Zie terkejut mendengar ucapan Meylan yang menyuruhnya pindah dari kosan yang membuatnya nyaman selama ini. Zie berusaha mengatur nada suaranya agar tidak terkesan terkesan membentak, ditakutkan Alana terkejut dan kembali menangis. "Kenapa aku harus pindah? Ini tempatku yang paling nyaman, selama aku ada di Jakarta, gak mungkin aku pindah dan ninggalin semua yang ada di sini gitu aja.""Aduh, Zie, Kamu cuma pindah tempat tinggal aja bukan pindah ke planet lain.""Aku gak mau kalian menjelaskan maksud dari semua ini. Dan kamu, kenapa kamu benci kek gini, semalam kamu sama sama aku?" Tatapan Zie meng kamus kedua orang yang tersedia.Mey dan Andra saling pandang. Kemudian keduanya secara bersamaan menarik napas. Meylan mendekati Zie, pegang kedua bahunya."Maafkan aku, sudah marahin kamu. Kalau saja Om Andra gak jelasin, mungkin aku udah terkurung benci sama kamu, Zie."Rasa disertai sesal berkilat di mata bulat seindah rembulan milik Meylan. Kalimatnya menyentuh dasar hati Zievana sehin
Zie masih menyimpan dongkol terhadap Meylan, gadis itu pergi entah kemana selepas mengobrak abrik kontrakanya. Dia hanya mengatakan punya janji dengan seseorang selagi masih di Jakarta. Kebangetan memang, monolog hati Zievana.Zie hanya bisa menggerutu dengan paginya yang buruk. kadang-kadang jadi sasaran omelan, meski tanpa respon. Sikap kejemawaan pria itu terlalu kental.Rena pun sedari pagi sudah melesat pergi bersama sang kekasih tanpa sepengetahuan Zie. Untuk urusan sahabat yang satu itu, hal aneh memang, setiap minggu dan pasti pergi kencan.Lengkaplah hari ini Zie gundah gulana sendiri. Rasanya ingin melumat satu per satu orang didekatnya. Namun, semua rasa itu menguap tiba-tiba, netra seindah senja mulai apartemen yang kilat melihat ruang begitu begitu dengan seleranya.Lengkung tipis merah jambu tercetak di kedua sudut bibir Zie. Ucapan terima kasih untuk Andra tersemat tanpa suara, cukup di hati saja. Jika dicapkan lelaki itu bakal tambah besar kepala. Bangunan yang memili
Wanita itu adalah, 'Zievana!'Syahra hanya bertanya-tanya untuk mencari tahu, gerangan apa yang membuat sang tunangan mulai mencari-cari beda. Selain kabar lisan, berbagai foto yang dikirim melalui gawai.Syahara benar-benar tidak percaya dengan fakta yang didapatinya. Zievana, wanita yang selamatkan nyawa maupun nasibnya, menikamkan candrasa kasat mata ke dalam dada.Di saat Syahra ingin membuktikan perubahan sikap yang terjadi pada Andra, bukan hanya menunjukkan foto dan kabar, di saat itu pula bukti nyata diperlihatkan, tepat di depan mata.Suatu hari Syahra ingin menemui salah seorang teman yang berprofesi sebagai dokter tidak boleh menuangkan keluh kesah di sebuah rumah sakit. Namun, di perempatan koridor, dia melihat sosok si pemantik cinta ada di tempat yang sama dengannya.Andra tengah menebus obat di sebuah apotik rumah, Syahra tidak akan langsung datang, tapi mengamati sambil merangkai duga, melakukan itu untuk siapa.Wanita berhijab itu mengikuti ke mana langkah Andra usai
