"Amel, Amel." Panggil Riska.
Ia membawa Amel ke sudut ruangan, dengan lembut Riska mencoba menenangkan sahabatnya itu.
"Mel, kamu gak boleh bicara seperti itu," ucap Riska dengan lembut.
"Dia yang duluan Rus." Bantah Amel.
"Iya, iya. Aku tahu itu." Timpal Riska, "Tapi ingat Mel, kamu saat ini membutuhkan uang untuk biaya pengobatan ibumu, dan uang itu sudah kamu terima, bahkan sudah kamu kirimkan ke kampung. Coba bayangkan, jika om Bram sampai membatalkan kontaknya dan meminta uangnya kembali, hanya karena sakit hati dengan ucapan kamu." Lanjutnya.
Amel langsung terdiam, "Jangan sampai terjadi Ris," ucapnya dengan wajah pucat.
"Nah, kalau begitu kamu minta maaf kepada om Bram."
Riska menasehati dan memberikan arahan kepada Amel, begitu juga dengan Alex. Ia berusaha menenangkan Bram dan membujuknya, agar tidak membatalkan kontraknya dengan Amel.
"Ya ampun Lex, aku bisa stres kalau sering bertemu dengannya." Keluh Bram.
"Percayalah padaku Bram, kamu pasti happy bersama Amel. Yang berlalu biarlah berlalu, aku yakin Amel pasti tidak sengaja menumpahkan ice cream ke bajumu. Dia juga pasti punya alasan kenapa tiba-tiba masuk ke dalam mobilmu."
"Tapi aku ti....." Bram tidak melanjutkan kata-katanya, karena Amel tiba-tiba membuka mulut.
"Om, aku minta maaf," ucap Amel dengan tulus sambil menunduk.
"Om, jawab dong." Kali ini Riska yang membuka mulut.
"Iya, iya." Sahut Bram.
........................Tepat pukul 11 malam, kedua pasangan itu meninggalkan kafe. Riska menaiki mobilnya kembali ke apartemen, diiringi oleh Alex. Sedangkan Bram dan Amen menaiki mobil yang sama menuju apartemen Bram.Setibanya di apartemen, Bram langsung masuk ke kamar. Sedangkan Amel melangkah menuju sofa, rasa ngantuk dan lelah membuat wanita cantik itu membaringkan tubuhnya dan tertidur pulas. Namun sebelum tidur, ia terlebih dahulu mengganti gaunnya dengan celana jeans yang ada di dalam tas.
Setelah 60 menit berlalu, Bram ke luar dari kamar. Matanya langsung tertuju ke sofa, kepalanya menggeleng melihat Amel yang tertidur pulas dengan posisi sebelah kaki terangkat ke atas sandaran sofa.
"Ya ampun, ini anak seenak hatinya saja." Gerutu Bram.
Ia melangkah menuju sofa, tangannya menepis kaki Amel hingga terjatuh dengan kasar. Hal itu tidak membuat wanita cantik itu terbangun, justru ia kembali menaikkan kakinya.
"Yah.... dinaikkan lagi," ucap Bram.
Saat tangannya akan menyentuh kaki Amel! wanita cantik itu tiba-tiba bergerak memutar tubuhnya, sehingga kaki Amel menendang perut Bram.
"Aow..." Rintih Bram.
Tangannya mengelus perekrutnya yang terasa sakit akibat tendangan Amel.
"Aku benar-benar sial setiap kali bertemu dengannya." Geram Bram yang langsung meninggalkan Amel, dan kembali ke kamar.
Pria tampan itu membaringkan tubuh kekarnya di atas tempat tidur, menutup mata untuk menjemput mimpi indah, hingga malam berganti menjadi pagi.
Ting-nong ting-nong, suara dering ponsel.
Bram membuka mata dengan malas, tangannya meraih ponsel yang terletak di atas meja kecil di samping tempat tidur.
*Iya Yan,* ucapnya setelah mengusap layar ponselnya.
*Papah di mana? Kata bibi papah gak pulang.* Suara dari seberang sana.
*Papah nginap di hotel. Ada apa sayang?*
*Jangan lupa transfer uang jajan ya pah?*
*Iya, iya. Nanti papah transfer.* Bram memutuskan sambungan teleponnya.
Ia segera mengirimkan sejumlah uang untuk putranya melalui ponsel. Setelah itu Bram menurunkan kedua kaki dari tempat tidur, melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Pakaian formal berwarna hitam dengan sepatu berwarna senada sudah melekat ditubuhnya, saat ia ke luar dari kamar.
