BRUKK!Adelia menutup kembali pintu yang baru kebuka sedikit itu."Sial!" Adelia mengumpat sambil menyandarkan kepalanya di punggung kursi."Ada apa? Kenapa kamu terlihat tidak senang? Memangnya ada seorang yang ...." Carlton membulatkan matanya, ketika dia melihat sosok dua orang yang pernah dia lihat di Hotel kemarin."Pantas saja!" gumamnya dan dia mengerti jika dua orang itu yang sudah membuat Adelia berubah dalam sekejap."Masih pagi tapi sudah membuat mood wanitaku hancur, lihat saja nanti! Aku pasti akan membuat perhitungan pada kalian berdua!" gumam Carlton dengan tatapan kesal.Lalu, secepatnya mengubah ekspresi wajahnya menjadi senyuman manis saat menatap Adelia."Sayang! Kamu yakin mau masuk kerja hari ini?" tanya Carlton sambil mengelus lembut bahu Adelia.Adelia langsung tersentak, membuka matanya."Ahhh! A-aku ...."Adelia segera menarik nafas dalam-dalam supaya lebih tenang."A-aku ... Aku baik-baik saja! Tentu saja aku harus bekerja hari ini! Kalau tidak, nanti aku bis
Saat Adelia sudah masuk ke dalam gedung Perusahaan tempat dia bekerja. Dia pun segera mengisi absensi lebih dulu. "Syukurlah tidak terlambat," ucapnya dengan senyuman lega, saat melihat sisa waktu sepuluh menit dari waktu masuk kerjanya. "Saatnya bekerja! Semangat Adel!" Adelia berusaha menyemangati dirinya sendiri agar bisa fokus bekerja ditengah hatinya yang sangat hancur dan tentunya, dia pasti akan bertemu dengan dua orang yang tadi dia hindari. "Semoga saja tidak bertemu dengan mereka, setidaknya untuk hari ini saja, ya Tuhan!" harap Adelia. Setelah selesai melakukan absensi. Adelia bergegas menuju loker tempat untuk menaruh tas miliknya dan setelah itu, dia bersiap untuk ke ruangan tempat berkumpul sebelum melakukan pekerjaan, akan ada meeting sebentar dari atasannya. Adelia pun berjalan dengan cepat agar tidak terlambat. "Semoga saja masih terkejar!" Adelia pun berlari karena takut datang terlambat. Hingga, tidak lama kemudian. Akhirnya Adelia sudah sampai di ruangan ya
"I-ini ... Apa tidak salah?" ucapnya dengan tatapan tak percaya."Pasti ada yang salah? Pasti ini ada yang salah!" tegasnya dengan tatapan tak percaya.Sehingga, Adelia pun menggosok matanya berkali-kali, tapi tetap tak berubah."Benar-benar tidak berubah ya! Ini ... Ah! Benar-benar hari sial bagiku! Kenapa aku bisa bertugas di dekat ruang kerjanya? KE-NA-PA?!" Adelia meremas kuat bajunya, menahan rasa kesal karena dia terpaksa harus menghadapi luka terbesar dalam hatinya itu."Aku belum siap, Tuhan! Tapi aku ...."Adelia yang sibuk dengan pikirannya dan matanya terus menatap jadwal kerja yang tertempel di dinding itu, langsung terkejut saat ada tangan yang menepuk bahunya."Adel! Kamu sedang apa? Kenapa kamu masih diam di sini?" tanya Rahma yang menyapanya.Adelia menoleh ke arah Rahma."Eh, kamu Rahma! A-aku ... Aku hanya sedang melihat jadwal saja dan ternyata aku ...."Rahma langsung terse