Sore sepulang kerja Derry sudah berjibaku dengan debu jalanan dan padatnya kendaraan. Berkali-kali menekan klakson sambil mengumpat kesal. Ketidaksabaran kentara sekali dari tingkah lakunya saat menyalip setiap kendaraan.Kuda besi roda dua itu akhirnya tiba di tempat tujuan. Setelah melepaskan motor di area parkir yang tersedia, Derry melirik jam tangan, lima menit lagi wanita yang akan ditemuinya keluar dari gedung pencakar langit di langit-langit.Embusan napas lelah disertai kesal terdengar menderu dari mulut dan hidung Derry. Sepasang netra legam sang pria tak lepas memandang pintu utama gedung Perusahaan Pranajaya. Zievana, Zievana, dan Zievana, nama itu yang terus mengusik pikiran Derry. Dia ingin menemui gadis itu untuk memberinya penjelasan.Sementara itu di ruang kerja, Zie sedang bersiap pulang. Di tengah kesibukannya peralatan kerja, dilempar canda dengan Rena. "Ayuk, Zie, aku dah gak sabar pengen cepet pulang. Rasanya tulang-tulangku butuh pijitan ayang," celoteh Rena s
Kala netra bertemu netra, melahirkan keterkejutan di wajah Zie dan lelaki yang ditubruknya. "K-kak Vano!" Nyaris tidak percaya sang kakak yang mencekal lengannya. "Zie!" tanpa menunggu Zie tersadar dari keterkejutannya, Vano menarik tubuh sang adik ke dalam pelukan."Be--benarkah ini Kak Vano?""Iya, Zie, ini aku, kakakmu. Kakak naik taksi dan terkena macet, jadi terlambat datang ke sini," jawab Vano."Gimana Kak Vano bisa ada di sini?" Bergetar suara yang Zie dengungkan. Netra bening mulai digenangi cairan jernih tidak berwarna. Membalas erat pelukan sang kakak dengan kerinduan yang membuncah."Sekian lama kakak mencarimu, dan selama itu pula kamu berada di Jakarta. Kamu tau, bagaimana kalutnya perasaan kakak?" Pelukan merenggang. Vano membingkai wajah yang memiliki dagu sedikit belah milik Zie."Maafkan aku. Dari mana Kakak tau aku ada di sini?" Mengamati Zevano dari kepala hingga kaki, Zie merasa sang kakak terlihat kurus mengurangi kesan tegap dan gagah.Ketampanan sang kakak sed
"Itulah kenyataan yang sebenarnya, Zie. Semua adalah salah kakak yang tidak menjadi kepala rumah tangga. Tidak menjadi suami yang baik di mata Andin.""Tidak! Aku sangat mengenal kakak. Kak Vano sudah sempurna berjuang jadi suami dan ayah yang baik untuk Mbak Andin dan Ziedan." Zie menggenggam tangan Vano, seperti membagi kebahagiaan lewat sentuhan.Tawa hampa mengudara. "Buktinya Andin meninggalkan kakak. Jika kakak sudah sempurna menjalankan peran dalam rumah tangga, Andin memilih pria lain.""Terserah apa kata Kakak, yang menjelaskan Kak Vano adalah pria yang sempurna dalam menjaga keutuhan tangga, ayah yang baik bagi rumah anaknya, dan suami yang perhatian serta pengertian bagi istri yang memahaminya. Mbak Andin bukan wanita yang beruntung, dia buta terhadap kenyataan, bahwa ada pria sebaik Zevano Alkateri. Dia lebih memilih dunianya yang penuh kepalsuan. Aku yakin sekali, Tuhan sedang mempersiapkan pengganti Mbak Andin, yang jauh lebih baik segalanya."Kemandirian mampu mendewasa
Zie tidak salah menduga, jika Syahra mengetahui kedekatannya dengan Andra. Dia mencoba membela diri bahwa dirinya jauh lebih dulu mengenal pria itu. "Aku mengenal Pak Andra sudah cukup lama.""Aku tau. Aku tau Affandra mencintaimu, begitupun sebaliknya, semenjak kalian melakukan kesalahan yang cukup fatal di malam terlarang. Cinta itu hadir dari sebuah kemudharatan, bukan ketulusan seperti yang kupunya. Sekeras apapun Andra membuktikan perhatiannya padamu dengan bentuk materi ini ...." Ucapan sengaja dipangkas, mata Syahra mengedar seraya kedua tangan terangkat sampai dada dengan telapak terbuka. "Tetap saja faktanya kami akan segera menikah. Dan sebuah hubungan yang diawali kemudharatan itu tidak akan berjalan dengan baik." Dia melanjutkan kata dengan nada penekanan.Lagi dan lagi hati Zie mencelos. Di balik sikap lemah lembutnya Syahra, terdapat kejemawaan disertai tikaman, sehingga mengkaramkan rasa empati. Sejenak Zie membungkam. Beberapa menit berlalu, sampai akhirnya dia bertan
"Nathan?" Andra mengulang nama asing itu sambil menikmati tangan membalasnya."Mungkin Tuan lupa pernah kita bertemu beberapa hari lalu di malam acara ulang tahun perusahaan Pranajaya," ucap pria yang mengaku bernama Nathan setelah memperkenalkan diri.Tercenung untuk beberapa jenak sambil mengingat-ingat. Tidak berapa lama melintas bayangan Meylan sedang berbincang di lobi hotel dengan seseorang yang wajahnya mirip dengan pria yang saat ini bersamanya. Andra mengangguk-angguk sebagai tanda mulai panen."Kau yang bersama Meylan malam itu?" tanya Andra memastikan."Iya, itu saya." Nathan menghadirkan senyum yang cukup manis."Oh, baiklah. Apa yang ingin kau sampaikan?""Saya ingin bicara tentang Syara." Ekspresi Nathan berubah serius.Mengernyitkan dahi seraya mencondongkan tubuh ke depan, Andra memandang Nathan dengan sorot heran. Pikirannya dihinggapi pertanyaan darimana pria berambut pirang dan tebal itu mengenal calon istri.Melihat raut Andra yang kentara dengan rasa penasaran dan
Empat hari berlalu semenjak resepsi pernikahan bos muda Affandra Adiaksa Pranajaya dengan Zievana Khairunisa. Kini sepasang pengantin baru itu sedang berada di restoran mewah milik Haura.Keduanya sepakat untuk lanjut mencari tahu di mana keberadaan Syahra. Ada banyak pertanyaan membelit pikiran mereka, masih ada atau tiada wanita yang mereka cari.Sebelum pokok pembicaraan dimulai, Haura dan Zie saling tukar kabar terlebih dahulu. Bercakap ringan mengenai kelanjutan hubungan Haura dan Zevano, yang disambut semringah oleh kakak dari Syahra itu.Zie berharap penuh, Haura adalah wanita terbaik yang Tuhan pilihkan untuk Zevano, juga ibu sambung untuk Zaidan.Pembahasan pun perlahan mulai teralihkan. Haura tahu persis tujuan Andra dan Zie ke restorannya bukan karena ingin menikmati menu yang tersedia di sana, tapi untuk mengorek sampai ke akar-akarnya perihal Syahra.Dan itu terbukti saat Andra mulai mengajukan tanya, "Pertanyaanku masih sama, di mana Syahra berada?""Kalian masih ingin t
Usai resepsi pernikahan, Andra langsung memboyong wanitanya ke rumah dia sendiri, meskipun kamar pengantin disediakan di hotel itu, tetap memilih pulang. Sementara apartemen Zie ditempati keluarga Hadisusilo selama mereka tinggal di Jakarta.Netra Zie memonitor rumah megah berlantai dua dengan arsitektur Victoria. Kekaguman terpancar jelas atas kemewahan dari setiap bahan-bahan bangunan di depannya."Ini rumah kita," ucap Andra. Menyelipkan jemari kokohnya di sela-sela jari sang istri, menimbulkan gelenyar aneh pada diri Zie. Senyum mereka kian merekah, layaknya remaja sedang kasmaran, dimabuk cinta.Melangkah bersamaan memasuki rumah yang pintunya dibuka dari dalam oleh seorang pelayan. Kembali Zie terkagum-kagum atas keindahan isi bangunan ini. Di dalamnya jauh lebih megah dan serba mewah."Kamar kita ada di lantai dua." Kembali Andra menarik lembut Zie yang masih ada dalam mode terpukau. Mengikuti ke mana langkah sang pria tanpa kata.Rasanya seperti masih berada dalam dunia mimpi
Sementara itu di tempat yang berbeda, di waktu bersamaan dengan acara pernikahan Zievana dan Andra, Derry mondar-mandir resah di kamarnya. Penampilannya sangat rapih, khas dandanan mau ke pesta. Kemeja putih tertutup jas blazer pria warna abu-abu muda, selaras dengan celananya yang berwarna sama. Rambut hitam dan tebal tersisir rapi, mengilat karena minyak rambut, serta parfum maskulin kian menambah memukau pesona sang pria.Penampilannya yang begitu cerah tidak sebanding dengan parasnya yang kental digelayuti duka. Patah hati adalah penyebab Derry demikian, tersebab yang menjadi belahan jiwanya memutuskan menikah dengan pria pilihannya.Berkali-kali mencoba ikhlas, tetap saja nyeri itu menyelinap diam-diam sehingga sesak menaktahi dada. Meskipun sekarang ada Rena yang mulai dekat bahkan sepakat saling mendekatkan diri dalam artian pacaran, jauh di palung hati cinta terhadap Zie belum bisa diakhiri."Nak, kamu belum berangkat?" Ucapan disertai sentuhan lembut di bahu oleh Bu Laila se
"Zievana ... adalah adik kandungku." Zevano berkata dengan nada hati-hati.Kali ini Haura yang terperanjat, berkata dengan terbata, "Apa, Ziezie? Zievana adalah Ziezie?"Vano mengangguk, benar dugaannya kalau Haura bakal seterkejut itu. "Dan Rara adalah Syahra?""Ya Tuhan, mereka adik-adik kita." Ketidakpercayaan tergambar dari sikap dan raut wajah Haura. "Kita hanya tahu nama panggilan kecil mereka, tanpa tau nama yang sebenarnya, aku pikir Zievana orang lain, ternyata dia adikmu.""Apa kamu tidak pernah bertemu Zie selama adikku di Jakarta?""Tidak, aku tidak pernah bertemu sekalipun dengannya. Aku hanya tau Zievana dari Syahra dan aku sama sekali tidak berpikir bahwa dia adalah Ziezie, adikmu.""Aku juga tidak menyangka, Rara adalah Syahra, calon istri dari Andra. Yaa Tuhan, rencana-Mu sungguh sempurna, melibatkan kita semua dalam satu perkara, tanpa ada yang menyadari bahwa kita begitu dekat."Keduanya dihadapkan keterkejutan dengan fakta yang terungkap. Percakapan pun merembet pa
Wanita berambut lurus sepunggung pemilik restoran itu beralih memberi sopan santun pada orang tua Vano. "Apa kabar, Om Tante?""Alhamdulillah, kami baik, Nak." Pak Rudi menjawab bersamaan dengan istrinya.Kali ini netra bening itu tertuju pada Vano."Haura, kamu ... di sini ...." Kegugupan tidak dapat Vano cegah. "Iya, aku di sini." Haura mengukir senyum termanis yang dia punya. "Ridho, letakan hidangannya ya, jangan lupa buatkan makanan penutup yang saya sebutkan tadi.""Baik, Bu."Satu hal hidangan berpindah ke meja. Vano agak tercengang, makanan yang dipesannya jauh lebih banyak dan beragam dari yang dipesannya."Ini semua...." Ucapan Vano terpangkas oleh ekspresi Haura. Melalui gerakan mata, wanita itu mencoba menyampaikan kata. Vano paham, tidak lagi bicara.Kedua orang tua Zevano masih mengingat-ingat siapa pemilik wajah bulat yang mirip dengan penyanyi diva terkenal sepanjang masa, Yuni Sahra itu. "Haura? Melihat dari paras cantik itu, melihat kamu kekasih Vano di masa lalu?"
"Tolong katakan, di mana Syahra?" Andra mendesak Haura untuk kali kesekian."Sudah kubilang, lupakan Syahra, dan tidak perlu lagi bertanya bagaimana keadaannya." Dingin dan tanpa ekspresi sikap yang ditunjukan Haura."Aku hanya ingin tahu kondisinya saat ini. Apakah dia baik-baik saja?" Andra kukuh menuntut jawaban. Bagaimanapun ia pernah dekat dengan Syahra, rasa khawatir campur penasaran mencengkram kuat perasaan."Syahra baik-baik saja, ok! Aku sibuk, mau melanjutkan pekerjaan." Haura memutar badan.Andra tidak puas dengan jawaban yang diberikan lawan bicaranya. Namun, ia memahami sifat Haura, yang lebih memilih bungkam, ketimbang memberinya penjelasan.Janggal, Andra merasakan hal itu pada sikap Haura, seolah tengah menyembunyikan sesuatu, dan jelas itu tentang Syahra, pikirnya."Setidaknya beritahu aku dimana dia." Andra tidak menyerah, mencekal lengan Haura sebelum melangkah lebih jauh."Apa pedulimu tentangnya? Sudahlah, lupakan adikku, lanjutkan rencana pernikahanmu dengan Zie
Pagi biru cerah hujan semesta yang biasanya dinaungi awan mendung kemudian disusul serbuan tetes. Aroma petricor menusuk tajam indera penciuman siapa saja yang berada di rumah sakit ini.Di sebuah ruangan perawatan, kedua netra Syahra terbuka, yang pertama kali dilihat langit-langit kamar serba putih. Dua hari dirawat, keadaannya masih terlihat lemah, karena darah cukup banyak yang terbuang.Perasaan hampa sewaktu ia terjaga. Berapa kali kita memperhatikan raga, sesak mendera dada, diikuti bayang kematian yang seolah siap menyambutnya. Namun, entah mengapa Sang Pencipta lagi dan lagi membiarkannya bagian dari semesta. Menjaga nyawa tetap pada raganya.Keheningan terusik dengan pintu yang berdecit pelan, pertanda seseorang masuk sambil mengucap salam. Alih-alih menjawab, Syahra membuang muka, memejamkan mata, seolah enggan bersitatap dengan pria yang kini mulai mendekatinya."Syahra, apa kabar?" Nathan duduk di pinggir ranjang, mengelus jemari lentik kurus dan pucat.Sang wanita bergem
"Syahraaa! Apa yang kamu lakukan?!""A--an--dra ...." Satu kata terpatah-patah terucap, sebelum akhirnya Syahra benar-benar hilang kesadaran.Untuk mencari Andra terhanyut dalam bingung. Detik kemudian dia mengumpulkan tubuh tidak berdaya itu, kemudian membawanya untuk dibawa ke luar kamar.Menuruni tangga agak kesulitan. Salah seorang pelayan wanita terkejut, kemudian berlari membukakan pintu, agar Andra dapat dengan mudah menuju kendaraannya yang diparkir di halaman."Cepat bukakan pintu mobil belakang!" Tatapan tertuju pada pelayan pria yang sepertinya baru selesai buang sampah, segera dianggukinya mengikuti perintah."Bisa nyetir?" tanya andra.Kembali sang pelayan mengangguk disertai jawaban, "Bisa, Pak.""Cepat ke rumah sakit!"Usai berkata demikian, Andra menempatkan sang wanita di jok belakang bersamanya. Pria itu menjadikan pahanya sebagai alas kepala. Tidak berapa lama kendaraan warna hitam meninggalkan kediaman Syara.Andra membalut yang teriris potongan kaca oleh saputanga
"Zievanaaa!" Teriakan Rena memekakkan telinga. Sontak Zie menutup kuping, supaya gendangnya terhindar dari kerusakan."Eh, Patung Kerdil, itu suara apa toa soak, sih? Bikin sakit kuping orang!"Rena terbahak, paling suka kalau sudah mencandai sahabatnya, seakan terlupa masalah kerumitan hidup. Puas dengan tawanya sampai mengeluarkan air mata, Rena mengembuskan napas sambil menyelipkan anak rambut yang berantakan ke belakang telinga. Mata Rena memindai setiap inci wajah cantik di hadapannya. "Kamu beda banget, Upik Abu. Masyaa Allah, kamu ketiban hidayah dari mana, sampai penampilanmu berubah drastis kek gitu?" Rena berdecak sambil geleng-geleng kepala.Rena mengakui perubahan Zie yang semakin mempesona, pantas saja Andra tergila-gila terhadap sahabatnya itu."Sialan, sahabat gak punya akhlak!" Menjitak gemas jidat Rena. "Masih banyak waktu, ngobrol dulu, yuk!" Zie menarik tubuh mungil sang sahabat, sampai Rena pontang-panting berusaha menyeimbangkan langkah wanita berpostur tinggi it