Sore sepulang kerja Derry sudah berjibaku dengan debu jalanan dan padatnya kendaraan. Berkali-kali menekan klakson sambil mengumpat kesal. Ketidaksabaran kentara sekali dari tingkah lakunya saat menyalip setiap kendaraan.Kuda besi roda dua itu akhirnya tiba di tempat tujuan. Setelah melepaskan motor di area parkir yang tersedia, Derry melirik jam tangan, lima menit lagi wanita yang akan ditemuinya keluar dari gedung pencakar langit di langit-langit.Embusan napas lelah disertai kesal terdengar menderu dari mulut dan hidung Derry. Sepasang netra legam sang pria tak lepas memandang pintu utama gedung Perusahaan Pranajaya. Zievana, Zievana, dan Zievana, nama itu yang terus mengusik pikiran Derry. Dia ingin menemui gadis itu untuk memberinya penjelasan.Sementara itu di ruang kerja, Zie sedang bersiap pulang. Di tengah kesibukannya peralatan kerja, dilempar canda dengan Rena. "Ayuk, Zie, aku dah gak sabar pengen cepet pulang. Rasanya tulang-tulangku butuh pijitan ayang," celoteh Rena s
Kala netra bertemu netra, melahirkan keterkejutan di wajah Zie dan lelaki yang ditubruknya. "K-kak Vano!" Nyaris tidak percaya sang kakak yang mencekal lengannya. "Zie!" tanpa menunggu Zie tersadar dari keterkejutannya, Vano menarik tubuh sang adik ke dalam pelukan."Be--benarkah ini Kak Vano?""Iya, Zie, ini aku, kakakmu. Kakak naik taksi dan terkena macet, jadi terlambat datang ke sini," jawab Vano."Gimana Kak Vano bisa ada di sini?" Bergetar suara yang Zie dengungkan. Netra bening mulai digenangi cairan jernih tidak berwarna. Membalas erat pelukan sang kakak dengan kerinduan yang membuncah."Sekian lama kakak mencarimu, dan selama itu pula kamu berada di Jakarta. Kamu tau, bagaimana kalutnya perasaan kakak?" Pelukan merenggang. Vano membingkai wajah yang memiliki dagu sedikit belah milik Zie."Maafkan aku. Dari mana Kakak tau aku ada di sini?" Mengamati Zevano dari kepala hingga kaki, Zie merasa sang kakak terlihat kurus mengurangi kesan tegap dan gagah.Ketampanan sang kakak sed
"Itulah kenyataan yang sebenarnya, Zie. Semua adalah salah kakak yang tidak menjadi kepala rumah tangga. Tidak menjadi suami yang baik di mata Andin.""Tidak! Aku sangat mengenal kakak. Kak Vano sudah sempurna berjuang jadi suami dan ayah yang baik untuk Mbak Andin dan Ziedan." Zie menggenggam tangan Vano, seperti membagi kebahagiaan lewat sentuhan.Tawa hampa mengudara. "Buktinya Andin meninggalkan kakak. Jika kakak sudah sempurna menjalankan peran dalam rumah tangga, Andin memilih pria lain.""Terserah apa kata Kakak, yang menjelaskan Kak Vano adalah pria yang sempurna dalam menjaga keutuhan tangga, ayah yang baik bagi rumah anaknya, dan suami yang perhatian serta pengertian bagi istri yang memahaminya. Mbak Andin bukan wanita yang beruntung, dia buta terhadap kenyataan, bahwa ada pria sebaik Zevano Alkateri. Dia lebih memilih dunianya yang penuh kepalsuan. Aku yakin sekali, Tuhan sedang mempersiapkan pengganti Mbak Andin, yang jauh lebih baik segalanya."Kemandirian mampu mendewasa
Zie tidak salah menduga, jika Syahra mengetahui kedekatannya dengan Andra. Dia mencoba membela diri bahwa dirinya jauh lebih dulu mengenal pria itu. "Aku mengenal Pak Andra sudah cukup lama.""Aku tau. Aku tau Affandra mencintaimu, begitupun sebaliknya, semenjak kalian melakukan kesalahan yang cukup fatal di malam terlarang. Cinta itu hadir dari sebuah kemudharatan, bukan ketulusan seperti yang kupunya. Sekeras apapun Andra membuktikan perhatiannya padamu dengan bentuk materi ini ...." Ucapan sengaja dipangkas, mata Syahra mengedar seraya kedua tangan terangkat sampai dada dengan telapak terbuka. "Tetap saja faktanya kami akan segera menikah. Dan sebuah hubungan yang diawali kemudharatan itu tidak akan berjalan dengan baik." Dia melanjutkan kata dengan nada penekanan.Lagi dan lagi hati Zie mencelos. Di balik sikap lemah lembutnya Syahra, terdapat kejemawaan disertai tikaman, sehingga mengkaramkan rasa empati. Sejenak Zie membungkam. Beberapa menit berlalu, sampai akhirnya dia bertan
"Nathan?" Andra mengulang nama asing itu sambil menikmati tangan membalasnya."Mungkin Tuan lupa pernah kita bertemu beberapa hari lalu di malam acara ulang tahun perusahaan Pranajaya," ucap pria yang mengaku bernama Nathan setelah memperkenalkan diri.Tercenung untuk beberapa jenak sambil mengingat-ingat. Tidak berapa lama melintas bayangan Meylan sedang berbincang di lobi hotel dengan seseorang yang wajahnya mirip dengan pria yang saat ini bersamanya. Andra mengangguk-angguk sebagai tanda mulai panen."Kau yang bersama Meylan malam itu?" tanya Andra memastikan."Iya, itu saya." Nathan menghadirkan senyum yang cukup manis."Oh, baiklah. Apa yang ingin kau sampaikan?""Saya ingin bicara tentang Syara." Ekspresi Nathan berubah serius.Mengernyitkan dahi seraya mencondongkan tubuh ke depan, Andra memandang Nathan dengan sorot heran. Pikirannya dihinggapi pertanyaan darimana pria berambut pirang dan tebal itu mengenal calon istri.Melihat raut Andra yang kentara dengan rasa penasaran dan
Mobil Syahra memacu menuju kantor Andra. Ia ingin menyampaikan kabar secara langsung melalui tatap muka, bahwa persiapan pernikahan mereka 75 persen.Senyum mengembang indah di lengkung tipis merah delima menandakan cerah suasana hati Syahra saat ini. Ketidaksabaran mencapai masa depan bersama pria dicinta membuat kewarasannya terampas, terkadang geli sendiri.Sang wanita tiba di depan gedung pencakar langit yang menunjukkan keangkuhan sempurna. Semua itu adalah bukti, bahwa pemiliknya sangat diakui dunia.Syahra bangga terhadap Andra, memiliki segalanya, baik fisik maupun materi. Wajar saja jika banyak godaan dari segala arah. Ia harus mengumpulkan banyak lagi ketabahan, untuk menghadapi segala konsekuensi sebagai pasangan pria yang menjadi sorotan dunia.Sapaan ramah penuh hormat penghuni gedung dilayangkan siapa saja yang berpapasan dengan Syahara. sebagian banyak orang mengenal wanita berwajah cantik khas wanita India, calon istri pemilik perusahaan besar Pranajaya."Selamat siang
Syahra membawa kendaraan membelah jalanan dengan hati remuk redam. Perasaan campur aduk berbaur jadi satu membuat matanya meluahkan air mata dengan deras."Kenapa? Kenapa harus aku yang kamu sakiti, Andra?!" Sesekali memukul stir sambil berteriak."Kenapa kamu tidak mencintai aku saja. Kenapa harus perempuan itu?!" Meracau sambil mengusap air mata dengan gerakan kasar.Syahra mencari tempat ternyaman untuk meredam kemarahan dan menuntaskan tangisannya. Mobil pun berhenti di sebuah restoran cukup mewah, bernuansa romantis.Musik instumental milik musisi kondang Kenny G mengalun merdu dari dalam sana mengiringi langkah Syahra memasuki tempat makan bertingkat tiga tersebut, kemudian mengempaskan diri di kursi paling pojok.Melanjutkan senandung laranya dengan kepala menunduk, kening menempel di lengan yang dilipat di atas meja. Keremukan hatinya tidak dapat ia ungkapkan dengan kata-kata."Ada apa lagi?" Seseorang bertanya sambil mengambil duduk di kursi samping.Mengangkat kepala, lalu m
Andra menatap tajam Syahra yang juga tengah memandangnya dengan tubuh membeku. Haura pun demikian, kedatangan calon adik ipar yang secara tiba-tiba membuat otaknya mendadak buntu."Kamu membohongi aku dan juga keluargaku dengan keadaanmu yang sebenarnya. Aku pikir, aku yang tidak pantas mendampingi wanita sebaik kamu, karena aku sadar sebagai pria arogan, liar, dan pernah meniduri seorang gadis sampai memiliki anak, terlalu buruk jadi pendampingmu. Namun, setelah mengetahui kenyataannya, kamu ternyata jauh lebih bobrok dari aku."Syahra kian terpasung di tempatnya. Apa yang dikatakan Andra sama sekali tidak salah, dia yang jauh lebih buruk dibanding apa yang diperbuat lelaki itu bersama Zievana."Andra, jaga ucapanmu! Kamu tidak berhak menilai adikku sampai sebegitunya!" sela Haura dengan sarkas. Sesalah apapun sang adik, Haura tidak rela jika Syahra dikatai dengan ucapan keras. "Bukankah seperti itu kenyataannya, seperti yang kalian katakan tadi?" ucap Andra tidak mau kalah. Haura