“Emily, kau benar-benar perempuan sialan! Kenapa tidak kau mati saja saat kecelakaan itu, hah?!” ucap Jessica, histeris.
Pembicaraan William dan Emily di telepon yang tak sengaja dia dengar tadi rasanya sudah cukup menjelaskan bahwa Emily telah mengetahui banyak hal tentang dirinya.Meski kesal, Jessica tidak bisa lagi menuntut apapun dari Emily. Jessica menjambak rambutnya sendiri, melampiaskan emosi. “Ah!!!” teriaknya sambil membuang barang-barang yang ada di meja riasnya. “Bagaimana ini? Kenapa Emily yang tadinya sangat bodoh sekarang menjadi Wanita berbisa?” Sadar tidak bisa bersantai lebih lama lagi, Jessica memutuskan untuk pergi mencari bantuan ke manapun yang bisa dia dapatkan. **** Emily berdiri di depan gedung megah dengan suasana yang begitu eksklusif dengan gugup. Penampilannya malam ini benar-benMenjelang malam, Emily akhirnya sampai di rumah. “Duh..... badanku pegal semua gara-gara pakai heels ketinggian seperti ini,” gumamnya sambil melangkahkan kaki, melewati pintu utama. “Siapa sih yang memproduksi heels setinggi egrang ini? Ah, sialnya aku juga jadi ikut pakai.” Emily terus menggerutu hingga sampailah di pintu kamarnya. Membuang napas, Emily tersenyum lebar, dan bersiap masuk ke dalam kamar untuk beristirahat dengan nyaman sambil menunggu William pulang. Klek! saat pintu itu terbuka, Emily pun terkejut karena melihat William ada di dalam kamar, berdiri dengan ekspresi wajahnya yang dingin. “Alamak....” Glek... Emily menelan ludahnya. William jelas sedang kesal, tapi tidak tahu karena apa. Apa karena Emily kedapatan keluar rumah? Ah, entahlah... “W–William, t
Pertanyaan Emily itu membuat William menelan ludah. Diamnya William membuat Emily mengerutkan keningnya, curiga. “Kenapa kau diam saja, William?” tanya Emily, “apa kau diam-diam mengawasi ku?” William pun berdehem, coba mengusir kegugupannya. “Tidak. Aku memiliki banyak informasi yang dengan senang hati datang sendiri, kapanpun, dan di mana pun.” Mendengar itu, Emily pun tersenyum sinis. “Terserah kau saja, William. Intinya, apapun yang terjadi dan sedang aku jalani, tolong tahan diri, dan jangan ikut campur. Oke?” William pun mengangguk. “Baiklah. Pastikan tidak membuatku kesal, aku tidak memiliki banyak kesabaran yang sebanyak dulu.” Emily pun menganggukkan kepalanya. “Oke, suamiku!” William menelan ludah, kata ‘suamiku’ itu benar-benar masih saja membuat gugup.
Setelah unggahan itu dipublikasikan, efeknya langsung menyebar luas dengan membara seperti api yang melahap hutan kering. Tidak membutuhkan waktu lama, komentar demi komentar mulai membanjiri platform media sosial dari unggahan tersebut. “Ini tidak mungkin! Masa calon pejabat negara bertingkah seperti itu?! Menggelikan!!!” tulis salah satu pengguna media sosial. “Memangnya hal seperti ini aneh? Banyak pejabat yang hobinya begitu, cuma dia sial saja karena ketahuan, hahaha....” balas pengguna lainnya dengan nada sinis. Gelombang kemarahan publik semakin membesar saat seorang pengguna anonim mengaku bekerja di sebuah hotel bintang lima di kota besar itu. Dia memberikan kesaksian yang terkesan meyakinkan, bahwa Tuan Luis sering datang ke hotel tersebut dengan wanita muda berbeda setiap kali berkunjung. Pengakuan itu membuat dugaan masyarakat terhadap kebobrokan moral Tuan Luis semakin lebih ku
“Sudah ku bilang, jangan remehkan orang buta,” jawab William. “Aku sensitif sekali dengan gerakan dan suara. Kau selalu lupa dengan itu, ya?”****Jessica berdiri di ruang tamu rumah yang luas dan hangat milik keluarga Hendrick, namun terasa dingin dan kosong. “Kenapa kau datang ke sini?” Mendengar suara Hendrick, Jessica melangkah cepat ke arah Hendrick yang baru saja masuk dengan wajah lelah dan penuh kekesalan. “Hendrick! Kenapa kau tidak membalas pesan atau menerima teleponku? Aku sudah mencoba berkali-kali!” seru Jessica dengan nada penuh emosi dan kekalutan. Hendrick pun mendengus, wajahnya menjadi makin tegang. Ia menepis tangan Jessica yang mencoba mendekatinya. “Jangan cari aku, Jessica. Aku tidak mau terlibat lebih jauh dengan skandal mu. Situasimu sekarang adalah bencana, dan aku tidak ingin terseret dalam skandal keluargamu.” Mendengar itu, Jessica tertegun, tatapannya penuh rasa
