"Apa yang harus aku katakan?" sahut Tania.Wanita tua itu masih berusaha untuk mengelak, walupun ia tahu usahanya itu akan sia-sia karena Bella sudah melihat buktinya."Tentang yang sebenarnya," jawab Kevin."Aku mohon Oma." Kali ini Bella yang membuka mulut.Ia menatap Tania dengan sendu, wajahnya terlihat sedih dan memohon. Hal itu membuat Tania menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata lalu membuka mulut."Iya," ucap Tania masih dengan mata terpejam, "Pelakunya adalah Kakekmu sendiri, bukan Bryan," lanjutnya.Seketika butiran bening bercucuran dari kedua mata indah Bella, ia menutup mulut dengan telapak tangannya. Sungguh kenyataan ini sulit untuk dipercayai, Bella benar-benar tidak menyangka kakeknya begitu tega memfitnah ayahnya."Ke..ke... kenapa Oma menutupinya diriku?" tanya Bella disela-sela tangisan, bahkan ia tidak bisa bicara dengan jelas.Tania mengusap air matanya sendiri, "Oma tidak bermaksud menutupinya darimu sayang," ucapnya."Terus," desak Bella dengan rasa
"Nona Bella pendarahan," jawab Dokter."Maksudnya?" tanya Ramel untuk memperjelas."Nona Bella keguguran." Dokter meralat ucapannya.Ramel tercengang, ia tidak menyangka kalau Bella selama ini sedang mengandung anaknya. Rasa bersalah dan penyesalan semakin menyelimuti hati dan perasaan Ramel. Ia merasa telah membunuh anaknya sendiri."Terus, bagaimana keadaan Bella saat ini?" ucap Ramel sembari bertanya."Nona Bella sedang kritis dan belum sadarkan diri, Pak," jawab jujur Dokter."Selamatkan istriku," perintah Ramel dengan nada lembut namun penuh penekanan."Kami pasti berusaha semaksimal mungkin Pak, berdoalah agar Nona Bella segera sadar," ucap Dokter.Tentu Dokter tidak berani menjamin keselamatan Bella, karena kondisi wanita cantik itu saat ini sedang kritis. Sedangkan Dokter hanyalah seorang tenaga medis, sedangkan pemilik napas adalah Tuhan. Sebesar apapun usah manusia! Jika Tuhan berkehendak lain, semuanya tidak akan terjadi.....................Tiga hari telah berlalu, Bella
Ramel melangkah menghampiri Bella ke tempat tidur, ia mendaratkan bokongnya di kursi sambil meraih tangan istrinya."Jangan sentuh aku," ucap Bella sambil menarik paksa tangannya."Kenapa tidak boleh? Kamu kan istriku," protes Ramel sambil tersenyum licik.Bella memutar kepala, ditatapnya Ramel dalam-dalam. Dari sorot matanya terpancar kebencian yang begitu besar kepada pria tampan itu."Kita akan bercerai," ucap Bella dengan tegas."Aku tidak mau, sampai kapanpun kita tidak akan pernah berpisah," bantah Ramel dengan tidak kalah tegas."Tapi aku ingin berpisah denganmu, Ramel! Tolong berikan aku kesempatan untuk bahagia," ucap Bella, kedua matanya berkaca-kaca."Apa kamu tidak bahagia denganku? Atau kamu sudah memiliki pria lain?" Ramel melemparkan beberapa pertanyaan."Iya, aku ingin hidup bahagia dengan pria yang aku cintai," sahut Bella yang membuat jantung Ramel berdegup kencang.Entah mengapa ia merasa sakit hati mendengar ucapan Bella. Mungkinkah ini rasa cinta, atau rasa sayang
Saat membuka mata waktu sudah menunjukkan pukul dua malam. Tatapannya langsung tertuju ke wajah tampan Ramel, pria berusia 22 tahun itu ternyata tidur di sampingnya. Pantas saja sejak tadi ia merasa sesuatu menimpah perutnya, ternyata tangan kekar suaminya itu melingkarkan sempurna di sana.Bella mengangkat tangan Ramel dari atas perutnya, lalu menaruhnya ke atas tempat tidur."Kamu mau ke mana?" Tiba-tiba Ramel membuka mulut, yang membuat Bella terkejut saat akan turun dari tempat tidur."Ke kamar mandi," jawab singkat Bella."Cepatlah pulang, kamu harus menyiapkan pakaianku," sahut Ramel.Bella mengerutkan kening karena bingung, ia memutar kepala untuk melihat Ramel. Pria tampan itu masih tetap pada posisinya, kedua matanya tertutup rapat bahkan dengkuran sedikit terdengar dari mulutnya."Ternyata dia mengigau," ucap Bella dengan lembut dan nyaris tidak terdengar.Bella menurunkan kedua kaki dari atas tempat tidur, saat itu juga terdengar suara Mbok Inem yang membuat Bella terkej
