"Nathan?" Andra mengulang nama asing itu sambil menikmati tangan membalasnya."Mungkin Tuan lupa pernah kita bertemu beberapa hari lalu di malam acara ulang tahun perusahaan Pranajaya," ucap pria yang mengaku bernama Nathan setelah memperkenalkan diri.Tercenung untuk beberapa jenak sambil mengingat-ingat. Tidak berapa lama melintas bayangan Meylan sedang berbincang di lobi hotel dengan seseorang yang wajahnya mirip dengan pria yang saat ini bersamanya. Andra mengangguk-angguk sebagai tanda mulai panen."Kau yang bersama Meylan malam itu?" tanya Andra memastikan."Iya, itu saya." Nathan menghadirkan senyum yang cukup manis."Oh, baiklah. Apa yang ingin kau sampaikan?""Saya ingin bicara tentang Syara." Ekspresi Nathan berubah serius.Mengernyitkan dahi seraya mencondongkan tubuh ke depan, Andra memandang Nathan dengan sorot heran. Pikirannya dihinggapi pertanyaan darimana pria berambut pirang dan tebal itu mengenal calon istri.Melihat raut Andra yang kentara dengan rasa penasaran dan
Mobil Syahra memacu menuju kantor Andra. Ia ingin menyampaikan kabar secara langsung melalui tatap muka, bahwa persiapan pernikahan mereka 75 persen.Senyum mengembang indah di lengkung tipis merah delima menandakan cerah suasana hati Syahra saat ini. Ketidaksabaran mencapai masa depan bersama pria dicinta membuat kewarasannya terampas, terkadang geli sendiri.Sang wanita tiba di depan gedung pencakar langit yang menunjukkan keangkuhan sempurna. Semua itu adalah bukti, bahwa pemiliknya sangat diakui dunia.Syahra bangga terhadap Andra, memiliki segalanya, baik fisik maupun materi. Wajar saja jika banyak godaan dari segala arah. Ia harus mengumpulkan banyak lagi ketabahan, untuk menghadapi segala konsekuensi sebagai pasangan pria yang menjadi sorotan dunia.Sapaan ramah penuh hormat penghuni gedung dilayangkan siapa saja yang berpapasan dengan Syahara. sebagian banyak orang mengenal wanita berwajah cantik khas wanita India, calon istri pemilik perusahaan besar Pranajaya."Selamat siang
Syahra membawa kendaraan membelah jalanan dengan hati remuk redam. Perasaan campur aduk berbaur jadi satu membuat matanya meluahkan air mata dengan deras."Kenapa? Kenapa harus aku yang kamu sakiti, Andra?!" Sesekali memukul stir sambil berteriak."Kenapa kamu tidak mencintai aku saja. Kenapa harus perempuan itu?!" Meracau sambil mengusap air mata dengan gerakan kasar.Syahra mencari tempat ternyaman untuk meredam kemarahan dan menuntaskan tangisannya. Mobil pun berhenti di sebuah restoran cukup mewah, bernuansa romantis.Musik instumental milik musisi kondang Kenny G mengalun merdu dari dalam sana mengiringi langkah Syahra memasuki tempat makan bertingkat tiga tersebut, kemudian mengempaskan diri di kursi paling pojok.Melanjutkan senandung laranya dengan kepala menunduk, kening menempel di lengan yang dilipat di atas meja. Keremukan hatinya tidak dapat ia ungkapkan dengan kata-kata."Ada apa lagi?" Seseorang bertanya sambil mengambil duduk di kursi samping.Mengangkat kepala, lalu m
Andra menatap tajam Syahra yang juga tengah memandangnya dengan tubuh membeku. Haura pun demikian, kedatangan calon adik ipar yang secara tiba-tiba membuat otaknya mendadak buntu."Kamu membohongi aku dan juga keluargaku dengan keadaanmu yang sebenarnya. Aku pikir, aku yang tidak pantas mendampingi wanita sebaik kamu, karena aku sadar sebagai pria arogan, liar, dan pernah meniduri seorang gadis sampai memiliki anak, terlalu buruk jadi pendampingmu. Namun, setelah mengetahui kenyataannya, kamu ternyata jauh lebih bobrok dari aku."Syahra kian terpasung di tempatnya. Apa yang dikatakan Andra sama sekali tidak salah, dia yang jauh lebih buruk dibanding apa yang diperbuat lelaki itu bersama Zievana."Andra, jaga ucapanmu! Kamu tidak berhak menilai adikku sampai sebegitunya!" sela Haura dengan sarkas. Sesalah apapun sang adik, Haura tidak rela jika Syahra dikatai dengan ucapan keras. "Bukankah seperti itu kenyataannya, seperti yang kalian katakan tadi?" ucap Andra tidak mau kalah. Haura
