat melihat Sebastian hanya sendirian tanpa di dampingi petugas keamanan ataupun Edward.Ia tahu, sebelumnya Sebastian tidak pernah pergi sendirian tanpa pengawal keamanan ataupun Edward, apalagi sejak peristiwa teror pembunuhan itu. Kini pikirannya semakin sibuk mencari tahu ada apa dibalik kasus yang menghebohkan negeri lalu tiba-tiba menghilang tanpa kabar berita.Tidak mungkin, tidak mungkin si pelaku tiba-tiba bertaubat dan pergi secara misterius. Tidak, ia lebih dari tahu bagaimana karakter seorang Sebastian. Apalagi dari desas desus yang wanita itu dengar, Angela beberapa kali menjadi target dari si pelaku teror.Sebastian tidak akan berhenti mengejar seseorang yang telah melukai istrinya. Bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun.“Mari kita mulai,” Catherine mendesis. “Scott, kau sudah siap?”“Kamera
Edward sebenarnya lebih suka berada di tempat lain hari ini. Oh, ayolah, ini weekend, bukankah seharusnya ia sedang menikmati akhir pekan sambil bergelung dibawah selimut, menikmati kopi pahit sambil menonton netflix?Atau dimana saja tidak menjadi soal, asalkan tidak di ruangan kerja yang sudah lebih seperti rumah baginya. Apartemen nya sampai terasa asing karena ia lebih banyak menghabiskan waktu di ruangan ini.Tapi, ia tidak punya pilihan lain, bukan? Sejujurnya ia memang mencintai pekerjaan ini. Ia menyukai dirinya yang sibuk dan menyukai otaknya sibuk untuk berfikir tentang pekerjaan, ‘sehingga ia tidak mempunyai waktu untuk memikirkan sesuatu yang remeh’.Edward tidak keberatan berperan sebagai budak korporat. Toh, Sebastian juga memberikan ia upah dengan jumlah yang fantastis. Sebuah upah yang sebenarnya tidak berani ia bayangkan saat ia masih menjadi gelandangan di jalan dulu.“Tuan Sebastian sudah terlalu baik padaku dan inilah caraku membalas budi,” ucapnya setiap kali ia m
Edward menyeringai saat melihat Anna terdiam. Ia menghela nafas lalu berdiri tegak dan berjalan ke arah Anna. Dengan tiba-tiba ia menangkap pergelangan tangan wanita itu. Anna memekik. Keterkejutan wanita itu memberikan Edward kepuasan yang aneh. “Lihat, kau tidak benar-benar menginginkan ini, Miss Housel.”Anna tersenyum sinis. Ia memutar pergelangan tangannya, berusaha untuk melepaskannya dari pegangan tangan Edward yang kuat. Anna memelototi Edward, entah mengapa kepercayaan dirinya mendadak lenyap dan kini berganti kemarahan.Ah, Edward lebih menyukai Anna marah dibandingkan terobsesi padanya.”Kau tidak menyangkal apapun, Miss Housel.”“Berhenti memanggilku dengan panggilan itu,” kata Anna sambil mengalihkan tatapannya dari wajah Edward ke pergelangan tangannya sendiri. Sejujurnya ia memang terkejut, ia tidak menduga Edward akan bersikap seperti itu. Ed tidak pernah menyentuhnya, bahkan sedikitpun.Tunggu, bukankah ini adalah sebuah kemajuan yang ‘baik’? Tapi, mengapa ia justru me
Angela membantu Sebastian mencuci peralatan makan dengan mesin cuci piring, lalu membersihkan dapur setelah mereka selesai makan. Angela tidak tahu apa yang tengah terjadi, Sebastian tiba-tiba mengajaknya berlibur ke villa dekat pantai dan menugaskan tidak ada satu pelayan pun yang ikut bersama mereka. Ini aneh, pikir Angela. Mereka terbiasa liburan ke villa tapi Sebastian tidak pernah meliburkan pelayan di villa. Apalagi, saat aku sedang hamil, pikir Angela. Tetapi ia menduga, mungkin Sebastian hanya ingin menghabiskan waktu berdua, benar-benar berdua dengan dirinya. Sudah seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Mark dan pria itu jelas pembual yang ulung. Kurang dari dua puluh empat jam katanya? Huh, sudah berlalu tujuh hari dan Mark belum melaporkan apapun padanya. Pria itu bahkan terkesan menghindari dirinya. Telepon iseng itu memang sudah berhenti. Tapi Angela tidak menemukan ada satu pun pelayan yang menghilang atau diberhentikan. Semua berjalan seperti biasa. Seperti tidak
Diluar dugaan, Anna justru tertawa. Suara tawa keras yang membuat Edward bingung haruskah ia ikut tertawa atau hanya menunggu tawa Anna selesai.“Apa kau berharap aku mempercayaimu begitu saja?” tanya Anna sambil menepuk pundak Edward. “Kau tidak bisa membodohiku, Ed. Aku sudah melakukan segala upaya untuk mendapatkan dirimu tapi kau jelas-jelas menolakku. Lalu tiba-tiba, setelah tiga hari aku merawatmu saat kau sakit, kau datang padaku dan bilang bahwa kau mencintaiku?”Edward tidak mengatakan apapun. Untuk sesaat mereka hanya saling memandang berlama-lama, pandangan yang makin lama membuat nafas mereka sesak dan tak pelak lagi, pandangan itu membuat mereka bergairah.Edward mengambil langkah maju. Ia mencium lagi. Lebih lembut. Semesra mungkin. Anna tidak menolak, tidak melawan, tidak berusaha lari. Edward menggoda mulut Anna dengan kecupan-kecupan lembut, gigitan mesra, dan gelitikan kecil di lidahnya.Ketika Anna mendesah senang, Edward memanfaatkannya untuk memasukkan lidahnya ke
“Kau jelas menyukainya, Mr. Harrison. Kau menyukainya lebih dari yang kau duga.”Edward terdiam. Cornelia benar. Bagaimana mungkin ia tidak menyadarinya selama ini? Bagaimana mungkin orang lain bahkan lebih mengetahuinya dibandingkan dirinya sendiri?“Lalu, bagaimana perasaanmu melihat pemandangan itu?”Edward menatap wajah Cornellia bingung lalu mengikuti arah matanya. Kini ia melihat Alex, wanita yang menjadi alasan kehadirannya ke tempat ini, wanita itu membuat seolah matanya terhipnotis. Teman lelakinya, memojokkan Alex ke tikar, rok wanita itu tersingkap sehingga menampakkan pahanya yang langsing. Lalu tangan si lelaki menyelinap ke balik rok, mendekap bokong Alex.Mulut Cornelia menganga. “Aku tidak menyangka Alex seberani itu.”Edward kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin Alex yang polos dan ceria, yang bahkan Edward tidak menyangka usianya sudah dua puluhan, melakukan hal itu di tengah keramaian acara yang bertema keluarga seperti ini?“Aku tanya, bagaimana perasaanmu, Ed?”
Edward Harrison mengedarkan pandangannya ke lapangan tempat para pengunjung membentangkan selimut di tanah di depan panggung, dan asyik menikmati daging panggang sambil mendengarkan musik yang dibawakan band berirama country dan penyanyi lokal.Ia bertanya-tanya, dimana Alexandria di tengah lautan manusia ini. Ia tadi mengunjungi toko roti Alex dan menurut karyawannya, Alex menghadiri perayaan tanggal empat juli yang selalu diadakan setiap tahun di taman ini, jadilah Edward tahu gadis itu ada disini.Terlintas dalam benaknya untuk mengajak Alex datang bersamanya, tapi, itu sungguh perbuatan yang lancang. Ya, setelah apa yang dilakukannya pada gadis itu. Edward cukup tahu diri untuk tidak terlalu bertingkah meski tahu bahwa ia menguasai hati dan pikiran Alex.Banyak lelaki hari ini merasa iri padanya karena seorang wanita seksi, berambut panjang dan pirang dengan kedua tonjolan yang memukau di dadanya, duduk di sebelahnya. Ya, ia sengaja mengajak Cornellia Marshall, Asistennya di kanto
Callahan’s ramai oleh suara tamu mengobrol selama jam makan siang di rumah makan itu, sejak jam sebelas sampai jam dua selama hari kerja. Terletak di pusat kota, bangunan yang sudah di restorasi itu, yang dulu pernah dipakai sebagai toko obat pada awal tahun tiga puluhan hingga pertengahan tahun delapan puluhan.Mereka menempati lokasi yang sangat strategis untuk melayani kegiatan bisnis sehari-hari, termasuk karyawan pengadilan, perbankan serta para karyawan yang kantornya tersebar di segala penjuru kota. Pesaing mereka hanya rumah kana cepat saji yang melayani pengendara mobil, dan restoran kecil yang melayani roti isi.Jika seseorang ingin mengadakan rapat atau pertemuan sambil makan siang, Callahan’s-lah tempat yang paling nyaman.Ketika Angela tiba, pelayan mengantarkannya ke meja di belakang yang agak terpencil, di tempat Mark sudah menunggu. Mark, kepala keamanan rumah Sebastian dan Angela yang menggantikan posisi Zoe.Angela sengaja mengajak Mark bertemu di luar. Selain ia tid
Diluar dugaan, Anna mengantar Edward sampai ke depan pintu. Hal itu membuat Edward merasa, minimal ia harus mengundang wanita itu bertemu atau makan malam. Jika ia memang belum yakin dengan perasaannya, bukankah seharusnya ia membalas budi?“Bukankah banyak hal yang harus kau kerjakan, Ann?” tanya Edward. “Dan kau bisa tidak menunggu dan mengantarkanku seperti ini, lagipula...”“Jangan terlalu percaya diri, Ed.”Edward tergagap mendengar ucapan itu. Merasa malu tapi juga sekaligus membenarkan ucapan Anna. Ya, ada apa dengannya? Mengapa ia mengeluarkan kalimat sampah itu dari mulutnya?“Aku hanya terlambat karena mengerjakan beberapa hal tadi. Dan kebetulan waktu selesainya bersamaan dengan waktu kau keluar.”“Ya. Kau benar. Maafkan aku.”Pengecut. Anna mengumpat dirinya sendiri setelah ia mengatakan kalimat itu. Sistem pertahanan dirinya memang luar biasa. Entah ia harus bangga atau marah pada dirinya sendiri saat ini. Ia bangga karena mampu membuat wajah Edward memerah malu sekaligus
Sudah dua hari Edward hanya berada di atas tempat tidur. Dan sudah dua hari Anna melayaninya layaknya seorang pasien. Anna melakukannya secara profesional. Tidak ada candaan nakal atau celetukan yang membuatnya marah.Seharusnya hidup terasa damai, bukan? Tapi entah mengapa, sesuatu terasa hilang. Hambar.Ia benar-benar dilayani seperti orang yang asing bagi Anna. Pagi hari, ia akan masuk ke kamar, mengunjungi Edward, tersenyum dengan hanya bibir yang tertarik ke samping tanpa guratan. Kelihatan sekali sebenarnya ia tidak ingin tersenyum tapi ia memaksakan senyum itu keluar.Lalu kemudian ia akan memeriksa kondisi Edward, memeriksa infus lalu memastikan apa saja yang boleh Edward lakukan hari itu, kemudian ia akan berbicara dengan seorang perawat laki-laki di sampingnya lalu setelah itu ia pergi.Perawat itulah yang datang setiap dua puluh menit sekali, secara rutin memeriksa cairan infus Edward, lalu kondisinya secara keseluruhan. Sedangkan Anna, Ed tidak tahu kemana gadis itu pergi.
Dipenuhi ketidakpastian, Anna berhenti di ambang pintu kamar tamu di rumahnya. Terakhir kali melihat Edward di rumah ini, ia hanya berada di koridor antara ruang tamu dan ruang tengah rumahnya. Tapi kali ini, pria itu tergeletak tak berdaya di kamar tamu.Anna sengaja membawa Edward kerumahnya, bukan ke klinik pengobatan miliknya atau rumah sakit. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sebastian, Edward ataupun beberapa orang di perusahaan untuk lebih memilih di rawat di rumah Anna daripada harus kerumah sakit atau klinik.Sekarang, berdiri disini merupakan sebuah momen yang canggung. Edward berbaring di tempat tidur dengan mata tertutup, dengan selang infus yang menempel di tangannya. Terlihat sangat lemah, jauh dari keangkuhan dan sikap arogan yang sering ia tunjukkan.“Dia akan baik-baik saja,” gumam Anna pada dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya, meremas ujung gaun hitam yang ia pakai lalu menghela nafas panjang. Ia hanya takut ketika Edward bangun dan membuka mata, maka pria itu akan mar
Begitu Alex memusatkan perhatian kepada teman makan siangnya, senyum di wajah Edward lenyap. Pandangannya terpusat ke tempat pria di samping Alex yang dengan lancang memeluk pinggang gadis itu.Ingin benar ia menyeberang jalan, merebut Alex dari tangan pria itu, memanggilnya ke tempat yang menjamin privasi lalu mengatakan, “Kau sudah menemukan pria baru, Alexandria Porter?”Pada saat Alex dan pria itu menghilang masuk ke Callahan’s, Edward langsung menyebrang dan mengikuti mereka masuk ke dalam Restoran. Pelayan sedang mengantarkan pasangan itu menuju meja mereka ketika Edward duduk di bar.Ia dapat melihat mereka berdua dari tempatnya, karena area bar letaknya lebih tinggi sekitar satu meter daripada restoran. Ia memesan sekaleng kola dan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya, berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak peduli.Edward melepaskan kaca mata hitamnya, memasukkannya ke dalam saku kaosnya, dan mengawasi pasangan yang berada di meja di pojok ruangan itu.Edward