Home / Romansa / Gairah Membara sang CEO Muda / #2 Asisten Pemuas Nafsu

Share

#2 Asisten Pemuas Nafsu

Author: NaLaTu
last update Last Updated: 2025-03-04 21:38:26

Deg!

Pluk!

Korek itu jatuh tepat ke air itu.

Napas Naya tertahan sejenak.

Bum!

Salah satu dari preman itu menendang pintu. “Masih untung hari ini aku siram air! Kalau ke depannya belum ada kabar dari kalian…”

Ia mengangkat lagi botol besar yang ternyata berisi air itu lalu menyiraminya lagi ke bolongan pintu itu.

“…BENSIN YANG BAKAL KUSIRAM!!” teriaknya sambil menyalakan korek api lain dan melemparkannya ke lubang pintu. Alhasil, api itu padam lagi karena benda cair itu memanglah air.

Naya menjerit pelan, buru-buru menghampiri Rendi dan Ibunya. Ia memeluk erat mereka.

***

Di sisi lain kota, lampu-lampu gedung pencakar langit bersinar terang di antara langit malam yang pekat. Di lantai tertinggi sebuah gedung mewah, seorang pria masih duduk sendiri di ruang kantor besar yang sunyi. Adrian Hartawan, CEO muda dengan reputasi dingin dan nyaris tak tersentuh, masih menatap layar laptopnya yang menampilkan laporan keuangan kuartal pertama.

Rambutnya sedikit berantakan. Dasi sudah dilonggarkan. Kantor itu miliknya, tapi malam ini ia sendiri seperti pegawai biasa yang terjebak lembur.

“Astaga...” gumamnya pelan sambil mengusap wajah. Matanya sudah merah dan berat. Ia memutuskan untuk berhenti sejenak, menutup laptop, dan beranjak menuju lift.

Saat pintu lift terbuka, ia langsung melangkah masuk. Tapi matanya membelalak saat melihat pemandangan di dalam. "Anjing!"

Seorang pria—temannya sendiri—terlihat mencumbu seorang wanita cantik berpakaian minim. Desahan pelan terdengar samar. Tangan si wanita melingkar di leher pria itu, dan mereka tampak larut dalam gairah.

"Ah! Enak, Sayang!" desah wanita itu sambil meraba-raba celana pria itu.

"Kau suka? Ah...!"

"Pegang ini juga, Sayang... ah!" desah wanita itu lagi sambil menuntun tangan pria itu agar masuk ke dalam bagian inti wanita itu.

"Shit!" Adrian membeku. Ia ingin segera menekan tombol tutup pintu, tapi pria itu menyadari keberadaannya.

"Adrian?" pria itu mendongak dengan senyum setengah sadar.

Adrian mendelik tajam, "Anjing lu, Derren!"

Derren hanya terkekeh sambil menarik kembali tubuh wanita itu ke pelukannya. "Fucking is everything!" umpatnya sebelum pintu lift itu benar-benar tertutup.

Adrian menghela napas panjang dan memilih diam. Matanya tetap lurus menatap angka lantai yang menyala di atas pintu lift. Ia sangat kesal. Dan entah kenapa... kalimat Derren tadi menggantung di benaknya.

Dan... pintu lift terbuka. Ia masuk.

***

Keesokan harinya...

Pagi yang cerah di gedung perusahaan megah milik Adrian Hartawan. Hartawan Corp. Semua karyawan tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing, kecuali satu ruangan yang terlalu sunyi… dan terlalu panas.

Ruangan itu tak lain dan tak bukan ialah ruangan temannya sendiri, si maniak perempuan.

Adrian mengangkat alis tinggi saat membuka pintu ruang kerja direktur marketingnya itu, Derren—teman masa kecilnya. Tapi yang dilihatnya langsung bikin dia pengen narik dasi sendiri.

“Monyet lu, Der!” Adrian berdiri di ambang pintu, tangan berkacak pinggang.

Derren santai duduk di kursinya dengan baju kemeja setengah terbuka, sementara asistennya yang seksi itu… duduk manja di pangkuannya. Bibir mereka masih merah menyala karena aksi barusan.

