"Apa ini?" tanya Adelia."Buka saja! Baca dengan benar!" perintah Carlton.Membuat Adelia semakin penasaran."Emmm ... Baiklah!" jawabnya, yang langsung membukanya.Carlton terus menatap Adelia dengan senyuman yang mencurigakan.Membuat Adelia semakin ingin tahu, isi dari berkas yang ada di dalamnya."Sudah aku keluarkan! Aku mau membacanya," ucap Adelia dengan beberapa kertas yang ada ditangannya.Carlton mengangguk."Cepat baca!" jawabnya.Adelia pun membacanya dan matanya langsung membulat tak percaya."Eh! I-ini ...."Adelia menatap tajam ke arah Carlton."Ayo baca semuanya! Jangan lupa, bubuhi tanda tangan kamu setelahnya!" jawab Carlton dengan santainya, dia memberikan pulpen kepada Adelia."Jangan lupa tanda tangan! Ingat, harus tanda tangan jika ingin menyelamatkan kakak kamu itu!" ucapnya.Adelia terdiam sejenak menatap pulpen di tangannya."Ka-kamu!"
[Sayang, berikan nomor rekening kamu!]Adelia langsung tersenyum karena dia tahu, itu dari Carlton."Tahu darimana dia nomor ponselku?" ucapnya.Adelia langsung mengetik untuk membalasnya.[Ya!][ 8936xxxxx itu nomor rekening aku, Carlton!]Pesan itu pun terkirim dan Adelia melanjutkan kembali pekerjaannya membereskan semua piring bekas makan Carlton.Sementara itu, uang pun sudah masuk dan Adelia melihat notifikasi pesan masuknya."Ini ...."Mata Adelia membelalakkan matanya saat melihat nominal uang yang masuk."Carlton! Kamu gila!" teriaknya secara refleks.Sampai membuat Adrian yang sedang istirahat pun terkejut mendengar suara teriakan Adelia."Sial! Kenapa bocah itu berteriak sekeras itu!" umpat Adrian."Adel, jangan teriak-teriak! Kamu sengaja ya, mau membunuhku, hah!" teriak Adrian.Adelia segera menutup mulutnya."Ma-af kak! Aku
Tok ' tok' tok'Jeffran dan Carlton menghentikan perbincangan mereka."Siapa yang datang?" gumam Carlton."Carl! Ada yang datang," ucap Jeffran."Ya, aku tahu!" jawab Carlton, dia pun segera berteriak."Masuklah!" Krekkk!Pintu pun terbuka."Permisi, maaf sudah mengganggu waktunya," ucap seorang wanita dengan riasan yang tebal dan pakaiannya cukup terbuka.Melihat itu, Carlton mengernyitkan dahi."Siapa kamu? Kenapa bisa ada di sini?" tanyanya dengan tegas.Wanita itu tersenyum canggung dan segera berjalan masuk tanpa dipersilahkan sama sekali."Emmm ... Maaf! Saya ke sini atas pesan dari ... Papa saya untuk menemui mas Carlton." wanita itu tersenyum malu-malu dan suaranya sengaja di buat lemah lembut.Membuat Carlton semakin jijik saat melihatnya."Papa? Siapa papa kamu? Kenapa kamu bisa masuk ke Perusahaan saya tanpa seizin saya, hah?!" bentak Carlton.Wanita itu segera menundukkan kepalanya."Sa-saya! Saya tidak tahu! Pokoknya papa saya yang membawa saya ke sini," jawabnya dengan
"Eh! Ini ...."Jeffran menatap beberapa saat, lalu melirik ke arah Carlton."Ka-kamu sudah menikah?" tanyanya dengan tatapan tak percaya.Carlton menganggukkan kepalanya."Ya, sudah! Tapi baru secara negara saja. Nanti setelah selesai, kami akan menikah secara keyakinan," jawabnya dengan santai.GLEK!Jeffran menelan ludah berkali-kali, dia masih tidak percaya dengan ucapan cucunya itu."Carl! Jangan bercanda kamu! Bagaimana bisa kamu menikah seperti itu? Setidaknya kamu harus ...."Carlton tersenyum."Harus ada acara lamaran, pesta pernikahan yang mewah dan mengumumkan pada seluruh dunia, kalau aku sudah menikah, ya kan?" jawabnya.Jeffran mengangguk setuju."Ya seperti itu! Bukan seperti ini yang tiba-tiba sudah memiliki buku pernikahan dan menunda upacara pernikahan lainnya. Carlton! Jangan mempermalukan keluarga kita!" Bentak Jeffran, dia kesal pada cucunya itu."Ckck ... Aku pun in
PRANG!"Arghhh!"Wanita muda sedang mengamuk dan semua barang yang ada di dalam kamarnya hancur berantakan akibat ulah darinya."Nona, tenangkan diri anda! Anda ....""Diam! Kalian tidak diizinkan bicara di sini!" Sela wanita itu yang kembali menghancurkan sisa barang yang ada di kamarnya.Membuat dua orang pelayan wanita yang berdiri di depan pintu tak berani membuka mulutnya, mereka takut dengan majikannya itu.Sehingga keduanya hanya bisa diam menonton kegilaan sang majikan yang sedang melampiaskan amarahnya."Carlton! Kenapa kamu tidak bisa aku dapatkan? Kenapa?! Apa kurangnya aku? APA?!" dia terus berteriak melampiaskan semua amarahnya, saat mengingat apa yang terjadi kemarin malam."Sial! Kamu benar-benar sulit untuk di dapatkan! Bahkan bisa-bisanya aku tidak bisa masuk ke kamar kamu!" teriaknya dan wanita itu segera duduk lemas, ketika sudah tak ada lagi benda yang
Keesokan paginya.Semilir angin pagi dengan cuaca yang sedikit mendung pun, memasuki celah jendela kamar Adelia yang saat ini, masih memejamkan matanya."Adelia, kamu harus M-A-T-I! Kamu tidak pantas dengan dia! Karena dia itu milikku! Hanya milikku!" ucap seorang wanita yang sedang memegang sebuah pisau dan tatapan penuh kegilaan membuat Adelia ketakutan."Ja-jangan! Jangan mendekat! Jangan ....""Ahhh!" Adelia segera membuka matanya dan dia pun langsung duduk dengan detak jantung yang sangat cepat."Hah! Hah!" Adelia terus mengatur nafasnya dan keringat dingin membasahi dahinya."Ya Tuhan! Untung saja hanya mimpi, bukan kenyataan," ucap Adelia sambil menghapus keringat di dahinya."Untung saja hanya mimpi, kalau itu nyata ... A-aku tidak tahu harus bagaimana? Tapi siapa wanita itu? Kenapa wanita itu bisa masuk ke mimpiku sedangkan aku tak mengenal dia!" Adelia terus memikirkan wanita yang ada di dalam mimpinya."Siapa dia? Kenapa dia marah padaku dan kenapa dia ingin membunuh aku? P
"Ka-kamu! Kenapa kamu bisa ada di sini?" Adelia terkejut saat melihat sosok Carlton berdiri di depan pintu."Kenapa terkejut? Memangnya aku tidak boleh menemui istriku sendiri, hah?!" jawabnya dengan santai.Secepatnya, Adelia menutup mulut Carlton dengan telapak tangannya."Diam! Jangan bicara sembarangan! Na-nanti kakakku mendengarnya!"Carlton segera memindahkan telapak tangan Adelia yang menutupi mulutnya."Ya! Bagaimana keadaan kakak kamu? Dia sudah jauh lebih baik kah? Atau mau dibawa ke rumah sakit?" tanyanya sambil menatap ke dalam rumah.Adelia terdiam sejenak."Emm ... Tidak usah! Kakak aku sering seperti ini dan dia selalu menolak untuk di bawa ke rumah sakit, ya! Walaupun ini paling parah, tapi aku ...." belum selesai Adelia bicara, dia mendengar suara dering ponselnya yang membuat dia segera mengalihkan fokusnya."Tunggu sebentar!"Carlton mengangguk."Ya, aku menunggu tapi jangan terlalu lama,"
"Eh! Tapi i-ini ... Tidak perlu! Aku bisa sendiri." Adelia segera menarik tangannya dari genggaman Carlton."Tidak bisa! Aku mau mengantar kamu! Pokoknya tidak ada penolakan!" jawab Carlton yang semakin mengeratkan genggamannya.Melihat itu, Adelia mendesah pelan dan dia tahu kalau dia takkan menang melawannya."Baiklah! Kamu menang sekarang! Kalau begitu ... Aku mau siap-siap dulu! Kamu tunggu sebentar!" jawab Adelia yang kembali menarik paksa tangannya.Carlton tersenyum melihatnya."Tidak usah dilepas! Aku ikut kamu," jawabnya.Adelia menaikkan alisnya."Ta-tapi kalau tidak dilepas, nanti aku ....""Sudah! Ayo aku antar!" sela Carlton.Membuat Adelia menghela napas panjang."Haistt! Sudahlah! Ayo ikut aku!" ajak Adelia yang bergegas masuk ke dalam.Carlton pun mengikutinya dengan tangan yang terus menggenggam.Diam-diam Adelia melirik ke arah tangannya yang digenggam erat oleh Carlton."Histt! Sudah seperti lansia mau menyebrang saja!" gerutu Adelia.Carlton hanya mengulas senyum s
Deg!Seketika detak jantung dari dua pelayan itu, yaitu Lesmana dan Rio berdetak sangat cepat dan keringat dingin langsung membasahi dahinya."Sial! Mengapa Tuan tiba-tiba bicara seperti itu? Nyonya muda kita ini, sungguh telah membuat masalah besar kepada kita!" Bisik Rio sambil menyeka keringat di dahinya, tubuhnya gemetar hebat dan perasaannya semakin tidak tenang, karena takut terjadi masalah besar yang akan mengancam pekerjaannya itu."Aku juga tidak tahu Rio, yang jelas aku senang mendapatkan pujian dari nyonya muda yang mengatakan kita berdua ini tampan! Hehehe ... Itu cukup menyenangkan kan," timpal Lesmana yang malah terkekeh kecil dan dia malah merasa sangat bangga sekali.Rio memutar bola matanya menatap rekannya itu."Sial! Aku juga senang dengan pujian yang tadi dilontarkan oleh nyonya muda, apalagi mendapatkan pujian dari seorang wanita secantik nyonya siapa yang tidak merasa bahagia? Ta-tapi masalahnya, nyonya muda memuji kita di depan Tuan! Ini yang bahaya sekali!" uca
Ding!Seketika keduanya langsung terkejut saat menyadari jika lift itu pun berhenti dan pintu lift pun perlahan terbuka.Membuat Adelia secara refleks mendorong dada Carlton."Carl, kita sudah sampai," ucapnya dengan sedikit gagap, karena jujur Adelia merasa gugup sendiri.Carlton mengulas senyum dan segera memegang tangan Adelia yang tadi mendorong dadanya."Ayo kita keluar sekarang, sayang!" ucapnya sambil mengecup punggung tangan Adelia, Carlton pun menggenggam erat tangannya."Emmm ... Iya!" jawab Adelia, dia semakin gugup dan rasanya detak jantungnya semakin kencang seolah akan keluar dari dadanya."Sial! Tenangkan diri kamu Adel! Kamu jangan sampai membuat malu di depan si brengsek ini!" gumamnya.Tangan Adelia gemetar, saat genggam erat tangan Carlton yang tak mau melepaskannya."Ayo pergi sekarang! Atau ... Kamu mau kembali ke kamar lagi?" ucapnya dengan senyuman nakal yang membuat Adelia langsung bergidik."Eh! Tidak! Aku tidak mau kembali ke kamar! Ayo kita pergi sekarang,"
