"Ka-kamu! Kenapa kamu bisa ada di sini?" Adelia terkejut saat melihat sosok Carlton berdiri di depan pintu."Kenapa terkejut? Memangnya aku tidak boleh menemui istriku sendiri, hah?!" jawabnya dengan santai.Secepatnya, Adelia menutup mulut Carlton dengan telapak tangannya."Diam! Jangan bicara sembarangan! Na-nanti kakakku mendengarnya!"Carlton segera memindahkan telapak tangan Adelia yang menutupi mulutnya."Ya! Bagaimana keadaan kakak kamu? Dia sudah jauh lebih baik kah? Atau mau dibawa ke rumah sakit?" tanyanya sambil menatap ke dalam rumah.Adelia terdiam sejenak."Emm ... Tidak usah! Kakak aku sering seperti ini dan dia selalu menolak untuk di bawa ke rumah sakit, ya! Walaupun ini paling parah, tapi aku ...." belum selesai Adelia bicara, dia mendengar suara dering ponselnya yang membuat dia segera mengalihkan fokusnya."Tunggu sebentar!"Carlton mengangguk."Ya, aku menunggu tapi jangan terlalu lama,"
"Eh! Tapi i-ini ... Tidak perlu! Aku bisa sendiri." Adelia segera menarik tangannya dari genggaman Carlton."Tidak bisa! Aku mau mengantar kamu! Pokoknya tidak ada penolakan!" jawab Carlton yang semakin mengeratkan genggamannya.Melihat itu, Adelia mendesah pelan dan dia tahu kalau dia takkan menang melawannya."Baiklah! Kamu menang sekarang! Kalau begitu ... Aku mau siap-siap dulu! Kamu tunggu sebentar!" jawab Adelia yang kembali menarik paksa tangannya.Carlton tersenyum melihatnya."Tidak usah dilepas! Aku ikut kamu," jawabnya.Adelia menaikkan alisnya."Ta-tapi kalau tidak dilepas, nanti aku ....""Sudah! Ayo aku antar!" sela Carlton.Membuat Adelia menghela napas panjang."Haistt! Sudahlah! Ayo ikut aku!" ajak Adelia yang bergegas masuk ke dalam.Carlton pun mengikutinya dengan tangan yang terus menggenggam.Diam-diam Adelia melirik ke arah tangannya yang digenggam erat oleh Carlton."Histt! Sudah seperti lansia mau menyebrang saja!" gerutu Adelia.Carlton hanya mengulas senyum s
BRUKK!Adelia menutup kembali pintu yang baru kebuka sedikit itu."Sial!" Adelia mengumpat sambil menyandarkan kepalanya di punggung kursi."Ada apa? Kenapa kamu terlihat tidak senang? Memangnya ada seorang yang ...." Carlton membulatkan matanya, ketika dia melihat sosok dua orang yang pernah dia lihat di Hotel kemarin."Pantas saja!" gumamnya dan dia mengerti jika dua orang itu yang sudah membuat Adelia berubah dalam sekejap."Masih pagi tapi sudah membuat mood wanitaku hancur, lihat saja nanti! Aku pasti akan membuat perhitungan pada kalian berdua!" gumam Carlton dengan tatapan kesal.Lalu, secepatnya mengubah ekspresi wajahnya menjadi senyuman manis saat menatap Adelia."Sayang! Kamu yakin mau masuk kerja hari ini?" tanya Carlton sambil mengelus lembut bahu Adelia.Adelia langsung tersentak, membuka matanya."Ahhh! A-aku ...."Adelia segera menarik nafas dalam-dalam supaya lebih tenang."A-aku ... Aku baik-baik saja! Tentu saja aku harus bekerja hari ini! Kalau tidak, nanti aku bis