"Wangi apa ini?" Tanya Bram.
Kaki jenjangnya melangkah menuju ruang makan, seketika matanya menyipit melihat sebuah piring berisi nasi goreng terletak di atas meja bersama satu gelas teh.
Bram mengangkat piring lalu mendekatkannya ke hidung. "Aromanya wangi," ucapnya.
Ia kembali menaruh piring di atas meja, tangannya meraih sendok lalu menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
"Um... lumayan enak," ucapnya sambil memutar mata untuk mencari keberadaan Amel.
Bram tidak tahu kalau Amel sudah meninggalkan apartemen 10 menit yang lalu. Wanita cantik itu sengaja pergi sebelum Bram ke luar dari kamar.
Pria tampan itu mengetahuinya, setelah melihat surat yang ditinggalkan Amel di bawah pas bunga.
"Maaf om, aku pergi tanpa pamit, soalnya Amel takut mengganggu tidur om. Amel sudah membuatkan sarapan dan teh di atas meja makan, semoga om suka." Isi pesan dari Amel.
Bram sedikit tersenyum membaca surat dari Amel, "Ya ampun, zaman sekarang masih pakai surat. Apa dia tidak mengerti menggunakan ponselnya?" Ucapnya.
Sementara di tempat lain, Riska dengan semangat bertanya tentang apa yang terjadi antara Amel dan Bram.
"Gak terjadi apa-apa." Jawab Amel.
"Ah masa sih, jadi om Bram gak menyentuh kamu?" Tanya Riska dengan rasa tidak percaya.
"Enggak, aku kan tidur di sofa, om Bram tidur di kamar." Jawab jujur Amel.
"Hem...."
Amel dan Riska memutar kepala secara bersamaan. "Eh kak Bryan," ucap keduanya secara bersamaan.
"Apa aku boleh bergabung." Tanya Bryan.
Dengan sigap Riska menjawab, "Oh tentu boleh dong, untuk kakak apa yang enggak."
"Terima kasih."
Bryan duduk tepat di samping Amel, pria tampan itu sudah jatuh hati sejak pertama kali melihat Amel. Namun ia tidak sempat mengungkapkannya, karena Amel selalu datang terlambat dan pulang terlebih dulu.
"Rumah kamu di mana Amel?" Tanya Bryan.
"Rumahku di kampung kak." Jawab Amel dengan polosnya.
"Kampung itu di mana? maksudnya di dekat jalan Sudirman atau di mana?"
"Di kampung gak ada jalan Sudirman kak, adanya jalan pepaya, jalan cengkeh." Amel menyebutkan nama jalan yang ada di kampung.
"Mel, Mel, maksud kak Bryan! kamu tinggal di mana? kost kita." Sahut Riska.
"Ow, kami tinggal di jalan Pelabuhan gang Cinta, kost Terbuka Untukmu," ucap Amel.
"Saya sering ke sana, soalnya ada temen di sana. Besok-besok saya boleh singgah dong?"
Bryan mulai mencari jurus jitu untuk mendekati Amel, sebenarnya dia tidak memiliki teman di sana. Itu hanya alasan Bryan agar bisa berkunjung ke kost Amel.
============Tepat pukul 1 siang, Amel sudah tiba di kost. Wanita cantik itu ke sana diantar oleh sahabatnya, sebenarnya Riska mengajaknya ke apartemen, tetapi Amel enggan dan menolak karena Alex pasti datang ke sana untuk menemui Riska. Kring...kring....kring....Amel meraih ponsel dari atas tempat tidur, *Iya, ini siapa?* Ucapnya setelah mengusap layar ponselnya.*Kamu di mana? kenapa belum pulang?* Suara bariton dari seberang sana.Amel sempat terdiam. *I...i...iya om,* Ucapnya setelah mengigat pemilik suara itu adalah Bram. *Apa saya......*Tiba-tiba panggilan terputus, yang membuat Amel tidak melanjutkan kata-katanya. Wanita cantik itu menghela napas kasar dan kembali menaruh ponselnya.Ia naik ke atas tempat tidur, berbaring sambil memejamkan mata. Amel sama sekali tidak peka dengan pertanyaan Bram, yang mengatakan kenapa belum pulang.Rasanya baru saja memejamkan mata, tetapi tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Amel bangkit dari ranjang, melangkah untuk membuka pintu."Riska," ucapny
"Puk." Amel membenturkan keningnya ke kuning Bram, yang membuat pria tampan itu refleks membuka mata.Ia sama sekali tidak sadar kalau Amel berada di atas tubuhnya, bahkan sebelah tangannya masih melingkar di pinggul wanita cantik itu."Aaaaa...." Teriak Bram saat matanya beradu dengan mata Amel.Kedua tangan kekarnya refleks mendorong tubuh Amel, hingga wanita cantik itu jatuh ke lantai."Aow...." Rintih Amel, "Om sudah gila." Lanjutnya."Kamu yang gila, kenapa tidur di tasku?" Protes Bram dengan wajah kesal, "Kamu pasti....." "Pasti apa?" Sela Amel yang membuat Bram tidak melanjutkan kata-katanya."Pasti ingin memperkosaku, ih....." Bram bergidik."Enak saja." Gerutu Amel sambil bangkit dari lantai, "Yang benar itu! om yang ingin memperkosaku." Lanjutnya."Masa!" "Biar om tahu ya! om yang menarik tangan Amel sambil bicara, tolong jangan tinggalkan aku Tania." Amel berbicara sambil memanyunkan bibir, untuk mencibir Bram."Pasti kamu berbohong, iya kan?" Todong Bram."Terserah, susa
Bram terkejut melihat Amel ada di kantornya. Pria tampan itu sedang meeting di ruang rapat bersama karyawan. Ia sama sekali tidak tahu, kalau Amel melamar kerja di sana dan interview siang ini.Par...Bram menggebrak meja. Semua karyawan tersentak karena terkejut, mereka memalingkan wajah kembali menghadap Bram."Apa kalian tidak pernah melihat wanita?" Tanya Bram dengan lembut namun penuh penekanan.Semua itu terlihat dari raut wajahnya yang begitu tegang, dan sorot mata yang begitu tajam."Maaf pak," ucap karyawan secara bersamaan.Rapat kembali di lanjutkan, namun Bram masih memikirkan Amel. Untuk apa wanita cantik itu datang ke sana? apa dia mencari Bram? tapi untuk apa dia mencari Bram? pertanyaan itulah yang ada dalam pikirannya saat ini.Sementara Amel sedang interview di salah satu ruangan. Wanita cantik itu tersenyum lebar karena diterima bekerja di sana, dan besok ia sudah mulai bekerja sebagai office girls.........................Satu Minggu telah berlalu, Amel menjalani
Tepat pukul 5 lewat 30 menit, Amel sudah tiba di apartemen. Ia sedikit terkejut ketika membuka pintu dan melihat Bram ada di sana."Om sudah pulang?" Tanya Amel yang melangkah dari pintu menuju ruang tamu."Hm..." Jawab Bram, "Kamu dari mana?" Lanjutnya.Amel menjatuhkan bokongnya di atas sofa, "Pulang ke....." Amel tidak melanjutkan ucapnya, karena tiba-tiba mengigat apa yang dikatakan Riska. Bram jangan sampai tahu kalau dia bekerja, karena di dalam kontrak, Amel tidak boleh bekerja tanpa izin dari Bram."Kenapa diam?" Tanya Bram."Um...aku baru pulang dari apartemen Riska, om." Amel terpaksa berbohong."Apa kamu gak kuliah?""Hari ini libur om." Jawab Amel."Aku sudah transfer uang bulanan kamu, coba kamu cek."Amel tersenyum, "Terima kasih ya om? nanti di cek sama adikku." Jawab Amel."Kenapa harus adikmu? emang kamu gak bisa?""Bukan gak bisa om, masalahnya kartunya di kampung dipegang sama ibuku." Jawab jujur Amel.*Ya ampun, apa dia dipaksa ibunya untuk menjadi sugar baby? ibu
Setelah ke luar dari kamar mandi, Bram meraih bokser dari lemari. Ia ke luar dari sana dan masuk ke dalam kamarnya.Satu malam Bram tidak bisa tidur, ia membayangkan betapa gairahnya saat bercinta dengan Amel. Bahkan benda tumpunya kembali berdiri membayangkan milik Amel yang begitu indah.Padahal selama ini, Bram tidak pernah tertarik untuk bercinta dengan wanita selain istrinya sendiri yaitu Tania.Begitu juga dengan Amel, wanita cantik itu tidak bisa tidur. Walupun matanya terpejam, tetapi otaknya memikirkan apa yang baru saja terjadi.Saat waktu menunjukkan pukul 6 lewat 30 menit, Amel sudah meninggalkan apartemen menuju apartemen Riska. Tetapi sebelum pergi, Amel sudah membuatkan sarapan untuk Bram dan menatanya di atas meja. "Amel." Riska terkejut saat membuka pintu dan melihat Amel.Tanpa dipersilahkan, Amel langsung menerobos masuk. Ia menarik tangan Riska, mengajaknya duduk ke sofa."Ini gawat, ini gawat," ucap Amel dengan serius."Ada apa? gawat kenapa?" Riska terlihat khaw
Waktu menunjukkan pukul 8 malam, Bram duduk di balkon kamar sambil menikmati minuman Wine. Ia berharap Tania pulang, walaupun sebenarnya ia sudah tahu, kalau istri tercintanya itu tidak akan pulang.Ting-nong.... ting-nong....Suara dering ponsel membuat Bram bangkit dari kursi, melangkah masuk ke dalam kamar untuk meraih ponselnya.*Iya Lex* Ucapnya setelah mengusap layar ponselnya.*Bram, bawa anak-anak ke pasar malam, yuk?* Ajak dari seberang sana.*Bryan gak akan mau Bro.**Maksud aku bukan Bryan, Bram. Tapi Riska dan Amel* Alex memperjelas maksudnya.Bram sempat terdiam beberapa menit, *Ok, aku on the way*Akhirnya Bram mau, pria tampan itu bergegas mengganti pakaian. Setelah itu ia langsung meninggalkan kediaman Wijaya menuju apartemen. Sebenarnya Bram paling malas diajak ketempat ramai, tetapi daripada duduk sendiri di balkon! Lebih baik dia pergi.Tok....tok....tok....Bram terpaksa mengetuk pintu, karena kunci miliknya tertinggal dikediaman Wijaya."Om Bram," ucap Amel setel
Suara bel membangunkan Amel di pagi hari. Wanita cantik itu membuka mata dengan malas, ia sedikit terkejut melihat Bram tidur di sofa. Pria tampan itu meringkuk karena kedinginan.Amel menurunkan kedua kaki dari atas tempat tidur, kedua tangannya meraih selimut lalu menyelimuti Bram."Ya Tuhan, om Bram benar-benar sempurna. Dia tampan, tinggi, gagah, putih, hidungnya mancung lagi," ucap Amel, sambil menatap Bram tanpa berkedip."Jangan terlalu mengagumiku, nanti kamu jatuh cinta." Bram tiba-tiba membuka mulut, yang membuat Amel terkejut sekaligus malu. Ia tidak menyangka kalau pria tampan itu akan mendengar ucapannya.Amel memutar tubuhnya, bergegas ke luar dari kamar untuk membuka pintu."Bagaimana keadaan kamu Mel?" Riska langsung bertanya, setelah pintu terbuka. Ia sengaja datang pagi-pagi hanya untuk memastikan kondisi sahabatnya."Aku enggak apa-apa," jawab Amel. Saat ini keduanya sudah duduk di ruang tamu."Syukurlah, satu malam ini aku gak bisa tenang karena khawatir." Kedu
Satu hari telah berlalu, di mana saat ini waktu telah menunjukkan pukul 9 malam. Amel dan Riska menaiki mobil yang sama, menuju kediaman Wijaya. Sedangkan Bryan menaiki motornya sendiri. "Wao...ini rumah atau gedung?" ucap Amel. Saat ini mereka sedang memasuki gerbang istana Wijaya.Amel begitu mengagumi bangunan tinggi, berlantai tiga yang ada di hadapannya saat ini. Begitu juga dengan Riska, kedua wanita cantik itu membayangkan, berapa milliar untuk membangun rumah sebesar itu."Ayo masuk." Suara Bryan menyadarkan Amel dan Riska dari khayalan. Keduanya bergegas mengikuti Bryan masuk ke dalam rumah.Amel menelan saliva melihat furniture yang ada di sana. Sofa yang terletak di ruang tamu, pasti harganya fantastis. Begitu juga dengan televisi yang tergantung di tembok, ini pertama kalinya Amel melihat sofa semewah itu dan televisi sebesar itu."Mari, silahkan Nona." Seorang pelayan menuntun Amel dan Riska menuju ruang makan."Oh Tuhan, kak Bryan benar-benar anak konglomerat," ucap da
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia