Tiga hari telah berlalu, kondisi kediaman Wijaya semakin kacau. Bella tidak berhenti bertanya kepada Ramel tentang ucapan Kevin waktu itu, tetapi Ramel selalu berkilah bahkan membentak Bella agar istrinya itu berhenti menanyakannya.Ramel benar-benar pusing dan stres, hidupnya seperti terancam. Ingin rasanya berkata jujur, tetapi ia takut kehilangan Bella."Kamu tidak usah menungguku, malam ini aku tidak akan pulang," ucap Ramel setelah menghabiskan sarapannya."Apa kamu ingin menginap dengan Sarah?" tanya Bella tiba-tiba.Ramel memutar mata ke arah Bella, ditatapnya wanita cantik itu dengan tatapan bingung. Entah kenapa istrinya itu tiba-tiba menyebut nama Sarah."Aku tidak mengerti maksudmu," sahut Ramel yang langsung bangkit dari kursi."Bukankah dalam waktu dekat ini kamu dan Sarah akan melangsungkan pernikahan?" ucap Bella sambil tersenyum sinis, "Aku tidak melarang kamu menikah dengannya, tapi ceraikan dulu aku," lanjutnya."Kita tidak akan pernah bercerita, camkan itu," tegas R
"Apa yang harus aku katakan?" sahut Tania.Wanita tua itu masih berusaha untuk mengelak, walupun ia tahu usahanya itu akan sia-sia karena Bella sudah melihat buktinya."Tentang yang sebenarnya," jawab Kevin."Aku mohon Oma." Kali ini Bella yang membuka mulut.Ia menatap Tania dengan sendu, wajahnya terlihat sedih dan memohon. Hal itu membuat Tania menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata lalu membuka mulut."Iya," ucap Tania masih dengan mata terpejam, "Pelakunya adalah Kakekmu sendiri, bukan Bryan," lanjutnya.Seketika butiran bening bercucuran dari kedua mata indah Bella, ia menutup mulut dengan telapak tangannya. Sungguh kenyataan ini sulit untuk dipercayai, Bella benar-benar tidak menyangka kakeknya begitu tega memfitnah ayahnya."Ke..ke... kenapa Oma menutupinya diriku?" tanya Bella disela-sela tangisan, bahkan ia tidak bisa bicara dengan jelas.Tania mengusap air matanya sendiri, "Oma tidak bermaksud menutupinya darimu sayang," ucapnya."Terus," desak Bella dengan rasa
"Nona Bella pendarahan," jawab Dokter."Maksudnya?" tanya Ramel untuk memperjelas."Nona Bella keguguran." Dokter meralat ucapannya.Ramel tercengang, ia tidak menyangka kalau Bella selama ini sedang mengandung anaknya. Rasa bersalah dan penyesalan semakin menyelimuti hati dan perasaan Ramel. Ia merasa telah membunuh anaknya sendiri."Terus, bagaimana keadaan Bella saat ini?" ucap Ramel sembari bertanya."Nona Bella sedang kritis dan belum sadarkan diri, Pak," jawab jujur Dokter."Selamatkan istriku," perintah Ramel dengan nada lembut namun penuh penekanan."Kami pasti berusaha semaksimal mungkin Pak, berdoalah agar Nona Bella segera sadar," ucap Dokter.Tentu Dokter tidak berani menjamin keselamatan Bella, karena kondisi wanita cantik itu saat ini sedang kritis. Sedangkan Dokter hanyalah seorang tenaga medis, sedangkan pemilik napas adalah Tuhan. Sebesar apapun usah manusia! Jika Tuhan berkehendak lain, semuanya tidak akan terjadi.....................Tiga hari telah berlalu, Bella
Ramel melangkah menghampiri Bella ke tempat tidur, ia mendaratkan bokongnya di kursi sambil meraih tangan istrinya."Jangan sentuh aku," ucap Bella sambil menarik paksa tangannya."Kenapa tidak boleh? Kamu kan istriku," protes Ramel sambil tersenyum licik.Bella memutar kepala, ditatapnya Ramel dalam-dalam. Dari sorot matanya terpancar kebencian yang begitu besar kepada pria tampan itu."Kita akan bercerai," ucap Bella dengan tegas."Aku tidak mau, sampai kapanpun kita tidak akan pernah berpisah," bantah Ramel dengan tidak kalah tegas."Tapi aku ingin berpisah denganmu, Ramel! Tolong berikan aku kesempatan untuk bahagia," ucap Bella, kedua matanya berkaca-kaca."Apa kamu tidak bahagia denganku? Atau kamu sudah memiliki pria lain?" Ramel melemparkan beberapa pertanyaan."Iya, aku ingin hidup bahagia dengan pria yang aku cintai," sahut Bella yang membuat jantung Ramel berdegup kencang.Entah mengapa ia merasa sakit hati mendengar ucapan Bella. Mungkinkah ini rasa cinta, atau rasa sayang
Saat membuka mata waktu sudah menunjukkan pukul dua malam. Tatapannya langsung tertuju ke wajah tampan Ramel, pria berusia 22 tahun itu ternyata tidur di sampingnya. Pantas saja sejak tadi ia merasa sesuatu menimpah perutnya, ternyata tangan kekar suaminya itu melingkarkan sempurna di sana.Bella mengangkat tangan Ramel dari atas perutnya, lalu menaruhnya ke atas tempat tidur."Kamu mau ke mana?" Tiba-tiba Ramel membuka mulut, yang membuat Bella terkejut saat akan turun dari tempat tidur."Ke kamar mandi," jawab singkat Bella."Cepatlah pulang, kamu harus menyiapkan pakaianku," sahut Ramel.Bella mengerutkan kening karena bingung, ia memutar kepala untuk melihat Ramel. Pria tampan itu masih tetap pada posisinya, kedua matanya tertutup rapat bahkan dengkuran sedikit terdengar dari mulutnya."Ternyata dia mengigau," ucap Bella dengan lembut dan nyaris tidak terdengar.Bella menurunkan kedua kaki dari atas tempat tidur, saat itu juga terdengar suara Mbok Inem yang membuat Bella terkej
Ramel refleks menegakkan tubuhnya, diraihnya tangan Bella lalu berteriak memanggil Dokter. Tentu suaranya tidak terdengar, karena ruangan itu cukup luas. Akhirnya Ramel menekan tombol alarm, sehingga Dokter dan beberapa perawat segera datang."Lepaskan tanganku," ucap Bella sambil menepis tangan Ramel.Seketika itu Dokter dan dua perawat muncul dari pintu. Mereka terlihat panik karena darah menetes dari punggung tangan Bella."Apa yang terjadi Nyonya?" tanya Dokter dengan nada khawatir."Tidak apa-apa Dokter, aku tidak sengaja mencabut jarumnya," jawab jujur Bella sambil berusaha tersenyum."Baik Nyonya, aku akan memasangnya kembali." Dengan sigap Bella menjawab, "Enggak usah Dokter, aku sudah baikan.""Tapi Nyonya....""Biarkan saja Dokter," sela Ramel yang membuat Dokter paruh baya itu berhenti bicara.Akhirnya Dokter melepaskannya, ia hanya membersihkan darah dari punggung tangan Bella, lalu mengolesnya dengan salep. Waktu berlalu begitu cepat, saat ini benda bulat itu sudah me
"Orang sepertimu menyesal?" sindir Ramel sambil tersenyum sinis, "Tidak semudah itu untuk menipuku lagi, Tuan James," lanjutnya dengan nada tinggi."Kali ini aku tidak berbohong, tolong percayalah padaku," mohon James.Wajah pria tua itu terlihat serius, sorot matanya menunjukkan ketulusan yang begitu dalam."Jika aku memberimu maaf! Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Ramel."Aku hanya meminta satu permohonan," ucap James, "Tolong pertemukan aku dengan anakku Bryan dan cucuku Bella," lanjutnya.Ramel tersenyum mencibir, "Anak dan cucu?" ucapnya."Jika Bryan dan Bella adalah anak dan cucumu! Kamu tidak akan menjadikan mereka alat untuk melancarkan semua rencanamu. Lihat seperti apa keadaan mereka saat ini, semua itu karena perbuatanmu Tuan James yang terhormat!" lanjut Ramel.Ingin rasanya Ramel menghajar James habis-habisan, tetapi ia berusaha menahan amarah yang memuncak dalam hatinya."Aku mohon, pertemukan aku dengan mereka, satu kali saja." James kembali memohon."Bryan dan Bell
Keduanya membuat kesepakatan, Ramel berjanji akan menggugat cerai setelah Bella bertemu dengan seseorang yang ia katakan. Setelah itu Ramel meninggalkan Bella di taman bergegas menuju ruang kerjanya. Semenjak masuk ke ruangan itu Ramel sama sekali tidak ke luar. Bahkan makan siangnya diantar oleh pelayan ke sana.Pria tampan itu ke luar dari ruang kerjanya setelah waktu menunjukkan pukul 6 sore. Ia masuk ke dalam kamar hanya untuk mengganti pakaian, setelah itu langsung pergi meninggalkan kediaman Wijaya tanpa bicara sedikitpun kepada Bella.Ingin rasanya mengajak Bella ikut bersamanya untuk menghadiri undangan dari Hendrawan, tetapi kondisi Bella masih lemah dan harus istirahat membuatnya mengurungkan niat. Akhirnya Ramel pergi hanya seorang diri, diantar oleh Asep.Setibanya di sana, Sarah sudah menunggu di pintu utama. Wanita cantik bertubuh tinggi itu tersenyum manis saat melihat Ramel. Tanpa rasa malu ia langsung bergelayut manja di lengan pria tampan itu.Tentu orang-orang ti