Jessica masuk ke kamarnya dengan langkah berat membawa perasaan kacaunya. Begitu pintu tertutup, tubuhnya seketika lunglai, dan ia terjatuh di atas karpet yang penuh dengan barang-barang berserakan. Mata Jessica memerah, air matanya mengalir deras tanpa henti. Tangannya gemetar saat ia meraih ponsel yang sebelumnya dilemparkan ke sudut ruangan. Namun, layar ponsel itu hanya memantulkan bayangan wajahnya yang kusut dan penuh amarah. “Kenapa semua jadi begini?” tanyanya dengan Isak tangis yang membarengi. “Padahal, semuanya berjalan lancar sejak awal.” Jessica makin terpuruk. Tidak ada pesan dukungan, tidak ada panggilan dari orang-orang yang dulu selalu mengelilinginya. Dia sendirian. Bahkan Hendrick, yang pernah ia anggap sebagai pelindung, orang yang paling mencintai, dan masa depannya telah meninggalka
Tiga hari telah berlalu, tetapi berita tentang Tuan Luis dan Jessica masih bergema seperti badai yang tidak kunjung reda. Setiap media sosial, portal berita, bahkan pembicaraan di lingkungan elite tidak lepas dari topik panas ini. Nama Tuan Luis dan Jessica menjadi bahan hinaan, cemoohan, dan lelucon yang menyebar dengan cepat. Komentar pedas menghiasi kolom berita online. Banyak yang menyebut Jessica dan Tuan Luis sebagai ‘Pasangan Ayah dan Anak Paling Buruk,’ sebuah julukan yang memperburuk kondisi mental Jessica saat ini. Perempuan itu kini makin terpuruk. Tidak lagi ingin keluar dari kamarnya, bahkan tidak makan atau minum sekalipun. Tubuhnya mulai melemah, tapi rasa malunya lebih besar daripada rasa laparnya. Tuan Luis sendiri tengah sibuk berusaha menyelamatkan reputasinya. Menghubungi sponsor, investor, dan kenalan pebisnis yang dulu menghormatinya. Namun, usaha itu amatla
Emily duduk di atas tempat tidurnya, matanya tak lepas dari layar laptop yang sedang melakukan siaran langsung konferensi pers yang disampaikan oleh wakil duta negara. Senyumnya merekah saat mendengar pengumuman resmi yang ia tunggu-tunggu sejak lama. “Tuan Luis telah ditarik mundur dari semua jabatan dan diskualifikasi dari pencalonan untuk posisi apapun di masa depan. Selain itu, akan dilakukan penyelidikan menyeluruh terkait kasus ini. Jika terbukti benar bersalah maupun terkaitan dengan kasus lain, beliau akan dikenakan sanksi berat sesuai hukum yang berlaku.” Emily menghela napas lega, hatinya berdebar penuh rasa puas. “Akhirnya,” gumamnya pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri. Ponsel di mejanya bergetar, sebuah pesan masuk dari Azura, ‘Terima kasih, Emily. Aku tidak tahu bagaimana caranya membalas semua ini.’ Emily tersenyum kecil sambil mengetik balasan. ‘Ini bukan hanya untukmu, Azura. Ini untuk semu
William pulang ke rumah sekitar pukul 20:00. Begitu masuk ke dalam kamar, matanya langsung tertuju kepada Emily yang dalam kondisi tidur. Masih mengunakan pakaian yang sama saat William berangkat kerja. Tangan William perlahan terulur, menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajah Emily. “Dia benar-benar terlihat sangat cantik, bahkan saat dia tidur,” gumam William, pelan. Namun, adanya hansaplast di jari Emily menyita perhatian, dan pertanyaan di hatinya. Bukan hanya satu atau dua, hampir semua jari Emily dibalut hansaplast. “Apa yang dia lakukan seharian ini memangnya?” ujar William, di dalam hatinya. Gegas dia melepaskan pakaiannya, tentu dengan hati-hati karena dia tidak ingin membuat Emily bangun. Setelah selesai mengganti pakaian, William keluar dari kamar sambil membawa tongkatnya menuju ke ruang kerjanya. Sampai d
Sore itu, kala jam kerja selesai. Emily berdiri membeku di depan pintu utama JB fashion. Jantungnya berdetak begitu kencang saat melihat sosok William berdiri tegap, dan di sampingnya, Elle melompat kegirangan sambil melambaikan tangan. “Ibu!” seru Elle dengan suaranya yang nyaring. Seruan itu menarik perhatian banyak orang. Para pegawai JB fashion yang baru saja keluar dari gedung mulai berbisik-bisik, tatapan mereka tertuju pada Emily yang terlihat bingung Dan panik. Arthur yang berdiri di sampingnya hanya menghela napas pelan. “Suami dan anakmu sudah menunggu. Kenapa kau masih berdiri di sini?” tanyanya dengan santai. Emily menelan ludah. Rasanya seakan seluruh dunia kini memperhatikannya. Dia tidak menyangka William akan datang ke kantor, apalagi membawa serta Elle. Ini sama saja dengan sebuah pengumuman besar bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekedar hubungan biasa antara dirinya dan William. “Ya ampun
“Aku harus menjelaskan ini sebenarnya. Tapi, William tidak mengizinkan ku ikut campur lebih banyak. Padahal, semua ini bermula dariku juga,” jawab Emily. Arthur tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. “Pria bernama William itu pasti sangat mencintaimu. Sudah bertahun-tahun ditinggal olehmu, dia masih setia menunggumu, dan bahkan langsung mengenalimu yang sudah totalitas dalam menyamar.” Emily tersenyum. “Aku menyesali pola pikirku yang saat itu sangat labil. Tapi, situasi sekarang ini juga masih bisa terbilang tidak baik untuk kami.”Arthur menganggukkan kepalanya, Dia sedikit memahami. “Yah... Anastasia pasti merasa sangat marah dan kecewa. Padahal sudah menghabiskan waktunya untuk mengharapkan cinta dari suamimu, tapi harus berakhir dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan.”Emily menghela napasnya. “William membiarkan wanita itu berada di sekitarnya terus-menerus lemah hampir 4 tahun. Bagaimanapun, William juga bersalah karena tidak ber
Robert mengerutkan keningnya, tidak menyangka kalau Azura benar-benar akan bersikap sangat dingin seperti ini padanya. “Barusan, kau sedang mengusirku?” tanya Robert, ekspresi tak percaya masih nampak jelas di wajahnya. Azura mengepalkan tangannya. Ia pun menatap Robert dengan tatapan yang tajam. “Menurut anda, setelah makian yang anda berikan kepada ku sebelumnya mudah untuk dilupakan? Siapapun orangnya pasti akan mendendam.” Mendengar itu, Robert pun menghela napas. “Terserah kau saja. Mendendam atau tidak, itu bukan urusan ku.” Azura makin kesal. Tanpa mengatakan apapun lagi, ia bangkit dari duduknya, dan meninggalkan Robert begitu saja. “Aku benar-benar bodoh karena pernah menyukai pria sialan ini,” batin Azura. Robert berdecih kesal, tidak menyangka kalau ada masanya dia diperlakukan dengan dingin oleh wanita yang dia anggap tidak ada apa-apanya. Ia pun bangkit dari duduknya, meninggalkan cafe milik
Mendengar Emily sudah kembali, Nyonya dan Tuan besar meminta izin untuk bertemu. William sudah menolaknya. Dia tidak ingin Emily dipengaruhi lagi. Namun, Nyonya besar sudah berjanji tidak akan melakukan itu lagi, akhirnya William memperbolehkan Nyonya besar menemui Emily dan Elle. Di ruang tengah, tempat itu menjadi saksi Nyonya besar nampak tertunduk lesu. Wajahnya yang dulunya selalu terlihat tegas dan arogan kini menatap tak berdaya. Sudah empat tahun lebih tidak bertemu William dan Emily, wanita itu kini nampak tak mampu lagi menutupi kerapuhan dibalik wajahnya yang keriput. “Maaf... kalian berdua pasti sangat tidak nyaman dengan kedatangan Nenek. Tapi, mumpung masih ada kesempatan, Nenek ingin meminta maaf kepada kalian berdua,” ucap Nyonya besar, suaranya lemah. Tuan besar mengusap punggung istrinya dengan lembut. Dua tahun belakangan ini Nyonya besar mengalami penurunan kesehatan yang makin mengkhawa
Setelah memastikan Elle tertidur lelap, Emily dan William akhirnya berbaring di tempat tidur mereka. Ruangan terasa sunyi, hanya ada suara napas mereka yang terdengar samar. Emily menggigit bibirnya, ragu-ragu sebelum akhirnya bertanya, “William... apa tidak apa-apa memperlakukan Anastasia seperti itu?”William yang tengah berbaring dengan mata terpejam menghela napas panjang. Dia membuka matanya perlahan lalu menoleh ke arah Emily. Tanpa berkata-kata, ia mengulurkan tangannya dan menyentil dahi wanita itu. “Aduh!” Emily meringis kesal, memegangi dahinya yang baru saja disentil. “Kenapa menyentil ku?” tanyanya dengan nada merajuk. William menatapnya tajam, lalu berkata dengan suara yang datar, “Kalau saja kau tidak kabur 4 tahun lebih yang lalu... kalau saja kau tidak berkata bahwa aku sebaiknya mencari wanita lain yang lebih pantas mendampingiku... mana mungkin aku membiarkan Anastasia tetap berada di sisiku?”Emily terdiam. Kata-kata
Anastasia mencengkram setir kemudi mobilnya erat-erat. Tangannya gemetar, begitu pula tubuhnya yang terasa lemah seolah tidak ada lagi tenaga. Matanya memanas, dan tidak butuh waktu lama hingga air mata mulai berjatuhan tanpa bisa ia kendalikan lagi. Pada akhirnya, Anastasia menangis sejadi-jadinya, menumpahkan segala rasa sakit yang menghantam hatinya. Ia memukuli setir mobil dengan frustrasi, dadanya terasa sesak seakan udara enggan masuk ke dalam paru-parunya. Kata-kata William terus terngiang di kepalanya, kalimat yang menusuknya lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan. “Istriku sudah kembali. Aku akan menjalani hidupku seperti sebelumnya.”Itu bukan sekedar pernyataan. Itu adalah penegasan, pengakuan yang membuat semua harapan Anastasia runtuh dalam sekejap. Bertahun-tahun ia menunggu, bertahun-tahun ia berharap, rela menghabiskan waktunya hanya untuk mengemis cinta dari pria itu. Dan kini, semua itu terasa sia-sia.
William meraih tangan Emily, sementara resletingnya sudah ia buka. Emily benar-benar kesal, tapi juga tidak bisa melakukan apapun. Kegilaan William hanya bisa dia tahan saja. “William, malam itu kau membawa Rose pergi di depan banyak pegawai JB fashion, kau sudah menciptakan kesalahpahaman,” ujar Anastasia. Mendengar itu, William pun hanya bisa memaksakan senyumnya. Sejatinya, dia sedang merasa kesal kepada Emily karena masih saja diam. Apa wanita itu tidak paham apa yang harus dilakukan padahal William jelas saja sudah membuka resletingnya. “Kau tidak ingin memberikan tanggapan apapun karena itu, William?” tanya lagi Anastasia yang masih belum mendapatkan tanggapan apapun dari William.. William menghela napasnya. “Yah... mau bagaimana lagi? Aku cukup bergairah melihat wanita itu.” Jawaban dari William barusan membuat Anastasia mengerutkan keningnya. “Sebenarnya, kenapa kau jadi seperti ini,
Mendengar itu, Sebastian pun tersenyum sinis. “Kau pikir apa yang akan dilakukan jika sudah sampai di pesisir pantai, hah? Tidak ada kapal yang melintas melewati Pulau ini. Usaha itu hanya akan sia-sia saja.” Kelly tertunduk lesu. Entah Bagaimana caranya dia bisa sedikit berguna untuk Hendrick. Hendrick membuang napas kasarnya. Dia benar-benar sudah pasrah. Bahkan entah sudah berapa kali saja dia mencoba untuk bunuh diri meski gagal karena dia tidak sanggup dengan rasa sakitnya. ****Sore itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya di JB fashion, Emily langsung menuju kantor William. Kedatangannya sudah dikabarkan oleh salah satu pegawai, sehingga ia tidak menemui hambatan apapun.Saat tiba di depan pintu kantor William, Emily mengetuk pintu sekali sebelum langsung masuk. William sudah memperbolehkannya sebelumnya. namun begitu ia masuk, hal pertama yang dicari adalah Elle. “Hari ini kau pulang lebih cepat, ya?”
Pertanyaan dari Robert barusan membuat William tersenyum. “Apa yang berani dia lakukan kalau Elle tidak mau berpisah dariku?” Mendengar itu, Robert pun menganggukkan kepalanya. “Saya berharap, anda tidak akan merasakan yang sama lagi.” William menganggukkan kepalanya. “Kali ini, Aku cukup yakin bisa membuat wanita itu terus menempel padaku.” “Baiklah, Saya berharap seperti itu,” ujar Robert. William mengarahkan tatapan matanya kepada Robert, memperhatikan pria itu dengan apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Pada akhirnya, Ia pun menyampaikan apa yang ingin dikatakannya. “Robert, ini sudah cukup. Apa kau masih harus bersikap sinis kepada Azura?” Ada perasaan aneh yang sulit untuk diungkapkan Robert saat ini. Tapi, dia juga tidak ingin William berpikir terlalu jauh. “Sebenarnya, aku sendiri tidak memperlakukan Nona Azura dengan sinis. Tapi, dia yang melakukan sebaiknya. Saya sudah mencoba untuk lunak