Carlton terdiam sejenak, dia mendadak diam membuat Adelia ikutan bingung."Carl, kamu kenapa diam? Bagaimana aku harus pergi kalau keadaan aku yang ... Ahemm! seperti ini?" tanya Adelia, dia merasa sangat malu, karena mau bagaimana pun, dia dan Carlton baru kenal beberapa hari saja dan suasana seperti ini, sangat canggung baginya."Emmm ... Tunggu sebentar!"Carlton pun langsung bangun dan membuka lemari pakaiannya.Membuat Adelia semakin bingung."Carl, kamu sedang apa?" tanya Adelia.Carlton menoleh."Mencari pakaian yang bisa kamu gunakan sementara," jawabnya yang kembali menatap isi lemarinya."Haist!"Carlton menghela napas kasar dan tatapan kecewa menyelimutinya saat ini.Adelia mengerenyitkan dahinya."Ada apa Carl?"Carlton menoleh lagi ke arah Adelia."Tidak ada pakaian yang bisa kamu gunakan sayang! Semuanya ... Haistt! Pakaian milikku dan pastinya ...."Carlton ke
"Sial!" umpat Carlton yang kesal, karena ada orang yang menganggu waktu indahnya bersama Adelia.Sedangkan Adelia.Dia perlahan membuka matanya, walaupun terasa cukup berat, dia pun menatap ke arah Carlton."Emmm ... Carl, ada orang, kita seperti ini bukankah kita akan ...." tiba-tiba bibir Adelia langsung dibungkam oleh bibir Carlton, membuat Adelia terbelalak karena terkejut."Ummm ... Carl! Ka-kamu ...."Carlton melepaskan bibirnya, lalu tersenyum sambil mengusap bibirnya yang basah."Jangan takut! Ini rumahku dan di sini hanya ada yang tinggal sendirian, jadi tak perlu merasa khawatir kalau ada orang yang akan menggerebek kita seperti di rumah kamu itu," ucapnya dengan kekehan kecil, Carlton mengecup dahi Adelia."Tunggu sebentar! Aku mau buka pintu dulu sebentar! Tetap seperti ini, jangan mencoba memakai pakaian kamu!" ucap Carlton.Adelia yang sepenuhnya bisa membuka matanya karena terkejut dengan ciuman Car
Adelia membuka matanya dan alangkah terkejutnya saat dia melihat bibir Carlton yang menempel di bibirnya."Ahhh!" Adelia berteriak sambil mendorong dada Carlton.Membuat Carlton terkejut sampai bibirnya terlepas dan tubuhnya mundur cukup jauh."Aduh, sayang! Ka-kamu! Kenapa kamu tiba-tiba mendorong aku sih?" tanyanya dengan tatapan kecewa dan Carlton meringis sambil memegang dadanya."Histtt! Sakit juga," gumamnya."Aku ...." Adelia merasa sangat bersalah saat melihat Carlton memegang dadanya."Carl, maaf sudah mendorong kamu, aku hanya terkejut saat bangun, melihat kamu yang sudah berbuat tidak senonoh padaku." Adelia langsung duduk dan segera melihat pakaiannya."Syukurlah belum ada satu helai yang hilang dari tubuhku," ucapnya sambil menghela napas lega, saat melihat pakaian yang melekat ditubuhnya masih rapi.Carlton mengerenyitkan dahinya."Apa maksud ucapan kamu sayang?" tanyanya dengan tatapan penasa
Dia pun sampai di rumah pribadi miliknya, rumah yang dia tinggali sendiri yang biasa menjadi tempat dia menenangkan diri, jika ada masalah dengan paman dan juga kakeknya itu.Mobil pun berhenti menunggu pintu gerbang dibuka dan Carlton dengan suasana hati yang luar biasa baik, tersenyum cerah pada petugas keamanan yang menjaga pintu gerbang rumahnya."Selamat malam Tuan!" Sapa petugas dengan sopan."Ya!" Carlton tersenyum dan kembali melajukan mobilnya masuk ke halaman rumahnya.Dia melirik ke arah Adelia yang masih terlelap yang belum sadar, jika mereka sudah sampai."Adelia sayang, mulai malam ini, aku tidak akan tidur sendirian lagi! Ckckck ... Ada kamu yang akan menemani malamku yang biasanya dingin menjadi panas penuh gairah," gumamnya sambil terkekeh sendiri.Lalu, akhirnya dia pun sampai di depan pintu masuk rumahnya, Carlton mematikan mesin mobilnya.Carlton hendak membangunkan Adelia, tapi dia tak tega melihat wajah manis nan cantik Adelia yang ketika tidur, terlihat semakin
"Ahh! Kenapa kamu bisa ...." Adelia langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya, saat melihat sosok Sinta berada dihadapannya."Tenang Adel, ini aku! Kamu jangan takut seperti itu," ucapnya dengan santai.Adelia mengangguk."Ya! Aku tenang kok! Tapi kamu kenapa ada di sini? Bukannya biasanya kamu lewat jalan sana!" Adelia mengarahkan tatapannya ke arah jalan yang ramai yang dilalui oleh semua rekan kerjanya.Sinta tertawa kecil saat mendengarnya."Hehehe ... Iya biasanya aku lewat sana, tapi melihat kamu berjalan ke arah sini, jadi aku penasaran dan maafkan aku Adel, aku mengikuti kamu tadi. Emmm ... Kamu jangan marah ya!" ucapnya.Adelia menghela napas panjang, lalu diam-diam melihat ke sekelilingnya."Emmm ... Iya, aku tidak apa-apa! Hanya kehadiran kamu itu yang mengejutkan aku! Tapi ...." Adelia langsung terbelalak saat melihat mobil yang sangat familiar baginya."Sial! Itu kan mobil dia! Bagaimana ini, kalau Sinta tahu aku dijemput pria lain selain Alvin, apa pikiran dia n
Setelah berhasil keluarga dari ruangan Carlton.Adelia menghela napas lega."Akhirnya aku bisa lepas darinya!" ucapnya sambil memegang dadanya, Adelia benar-benar merasa sangat lega."Jika aku lebih lama bersama dengannya, bisa-bisa kejadian itu benar-benar terjadi dan tadi ... Haistt! Hampir saja terjadi!" Adelia terus menghela napas.Sampai dia tak sadar, jika ada seseorang yang muncul di belakangnya dan menepuk pelan bahunya.Sampai Adelia, tersentak."Ahhh! Siapa?!" Adelia berteriak keras sampai menoleh ke arah si pemilik tangan yang menepuk bahunya."Adel!" panggilnya.Adelia langsung mengerenyitkan dahi, ketika dia melihat Lusiana ada dihadapannya.Terlebih, ada di tempat yang seharusnya tidak dia datangi."Lusi, kamu kenapa ada di sini?" tanya Adelia.Lusiana pun masih tetap tersenyum tapi senyuman itu tentunya palsu di hadapan Adelia."Aku! Ah ... Aku ke sini karena mendapat tugas dari ...."Adelia menatap tajam menunggu Lusiana melanjutkan ucapannya."Tugas dari siapa? Bukann
"Sayang! Kenapa kamu menyingkirkan tanganku? Aku kan masih ....""Cukup Carl! Ini bukan tempat yang tepat untuk kamu melakukan hal yang tak senonoh seperti ini! Kalau ada yang melihat, nanti bagaimana? Aku tidak mau semua orang di kantor ini mengetahui hubungan kita!" ucap Adelia, dia pun bergegas bangun dari atas pangkuan Carlton.Namun, Carlton masih bersikukuh mempertahankannya."Biarkan saja mereka tahu! Bukannya malah bagus kalau mereka tahu," ucapnya.Adelia langsung melirik tajam."Carl, kan aku sudah menjelaskan alasanku, kenapa kamu masih tidak mengerti sih?" bentaknya.Membuat Carlton menelan Saliva dengan kasar."Aku ....""Sudah ya! Lepaskan aku dulu! Kasihan orang yang di luar, pasti dia kesal menunggu di sana."Adelia pun bergegas bangun dan Carlton tak lagi menahannya, dia melepaskan pelukannya.Sehingga Adelia bisa bangun dan segera merapikan pakaiannya."Sayang!" lirih Carlton.Adeli