Ramel refleks menegakkan tubuhnya, diraihnya tangan Bella lalu berteriak memanggil Dokter. Tentu suaranya tidak terdengar, karena ruangan itu cukup luas. Akhirnya Ramel menekan tombol alarm, sehingga Dokter dan beberapa perawat segera datang."Lepaskan tanganku," ucap Bella sambil menepis tangan Ramel.Seketika itu Dokter dan dua perawat muncul dari pintu. Mereka terlihat panik karena darah menetes dari punggung tangan Bella."Apa yang terjadi Nyonya?" tanya Dokter dengan nada khawatir."Tidak apa-apa Dokter, aku tidak sengaja mencabut jarumnya," jawab jujur Bella sambil berusaha tersenyum."Baik Nyonya, aku akan memasangnya kembali." Dengan sigap Bella menjawab, "Enggak usah Dokter, aku sudah baikan.""Tapi Nyonya....""Biarkan saja Dokter," sela Ramel yang membuat Dokter paruh baya itu berhenti bicara.Akhirnya Dokter melepaskannya, ia hanya membersihkan darah dari punggung tangan Bella, lalu mengolesnya dengan salep. Waktu berlalu begitu cepat, saat ini benda bulat itu sudah me
"Orang sepertimu menyesal?" sindir Ramel sambil tersenyum sinis, "Tidak semudah itu untuk menipuku lagi, Tuan James," lanjutnya dengan nada tinggi."Kali ini aku tidak berbohong, tolong percayalah padaku," mohon James.Wajah pria tua itu terlihat serius, sorot matanya menunjukkan ketulusan yang begitu dalam."Jika aku memberimu maaf! Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Ramel."Aku hanya meminta satu permohonan," ucap James, "Tolong pertemukan aku dengan anakku Bryan dan cucuku Bella," lanjutnya.Ramel tersenyum mencibir, "Anak dan cucu?" ucapnya."Jika Bryan dan Bella adalah anak dan cucumu! Kamu tidak akan menjadikan mereka alat untuk melancarkan semua rencanamu. Lihat seperti apa keadaan mereka saat ini, semua itu karena perbuatanmu Tuan James yang terhormat!" lanjut Ramel.Ingin rasanya Ramel menghajar James habis-habisan, tetapi ia berusaha menahan amarah yang memuncak dalam hatinya."Aku mohon, pertemukan aku dengan mereka, satu kali saja." James kembali memohon."Bryan dan Bell
Keduanya membuat kesepakatan, Ramel berjanji akan menggugat cerai setelah Bella bertemu dengan seseorang yang ia katakan. Setelah itu Ramel meninggalkan Bella di taman bergegas menuju ruang kerjanya. Semenjak masuk ke ruangan itu Ramel sama sekali tidak ke luar. Bahkan makan siangnya diantar oleh pelayan ke sana.Pria tampan itu ke luar dari ruang kerjanya setelah waktu menunjukkan pukul 6 sore. Ia masuk ke dalam kamar hanya untuk mengganti pakaian, setelah itu langsung pergi meninggalkan kediaman Wijaya tanpa bicara sedikitpun kepada Bella.Ingin rasanya mengajak Bella ikut bersamanya untuk menghadiri undangan dari Hendrawan, tetapi kondisi Bella masih lemah dan harus istirahat membuatnya mengurungkan niat. Akhirnya Ramel pergi hanya seorang diri, diantar oleh Asep.Setibanya di sana, Sarah sudah menunggu di pintu utama. Wanita cantik bertubuh tinggi itu tersenyum manis saat melihat Ramel. Tanpa rasa malu ia langsung bergelayut manja di lengan pria tampan itu.Tentu orang-orang ti
Bella kembali menghampiri Kevin, sedangkan Ramel kembali menghampiri Sarah dan klien lainnya. Ia berbicara dengan temannya tetapi matanya tertuju ke Bella yang duduk berjarak dua meja dari mereka.Sarah tiba-tiba mendekatkan bibirnya ke telinga Ramel, "Pantaskah seorang istri bersikap seperti itu kepada pria lain di hadapan suaminya?" bisik Bella."Itu bukan urusanmu," jawab Ramel dengan lembut yang hanya bisa didengar olehnya dan Sarah."Maaf, aku tidak bermaksud untuk ikut campur." Setelah mengatakan itu Sarah kembali menutup mulut.Tanpa terasa waktu berputar begitu cepat, saat ini benda bulat itu menunjukkan pukul 11 malam. Suasana pesta semakin panas karena saat ini sudah acara bebas, berbagai macam minuman alkohol telah tersedia di atas meja."Ayo bersulang Tuan Ramel," ajak seorang pria.Ramel tersenyum, ia bersulang lalu meneguk minumannya satu teguk dan kembali menaruh gelasnya di atas meja.Sementara di meja lain, Bella bersikap hal yang sama dengan Ramel. Wanita cantik itu
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia