Home / Urban / Gairah Sang CEO / Bab 3. Dag Dig dug

Share

Bab 3. Dag Dig dug

Author: Kai Chang
last update Last Updated: 2024-01-05 13:39:07

"Saya baik-baik saja Pak. Mungkin saya hanya masuk angin saja, karena sejak pagi saya mual-mual," jawab Clara yang saat itu merasakan tubuhnya terasa lemas dan tak berotot ketika sejak pagi dia mual dan pusing.

"Lebih baik kau pulang saja, biar aku urus ijinmu," saran Pedro tampak khawatir dengan keadaan mantan kekasihnya itu.

"Tidak masalah, Pak. Saya masih bisa kerja. Saya permisi." jawab Clara mencoba untuk menguatkan dirinya, lalu beranjak pergi meninggalkan Pedro dan Rilla.

Ketika Clara keluar ruangan, ia kembali ke kantornya dengan kondisi tubuh yang semakin lemah dan terpaksa dia ijin istirahat beberapa hari, berharap kondisinya akan membaik.

***

"Clara, kabar baik untukmu. Tuan Emanuel terkesan dengan proposal yang telah kau buat," ujar Dariel kepada Clara dengan penuh semangat. Clara yang sedang sibuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Benarkah?" tanya Clara tak percaya dengan apa yang Dariel katakan. Matanya memandang ke arah Dariel dengan ekspresi campuran antara harapan dan keraguan.

Dengan senyum lebar, Dariel mengangguk mantap sebagai jawaban atas pertanyaan Clara, "Ya, benar sekali!" 

"Baiklah, sekarang, persiapkan dirimu untuk hadir dalam rapat direksi siang ini. Kau sendirilah yang nantinya akan mewakili devisi pemasaran." Clara mengangguk setuju, dia mulai mempelajari materi presentasi untuk siang nanti hingga dia tak sempat untuk makan siang karena dia benar-benar ingin memberikan yang terbaik agar bisa mendapatkan promosi itu. 

Siang itu, Clara merasa hatinya berdebar-debar saat ia melangkah menuju ruang rapat. Hari ini adalah pertemuan penting yang akan menentukan arah perusahaan selanjutnya. Clara sangat gugup karena dia tahu bahwa tanggung jawab besar ada di pundaknya sebagai seorang ahli pemasaran.

Ketika Clara memasuki ruangan rapat yang megah, dia langsung melihat Dariel duduk di salah satu kursi dengan senyuman hangat di wajahnya. Ruangan itu masih sepi hanya ada mereka berdua yang baru datang. Clara merasa gugup karena ini adalah pertemuan penting dalam kemajuan karirnya.

Dengan langkah ragu, Clara mendekati Dariel yang selalu mendukung karirnya.

"Kau gugup?" tanya Dariel sambil tersenyum menyambut kedatangan Clara.

"Karena ini pertama kalinya untukku," ujarnya singkat namun jujur. Dia merasa lega bisa mengutarakan perasaannya kepada Dariel.

Melihat kegelisahan Clara, Dariel meletakkan tangannya di atas bahu Clara secara lembut dan memberikan semangat padanya.

"Jangan khawatir, kamu sudah siap untuk ini," kata Dariel dengan penuh keyakinan. "Kamu telah belajar begitu keras dan memiliki pengetahuan yang luas tentang strategi pemasaran."

Mendengar kata-kata penyemangat dari mentor terpercayanya membuat hati Clara menjadi lebih tenang. Dia merasa didukung sepenuhnya oleh orang-orang di sekitarnya.

"Terima kasih, Pak," sahut Clara dengan senyum tulus mengembang di bibirnya. "Saya akan berusaha dengan baik." Kata-kata itu keluar dari mulutnya seperti janji yang ia buat pada dirinya sendiri.

Ia merasa lebih percaya diri setelah mendapat dorongan semangat tersebut.

Ruang rapat yang luas mulai dipenuhi oleh para eksekutif perusahaan. Mereka semua tampak serius dan fokus pada pertemuan ini, menunjukkan betapa pentingnya rapat hari ini. Suasana ruangan menjadi semakin tegang seiring dengan berjalannya waktu. Semua orang sibuk mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan CEO perusahaan AM Group yang hanya datang satu bulan sekali ke kantor cabang tempat Clara bekerja saat ini. 