Saat Adelia sudah masuk ke dalam gedung Perusahaan tempat dia bekerja. Dia pun segera mengisi absensi lebih dulu. "Syukurlah tidak terlambat," ucapnya dengan senyuman lega, saat melihat sisa waktu sepuluh menit dari waktu masuk kerjanya. "Saatnya bekerja! Semangat Adel!" Adelia berusaha menyemangati dirinya sendiri agar bisa fokus bekerja ditengah hatinya yang sangat hancur dan tentunya, dia pasti akan bertemu dengan dua orang yang tadi dia hindari. "Semoga saja tidak bertemu dengan mereka, setidaknya untuk hari ini saja, ya Tuhan!" harap Adelia. Setelah selesai melakukan absensi. Adelia bergegas menuju loker tempat untuk menaruh tas miliknya dan setelah itu, dia bersiap untuk ke ruangan tempat berkumpul sebelum melakukan pekerjaan, akan ada meeting sebentar dari atasannya. Adelia pun berjalan dengan cepat agar tidak terlambat. "Semoga saja masih terkejar!" Adelia pun berlari karena takut datang terlambat. Hingga, tidak lama kemudian. Akhirnya Adelia sudah sampai di ruangan ya
"I-ini ... Apa tidak salah?" ucapnya dengan tatapan tak percaya."Pasti ada yang salah? Pasti ini ada yang salah!" tegasnya dengan tatapan tak percaya.Sehingga, Adelia pun menggosok matanya berkali-kali, tapi tetap tak berubah."Benar-benar tidak berubah ya! Ini ... Ah! Benar-benar hari sial bagiku! Kenapa aku bisa bertugas di dekat ruang kerjanya? KE-NA-PA?!" Adelia meremas kuat bajunya, menahan rasa kesal karena dia terpaksa harus menghadapi luka terbesar dalam hatinya itu."Aku belum siap, Tuhan! Tapi aku ...."Adelia yang sibuk dengan pikirannya dan matanya terus menatap jadwal kerja yang tertempel di dinding itu, langsung terkejut saat ada tangan yang menepuk bahunya."Adel! Kamu sedang apa? Kenapa kamu masih diam di sini?" tanya Rahma yang menyapanya.Adelia menoleh ke arah Rahma."Eh, kamu Rahma! A-aku ... Aku hanya sedang melihat jadwal saja dan ternyata aku ...."Rahma langsung terse
"Halo!" jawabnya dengan sopan."Cepatlah datang! Meeting akan segera dimulai!" pinta seseorang di seberang telepon dan Alvin langsung pergi dengan patuh."Baik pak! Saya segera datang," jawab Alvin yang tergesa-gesa pergi meninggalkan ruangannya menuju ruang rapat yang akan dia hadiri."Adel, tunggu saja! Aku tidak suka dengan sikap kamu seperti ini!" gerutunya sambil melangkah pergi meninggalkan tempat itu.Sedangkan Adelia.Dia menghela napas lega, karena berhasil menghindari Alvin."Huh! Syukurlah dia tidak mengejar aku!" Adelia terengah-engah dan mencoba mengatur napasnya agar stabil kembali."Aku harus bisa menghindari kontak fisik dengan dia untuk sementara ini, sebelum hatiku siap dan bisa mendapatkan bukti tentang perselingkuhan mereka, aku pasti akan sulit lepas dari dia! Apalagi dia memiliki kuasa besar di kantor ini, pasti nanti dia akan melakukan banyak cara untuk menyulitkan aku." Adelia langsung membayangkan jika dirinya harus berhenti bekerja, dia tidak memiliki penghas
"Ahhh! Kakek!" teriak Carlton saat melihat wajah Kakeknya dengan jarak yang sangat dekat."Carl, kamu mau membuat kakek jadi tuli, dengan suara sumbang kamu itu, hah?! keluh Jeffran yang segera mundur menjauhi Carlton.Carlton segera tenang kembali."Salah Kakek mengapa tiba-tiba ada di depan aku, jadi rasakanlah itu!" Carlton berjalan melewati Jeffran, lalu duduk di sofa yang tersedia di dalam ruangan itu."Jadi, apa yang Kakek inginkan dariku? Mengapa Kakek menyuruh aku datang ke sini? Bukankah Kakek tahu, kalau aku sangat sibuk dengan Perusahaan ku sendiri?" ucap Carlton, dia menyilangkan kakinya dan duduk tegak menatap sang Kakek.Jeffran pun duduk disampingnya, lalu menelisik wajah Carlton."Carl, apa yang tadi kamu pikirkan? Tidak biasanya kamu seperti itu?" tanyanya."Uhuukkk! Memangnya ada apa denganku? Perasaan aku biasa-biasa saja tak ada yang aneh?" jawabnya dengan ekspresi panik.Membuat Jeffran semakin penasaran."Car