“Eh, ada pak Bos nih!" Ia menghentikan aksinya sejenak.

"Gua bener-bener gak abis pikir ya sama lo!" ucap Adrian dengan nada sedikit tinggi namun tidak benar-benar marah.

"Yaelah... bro, lo dateng-dateng langsung nyamber gitu. Aih... gue kira lo udah biasa lihat ginian.”

"Gua emang udah biasa dan kebal liat lu beginian di luar. Bukan di sini, Monyet!"

"Hahahah... santai, Men!" Derren lalu beradu mulut dengan asistennya itu.

Asistennya itu langsung menyambut dan tangannya kembali memanjakan nafsu Derren.

"DER!" tegur Adrian. Dahinya mengkerut.

"Oke... oke... fine!" Ia mengisyaratkan asistennya itu pergi.

"Lanjut nanti lagi ya, Pak!" ucap asistennya itu sambil menyentuh dada Derren sesaat sebelum ia benar-benar pergi.

"Temui gua pas makan siang!" ucap Derren sambil memainkan mata ke asistennya itu.

"Permisi, Pak!" ucapnya ke Adrian sambil berlalu menuju pintu.

Adrian tak berkutik. Ia menggertakkan giginya. "Itu asisten lo apa PSK lo sih?” Adrian mengangkat sebelah alis. “Lo tuh direktur, Der bukan anjing. Lu tau kan anjing kawin tuh gak tau tempat."

"Hahahah, ah elu mah berlebihan, Bro." Derren berdiri menghampiri Adrian. "Ayo dong, Bos, silahkan duduk!" Ia menunjuk ke kursi kebesarannya.

Adrian membuang napas kasarnya lalu duduk di sofa dekat jendela kaca.

"Ada apa sih? Lu akhir-akhir ini serius amat. Ada apa? Cerita ke gua!" ucap Derren duduk di samping Adrian sambil mengeluarkan rokoknya.

Adrian menurunkan rokok Derren, “Gue serius, Der. Ini kantor, bukan tempat hiburan malam. Fokus dong sama kerjaan.”

“Fokus kok. Tapi sesekali refreshing itu penting, Bro. Hidup lo tuh flat banget. Kerja, kerja, kerja, kapan lo hidup?” Ia mengambil lagi rokoknya lalu membakarnya dan mengisapnya.

Adrian melepas napas panjang. “Gue udah pernah hidup... dan nyesel.”

Derren melirik, penasaran. “Masih trauma sama kejadian itu? Gua udah bilang sama lu, bar itu surga, men!”

Adrian menatap lurus. “Gue gak akan pernah ke tempat sampah itu lagi.”

Derren mengangkat bahu. “Oke, fine. Tapi jangan salahin gue kalau lo kesepian selamanya.”

"Kesepian? Cih! Gua bisa aja dapet cewek yang gua mau. Tapi gua gak kayak lo, mempermainkan mereka."

"So? Mana cewek yang gak lo permainkan itu?" ucap Derren sambil membuang asap rokok itu ke arah Adrian.

Adrian terdiam.

Trrrtt... Trrt... Trrrtttt...

Tiba-tiba ponsel Derren berbunyi. Dia melihat layar dan tersenyum penuh arti. “Nah ini dia, kebetulan yang spesial udah dateng."

"Maksud lo?"

Derren meletakkan rokoknya lalu membenahi jas Adrian. "Maksud gua... lo balik ke ruang lo. Siapin diri dan BOOM! Lo bakal suka!"

"Hah? Apaan sih?"

"Udah, buru!"

Adrian sempat curiga, tapi tetap bangkit dan berjalan ke ruangannya.

"Good luck, Men!" ucap Derren.

Adrian kembali masuk ke ruangannya. Ia penasaran dengan maksud Derren.

Lalu beberapa menit kemudian, pintu ruangannya terbuka. Seorang wanita melangkah masuk. Cantik, seksi, tubuh montok dibalut blus ketat, dan langkahnya… seolah-olah lantai itu miliknya. Setiap gerakannya penuh godaan. Senyum genitnya langsung mengarah ke Adrian.