"Apa yang kamu inginkan, Nathan?" Syahra mengungkapkan tajam pria yang dia panggil Nathan.Hampir setengah jam pria itu bersimpuh, menunduk dengan lesu di hadapan Syahara yang berdiri dengan jemawa.Sepercik menabrak melintas di sorot netra milik Syahra, tersebab kenangan masa lalu berlomba-lomba menampilkan tayangannya yang sarat akan duka. "Aku datang untuk menebus dosaku, dan memohon maafmu." Meskipun kaku dan sedikit kurang fasih bahasa Indonesia yang digunakan pria berparas bule itu, tapi penyesalan kentara dalam nada suaranya. "Menebus dosa? Kamu sudah menyiksaku sedemikian rupa dan kini kamu melihat maafnya datang menemuiku dan mengharapku. Kamu tau? Penyesalan dan gangguan akan mengganggu seseorang yang lari dari tanggung jawab, dan itu terbukti padamu, bukan?""Iya, tapi sebenarnya aku bukan melarikan diri.""Oh, ya? Lalu apa namanya? Lelaki yang sudah merenggut paksa kesucian, sampai melahirkan janin, lalu pergi tanpa jejak, kalau bukan diambil alih, apa namanya?" sinis.S
Berbagai macam bau parfum campur keringat cukup menyengat terhirup indera penciuman Zie. Wanita itu sedikit kerepotan, tangan kiri menarik koper, sedang tangan kanan memangku Alana.Percakapan dan suara koper yang diseret, menjadi alunan musik paling serasi untuk menggambarkan suasana di Bandara Ahmad Yani Semarang sore ini.Zie menengadah, menatap langit berhias sinar jingga. Lengkung tipis merah jambu tertarik ke atas, ini pertama kali ia menginjak lagi kota kelahiran setelah hampir tiga tahun ditinggalkan.Meskipun kondisi Zie belum pulih benar, akibat sakit demam yang dideritanya tempo hari, tidak menyurutkan keinginan untuk terbang ke Semarang, membawa hati yang sarat akan kerinduan pada keluarga."Mah, Pah, Kak Vano, Zie pulang. Aku rindu kalian semua. Semoga aku masih bisa diterima berdiri di antara kalian," gumam Zie sembari tersenyum ke arah Alana. "Juga menerima kehadiranmu ya, Sayang."Seolah mengerti ibunya sedang mengajak bicara, Alana tertawa kecil.Sebuah taksi berhenti
"Papa!" Pemandangan indah di senja hari semakin buram pandangan, sebab semakin dipenuhi udara mata.Pak Rudi berdiri gagah dengan kejemawaan yang kentara. Tatapan tajam menghunus menimbulkan getaran yang cukup dahsyat di hati Zievana. Meski puluhan purnama terlewati tidak menyurutkan pembelian yang terpancar di manik hitam legam milik sang papah. "Dia bukan lagi bagian dari keluarga Hadisusilo, untuk apa dia datang kemari?" Pernyataan Pak Rudi laksana belati menikam tepat di inti jantung Zie.Membeku dengan bahu yang berguncang, Zie hanya pada ujung baju yang kenakan. Berusaha menguatkan diri, meskipun air mata telah banyak berlabuh di wajah."Pah, Zie bagian dari keluarga ini, sudah cukup hukuman yang Papah berikan untuknya. Tiga tahun Zie hidup tanpa kasih sayang dari kita, terlunta-lunta di luar sana. Lihat! Apa kalian tidak menginginkan cucu yang begitu cantik dan menggemaskan ini?!" Vano berdiri di hadapan sang papah sambil memangku Alana.Pak Rudi bergeming, tidak terbesit kein
Ketidakjujuran Zievana awal renggangnya keharmonisan keluarga Hadisusilo, ditambah retaknya rumah tangga Vano. Namun, setelah Pak Rudi memberi kesempatan Andra menjelaskan panjang lebar duduk permasalahan, akhirnya berhasil merangkul kembali Zie ke tengah-tengah mereka.Walaupun diselipi kebohongan pengakuan yang Andra kemukakan, tidak lain demi mengembalikan kepercayaan pasangan suami istri itu pada putrinya dan semua berhasil.Percakapan orang tua dan anak itu berlangsung sambil menatap pasangan yang sedang berdiri di tepian kolam, di mana terdapat rumput sintesis, serta berbagai macam bunga segar lagi mekar yang melengkapi indahnya taman.Percakapan dua sejoli itu tidak mampu di dengar oleh mereka bertiga yang sedang mengamatinya. Hanya kemesraan melalui canda tawa yang diperlihatkan Zie dan Andra."Mereka sangat serasi. Iya, kan, Pah?" ucap wanita paruh baya yang terlihat jauh lebih muda dari usianya, berkat kemahirannya merias, dan merawat kulit, serta pakaian mengikuti trend, ti