Panggilan telepon pun langsung dijawab. "Halo, Daffa! Ada yang ingin saya tanyakan padamu," ucap Jeffran. Daffa yang berada di seberang telepon langsung pucat seketika. "Ahh ... Ternyata tuan besar! Saya pikir tadi Bos Carlton! Mmm ... Apa yang bisa saya bantu Tuan?" jawabnya dengan bibir gemetar. "Mati aku! Apa yang mau ditanyakan Tuan besar? Apa mungkin menyangkut dengan ...." Daffa yang sibuk bergumam, langsung tersentak saat mendengar suara Jeffran. "Saya ingin tahu wanita mana yang bisa mengambil hati cucu saya itu! Berikan foto dan semua datanya kepada saya!" pintanya.Deg! Seketika jantung Daffa seolah berhenti berdetak sejenak. "I-itu! Sa-saya ...." Daffa berkeringat dingin dan tubuhnya gemetar karena terkejut. Jeffran menaikan alisnya. "Kenapa? Apakah kamu tidak mau memberikan informasi tentang wanita itu kepada saya? Oh, ya! Saya ingin bertanya padamu. Kemarin malam apakah benar kalau Carlton dan Selena hendak melakukan hubungan intim di kamar hotel itu?" tanya Jeffr
"Ma ... Pa! Tolong jangan tinggalkan Lia sendirian di sini, Lia butuh mama sama papa," ucapnya dengan mata terpejam, Adelia terus mengeluarkan air matanya."Dia sedang bermimpi tentang kedua orang tuanya?" ucap Carlton, dia pun jadi teringat dengan mendiang kedua orang tuanya, yang sama seperti Adelia, sudah meninggal saat dirinya masih kecil."Sayang, nasib kita sama, kita sama-sama anak yatim piatu."Carlton pun langsung menaruh ponsel Adelia diatas meja nakas dan dia segera berbaring di sebelah Adelia."Sayang, aku memahami perasaan kamu saat ini, kamu pasti kangen kan sama mendiang kedua orang tua kamu, aku ...." Carlton pun ikut sedih, karena dia juga jadi teringat mendiang kedua orang tuanya."Mama, papa! Aku juga kangen kalian," lirihnya.Carlton segera memeluk Adelia."Sayang, kita memiliki nasib yang sama dan semoga saat kita memiliki anak nanti, anak kita tidak memiliki nasib yang sama dan semoga kita diberi panjang umur agar bisa melihat mereka dewasa." Carlton memeluk erat
"Halo!" jawab Carlton dengan nada tegas.Di seberang sana.Jerry yang sedang duduk diatas sofa bersama seorang wanita sexy tertawa penuh kepuasan."Halo keponakan om tersayang! Sedang apa sekarang?" tanyanya.Carlton mengetuk-ngetuk pelan meja di depannya, dia tersenyum tipis."Sedang menikmati kebahagiaan karena ada yang sudah mati-matian merencanakan semuanya dengan susah payah, ternyata rencana gagal total," jawab Carlton.Seketika senyuman Jerry pun menghilang."Brengsek! Berani sekali bocah seperti kamu menyindir saya! Jangan mentang-mentang kamu ....""Santai om, jangan marah-marah seperti itu! Ingat, umur om sudah tidak muda lagi, takutnya Asam urat om kambuh terus tidak bisa menikmati wanita cantik dalam pelukan om saat ini, rugi dong kalau sudah bayar mahal tidak bisa dinikmati, ya kan?" Carlton tertawa mengejek.Jerry semakin kesal mendengarnya."Diam kamu Carl! Berani sekali kamu mengejek saya! Kamu benar-benar anak kurang ajar! Dasar anak kurang didikan ya begini hasilnya,
"I-ini ... Mau apalagi sih dia?" gerutu Adelia, dia langsung kesal ketika melihat pesan yang ternyata dari pria yang sudah mengkhianatinya itu."Cih! Dasar tidak tahu malu, mau apalagi si dia menghubungiku lagi? Memangnya belum puas sudah bersama dengan wanita tidak tahu malu itu?" Adelia terus mengumpat kesal dan rasa kantuknya langsung hilang karena melihat nama itu, padahal dia belum membaca isinya tapi api amarahnya langsung menyala baru melihat namanya saja."Sial! Kenapa harus sekarang sih? Aku mau istirahat tidak bisakah ...." Adelia menghela napas panjang, lalu segera duduk kembali."Sudahlah, aku baca dulu pesan apa yang dia kirimkan padaku," ucapnya sambil membuka kunci layar ponselnya, Adelia pun membaca pesan itu."Eh! Mau apalagi dia?!" raut wajah Adelia seketika berubah jijik ketika melihat pesan dari calon suaminya, lebih tepatnya dia sudah menganggap jika dia sudah menjadi mantan."Cih! Untuk apalagi masih berpura-pura menjadi pria yang setia dan seolah kalau aku satu-
"Berikan!"Carlton mengulurkan tangannya dengan tatapan kesal.Asep langsung bergidik melihat tatapan seram majikannya itu.Glek!"Tuan seram sekali!" gumamnya sambil menelan ludahnya secara kasar.Namun, dia pun segera memberikan ponsel itu ke tangan Carlton."I-ini ponselnya Tuan!" ucapnya dengan tangan bergetar.Carlton segera meraihnya dan dia segera menatap layar ponselnya yang masih menyala."Sial!" umpatnya secara tiba-tiba dan eksprwsu wajahnya lebih menyeramkan dari sebelumnya.Membuat Asep semakin ketakutan dan demi menghindari amarah majikannya, Asep segera pergi meninggalkan ruangan itu.Sedangkan Adelia, dia yang sudah selesai makan pun, bergerak mendekati Carlton karena rasa penasarannya."Carl! Kamu kenapa?" tanyanya sambil perlahan melirik ke arah layar ponsel milik Carlton yang terus mengeluarkan bunyi."Eh! Nomor tidak dikenal," ucap Adelia sambil melirik ke arah Carlton yang masih merengut menahan amarahnya."Carl! Kamu baik-baik saja kan? Apakah kamu merasa adanya
Deg!Seketika detak jantung dari dua pelayan itu, yaitu Lesmana dan Rio berdetak sangat cepat dan keringat dingin langsung membasahi dahinya."Sial! Mengapa Tuan tiba-tiba bicara seperti itu? Nyonya muda kita ini, sungguh telah membuat masalah besar kepada kita!" Bisik Rio sambil menyeka keringat di dahinya, tubuhnya gemetar hebat dan perasaannya semakin tidak tenang, karena takut terjadi masalah besar yang akan mengancam pekerjaannya itu."Aku juga tidak tahu Rio, yang jelas aku senang mendapatkan pujian dari nyonya muda yang mengatakan kita berdua ini tampan! Hehehe ... Itu cukup menyenangkan kan," timpal Lesmana yang malah terkekeh kecil dan dia malah merasa sangat bangga sekali.Rio memutar bola matanya menatap rekannya itu."Sial! Aku juga senang dengan pujian yang tadi dilontarkan oleh nyonya muda, apalagi mendapatkan pujian dari seorang wanita secantik nyonya siapa yang tidak merasa bahagia? Ta-tapi masalahnya, nyonya muda memuji kita di depan Tuan! Ini yang bahaya sekali!" uca
Ding!Seketika keduanya langsung terkejut saat menyadari jika lift itu pun berhenti dan pintu lift pun perlahan terbuka.Membuat Adelia secara refleks mendorong dada Carlton."Carl, kita sudah sampai," ucapnya dengan sedikit gagap, karena jujur Adelia merasa gugup sendiri.Carlton mengulas senyum dan segera memegang tangan Adelia yang tadi mendorong dadanya."Ayo kita keluar sekarang, sayang!" ucapnya sambil mengecup punggung tangan Adelia, Carlton pun menggenggam erat tangannya."Emmm ... Iya!" jawab Adelia, dia semakin gugup dan rasanya detak jantungnya semakin kencang seolah akan keluar dari dadanya."Sial! Tenangkan diri kamu Adel! Kamu jangan sampai membuat malu di depan si brengsek ini!" gumamnya.Tangan Adelia gemetar, saat genggam erat tangan Carlton yang tak mau melepaskannya."Ayo pergi sekarang! Atau ... Kamu mau kembali ke kamar lagi?" ucapnya dengan senyuman nakal yang membuat Adelia langsung bergidik."Eh! Tidak! Aku tidak mau kembali ke kamar! Ayo kita pergi sekarang,"
Carlton terdiam sejenak, dia mendadak diam membuat Adelia ikutan bingung."Carl, kamu kenapa diam? Bagaimana aku harus pergi kalau keadaan aku yang ... Ahemm! seperti ini?" tanya Adelia, dia merasa sangat malu, karena mau bagaimana pun, dia dan Carlton baru kenal beberapa hari saja dan suasana seperti ini, sangat canggung baginya."Emmm ... Tunggu sebentar!"Carlton pun langsung bangun dan membuka lemari pakaiannya.Membuat Adelia semakin bingung."Carl, kamu sedang apa?" tanya Adelia.Carlton menoleh."Mencari pakaian yang bisa kamu gunakan sementara," jawabnya yang kembali menatap isi lemarinya."Haist!"Carlton menghela napas kasar dan tatapan kecewa menyelimutinya saat ini.Adelia mengerenyitkan dahinya."Ada apa Carl?"Carlton menoleh lagi ke arah Adelia."Tidak ada pakaian yang bisa kamu gunakan sayang! Semuanya ... Haistt! Pakaian milikku dan pastinya ...."Carlton ke
"Sial!" umpat Carlton yang kesal, karena ada orang yang menganggu waktu indahnya bersama Adelia.Sedangkan Adelia.Dia perlahan membuka matanya, walaupun terasa cukup berat, dia pun menatap ke arah Carlton."Emmm ... Carl, ada orang, kita seperti ini bukankah kita akan ...." tiba-tiba bibir Adelia langsung dibungkam oleh bibir Carlton, membuat Adelia terbelalak karena terkejut."Ummm ... Carl! Ka-kamu ...."Carlton melepaskan bibirnya, lalu tersenyum sambil mengusap bibirnya yang basah."Jangan takut! Ini rumahku dan di sini hanya ada yang tinggal sendirian, jadi tak perlu merasa khawatir kalau ada orang yang akan menggerebek kita seperti di rumah kamu itu," ucapnya dengan kekehan kecil, Carlton mengecup dahi Adelia."Tunggu sebentar! Aku mau buka pintu dulu sebentar! Tetap seperti ini, jangan mencoba memakai pakaian kamu!" ucap Carlton.Adelia yang sepenuhnya bisa membuka matanya karena terkejut dengan ciuman Car
Adelia membuka matanya dan alangkah terkejutnya saat dia melihat bibir Carlton yang menempel di bibirnya."Ahhh!" Adelia berteriak sambil mendorong dada Carlton.Membuat Carlton terkejut sampai bibirnya terlepas dan tubuhnya mundur cukup jauh."Aduh, sayang! Ka-kamu! Kenapa kamu tiba-tiba mendorong aku sih?" tanyanya dengan tatapan kecewa dan Carlton meringis sambil memegang dadanya."Histtt! Sakit juga," gumamnya."Aku ...." Adelia merasa sangat bersalah saat melihat Carlton memegang dadanya."Carl, maaf sudah mendorong kamu, aku hanya terkejut saat bangun, melihat kamu yang sudah berbuat tidak senonoh padaku." Adelia langsung duduk dan segera melihat pakaiannya."Syukurlah belum ada satu helai yang hilang dari tubuhku," ucapnya sambil menghela napas lega, saat melihat pakaian yang melekat ditubuhnya masih rapi.Carlton mengerenyitkan dahinya."Apa maksud ucapan kamu sayang?" tanyanya dengan tatapan penasa