“Selamat pagi, Pak CEO…” suaranya manja dan bergetar di telinga. “Saya sekretaris baru Bapak. Nama saya Luna Mukerzi. Mulai hari ini, saya akan siap sedia... melayani semua kebutuhan Bapak.”

Adrian memicingkan mata. “Saya gak pernah nyuruh rekrut sekretaris. Apalagi perempuan."

Wanita itu berjalan mendekat, bahkan menyandarkan tubuhnya ke meja Adrian. “Tapi saya disuruh langsung oleh... pihak penting.”

"Pihak penting?"

"Itu gak penting, Pak, yang terpenting sekarang Bapak bisa..." tangan wanita itu mulai meraba-raba bahu Adrian.

Adrian berdiri, menatap tajam. “Kamu keluar sekarang juga. Gaya kamu keterlaluan. Ini kantor, bukan klub malam.”

"Tapi, Pak, saya ini profesional lho dalam segala hal." Wanita itu kembali meraba jas hitam Adrian, "Saya bisa mengetik, menganalisis, bahkan membuat bos senang."

"Pergi!"

Wanita itu tidak menghiraukan Adrian. Tangannya perlahan-lahan merayap menuju celana Adrian, "Pak..." Wanita itu menggigit bibir bawahnya. Ia jongkok bersiap mengisap sesuatu di depannya.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #3 Godaan Sekretaris Baru

    Adrian menunjuk ke pintu. "KELUAR!" Wanita itu kaget. Ia lalu berdiri dan setelahnya ia melempar senyuman. Ia lalu berjalan dengan seksi menuju pintu. Saat wanita itu hendak membuka pintu untuk keluar, pintu itu terbuka dari luar. Seorang wanita paruh baya dengan aura elegan masuk—Ibu Adrian. Di belakangnya muncul Derren menemani Ibu Adrian. "Sial!" umpat Adrian dalam hati. "Derren!" geram Adrian sambil melotot ke Derren yang tersenyum licik di samping ibunya. Ibu Adrian melihat ke arah sekretaris seksi tadi dan tersenyum puas. “Sayang, dia aku yang rekrut. Cantik, kan? Sekretaris harus punya penampilan yang menarik.” Adrian langsung mengangkat suara. “Apa? Jadi Ibu yang bawa dia ke sini?" "Iya, Sayang. Ibu lakukan yang terbaik buat kamu. Gimana? Kamu suka?" "Pasti suk-" "Diam lu, Der!" potong Adrian. Derren tersenyum licik merasa puas melihat temannya itu kesal. Adrian membuang napas kasarnya. "Yang terbaik? Ibu bercanda? Ini yang terburuk!" "ADRIAN!" Ad

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #4 Penderitaan Si Miskin

    Braaak! Sebuah mobil mewah melaju terlalu dekat dan menyenggol tubuh Naya. Tubuhnya terhuyung dan terjatuh ke trotoar. Lututnya luka. "AAHHH!" Seseorang keluar dari dalam mobil. Seorang wanita berpakaian seksi, "Oh, shit!" Ia langsung menghampiri Naya. Melihat perawakan Naya, ekspresi wanita itu berubah. "Ah elah... lo ya! Ngapain sih jalan di tengah-tengah!" Naya hanya menunduk sambil memegangi lututnya yang berdarah. "Aduuuh..." "Alah! Gak usah lebai deh!" Wanita itu melihat kap depan mobil mewah itu sedikit lecet. "Heh, orang miskin! Liat tuh! Lecet gara-gara lo! Emang lo sanggup buat ganti rugi, hah?" Derren—yang sedang duduk di kursi kemudi—keluar dengan panik. “Jessica, udah, jangan gitu.” Jessica, si asisten montoknya, melotot. “Dia yang salah! Liat, jadi lecet mobil kamu!” "Ah, udah, gak usah dipikirin mobil ini." Derren memeriksa kondisi Naya. “Kamu luka? Maaf ya, saya nggak sengaja. Saya... saya nggak fokus tadi.” "Dih, kok malah belain dia sih?" Jessica kes

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #5 Penderitaan Silih Berganti

    BRAK!! Pintu terbuka dengan sangat keras, membentur dinding dan hampir copot engselnya. Seorang pria tinggi dengan bau alkohol menyengat berdiri di ambang pintu. Pria itu bersendawa dengan jari tangannya ia masukkan ke bolongan pintu itu. Naya dan ibunya menoleh bersamaan. Pria itu... ayah Naya. Tiga hari menghilang, dan kini pulang dalam keadaan mabuk. Ibu Naya langsung berdiri meski masih batuk. “Kamu dari mana aja?! Tiga hari nggak pulang! Uhhuk... uhhuk..." "Sudah, Bu!" belai Naya mengelus-elus bahu Ibunya. Ayah Naya menatap dengan sorot mata kosong. “AARKKH! Gak usah ngatur-ngatur! Ini hidupku! Urusanku sendiri!” Ibu Naya hanya terdiam dan menahan batuknya. "Kenapa kamu?" tanya Ayahnya dengan sikap peduli tak peduli. Naya berdiri. “Gak urusan Ayah!" jawab Naya ketus. Ayahnya diam. Tak ada pembelaan, tak ada penyesalan. Ia hanya mendengus dan berjalan menuju kamar. Saat ia hendak membuka pintu kamar, Naya bersuara lantang, penuh amarah yang selama ini ditahan

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #6 Ada Harapan!

    “Halo?” Suara laki-laki di ujung sana membuat jantung Naya melonjak. “Ma—maaf, ini… aku Naya, perempuan yang tadi pagi ditabrak... maksudnya… bukan ditabrak... diserempet, Pak.” Derren langsung terdiam sejenak. “Oh. Iya, saya ingat. Ada apa?” Naya menarik napas dalam, menahan gemetar. “Saya... butuh pekerjaan. Tolong... saya siap kerja apapun. Saya beneran butuh bantuan.” Suaranya nyaris pecah. Rintihan pelan itu membuat dada Derren terasa berat. "Tapi, sebelumnya kamu bilang kamu tidak butuh dikasihani bukan? So, what's this?" "Aku nggak minta dikasihani, aku minta diuji. Kasih aku kerja, dan nilai sendiri aku layak atau nggak.” Naya tersadar. "Ma-maaf kalau aku berlebihan." "No no no! Itu luarbiasa! You know, I like you!!" "Maksudnya, Pak?" “Oke... kamu butuh pekerjaan ya? Fine! Datang ke kantor saya besok jam sembilan pagi. Saya akan carikan posisi yang bisa kamu isi dan kamu akan langsung diwawancarai. Gimana? You like it?" Naya nyaris nggak percaya.

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #7 Merendahkan Diri

    "Kakak bakal ingkar lagi?" potong Rendi.Naya terdiam."Rendi!" tegur Ibunya lembut."Nggak apa-apa, Bu!" jawab Naya.Naya memegang bahu adiknya itu. "Percaya sama Kakak. Kali ini Kakak akan bantu kamu. Semester depan, kamu bakal bisa ikut praktek bahkan punya sepatu baru,” ujar Naya, menenangkan hati adiknya. "Ya!"Rendi perlahan tersenyum. "Kakak janji?""Kakak selalu berjanji!""Terimakasih, Kak!" Ibunya ikut tersenyum kecil. Mereka berpelukan.***Naya berdiri terpaku di depan gedung menjulang—Hartawan Corp. Logo emas di atas pintu berkilau ditimpa matahari pagi. Ia menelan ludah. Ini... terlalu mewah untuk dirinya.Seorang satpam menghampirinya, memperhatikan pakaian Naya yang sederhana.“Bisa saya bantu, Mbak?”“Saya... saya diundang oleh Pak Derren. Ini kartu namanya.”Satpam memeriksa kartu itu. Lalu dengan senyum kecil yang sopan, ia memberi kode pada resepsionis dan membawa Naya masuk.Langkah-langkah Naya terdengar gemetar, lantai marmer itu seperti membisikkan bahwa dia b

    Last Updated : 2025-04-23
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #8 Harga Diri Seorang Pelayan

    Hari pertama Naya di Hartawan Corp. Dengan kemeja putih sederhana dan sepatu butut yang sudah dia semir berkali-kali, Naya melangkah gugup ke dalam gedung megah itu. Setiap ubin yang dia pijak seakan mengingatkan betapa jauhnya dia dari dunia tempat ia dibesarkan—kini dia memasuki habitat para penguasa, orang-orang bermerek dan penuh ambisi. Meski hanya bekerja sebagai OB sementara, Naya tetap bersyukur. Setidaknya, ada penghasilan yang bisa ia bawa pulang. "Eh, kamu anak baru, ya?" tegur seorang wanita berlipstik tebal dengan nada nyinyir, matanya menelusuri tubuh Naya dari atas sampai bawah. Naya bertemu dengan wanita itu di kamar mandi. Naya mengangguk sopan. "Iya, saya Naya." Perempuan itu mendecak. "Pantes… aromanya beda." Naya memilih diam. Saat wanita itu selesai bersolek di depan cermin wastafel, ia menubruk bahu Naya sebelum pergi. *** Waktu makan siang tiba, Naya duduk di salah satu bangku kosong di kantin. Di pojok ruangan, ia melihat seorang pria bertub

    Last Updated : 2025-04-25
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #9 Hayalan bersama Bos Besar

    "Ups..." Naya kaget, minuman itu tumpah di atas lantai. Pecahan kaca gelas itu berserakan, ditambah genangan air minuman itu. "Duh, lantai marmernya jadi kotor. Marmer itu harus dibersihkan gak sih? Soalnya marmer itu ma-hal," ucap Mezzalina dengan nada merendahkan. Naya kebingungan. Ia berdiri, hendak kembali ke ruangannya, mengambil sesuatu. "Eits!" tegur Mezzalina. Naya berhenti. Berbalik. "Kamu mau kemana?" "Saya, mau ambil kain lap, Bu!" "Ow, very bad! Marmer ini harus langsung dibersihin. Gak boleh berlama-lama. Harganya jadi murah." "Maaf, Bu!" "Hahaha..." Mezzalina tertawa kecil. "Saya nggak butuh minta maaf, Putri. Yang saya mau adalah marmer ini bersih. Sekarang!" "Tap-tapi sa-" "Pakai ini dong!" tunjuk Mezzalina ke keningnya, menyindir. Naya masih kebingungan. "Ck, pakai baju kamu!" Naya tersentak. "Tap-tapi, Bu..." "Se-ka-rang!" Naya tak punya pilihan. Mezzalina tersenyum puas. Tangan Naya sibuk mengelap tumpahan minuman di lantai, meng

    Last Updated : 2025-04-27
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #10 Yes, Baby!

    "Naya... Naya, bangun!" Suara Dayat terdengar samar, mengguncang tubuh Naya yang terlelap di ruang istirahat kecil itu. Matanya mengerjap perlahan, merasakan dunia nyata kembali menariknya keluar dari mimpi indahnya — mimpi tentang Adrian, tentang kebaikan yang hanya terjadi di dunia semu itu. "Na-Naya, udah waktunya pulang. A-ayo bangun," ujar Dayat lagi, kali ini lebih keras. Naya bangkit perlahan, pandangannya masih buram. Tapi sebelum ia sempat bertanya apapun, Dayat langsung mundur dua langkah, wajahnya canggung. "A-aku duluan ya," kata Dayat buru-buru, nyaris berlari keluar dari ruangan. Naya tercengang. Ada rasa sakit yang menusuk. "Dey?" Naya bangkit dengan tergesa, berusaha mengejar. Sandalnya berderap pelan di lorong gedung yang sudah mulai sepi. "Dey tunggu! Ak- Bruk! "Aw!" Tubuh Naya membentur seseorang. Kepalanya mendongak, dan matanya langsung membelalak. Adrian. Dan di sebelahnya, seorang wanita berpakaian rapi dengan clipboard di tangan — sekret

    Last Updated : 2025-04-28

Latest chapter

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #10 Yes, Baby!

    "Naya... Naya, bangun!" Suara Dayat terdengar samar, mengguncang tubuh Naya yang terlelap di ruang istirahat kecil itu. Matanya mengerjap perlahan, merasakan dunia nyata kembali menariknya keluar dari mimpi indahnya — mimpi tentang Adrian, tentang kebaikan yang hanya terjadi di dunia semu itu. "Na-Naya, udah waktunya pulang. A-ayo bangun," ujar Dayat lagi, kali ini lebih keras. Naya bangkit perlahan, pandangannya masih buram. Tapi sebelum ia sempat bertanya apapun, Dayat langsung mundur dua langkah, wajahnya canggung. "A-aku duluan ya," kata Dayat buru-buru, nyaris berlari keluar dari ruangan. Naya tercengang. Ada rasa sakit yang menusuk. "Dey?" Naya bangkit dengan tergesa, berusaha mengejar. Sandalnya berderap pelan di lorong gedung yang sudah mulai sepi. "Dey tunggu! Ak- Bruk! "Aw!" Tubuh Naya membentur seseorang. Kepalanya mendongak, dan matanya langsung membelalak. Adrian. Dan di sebelahnya, seorang wanita berpakaian rapi dengan clipboard di tangan — sekret

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #9 Hayalan bersama Bos Besar

    "Ups..." Naya kaget, minuman itu tumpah di atas lantai. Pecahan kaca gelas itu berserakan, ditambah genangan air minuman itu. "Duh, lantai marmernya jadi kotor. Marmer itu harus dibersihkan gak sih? Soalnya marmer itu ma-hal," ucap Mezzalina dengan nada merendahkan. Naya kebingungan. Ia berdiri, hendak kembali ke ruangannya, mengambil sesuatu. "Eits!" tegur Mezzalina. Naya berhenti. Berbalik. "Kamu mau kemana?" "Saya, mau ambil kain lap, Bu!" "Ow, very bad! Marmer ini harus langsung dibersihin. Gak boleh berlama-lama. Harganya jadi murah." "Maaf, Bu!" "Hahaha..." Mezzalina tertawa kecil. "Saya nggak butuh minta maaf, Putri. Yang saya mau adalah marmer ini bersih. Sekarang!" "Tap-tapi sa-" "Pakai ini dong!" tunjuk Mezzalina ke keningnya, menyindir. Naya masih kebingungan. "Ck, pakai baju kamu!" Naya tersentak. "Tap-tapi, Bu..." "Se-ka-rang!" Naya tak punya pilihan. Mezzalina tersenyum puas. Tangan Naya sibuk mengelap tumpahan minuman di lantai, meng

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #8 Harga Diri Seorang Pelayan

    Hari pertama Naya di Hartawan Corp. Dengan kemeja putih sederhana dan sepatu butut yang sudah dia semir berkali-kali, Naya melangkah gugup ke dalam gedung megah itu. Setiap ubin yang dia pijak seakan mengingatkan betapa jauhnya dia dari dunia tempat ia dibesarkan—kini dia memasuki habitat para penguasa, orang-orang bermerek dan penuh ambisi. Meski hanya bekerja sebagai OB sementara, Naya tetap bersyukur. Setidaknya, ada penghasilan yang bisa ia bawa pulang. "Eh, kamu anak baru, ya?" tegur seorang wanita berlipstik tebal dengan nada nyinyir, matanya menelusuri tubuh Naya dari atas sampai bawah. Naya bertemu dengan wanita itu di kamar mandi. Naya mengangguk sopan. "Iya, saya Naya." Perempuan itu mendecak. "Pantes… aromanya beda." Naya memilih diam. Saat wanita itu selesai bersolek di depan cermin wastafel, ia menubruk bahu Naya sebelum pergi. *** Waktu makan siang tiba, Naya duduk di salah satu bangku kosong di kantin. Di pojok ruangan, ia melihat seorang pria bertub

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #7 Merendahkan Diri

    "Kakak bakal ingkar lagi?" potong Rendi.Naya terdiam."Rendi!" tegur Ibunya lembut."Nggak apa-apa, Bu!" jawab Naya.Naya memegang bahu adiknya itu. "Percaya sama Kakak. Kali ini Kakak akan bantu kamu. Semester depan, kamu bakal bisa ikut praktek bahkan punya sepatu baru,” ujar Naya, menenangkan hati adiknya. "Ya!"Rendi perlahan tersenyum. "Kakak janji?""Kakak selalu berjanji!""Terimakasih, Kak!" Ibunya ikut tersenyum kecil. Mereka berpelukan.***Naya berdiri terpaku di depan gedung menjulang—Hartawan Corp. Logo emas di atas pintu berkilau ditimpa matahari pagi. Ia menelan ludah. Ini... terlalu mewah untuk dirinya.Seorang satpam menghampirinya, memperhatikan pakaian Naya yang sederhana.“Bisa saya bantu, Mbak?”“Saya... saya diundang oleh Pak Derren. Ini kartu namanya.”Satpam memeriksa kartu itu. Lalu dengan senyum kecil yang sopan, ia memberi kode pada resepsionis dan membawa Naya masuk.Langkah-langkah Naya terdengar gemetar, lantai marmer itu seperti membisikkan bahwa dia b

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #6 Ada Harapan!

    “Halo?” Suara laki-laki di ujung sana membuat jantung Naya melonjak. “Ma—maaf, ini… aku Naya, perempuan yang tadi pagi ditabrak... maksudnya… bukan ditabrak... diserempet, Pak.” Derren langsung terdiam sejenak. “Oh. Iya, saya ingat. Ada apa?” Naya menarik napas dalam, menahan gemetar. “Saya... butuh pekerjaan. Tolong... saya siap kerja apapun. Saya beneran butuh bantuan.” Suaranya nyaris pecah. Rintihan pelan itu membuat dada Derren terasa berat. "Tapi, sebelumnya kamu bilang kamu tidak butuh dikasihani bukan? So, what's this?" "Aku nggak minta dikasihani, aku minta diuji. Kasih aku kerja, dan nilai sendiri aku layak atau nggak.” Naya tersadar. "Ma-maaf kalau aku berlebihan." "No no no! Itu luarbiasa! You know, I like you!!" "Maksudnya, Pak?" “Oke... kamu butuh pekerjaan ya? Fine! Datang ke kantor saya besok jam sembilan pagi. Saya akan carikan posisi yang bisa kamu isi dan kamu akan langsung diwawancarai. Gimana? You like it?" Naya nyaris nggak percaya.

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #5 Penderitaan Silih Berganti

    BRAK!! Pintu terbuka dengan sangat keras, membentur dinding dan hampir copot engselnya. Seorang pria tinggi dengan bau alkohol menyengat berdiri di ambang pintu. Pria itu bersendawa dengan jari tangannya ia masukkan ke bolongan pintu itu. Naya dan ibunya menoleh bersamaan. Pria itu... ayah Naya. Tiga hari menghilang, dan kini pulang dalam keadaan mabuk. Ibu Naya langsung berdiri meski masih batuk. “Kamu dari mana aja?! Tiga hari nggak pulang! Uhhuk... uhhuk..." "Sudah, Bu!" belai Naya mengelus-elus bahu Ibunya. Ayah Naya menatap dengan sorot mata kosong. “AARKKH! Gak usah ngatur-ngatur! Ini hidupku! Urusanku sendiri!” Ibu Naya hanya terdiam dan menahan batuknya. "Kenapa kamu?" tanya Ayahnya dengan sikap peduli tak peduli. Naya berdiri. “Gak urusan Ayah!" jawab Naya ketus. Ayahnya diam. Tak ada pembelaan, tak ada penyesalan. Ia hanya mendengus dan berjalan menuju kamar. Saat ia hendak membuka pintu kamar, Naya bersuara lantang, penuh amarah yang selama ini ditahan

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #4 Penderitaan Si Miskin

    Braaak! Sebuah mobil mewah melaju terlalu dekat dan menyenggol tubuh Naya. Tubuhnya terhuyung dan terjatuh ke trotoar. Lututnya luka. "AAHHH!" Seseorang keluar dari dalam mobil. Seorang wanita berpakaian seksi, "Oh, shit!" Ia langsung menghampiri Naya. Melihat perawakan Naya, ekspresi wanita itu berubah. "Ah elah... lo ya! Ngapain sih jalan di tengah-tengah!" Naya hanya menunduk sambil memegangi lututnya yang berdarah. "Aduuuh..." "Alah! Gak usah lebai deh!" Wanita itu melihat kap depan mobil mewah itu sedikit lecet. "Heh, orang miskin! Liat tuh! Lecet gara-gara lo! Emang lo sanggup buat ganti rugi, hah?" Derren—yang sedang duduk di kursi kemudi—keluar dengan panik. “Jessica, udah, jangan gitu.” Jessica, si asisten montoknya, melotot. “Dia yang salah! Liat, jadi lecet mobil kamu!” "Ah, udah, gak usah dipikirin mobil ini." Derren memeriksa kondisi Naya. “Kamu luka? Maaf ya, saya nggak sengaja. Saya... saya nggak fokus tadi.” "Dih, kok malah belain dia sih?" Jessica kes

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #3 Godaan Sekretaris Baru

    Adrian menunjuk ke pintu. "KELUAR!" Wanita itu kaget. Ia lalu berdiri dan setelahnya ia melempar senyuman. Ia lalu berjalan dengan seksi menuju pintu. Saat wanita itu hendak membuka pintu untuk keluar, pintu itu terbuka dari luar. Seorang wanita paruh baya dengan aura elegan masuk—Ibu Adrian. Di belakangnya muncul Derren menemani Ibu Adrian. "Sial!" umpat Adrian dalam hati. "Derren!" geram Adrian sambil melotot ke Derren yang tersenyum licik di samping ibunya. Ibu Adrian melihat ke arah sekretaris seksi tadi dan tersenyum puas. “Sayang, dia aku yang rekrut. Cantik, kan? Sekretaris harus punya penampilan yang menarik.” Adrian langsung mengangkat suara. “Apa? Jadi Ibu yang bawa dia ke sini?" "Iya, Sayang. Ibu lakukan yang terbaik buat kamu. Gimana? Kamu suka?" "Pasti suk-" "Diam lu, Der!" potong Adrian. Derren tersenyum licik merasa puas melihat temannya itu kesal. Adrian membuang napas kasarnya. "Yang terbaik? Ibu bercanda? Ini yang terburuk!" "ADRIAN!" Ad

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #2 Asisten Pemuas Nafsu

    Deg! Pluk! Korek itu jatuh tepat ke air itu. Napas Naya tertahan sejenak. Bum! Salah satu dari preman itu menendang pintu. “Masih untung hari ini aku siram air! Kalau ke depannya belum ada kabar dari kalian…” Ia mengangkat lagi botol besar yang ternyata berisi air itu lalu menyiraminya lagi ke bolongan pintu itu. “…BENSIN YANG BAKAL KUSIRAM!!” teriaknya sambil menyalakan korek api lain dan melemparkannya ke lubang pintu. Alhasil, api itu padam lagi karena benda cair itu memanglah air. Naya menjerit pelan, buru-buru menghampiri Rendi dan Ibunya. Ia memeluk erat mereka. *** Di sisi lain kota, lampu-lampu gedung pencakar langit bersinar terang di antara langit malam yang pekat. Di lantai tertinggi sebuah gedung mewah, seorang pria masih duduk sendiri di ruang kantor besar yang sunyi. Adrian Hartawan, CEO muda dengan reputasi dingin dan nyaris tak tersentuh, masih menatap layar laptopnya yang menampilkan laporan keuangan kuartal pertama. Rambutnya sedikit berantakan. D

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status