Clara merasa sedikit cemas namun dia tahu bahwa dia harus menghadapinya dengan kepala tegak walaupun hari ini adalah hari pertamanya mengikuti rapat penting bersama petinggi perusahaan. Dia ingin memberikan kesan yang baik kepada atasan-atasannya dan membuktikan bahwa dia pantas mendapatkan tempat di dalam organisasi ini.

Saat Clara tengah memeriksa dokumen-dokumen terakhirnya, Dariel duduk disampingnya dengan senyum manis di wajahnya.

"Apakah kau sudah pernah bertemu dengan Tuan Emanuel?" tanya Dariel sambil melihat ke arah Clara.

"Belum Pak. Saya hanyalah staf biasa, mana mungkin saya bertemu dengan CEO perusahaan ini?" Clara terkejut mendengar pertanyaan itu dan menjawab gugup,

"Sebentar lagi kau akan mengetahuinya, jangan sampai kau jatuh cinta kepadanya." Ujar Daniel kepada Clara.

"Iya saya tau, Presdir adalah seorang pria tampan, bukan?" tanya Clara menatap Dariel penasaran.

“Jawabanmu memang di luar dugaanku, Clara.” Tentu saja Dariel sangat terkejut dengan jawaban Clara.

"Menurut yang saya dengar, dia sulit sekali di dekati oleh wanita bahkan banyak yang bilang jika CEO kita itu anti wanita. Hal ini apakah hanya rumor belaka ataukah sebuah fakta." bisik Dariel agar tidak terdengar oleh karyawan lainnya.

Clara penasaran dengan orang yang sedang mereka bicarakan ini.

 "Itu hanya gosip, Presdir pasti tidak seperti itu,” tutur Dariel mencoba mengingatkan Clara agar tidak mengucapkan gosip yang sama sekali tidak benar.

Clara menelan ludahnya pelan sambil menganggukkan kepalanya pelan. Dariel tersenyum tipis untuk mengalihkan perhatian Clara yang tegang. "Dia sangat tampan."

"Tampan sih tampan tapi dia sangat perfeksionis dan tidak akan berpikir dua kali untuk memecat siapa saja yang membuat kesalahan, bahkan itu masalah yang sangat kecil," gerutu Clara mengingat bagaimana dulu temannya yang merupakan sekretaris pribadi CEO perusahaannya dipecat hanya gara-gara terlambat datang keruangannya 1 menit saja.

"Baginya waktu adalah uang dan semua pekerjaan harus sempurna karena dia sendiri adlah sosok yang sangat sempurna, baik secara fisik ataupun kecerdasannya," sahut Dariel melirik ke arah Clara.

"Benarkah? Dia begitu sempurna?" tanya Clara tampak sangat penasaran.

Clara merasa campuran antara gugup dan antusias menjelang kedatangan bosnya tersebut. Ia ingin memberikan kesan baik pada bosnya namun juga khawatir jika melakukan kesalahan. Karena hanya kesalahan kecil saja dapat mengancam posisinya di perusahaan ini.

Suasana ruangan semakin tenang ketika pintu ruangan rapat akhirnya terbuka lebar. Semua orang secara otomatis berdiri untuk menyambut kedatangan sang CEO. Clara merasa jantungnya semakin berdebar kencang saat melihat satu persatu pengawal CEO datang untuk memastikan situasinya aman dan terkendali.

Tak lama kemudian seorang pria tampan dengan setelan jas mewah berwarna hitam, dengan rambut rapi dan langkah yang mantap melangkah masuk ke ruang meeting diikuti oleh beberapa pengawal dan bodyguard.

Sosok yang begitu dihormati dan diidolakan oleh banyak orang dalam perusahaan ini, akhirnya hadir di depan mata mereka. Dia memiliki aura kepemimpinan yang kuat dan wajah yang karismatik.

Semua orang menyambutnya dengan penuh hormat, tapi tidak dengan Clara. Wajahnya tampak cemas dan khawatir. Keringat dingin mulai mengucur di tubuhnya dan wajahnya tampak pucat pasi melihat CEO tersebut.

“B-bukankah dia?”

Related chapters

  • Gairah Sang CEO   Bab 4. Reuni

    "Kenapa pria itu bisa berada di sini?" Clara tidak bisa menahan emosinya saat melihat Alexander.Jantung Clara berdesir dan pikirannya langsung terbawa kembali ke malam itu, tragedi yang tak pernah ia lupakan sejak satu bulan lalu."Dia adalah CEO kita, Tuan Alexander Emanuel," bisik Dariel dengan senyum tipisnya.Clara hanya menelan ludah pelan menahan emosinya, mengingat papan nama Penthouse itu. Suasana ruang rapat tampak sunyi hanya dipecah oleh suara langkah kaki mereka yang terdengar semakin dekat.Clara merasa jantungnya berdegup kencang, seperti ingin keluar dari dadanya. Ia tahu bahwa saat ini dia harus tetap tenang dan mengendalikan diri agar tidak membuat situasi semakin buruk.Tiba-tiba saja rasa mual kembali menghampiri Clara. Dengan langkah terburu-buru dia ingin segera ke toilet, karena kecerobohannya, kakinya tersandung dengan kaki meja, sehingga tubuhnya menabrak Alexander yang berjalan tepat di depannya, pandangannya bertemu langsung dengan mata tajam milik Alexande

    Last Updated : 2024-01-05
  • Gairah Sang CEO   Bab 5. Pilihan sulit

    “Selamat pagi, Pak, anda ingin berbicara dengan saya?”Di dalam ruangannya yang luas dipenuhi oleh aura kekuasaan yang tak terbantahkan. Alexander Emanuel duduk di kursi kebesarannya sebagai seorang CEO.Matanya yang tajam menatap ke arah pintu saat Clara masuk. Gadis yang selalu membuatnya penasaran dengan sorot matanya serta bola mata samar-samar mengingatkannya akan kejadian malam itu."Clara," sapanya dengan suara yang dingin namun tegas begitu Clara berada di hadapannya. "Saya mempersiapkan kontrak kerja untuk Anda. Silakan duduk." ucap Alexander dengan suara yang tenang tetapi berwibawa, membuat Clara semakin gugup.Clara menarik kursi dengan hati-hati, mencoba menahan getaran ketegangan pada dirinya. Tatapan dingin Alexander menatapnya, mengungkapkan bahwa dia tidak akan mentolerir kelemahan atau ketidakpatuhan. "Saya tidak yakin bisa menerima ini," ujarnya akhirnya dengan suara yang ragu setelah membaca setiap poin yang tertulis di kontrak kerja tersebut.Sorot mata Clara mem

    Last Updated : 2024-01-05
  • Gairah Sang CEO   Bab 6. Kecurigaan Alexander

    Alexander melangkah ke dalam kamar rawat inap Clara dengan langkah pasti yang menggambarkan otoritasnya sebagai seorang CEO yang sukses. Wajahnya diliputi ekspresi serius, tak tergoyahkan oleh emosi apapun. Dia dikenal sebagai sosok yang dingin dan tegas di dunia bisnis. "Clara," panggilnya dengan suara tanpa belas kasihan. Clara, terbaring di tempat tidur dengan tatapan cemas yang tak tersembunyi, merasa gemetar di bawah kehadiran Alexander. Dia tahu bahwa saat ini pertanyaan tentang kehamilannya akan diajukan. "Ya, Tuan Alexander?" jawabnya gemetar. Alexander tidak membuang waktu. "Mengapa kau hamil, sementara statusmu masih lajang? Apakah kau mencoba untuk memalsukan identitasmu?" tanyanya tanpa ampun, mencari jawaban yang jelas dari wanita muda di depannya. Clara menelan ludah, mencoba menemukan keberanian untuk menjawab. "Aku bertanya kepadamu!" seru Alex memecah keheningan ruangan tersebut membuat Clara terkejut. "Tuan... Saya belum menikah Tuan," jawab Clara dengan lirih

    Last Updated : 2024-02-29
  • Gairah Sang CEO   Bab 7. Keputusan Clara

    "Clara dengarkan aku!" seru Pedro mencoba meraih tangan Clara yang akan memasuki kamar apartemennya saat dia pulang dari rumah sakit. "Kau mau apalagi, Pedro? Bukankah kau akan segera bertunangan dengan dengan Rilla?" tanya Clara berusaha tegar di hadapan lelaki yang amat dia cintai sekaligus dia benci saat ini. "Clara, aku minta maaf. Aku salah, tapi harusnya kau mengerti, aku melakukan semua ini karena kau tidak pernah mau aku sentuh, jadi aku melampiaskan kepada... ." Plak!!! Sebuah tamparan keras mendarat ke pipi Pedro. Pedro tampak kesal dengan sikap kasar Clara kepadanya. "Clara kau... ." "Ya, aku bisa bersikap kasar dan lembut sesuai tempat Pedro. Mulai detik ini, jangan lagi kau temui aku, hubungan kita sudah berakhir!" tegas Clara dengan suara yang lantang sembari mengacungkan jari telunjuknya kepada Pedro. Emosi Pedro tersulut, dia merasa terhina telah ditampar oleh seorang wanita. "Baiklah, aku akan menuruti kemauanmu, Clara. Namun, harus kau tau, hidup itu keras. M

    Last Updated : 2024-02-29
  • Gairah Sang CEO   Bab 8. Tuntutan sang ibu

    "Tuan, entah perasaanku atau apa. Tadi, saat saya dan Nona Clara berada tepat di depan penthouse Anda, Saya menangkap raut kecemasan dan trauma yang mendalam darinya. Apakah ini ada kemungkinan jika, Nona Clara adalah... ." tebak sang pengawal yang bernama Markus tersebut. "Benar Markus, dia adalah orangnya. Dia saat ini hamil," jawab Alexander singkat sembari sibuk dengan laptopnya. "Tuan, kenapa Anda tidak memberinya uang dan menyuruhnya menggugurkan kandungannya itu? Bagaimana kalau nanti Tuan dan Nyonya besar tau akan kandungannya itu?" kata Markus tampak terkejut. Alexander mengalihkan pandangannya tajam ke arah Markus. "Diam kau!" bentak Alexander sekali lagi kepada Markus yang masih terdiam tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya dari tuannya tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa keluarga besar Alexander memiliki reputasi baik di mata masyarakat sehingga skandal seperti ini benar-benar harus dicegah agar tidak menghancurkan nama baik keluarganya. Alexander send

    Last Updated : 2024-03-01
  • Gairah Sang CEO   Bab 9. Ejekan untuk Clara

    Alexander keluar dari kamarnya dengan langkah santai, hanya mengenakan celana pendek berbahan kain dan kaos oblong yang longgar. Rambutnya tampak acak-acakan namun tetap memberikan kesan rapi. Aura pria cool terpancar jelas dari penampilannya yang sederhana namun menawan. Clara tengah sibuk di meja makan, menyusun hidangan untuk makan malam mereka. Matanya tak bisa berhenti memandang ke arah Alex yang tiba-tiba muncul dengan penampilan yang begitu berbeda dari biasanya. Clara merasa takjub melihat betapa tampan dan kerennya Alex dalam mengenakan outfit tersebut. "Apa yang kau lihat?" tanya Alexander menatap sinis ke arah Clara yang tak mengedipkan matanya. "Tidak ada, saya hanya berpikir tadi, siapakah pria yang berdiri di hadapanku saat ini," jawab Clara jujur sembari menata piring dan gelas di meja makan. Alexander mencoba menyembunyikan senyum tipisnya ketika mendengar komentar jujur dari Clara tentang penampilannya. Ia memang terbiasa mendapat pujian langsung seperti itu dari s

    Last Updated : 2024-03-02
  • Gairah Sang CEO   Bab 10. Liontin itu...

    "Baiklah, ikut saya menemui pemilik pelelangan ini!" seru sang pegawai dengan sorot matanya yang kejam meminta pihak pengamanan menyeret tubuh Clara menuju ruangan pemilik pelelangan.Clara merasa takut dan terkejut dengan perlakuan kasar yang diterimanya. Dari kejauhan, Rilla tersenyum sinis melihat nasib malang yang menimpa Clara."Kasian sekali nasibmu, Kak."Pedro, mantan pacar Clara, hanya bisa diam sambil merasakan perasaan kasihan yang mendalam. Ia ingin sekali membantu Clara dari situasi sulit ini, namun gadis itu terlalu sombong untuk menerima bantuan apapun darinya. Pedro merasa rendah di hadapan Clara karena sikap tegasnya itu.Di dalam ruangan pemilik pelelangan, dua orang satpam bertubuh kekar mendorong keras tubuh Clara hingga membuatnya terhuyung ke depan. Untunglah Alexander sigap menangkap tubuh Clara sebelum jatuh ke lantai."Apa yang kalian lakukan padanya!!!" teriak Alexander dengan suara lantang sambil menatap tajam kedua satpam tersebut. Emosi memenuhi wajahnya s

    Last Updated : 2024-03-03
  • Gairah Sang CEO   Bab 11. Tawaran yang sulit

    "T-tidak," sahut Clara dengan suara rendah yang gugup, matanya menunduk ke bawah. "Hanya saja, Liontin itu terlalu menyilaukan," papar Clara mencoba untuk tetap tenang dan menutupi kekhawatirannya dan sesekali melirik ke arah liontin tersebut.Alexander menaikkan alisnya merasakan kejanggalan dalam sikapnya, tetapi berusaha untuk tetap tenang ketika dia mulai yakin jika wanita pemilik liontin itu adalah Clara. "Baiklah," ucapnya dengan suara dingin, mencoba untuk menjaga ketegasannya."Ayo kita pergi dari sini," ajak Alexander dengan nada yang sama dinginnya, melirik sekilas ke arah pemilik pelelangan tersebut, seolah-olah tidak ada yang bisa menghalangi langkahnya.Clara menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab, "Baik." Dia merasa seakan-akan terikat pada langkah-langkah tegas Alexander yang berjalan di depannya, tanpa sepatah kata pun yang mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya.Saat mereka melangkahkan kakinya keluar dari ruangan pemilik pelelangan menuju koridor te

    Last Updated : 2024-03-04

Latest chapter

  • Gairah Sang CEO   Bab 98. Sikap aneh Kakek Mia

    Clara merasa risih ketika lelaki tua itu terus memandang ke arahnya. "Kakek, apakah ada yang salah dengan saya?" tanya Clara segera menutupi bagian dadanya dengan sweater yang dia pakai.Kakek Mia memaksakan senyum, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang melanda hatinya. "Tidak. Boleh Kakek melihat kalungmu lebih dekat?"Clara mengangguk sambil mencopot kalungnya dan menyodorkan kalungnya. "Ini, Kek. Ini adalah kalung peninggalan ibu. Ibu selalu bilang ini sangat berharga."Kakek Mia memegang liontin itu dengan tangan gemetar, matanya berkaca-kaca. "Di mana ibumu mendapatkannya?"Clara mengerutkan kening, merasa aneh dengan reaksi Kakek Mia. "Katanya ini pemberian dari nenekku. Aku tidak pernah bertemu nenek, dia meninggal sebelum aku lahir. Ibu juga sudah meninggal beberapa tahun yang lalu."Kakek Mia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang berdebar. "Clara,

  • Gairah Sang CEO   Bab 97. Liontin itu?

    "Tentu saja, Clara. Kau merasa keberatan ketika ada wanita lain yang melihat tubuhku," jawab Alexander dengan wajahnya yang tenang."Tapi jangan lakukan hal sekejam itu, Tuan. Kasihan dengan Mia," jawab Clara terlihat sedih."Clara, dia sangat kejam. Dia bahkan akan mencelakai dirimu dan anak kita dengan memberimu racun yang langka. Dia juga menjebakku dan membuatmu bersedih. Kau masih bisa mengasihinya?" protes Alexander heran melihat reaksi istrinya."Aku tidak akan membiarkan Mia menghancurkan hidupku dan membuatmu bersedih, jika aku tidak memberinya hukuman," lanjut Alexander dengan tegas.Clara hanya bisa diam, dia tidak bisa lagi mencegah suaminya. Beberapa hari kemudian, Alexander berdiri di luar gedung tempat Mia disekap. Dia memasuki gedung tersebut dan memastikan jika Markus melakukan tugasnya dengan baik. Benar saja, di sana dia melihat Mia sudah kehilangan penglihatannya."Mia. Ini cukup untuk membuatmu menyesal sudah bermain api denganku, Mia," ujar Alexander dengan nada

  • Gairah Sang CEO   Bab 96. Jebakan membawa petaka

    "Ini tidak mungkin! Alexander?!" desis Clara dengan suara bergetar.Clara masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Alexander, pria yang selama ini dianggapnya sebagai sosok baik dan setia, kini terlihat tidur dengan Mia, wanita yang selama ini membuat Clara gelisah. Dia mencoba menolak kenyataan yang ada di hadapannya.Selma, merasa harus segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah ini. "Ini tidak mungkin! Alexander?!" desis Clara dengan suara bergetar, mencoba untuk menampik apa yang dia lihat.Selma terdiam sejenak, lalu dengan tegas berkata, "Clara, tetap tenang. Aku akan mengurus ini."Selma bergegas meninggalkan Clara seornagbdiri di rumah sakit, dan segera pergi menuju Penthouse putranya.Ketika Selma tiba di penthouse tersebut dengan wajah tegang dan langkah cepatnya, ia segera masuk tanpa permisi. Dan disanalah dia melihat pemandangan yang membuat hatinya hampir copot dari tempatnya: Alexander tertidur hanya dengan memakai bocer pendek dan Mia baru saja selesa

  • Gairah Sang CEO   Bab 95. Clara keracunan

    Clara duduk di meja makan, memegang perutnya yang terasa kram hebat. Wajahnya pucat dan keringat dingin mulai membasahi dahinya. "Aku merasa sangat tidak enak badan," katanya lemah kepada Selma, ibu mertuanya, yang duduk di seberang meja.Selma memandang Clara dengan khawatir. "Kamu kenapa, Clara? Kamu terlihat sangat pucat," ujarnya sambil bangkit dan mendekati Clara. "Sepertinya kamu harus dibawa ke dokter."Saat itu, Mia memberikan segelas air kepada Clara. "Clara, minumlah ini. Mungkin kamu akan merasa lebih baik," katanya dengan senyum simpul.Namun Alexander menampik tangan Mia dan segera menggendong tubuh Clara ke luar untuk diperiksakan oleh dokter. "Aku akan membawanya ke rumah sakit sekarang juga," katanya dengan suara tegas. Mia berusaha membantu mengangkat Clara, namun Selma menolak bantuannya. "Jangan sentuh dia, Mia. Aku sudah mencurigaimu sejak awal." Mia terkejut. "Apa maksud Tante Selma? Kenapa Tante mencurigai aku?" Sepeninggal Clara dan Alexander, Selma menatap Mia

  • Gairah Sang CEO   Bab 94. Kewaspadaan Selma

    Siang itu, Selma, melangkah keluar dari lift menuju penthouse mewah Alexander. Pintu terbuka, memperlihatkan pemandangan indah kota dari jendela besar di ruang tamu. Namun, yang menarik perhatian Selma adalah suara tawa dari dapur. Dia berjalan mendekat, dan alangkah terkejutnya dia ketika melihat Mia, dengan apron terikat di pinggangnya, sedang memasak di dapur Alexander."Mia? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Selma dengan nada tegas, matanya menyipit curiga.Mia menoleh dengan senyum ramah yang biasa ia tunjukkan. "Oh, Selamat sore, Tante Selma. Saya hanya memasak makan siang. Ada yang bisa saya bantu?"Selma melangkah masuk, menatap Mia dengan sorotan tajam. "Kenapa kamu tinggal di sini bersama Alexander? Di mana Clara?"Mia tersenyum lebih lebar, tetapi matanya tetap dingin. "Clara sedang di kamarnya, apakah Tante tidak tau, jika Clara itu pemalas? Selama satu Minggu Saya disini, Sayalah yang mengurus rumah sementara dia bermalas-malasan."Selma merasa ada yang tidak beres. D

  • Gairah Sang CEO   Bab 93. Hari Pertama Mia di Rumah Alexander

    Pada hari pertama Mia tinggal di rumah Alexander, suasana di rumah itu terasa sedikit berbeda. Clara menjadi lebih protektif terhadap Alexander. Dia merasa perlu melindungi saudara laki-lakinya dari segala hal yang mungkin bisa membuatnya tidak nyaman.Pagi itu, Mia bangun lebih awal dan memutuskan untuk membuat sarapan spesial untuk Alexander. Dia merasa senang bisa memberikan sesuatu yang istimewa untuk orang yang baru saja dia kenal ini. Dengan langkah ringan, Mia bergegas ke dapur dan mulai mencari-cari resep pancake favoritnya yang pernah dia lihat di internet.Sementara itu, Alexander turun dari lantai atas dengan langkah malas. Matanya masih setengah tertutup karena kantuk namun senyum tipis tetap menghiasi wajah tampannya ketika aroma harum pancake menyambut hidungnya begitu masuk ke dapur. Dia melihat Mia dengan tatapan penuh tanda tanya saat gadis itu sibuk mengaduk adonan pancake dengan penuh semangat."Selamat pagi!" sapu Mia riang sambil tersenyum lebar, adonan tepung sed

