Setelah 46 menit mengikuti mobil Kevin, akhirnya mobil pria tampan itu memasuki sebuah parkiran kafe. Rara pun segera memarkirkan mobilnya berjarak 4 mobil dari Kevin. Ia dan Bella mengikuti Kevin dari belakang, mereka duduk di meja paling sudut agar Kevin tidak melihatnya. Hanya berselang 10 menit, terlihat seorang wanita cantik bertubuh tinggi masuk dari pintu utama melangkah menuju meja nomor 3, yaitu meja yang ditempati Kevin saat ini. "Selamat siang Tuan Kevin," sapa wanita itu.Kevin yang tadinya sedang fokus menatap layar ponselnya, tiba-tiba menegakkan kepala."Selamat siang Nona Sarah," ucap Kevin yang langsung bangkit dari kursi. Ia menjabat tangan Sarah lalu mempersilahkan wanita cantik itu untuk duduk."Silahkan duduk," ucap Kevin."Terima kasih," sahut Sarah sambil menjatuhkan bokongnya di atas kursi."Mbak," panggil Kevin sambil mengangkat telapak tangannya ke arah waiters.Wanita berseragam hitam itupun menghampiri Kevin. Ia menaruh buku menu di atas meja tepat di had
"Kita ke mana Tuan?" tanya Lukas saat akan ke luar dari gerbang."Ke Apartemen Kevin," jawab Ramel dengan nada dingin."Apa sampai saat ini kamu belum bisa menemukan pria tua itu?" lanjut Ramel bertanya."Be...belum Tuan," jawab gugup Lukas dari bangku pengemudi."Kamu sudah tidak bisa diandalkan, pria tua seperti itu saja tidak bisa kamu temukan, padahal dia berkeliaran di kota ini," ucap Ramel yang membuat Lukas sedikit gemetar.Walupun nada bicara Ramel terdengar lembut! Tapi ketahuilah, kalau pria tampan itu saat ini sedang marah dan kesal. Namun ia berusaha untuk menahannya."Maaf Tuan, aku dan pengawal lainnya sudah mencari Tuan James kemana-mana," sahut Lukas."Jangan menyebutnya Tuan," sentak Ramel dengan tegas, "Dia bukan Tuan, tetapi benalu dan penghianat di kediaman Wijaya," lanjutnya."Baik Tuan," sahut sigap Lukas.Mobil mewah itupun kembali hening hingga mereka tiba di Apartemen. Lukas menunggu di lobi sedangkan Ramel masuk ke dalam lift menuju lantai 10."Tok....tok....
"Bagus, itu yang aku harapkan," timpal Ramel sambil tersenyum tipis. "Tapi..." Bella menghentikan ucapnya karena terdengar suara ketukan pintu."Masuk," sahut Ramel.Bella refleks memutar kepala, ditatapnya Ramel dengan tatapan bingung, "Kenapa kamu menyuruhnya masuk? Bagiamana denganku?" protes Bella.Ramel menarik selimut lalu menutup tubuhnya dan Bella, "Kamu tidak perlu takut, kita bukan pasangan selingkuh," ucapnya."Permisi Tua..." Mbok Inem berhenti bicara saat melihat keduanya di atas tempat tidur.Bella terlihat menutup seluruh tubuhnya hingga ke leher, sedangkan Ramel hanya menutup tubuhnya hingga pinggang, dengan posisi duduk sambil menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur. Sedangkan di lantai berceceran pakai keduanya, bahkan bra milik Bella tergantung di sandaran sofa. "Tuan, Nyonya, makan malam sudah siap," lanjut Mbok Inem sambil menjatuhkan pandangannya."Antar saja ke kamar," perintah Ramel."Baik Tuan." Mbok Inem buru-buru memutar tubuhnya, lalu menutup p
Ramel melepaskan cengkeramannya dengan kasar."Aku tidak menipumu, tapi kamulah yang terlalu bodoh," sahut James.Ramel memutar mata, ditatapnya James dengan tatapan tajam. Ia tidak menyangka pria pria tua itu akan membuka mulut, ternyata James benar-benar bermental baja."Apa aku pernah menipumu?" James kembali membuka mulut.Ramel yang tersulut emosi, refleks mengepalkan seluruh jari tangannya lalu melayangkan satu pukulan di wajah James, yang membuat sudut bibir pria tua itu mengeluarkan cairan kental berwarna merah."Jangan membuatku semakin kesal," ucap Ramel dengan tegas.James bukannya takut, ia justru tersenyum sinis sambil menatap Ramel dengan tatapan mencibir. Entah apa yang ada di dalam pikiran pria tua itu, sehingga ia tidak memiliki rasa takut sedikitpun. Padahal di sana ada 5 pengawal Ramel yang siap untuk menghajarnya."Aku tidak takut, jika kamu ingin membunuhku! Silahkan," ucap James dengan santai, "Tapi ingat, sebentar lagi Bella akan mengetahui yang sebenarnya. Bers
Hanya berselang 20 menit, Dokter sudah tiba di kediaman Wijaya. Pria berjubah putih itu mulai memeriksa Bella dengan alat kedokteran."Bagaimana? Apa yang terjadi? Apa ada hal yang serius?" tanya Ramel yang sudah tidak sabar."Tidak Tuan, Nyonya mungkin terlalu lelah dan banyak berpikir," jawab Dokter sambil melepaskan stetoskop dari kedua telinganya.Perasaan Ramel sedikit lega mendengar ucapan Dokter. Ia segera meminta Mbok Inem untuk menebus obat ke apotik. Sedangkan Ramel duduk di sisi ranjang, ia mengelus ujung kepala Bella dengan lembut. Berharap istrinya itu segera sadar dan membuka mata."Permisi Tuan," ucap Bibi Mina yang baru muncul di bibir pintu.Wanita paruh baya itu masuk ke dalam kamar sambil membawa makan malam untuk Ramel di atas nampan. Sebab Tuannya itu belum makan malam, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 9 lewat 10 menit."Tuan makan dulu," ucap Bi Mina sambil menaruh nampan di atas meja kecil yang terletak di samping tempat tidur."Iya, nanti aku makan," jawab
"Bukan begitu Sarah, tapi semua itu terjadi di luar kesadaranku," ucap Ramel dengan tegas, "Seharusnya kamu menolak sata itu," lanjutnya."Bagaimana aku menolak Ramel! Kamu memaksaku, kamu melepaskan pakaianku dengan paksa," protes Sarah.Ramel mengacak rambutnya dengan kasar, "Ok, beri aku waktu untuk memikirkannya."Setelah mengatakan itu Ramel bangkit dari kursi, tanpa pamit ia langsung meninggalkan kafe dan kembali ke kediaman Wijaya.Sepanjang perjalanan, Ramel berusaha mengigat kejadian itu tapi ia sama sekali tidak mengingat apa-apa. Yang terbayang di matanya, bercak darah yang ada di atas seprei."Aahhh...." Geram Ramel sambil memukul stir mobilnya dengan kasar.Sementara di tempat lain, dua orang sedang tersenyum puas. Siapa lagi kalau bukan Sarah dan Kevin! Setelah Ramel pergi, Kevin langsung menghampiri Sarah."Aku sudah melakukan tugasku, sekarang lakukan tugasmu," ucap Sarah kepada Kevin."Beres, jangan terburu-buru," sahut Kevin."Aku sudah menghubungi Bella, tapi dia sa
"Aku memang bodoh, kak Kevin kan rekan bisnis Ramel! Tentu dia di sini untuk membicarakan bisnis." Bella kembali berbicara sendiri.Ia kembali melanjutkan langkahnya menuju pintu utama. Di luar sudah terlihat taksi yang ia pesan dari ponselnya."Kediaman Wijaya ya, Pak," ucap Bella setelah masuk ke dalam taksi."Baik Nona," sahut sopir taksi dari bangku pengemudi.Mobil warna hitam itupun meninggalkan lobi perusahaan Pratama Grup, tetapi baru saja ke luar dari gerbang! Tiba-tiba Bella meminta berhenti."Tolong berhenti Pak," ucap Bella.Ia meraih satu lembar uang dari dalam tas, lalu memberinya ke sopir taksi, "Terima kasih ya Pak," ucapnya yang langsung turun dari mobil."Uangnya Nona, ini terlalu banyak." Sopir taksi memanggil Bella, namun wanita cantik itu tidak menjawab sama sekali. Ia berlari ringan dan kembali masuk ke dalam bangunan tinggi itu.Otaknya berpikir positif tentang kedatangan Kevin ke sana, tetapi hatinya berkata lain. Hal itu yang membuat Bella kembali ke lantai e
"Bukan begitu Sarah, tapi semua itu terjadi di luar kesadaranku," ucap Ramel dengan tegas, "Seharusnya kamu menolak saat itu," lanjutnya."Bagaimana aku menolak Ramel! Kamu memaksaku, kamu melepaskan pakaianku dengan paksa," protes Sarah.Ramel mengacak rambutnya dengan kasar, "Ok, beri aku waktu untuk memikirkannya."Setelah mengatakan itu Ramel bangkit dari kursi, tanpa pamit ia langsung meninggalkan kafe dan kembali ke kediaman Wijaya.Sepanjang perjalanan, Ramel berusaha mengigat kejadian itu tapi ia sama sekali tidak mengingat apa-apa. Yang terbayang di matanya, bercak darah yang ada di atas seprei."Aahhh...." Geram Ramel sambil memukul stir mobilnya dengan kasar.Sementara di tempat lain, dua orang sedang tersenyum puas. Siapa lagi kalau bukan Sarah dan Kevin! Setelah Ramel pergi, Kevin langsung menghampiri Sarah."Aku sudah melakukan tugasku, sekarang lakukan tugasmu," ucap Sarah kepada Kevin."Beres, jangan terburu-buru," sahut Kevin."Aku sudah menghubungi Bella, tapi dia sa