"Halo!" jawabnya dengan sopan."Cepatlah datang! Meeting akan segera dimulai!" pinta seseorang di seberang telepon dan Alvin langsung pergi dengan patuh."Baik pak! Saya segera datang," jawab Alvin yang tergesa-gesa pergi meninggalkan ruangannya menuju ruang rapat yang akan dia hadiri."Adel, tunggu saja! Aku tidak suka dengan sikap kamu seperti ini!" gerutunya sambil melangkah pergi meninggalkan tempat itu.Sedangkan Adelia.Dia menghela napas lega, karena berhasil menghindari Alvin."Huh! Syukurlah dia tidak mengejar aku!" Adelia terengah-engah dan mencoba mengatur napasnya agar stabil kembali."Aku harus bisa menghindari kontak fisik dengan dia untuk sementara ini, sebelum hatiku siap dan bisa mendapatkan bukti tentang perselingkuhan mereka, aku pasti akan sulit lepas dari dia! Apalagi dia memiliki kuasa besar di kantor ini, pasti nanti dia akan melakukan banyak cara untuk menyulitkan aku." Adelia langsung membayangkan jika dirinya harus berhenti bekerja, dia tidak memiliki penghas
"Ahhh! Kakek!" teriak Carlton saat melihat wajah Kakeknya dengan jarak yang sangat dekat."Carl, kamu mau membuat kakek jadi tuli, dengan suara sumbang kamu itu, hah?! keluh Jeffran yang segera mundur menjauhi Carlton.Carlton segera tenang kembali."Salah Kakek mengapa tiba-tiba ada di depan aku, jadi rasakanlah itu!" Carlton berjalan melewati Jeffran, lalu duduk di sofa yang tersedia di dalam ruangan itu."Jadi, apa yang Kakek inginkan dariku? Mengapa Kakek menyuruh aku datang ke sini? Bukankah Kakek tahu, kalau aku sangat sibuk dengan Perusahaan ku sendiri?" ucap Carlton, dia menyilangkan kakinya dan duduk tegak menatap sang Kakek.Jeffran pun duduk disampingnya, lalu menelisik wajah Carlton."Carl, apa yang tadi kamu pikirkan? Tidak biasanya kamu seperti itu?" tanyanya."Uhuukkk! Memangnya ada apa denganku? Perasaan aku biasa-biasa saja tak ada yang aneh?" jawabnya dengan ekspresi panik.Membuat Jeffran semakin penasaran."Car
Panggilan telepon pun langsung dijawab. "Halo, Daffa! Ada yang ingin saya tanyakan padamu," ucap Jeffran. Daffa yang berada di seberang telepon langsung pucat seketika. "Ahh ... Ternyata tuan besar! Saya pikir tadi Bos Carlton! Mmm ... Apa yang bisa saya bantu Tuan?" jawabnya dengan bibir gemetar. "Mati aku! Apa yang mau ditanyakan Tuan besar? Apa mungkin menyangkut dengan ...." Daffa yang sibuk bergumam, langsung tersentak saat mendengar suara Jeffran. "Saya ingin tahu wanita mana yang bisa mengambil hati cucu saya itu! Berikan foto dan semua datanya kepada saya!" pintanya. Deg! Seketika jantung Daffa seolah berhenti berdetak sejenak. "I-itu! Sa-saya ...." Daffa berkeringat dingin dan tubuhnya gemetar karena terkejut. Jeffran menaikan alisnya. "Kenapa? Apakah kamu tidak mau memberikan informasi tentang wanita itu kepada saya? Oh, ya! Saya ingin bertanya padamu. Kemarin malam apakah benar kalau Carlton dan Helena hendak melakukan hubungan intim di kamar hotel itu?" tanya Jeff
"Sepertinya akan ada berita bagus yang akan dia sampaikan padaku! Dasar Daffa! Kami sama saja dengan Carl!" gerutunya dan langsung membaca pesan yang masuk di dalam ponselnya."Aku sudah tidak sabar lagi, ingin melihat wajahnya!" ucapnya yang kemudian membuka pesan berisi foto Adelia.Deg!Jeffran terkejut saat melihat potret wajah Adelia yang sedang tersenyum manis dan tatapannya yang teduh, membuat tatapan Jeffran terpaku."Dia! Wanita yang sangat cantik!" ucapnya secara refleks."Bukan! Bukan hanya cantik, tapi manis dan sangat meneduhkan hati, pantas aja cucuku yang kaku itu tiba-tiba berubah, ternyata wanitanya seperti ini," ucapnya sambil melengkungkan sebuah senyuman cerah.Brakkk!Jeffran memukul meja sambil berdiri tegak."Sudah diputuskan! Aku mau menemui dia secepatnya! Kalau menunggu cucu brengsek ku yang membawanya, entah mau menunggu sampai kapan lagi!" Jeffran yang penuh semangat, terus tersenyum dan kembali menatap layar ponselnya."Aku semakin penasaran dengan cucu me
"Ha-halo!" jawabnya dengan gugup."Hai sayang! Sedang apa?" tanya Carlton yang saat ini sedang berada di dalam mobil menatap jam di pergelangan tangannya."Sudah masuk jam makan siang nih! Kamu sudah makan siang apa belum?" tanyanya tanpa mendengar jawaban Adelia terlebih dahulu."Emm ... Be-belum! Aku belum ...." Adelia langsung menepuk dahinya."Sial! Kenapa aku menjawabnya dengan jujur! Harusnya aku berbohong saja padanya!" gumamnya yang segera melihat ke sekelilingnya dan Adelia, mencari tempat yang tidak terlalu berisik agar bisa mendengar suara Carlton."Belum ya? Syukurlah kalau belum jadi aku ada temannya," jawab Carlton dengan senyuman cerah, lalu menatap keluar jendela."Sayang, kamu keluar sekarang! Aku menunggu kamu di tempat tadi pagi."Deg!Adelia terkejut sampai matanya melotot tak percaya."Hah! Ka-kamu ada di depan? Ba-bagaimana bisa? Hahaha ... Kamu pasti sedang bercanda, ya kan?" Adelia tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Carlton ikut tertawa mendengarnya."Ckc
Deg!Seketika detak jantung dari dua pelayan itu, yaitu Lesmana dan Rio berdetak sangat cepat dan keringat dingin langsung membasahi dahinya."Sial! Mengapa Tuan tiba-tiba bicara seperti itu? Nyonya muda kita ini, sungguh telah membuat masalah besar kepada kita!" Bisik Rio sambil menyeka keringat di dahinya, tubuhnya gemetar hebat dan perasaannya semakin tidak tenang, karena takut terjadi masalah besar yang akan mengancam pekerjaannya itu."Aku juga tidak tahu Rio, yang jelas aku senang mendapatkan pujian dari nyonya muda yang mengatakan kita berdua ini tampan! Hehehe ... Itu cukup menyenangkan kan," timpal Lesmana yang malah terkekeh kecil dan dia malah merasa sangat bangga sekali.Rio memutar bola matanya menatap rekannya itu."Sial! Aku juga senang dengan pujian yang tadi dilontarkan oleh nyonya muda, apalagi mendapatkan pujian dari seorang wanita secantik nyonya siapa yang tidak merasa bahagia? Ta-tapi masalahnya, nyonya muda memuji kita di depan Tuan! Ini yang bahaya sekali!" uca
Ding!Seketika keduanya langsung terkejut saat menyadari jika lift itu pun berhenti dan pintu lift pun perlahan terbuka.Membuat Adelia secara refleks mendorong dada Carlton."Carl, kita sudah sampai," ucapnya dengan sedikit gagap, karena jujur Adelia merasa gugup sendiri.Carlton mengulas senyum dan segera memegang tangan Adelia yang tadi mendorong dadanya."Ayo kita keluar sekarang, sayang!" ucapnya sambil mengecup punggung tangan Adelia, Carlton pun menggenggam erat tangannya."Emmm ... Iya!" jawab Adelia, dia semakin gugup dan rasanya detak jantungnya semakin kencang seolah akan keluar dari dadanya."Sial! Tenangkan diri kamu Adel! Kamu jangan sampai membuat malu di depan si brengsek ini!" gumamnya.Tangan Adelia gemetar, saat genggam erat tangan Carlton yang tak mau melepaskannya."Ayo pergi sekarang! Atau ... Kamu mau kembali ke kamar lagi?" ucapnya dengan senyuman nakal yang membuat Adelia langsung bergidik."Eh! Tidak! Aku tidak mau kembali ke kamar! Ayo kita pergi sekarang,"
Carlton terdiam sejenak, dia mendadak diam membuat Adelia ikutan bingung."Carl, kamu kenapa diam? Bagaimana aku harus pergi kalau keadaan aku yang ... Ahemm! seperti ini?" tanya Adelia, dia merasa sangat malu, karena mau bagaimana pun, dia dan Carlton baru kenal beberapa hari saja dan suasana seperti ini, sangat canggung baginya."Emmm ... Tunggu sebentar!"Carlton pun langsung bangun dan membuka lemari pakaiannya.Membuat Adelia semakin bingung."Carl, kamu sedang apa?" tanya Adelia.Carlton menoleh."Mencari pakaian yang bisa kamu gunakan sementara," jawabnya yang kembali menatap isi lemarinya."Haist!"Carlton menghela napas kasar dan tatapan kecewa menyelimutinya saat ini.Adelia mengerenyitkan dahinya."Ada apa Carl?"Carlton menoleh lagi ke arah Adelia."Tidak ada pakaian yang bisa kamu gunakan sayang! Semuanya ... Haistt! Pakaian milikku dan pastinya ...."Carlton ke
"Sial!" umpat Carlton yang kesal, karena ada orang yang menganggu waktu indahnya bersama Adelia.Sedangkan Adelia.Dia perlahan membuka matanya, walaupun terasa cukup berat, dia pun menatap ke arah Carlton."Emmm ... Carl, ada orang, kita seperti ini bukankah kita akan ...." tiba-tiba bibir Adelia langsung dibungkam oleh bibir Carlton, membuat Adelia terbelalak karena terkejut."Ummm ... Carl! Ka-kamu ...."Carlton melepaskan bibirnya, lalu tersenyum sambil mengusap bibirnya yang basah."Jangan takut! Ini rumahku dan di sini hanya ada yang tinggal sendirian, jadi tak perlu merasa khawatir kalau ada orang yang akan menggerebek kita seperti di rumah kamu itu," ucapnya dengan kekehan kecil, Carlton mengecup dahi Adelia."Tunggu sebentar! Aku mau buka pintu dulu sebentar! Tetap seperti ini, jangan mencoba memakai pakaian kamu!" ucap Carlton.Adelia yang sepenuhnya bisa membuka matanya karena terkejut dengan ciuman Car
Adelia membuka matanya dan alangkah terkejutnya saat dia melihat bibir Carlton yang menempel di bibirnya."Ahhh!" Adelia berteriak sambil mendorong dada Carlton.Membuat Carlton terkejut sampai bibirnya terlepas dan tubuhnya mundur cukup jauh."Aduh, sayang! Ka-kamu! Kenapa kamu tiba-tiba mendorong aku sih?" tanyanya dengan tatapan kecewa dan Carlton meringis sambil memegang dadanya."Histtt! Sakit juga," gumamnya."Aku ...." Adelia merasa sangat bersalah saat melihat Carlton memegang dadanya."Carl, maaf sudah mendorong kamu, aku hanya terkejut saat bangun, melihat kamu yang sudah berbuat tidak senonoh padaku." Adelia langsung duduk dan segera melihat pakaiannya."Syukurlah belum ada satu helai yang hilang dari tubuhku," ucapnya sambil menghela napas lega, saat melihat pakaian yang melekat ditubuhnya masih rapi.Carlton mengerenyitkan dahinya."Apa maksud ucapan kamu sayang?" tanyanya dengan tatapan penasa
Dia pun sampai di rumah pribadi miliknya, rumah yang dia tinggali sendiri yang biasa menjadi tempat dia menenangkan diri, jika ada masalah dengan paman dan juga kakeknya itu.Mobil pun berhenti menunggu pintu gerbang dibuka dan Carlton dengan suasana hati yang luar biasa baik, tersenyum cerah pada petugas keamanan yang menjaga pintu gerbang rumahnya."Selamat malam Tuan!" Sapa petugas dengan sopan."Ya!" Carlton tersenyum dan kembali melajukan mobilnya masuk ke halaman rumahnya.Dia melirik ke arah Adelia yang masih terlelap yang belum sadar, jika mereka sudah sampai."Adelia sayang, mulai malam ini, aku tidak akan tidur sendirian lagi! Ckckck ... Ada kamu yang akan menemani malamku yang biasanya dingin menjadi panas penuh gairah," gumamnya sambil terkekeh sendiri.Lalu, akhirnya dia pun sampai di depan pintu masuk rumahnya, Carlton mematikan mesin mobilnya.Carlton hendak membangunkan Adelia, tapi dia tak tega melihat wajah manis nan cantik Adelia yang ketika tidur, terlihat semakin
"Ahh! Kenapa kamu bisa ...." Adelia langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya, saat melihat sosok Sinta berada dihadapannya."Tenang Adel, ini aku! Kamu jangan takut seperti itu," ucapnya dengan santai.Adelia mengangguk."Ya! Aku tenang kok! Tapi kamu kenapa ada di sini? Bukannya biasanya kamu lewat jalan sana!" Adelia mengarahkan tatapannya ke arah jalan yang ramai yang dilalui oleh semua rekan kerjanya.Sinta tertawa kecil saat mendengarnya."Hehehe ... Iya biasanya aku lewat sana, tapi melihat kamu berjalan ke arah sini, jadi aku penasaran dan maafkan aku Adel, aku mengikuti kamu tadi. Emmm ... Kamu jangan marah ya!" ucapnya.Adelia menghela napas panjang, lalu diam-diam melihat ke sekelilingnya."Emmm ... Iya, aku tidak apa-apa! Hanya kehadiran kamu itu yang mengejutkan aku! Tapi ...." Adelia langsung terbelalak saat melihat mobil yang sangat familiar baginya."Sial! Itu kan mobil dia! Bagaimana ini, kalau Sinta tahu aku dijemput pria lain selain Alvin, apa pikiran dia n
Setelah berhasil keluarga dari ruangan Carlton.Adelia menghela napas lega."Akhirnya aku bisa lepas darinya!" ucapnya sambil memegang dadanya, Adelia benar-benar merasa sangat lega."Jika aku lebih lama bersama dengannya, bisa-bisa kejadian itu benar-benar terjadi dan tadi ... Haistt! Hampir saja terjadi!" Adelia terus menghela napas.Sampai dia tak sadar, jika ada seseorang yang muncul di belakangnya dan menepuk pelan bahunya.Sampai Adelia, tersentak."Ahhh! Siapa?!" Adelia berteriak keras sampai menoleh ke arah si pemilik tangan yang menepuk bahunya."Adel!" panggilnya.Adelia langsung mengerenyitkan dahi, ketika dia melihat Lusiana ada dihadapannya.Terlebih, ada di tempat yang seharusnya tidak dia datangi."Lusi, kamu kenapa ada di sini?" tanya Adelia.Lusiana pun masih tetap tersenyum tapi senyuman itu tentunya palsu di hadapan Adelia."Aku! Ah ... Aku ke sini karena mendapat tugas dari ...."Adelia menatap tajam menunggu Lusiana melanjutkan ucapannya."Tugas dari siapa? Bukann
"Sayang! Kenapa kamu menyingkirkan tanganku? Aku kan masih ....""Cukup Carl! Ini bukan tempat yang tepat untuk kamu melakukan hal yang tak senonoh seperti ini! Kalau ada yang melihat, nanti bagaimana? Aku tidak mau semua orang di kantor ini mengetahui hubungan kita!" ucap Adelia, dia pun bergegas bangun dari atas pangkuan Carlton.Namun, Carlton masih bersikukuh mempertahankannya."Biarkan saja mereka tahu! Bukannya malah bagus kalau mereka tahu," ucapnya.Adelia langsung melirik tajam."Carl, kan aku sudah menjelaskan alasanku, kenapa kamu masih tidak mengerti sih?" bentaknya.Membuat Carlton menelan Saliva dengan kasar."Aku ....""Sudah ya! Lepaskan aku dulu! Kasihan orang yang di luar, pasti dia kesal menunggu di sana."Adelia pun bergegas bangun dan Carlton tak lagi menahannya, dia melepaskan pelukannya.Sehingga Adelia bisa bangun dan segera merapikan pakaiannya."Sayang!" lirih Carlton.Adeli