  • Gairah Sang CEO   Bab 92. Kekhawatiran Clara

    Clara sedang duduk di ruang tamu yang elegan, tangannya memegang secangkir teh hangat. Senyum lebar tergambar di wajahnya. Markus, asisten pribadi suaminya, Alexander, baru saja meninggalkan ruangan setelah memberi tahu Clara tentang keberhasilannya."Markus, terima kasih banyak. Kamu benar-benar hebat," kata Clara dengan penuh syukur."Senang bisa membantu, Bu Clara," jawab Markus sambil tersenyum sebelum menunduk hormat dan beranjak pergi.Tak lama kemudian, Alexander masuk ke ruang tamu. Dia melihat senyum lebar di wajah istrinya dan merasa ada sesuatu yang berbeda."Ada apa, Clara? Kamu terlihat sangat bahagia," tanya Alexander dengan nada penasaran.Clara menatap suaminya dan tersenyum lebih lebar lagi. "Aku baru saja mendengar kabar baik dari Markus. Dia berhasil menjauhkan Mia dari kamu."Alexander tersenyum tipis, menahan tawa yang ingin pecah. "Oh, jadi itu alasannya? Kamu begitu cemburu pada Mia, ya?"Clara meletakkan cangkir tehnya di atas meja dan menatap Alexander dengan

  • Gairah Sang CEO   Bab 91. Keinginan Clara

    Clara duduk di ruang tamu, menggigit bibirnya sambil memandang kalender di dinding. Kandungannya sudah memasuki bulan ketujuh, dan dia merasakan gelombang kecemasan setiap kali memikirkan suaminya, Alexander, di kantor. Terutama sejak Mia, rekan kerja yang licik, semakin gencar menggoda Alexander. Sejak permintaannya menjadi sekretaris pribadi suaminya lima bulan yang lalu ditolak, Clara merasa semakin tertekan dengan situasi tersebut.“Tuan, aku harus bicara denganmu,” kata Clara saat Alexander masuk ke ruang tamu.Alexander menatap Clara dengan penuh perhatian, “Ada apa, Clara? Apa kamu baik-baik saja?”Clara menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, “Aku ingin kembali menjadi sekretarismu. Aku tahu kamu tidak setuju, tapi aku merasa ini penting.”Dalam benaknya terus terngiang pertemuan singkat antara Alexander dan Mia beberapa hari yang lalu di acara perusahaan. Mereka terlihat begitu akrab dan mesra sehingga membuat hati Clara berbunga-bunga melihatnya. Namun rasa bahagia itu l

  • Gairah Sang CEO   Bab 90. Kecurigaan Clara

    Clara duduk di ruang tamu, mengamati suaminya, Alexander, yang sedang membaca laporan keuangan di sofa seberang. Perasaan tidak nyaman menggelayuti hatinya sejak beberapa minggu terakhir. Mia, rekan bisnis perusahaan Alexander, tampak terlalu bersemangat dalam mendekati suaminya.Clara merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sikap Mia tersebut. Ia pun memutuskan untuk menanyakan langsung kepada suaminya tentang bagaimana hubungan kerja mereka dengan Mia."Tuan, bagaimana rekan bisnis barumu? Mia, kan namanya?" tanya Clara pelan.Alexander menatap Clara sejenak sebelum menjawab dengan tenang, "Ya, Mia. Dia cukup efisien dan profesional dalam bekerja."Namun Clara tetap merasakan ketidaknyamanan dalam dirinya. Ia mencoba untuk bertindak biasa saja meskipun hatinya tak bisa tenang."Tidak ada alasan khusus. Hanya penasaran saja," ucap Clara sambil mencoba tersenyum tipis."Kau jangan berpikir yang bukan-bukan, Clara. Kemarin aku dan dia hanya makan malam biasa untuk membahas proyek ke

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status