Share

#6 Ada Harapan!

Author: NaLaTu
last update Last Updated: 2025-03-07 20:48:08

“Halo?”

Suara laki-laki di ujung sana membuat jantung Naya melonjak.

“Ma—maaf, ini… aku Naya, perempuan yang tadi pagi ditabrak... maksudnya… bukan ditabrak... diserempet, Pak.”

Derren langsung terdiam sejenak.

“Oh. Iya, saya ingat. Ada apa?”

Naya menarik napas dalam, menahan gemetar.

“Saya... butuh pekerjaan. Tolong... saya siap kerja apapun. Saya beneran butuh bantuan.”

Suaranya nyaris pecah. Rintihan pelan itu membuat dada Derren terasa berat.

"Tapi, sebelumnya kamu bilang kamu tidak butuh dikasihani bukan? So, what's this?"

"Aku nggak minta dikasihani, aku minta diuji. Kasih aku kerja, dan nilai sendiri aku layak atau nggak.” Naya tersadar. "Ma-maaf kalau aku berlebihan."

"No no no! Itu luarbiasa! You know, I like you!!"

"Maksudnya, Pak?"

“Oke... kamu butuh pekerjaan ya? Fine! Datang ke kantor saya besok jam sembilan pagi. Saya akan carikan posisi yang bisa kamu isi dan kamu akan langsung diwawancarai. Gimana? You like it?"

Naya nyaris nggak percaya.

“I-ini seriusan?"

"Ya, ini serius!"

"Kalau begitu terima kasih... terima kasih banyak, Pak. Saya nggak tahu harus bilang apa lagi.”

"Kantor saya ada di kartu itu. Kamu lihat saja dan segera ke sana besok! Saya tunggu kedatangan kamu."

"Baik, Pak! Terimakasih ya, Pak!"

"Ya, sama-sama. Oh iya luka kamu sudah diobati?"

"Sudah, Pak!"

"Bagus, kalau begitu sampai ketemu besok!"

"Baik, Pak!"

Setelah menutup telepon, Naya langsung masuk dan menggoyang pelan tubuh ibunya.

“Bu..."

Ibunya membuka mata, "Ada apa, Sayang?"

"Aku dapat kerjaan. Besok aku akan diwawancara!”

"Apa? Seriusan?"

"Iya, Bu! Orang yang ngasih kerjaan ini tuh orang yang nyerempet aku."

“Ya, Alhamdulillah, Nak. Kebaikan itu memang akan selalu ada bagi siapapun. Termasuk kamu. Terimakasih ya Tuhan!'"

***

Sementara itu, di sisi lain kota, di sebuah kantor mewah…

Adrian tengah fokus mengerjakan laporan yang menumpuk di depannya. Wajahnya lelah, tapi matanya masih tajam menatap layar laptop di depannya. Tangannya sibuk mengetik, hingga suara ketukan pelan membuatnya mengangkat wajah.

Pintu terbuka. Luna masuk dengan setumpuk berkas di tangan.

“Selamat malam, Tampan-, eh maksud saya, Pak!" Luna tampak sengaja. "Ini, saya bawa laporan dari bagian finance, Pak,” ucap Luna sambil berjalan genit ke arahnya.

"Kamu jangan keterlaluan!" Adrian melotot ke Luna. "Jangan tiba-tiba masuk nyelonong begitu aja di ruangan saya!"

"Ups! Siap, Pak!" Luna menghormat, "Saya akan lebih sopan lagi ke Bapak. Ia melontarkan senyum genitnya ke Adrian.

"Letakkan di sini!" tunjuk Adrian.

"Duh, Bapak... saya minta maaf ya udah buat Bapak jadi greget sama saya. Tapi tampang Bapak nggak berubah kok kalau marah. Masih tampan, rawr!" goda Luna dengan wajah memelas sambil mengibaskan rambutnya.

Adrian tak menghiraukannya lagi. Ia fokus pada apa yang tengah ia kerjakan.

Ketika meletakkan berkasnya di atas meja Adrian, tangan mereka bersentuhan. Sentuhan yang sebenarnya biasa… tapi Luna dengan sengaja mengelus jemari Adrian. Pelan. Panas.

"Pak..." Luna menggigit bibirnya sambil menggoyangkan tubuhnya dengan lembut.

"Pak, Rian..."

Adrian langsung menarik tangannya cepat-cepat. “Jaga sikapmu, Luna. Ini kantor.”

Luna malah tertawa kecil. “Santai aja, Pak. Saya cuma bantu... bikin malam Bapak nggak terlalu tegang, kok.”

Ia lalu berjalan ke sofa, duduk santai, lalu menggoyang-goyangkan kaki jenjangnya.

“Aduh... panas ya di sini. AC-nya mati, ya?” katanya sambil membuka blazer-nya perlahan.

Kini, Luna hanya mengenakan tanktop ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya jelas. Ia menyilangkan kaki, matanya menatap tajam ke arah Adrian.

"Ah! Panas!" desah Luna bagai menggoda. Ia memegangi buah dadanya.

"Pak..."

Adrian memalingkan wajah. “Luna. Keluar.”

Luna tersenyum, “Yakin, Pak? Nggak pengen saya bantu relaksasi dikit?” bisiknya, menggoda, dengan senyum menggantung di bibirnya. "Bapak tuh udah capek seharian kerja, kan?"

Adrian berdiri, wajahnya memerah karena emosi.

“Keluar, sebelum saya beneran marah!”

Tapi Luna hanya menatapnya… makin dalam. Tersenyum tipis. "Bapak..."

"KELUAR!" nada Adrian naik satu oktaf.

Luna berdiri pelan, mendekat, dan berbisik ke telinganya...

“Pak, jangan terlalu memaksakan diri!" bisiknya.

Lalu ia pergi… meninggalkan aroma parfum mahal yang menusuk… dan kode mata yang sempat ia lontarkan ke Adrian bersamaan dengan senyuman licik dari wajahnya.

Setelah ia benar-benar pergi, Adrian mengusap wajahnya keras-keras. Frustasi.

***

Keesokan harinya...

Cahaya pagi menelusup lewat jendela retak apartemen. Naya berdiri di depan cermin kecil yang terpasang seadanya di dinding. Tangannya gemetar merapikan kerudungnya. Kakinya masih sedikit perih bekas serempetan mobil kemarin, tapi ia tetap tersenyum kecil melihat bayangannya.

Hari ini... mungkin adalah awal baru.

Ia keluar kamar, dan mendapati Ibunya sedang menyiapkan sarapan seadanya—hanya dua lembar roti bakar dan teh panas. Rendi duduk diam, wajahnya sedikit lesu.

“Bu, aku berangkat dulu ya,” ucap Naya lembut, memeluk Ibunya.

Sang ibu membalas pelukan itu erat, walau tubuhnya sedikit goyah karena batuk yang belum reda.

“Hati-hati, Nak. Jangan terlalu berharap... tapi juga jangan menyerah,” bisik ibunya sambil mengelus punggung putrinya. "Doa Ibu akan selalu ada bersamamu."

Naya mengangguk, tak sanggup berkata. Ia tak ingin menangis di depan ibunya.

Rendi menatap kakaknya dari sudut meja, seakan ingin bicara, tapi lidahnya kelu.

“Ada apa?" tanya Naya.

"Aku... aku malu ke sekolah, Kak."

"Lho, malu kenapa?"

"Aku malu karena cuma aku yang nggak ikut praktek."

Naya menghela napasnya. "Dek, its oke! Kalau kamu nggak bisa ikut praktek, bukan berarti kamu gagal. Kamu harus kuat, kamu kan anak cowok."

"Iya, Kak, tapi..."

"Kakak janji, Kakak-"

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #7 Merendahkan Diri

    "Kakak bakal ingkar lagi?" potong Rendi.Naya terdiam."Rendi!" tegur Ibunya lembut."Nggak apa-apa, Bu!" jawab Naya.Naya memegang bahu adiknya itu. "Percaya sama Kakak. Kali ini Kakak akan bantu kamu. Semester depan, kamu bakal bisa ikut praktek bahkan punya sepatu baru,” ujar Naya, menenangkan hati adiknya. "Ya!"Rendi perlahan tersenyum. "Kakak janji?""Kakak selalu berjanji!""Terimakasih, Kak!" Ibunya ikut tersenyum kecil. Mereka berpelukan.***Naya berdiri terpaku di depan gedung menjulang—Hartawan Corp. Logo emas di atas pintu berkilau ditimpa matahari pagi. Ia menelan ludah. Ini... terlalu mewah untuk dirinya.Seorang satpam menghampirinya, memperhatikan pakaian Naya yang sederhana.“Bisa saya bantu, Mbak?”“Saya... saya diundang oleh Pak Derren. Ini kartu namanya.”Satpam memeriksa kartu itu. Lalu dengan senyum kecil yang sopan, ia memberi kode pada resepsionis dan membawa Naya masuk.Langkah-langkah Naya terdengar gemetar, lantai marmer itu seperti membisikkan bahwa dia b

    Last Updated : 2025-04-23
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #8 Harga Diri Seorang Pelayan

    Hari pertama Naya di Hartawan Corp. Dengan kemeja putih sederhana dan sepatu butut yang sudah dia semir berkali-kali, Naya melangkah gugup ke dalam gedung megah itu. Setiap ubin yang dia pijak seakan mengingatkan betapa jauhnya dia dari dunia tempat ia dibesarkan—kini dia memasuki habitat para penguasa, orang-orang bermerek dan penuh ambisi. Meski hanya bekerja sebagai OB sementara, Naya tetap bersyukur. Setidaknya, ada penghasilan yang bisa ia bawa pulang. "Eh, kamu anak baru, ya?" tegur seorang wanita berlipstik tebal dengan nada nyinyir, matanya menelusuri tubuh Naya dari atas sampai bawah. Naya bertemu dengan wanita itu di kamar mandi. Naya mengangguk sopan. "Iya, saya Naya." Perempuan itu mendecak. "Pantes… aromanya beda." Naya memilih diam. Saat wanita itu selesai bersolek di depan cermin wastafel, ia menubruk bahu Naya sebelum pergi. *** Waktu makan siang tiba, Naya duduk di salah satu bangku kosong di kantin. Di pojok ruangan, ia melihat seorang pria bertub

    Last Updated : 2025-04-25
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #9 Hayalan bersama Bos Besar

    "Ups..." Naya kaget, minuman itu tumpah di atas lantai. Pecahan kaca gelas itu berserakan, ditambah genangan air minuman itu. "Duh, lantai marmernya jadi kotor. Marmer itu harus dibersihkan gak sih? Soalnya marmer itu ma-hal," ucap Mezzalina dengan nada merendahkan. Naya kebingungan. Ia berdiri, hendak kembali ke ruangannya, mengambil sesuatu. "Eits!" tegur Mezzalina. Naya berhenti. Berbalik. "Kamu mau kemana?" "Saya, mau ambil kain lap, Bu!" "Ow, very bad! Marmer ini harus langsung dibersihin. Gak boleh berlama-lama. Harganya jadi murah." "Maaf, Bu!" "Hahaha..." Mezzalina tertawa kecil. "Saya nggak butuh minta maaf, Putri. Yang saya mau adalah marmer ini bersih. Sekarang!" "Tap-tapi sa-" "Pakai ini dong!" tunjuk Mezzalina ke keningnya, menyindir. Naya masih kebingungan. "Ck, pakai baju kamu!" Naya tersentak. "Tap-tapi, Bu..." "Se-ka-rang!" Naya tak punya pilihan. Mezzalina tersenyum puas. Tangan Naya sibuk mengelap tumpahan minuman di lantai, meng

    Last Updated : 2025-04-27
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #10 Yes, Baby!

    "Naya... Naya, bangun!" Suara Dayat terdengar samar, mengguncang tubuh Naya yang terlelap di ruang istirahat kecil itu. Matanya mengerjap perlahan, merasakan dunia nyata kembali menariknya keluar dari mimpi indahnya — mimpi tentang Adrian, tentang kebaikan yang hanya terjadi di dunia semu itu. "Na-Naya, udah waktunya pulang. A-ayo bangun," ujar Dayat lagi, kali ini lebih keras. Naya bangkit perlahan, pandangannya masih buram. Tapi sebelum ia sempat bertanya apapun, Dayat langsung mundur dua langkah, wajahnya canggung. "A-aku duluan ya," kata Dayat buru-buru, nyaris berlari keluar dari ruangan. Naya tercengang. Ada rasa sakit yang menusuk. "Dey?" Naya bangkit dengan tergesa, berusaha mengejar. Sandalnya berderap pelan di lorong gedung yang sudah mulai sepi. "Dey tunggu! Ak- Bruk! "Aw!" Tubuh Naya membentur seseorang. Kepalanya mendongak, dan matanya langsung membelalak. Adrian. Dan di sebelahnya, seorang wanita berpakaian rapi dengan clipboard di tangan — sekret

    Last Updated : 2025-04-28
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #1 Hamil

    “Selamat pagi, Nona. Kami telah memeriksa hasil tes darah dan USG-nya.” Suara dokter perempuan itu lembut, tapi kalimat yang keluar darinya bagai guntur di kepala Naya. “Kamu… hamil satu bulan.” Deg. Dunia Naya runtuh seketika. Matanya membelalak, telinganya berdenging, dan seluruh tubuhnya lemas. “A-apa?” bibirnya gemetar, suaranya lirih. “I-Itu… nggak mungkin. Aku… aku nggak pernah…” Ia menutup mulutnya. Ingatannya melayang. Sebuah bar. Musik keras. Temannya, Lisa, menariknya masuk dengan paksa. "Cuma sebentar, Nay! Biar lo nggak stres mikirin rumah terus!" Itu kata Lisa waktu itu. Tapi entah sejak kapan Lisa menghilang, dan Naya… ia tak ingat apa pun setelah minum jus jeruk yang dikasih pelayan. Ya! Naya ingat persis kapan dia sadar sebelum pelayan bar itu menyodorkan minuman itu ke Naya. Dan sekarang… dia hamil? “Nona, melihat kondisi Nona saat ini, sepertinya, anda bisa konsultasi lebih lanjut dengan psikiater kami,” ucap dokter itu, mengira wajah pucat Naya ka

    Last Updated : 2025-03-04
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #2 Asisten Pemuas Nafsu

    Deg! Pluk! Korek itu jatuh tepat ke air itu. Napas Naya tertahan sejenak. Bum! Salah satu dari preman itu menendang pintu. “Masih untung hari ini aku siram air! Kalau ke depannya belum ada kabar dari kalian…” Ia mengangkat lagi botol besar yang ternyata berisi air itu lalu menyiraminya lagi ke bolongan pintu itu. “…BENSIN YANG BAKAL KUSIRAM!!” teriaknya sambil menyalakan korek api lain dan melemparkannya ke lubang pintu. Alhasil, api itu padam lagi karena benda cair itu memanglah air. Naya menjerit pelan, buru-buru menghampiri Rendi dan Ibunya. Ia memeluk erat mereka. *** Di sisi lain kota, lampu-lampu gedung pencakar langit bersinar terang di antara langit malam yang pekat. Di lantai tertinggi sebuah gedung mewah, seorang pria masih duduk sendiri di ruang kantor besar yang sunyi. Adrian Hartawan, CEO muda dengan reputasi dingin dan nyaris tak tersentuh, masih menatap layar laptopnya yang menampilkan laporan keuangan kuartal pertama. Rambutnya sedikit berantakan. D

    Last Updated : 2025-03-04
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #3 Godaan Sekretaris Baru

    Adrian menunjuk ke pintu. "KELUAR!" Wanita itu kaget. Ia lalu berdiri dan setelahnya ia melempar senyuman. Ia lalu berjalan dengan seksi menuju pintu. Saat wanita itu hendak membuka pintu untuk keluar, pintu itu terbuka dari luar. Seorang wanita paruh baya dengan aura elegan masuk—Ibu Adrian. Di belakangnya muncul Derren menemani Ibu Adrian. "Sial!" umpat Adrian dalam hati. "Derren!" geram Adrian sambil melotot ke Derren yang tersenyum licik di samping ibunya. Ibu Adrian melihat ke arah sekretaris seksi tadi dan tersenyum puas. “Sayang, dia aku yang rekrut. Cantik, kan? Sekretaris harus punya penampilan yang menarik.” Adrian langsung mengangkat suara. “Apa? Jadi Ibu yang bawa dia ke sini?" "Iya, Sayang. Ibu lakukan yang terbaik buat kamu. Gimana? Kamu suka?" "Pasti suk-" "Diam lu, Der!" potong Adrian. Derren tersenyum licik merasa puas melihat temannya itu kesal. Adrian membuang napas kasarnya. "Yang terbaik? Ibu bercanda? Ini yang terburuk!" "ADRIAN!" Ad

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #4 Penderitaan Si Miskin

    Braaak! Sebuah mobil mewah melaju terlalu dekat dan menyenggol tubuh Naya. Tubuhnya terhuyung dan terjatuh ke trotoar. Lututnya luka. "AAHHH!" Seseorang keluar dari dalam mobil. Seorang wanita berpakaian seksi, "Oh, shit!" Ia langsung menghampiri Naya. Melihat perawakan Naya, ekspresi wanita itu berubah. "Ah elah... lo ya! Ngapain sih jalan di tengah-tengah!" Naya hanya menunduk sambil memegangi lututnya yang berdarah. "Aduuuh..." "Alah! Gak usah lebai deh!" Wanita itu melihat kap depan mobil mewah itu sedikit lecet. "Heh, orang miskin! Liat tuh! Lecet gara-gara lo! Emang lo sanggup buat ganti rugi, hah?" Derren—yang sedang duduk di kursi kemudi—keluar dengan panik. “Jessica, udah, jangan gitu.” Jessica, si asisten montoknya, melotot. “Dia yang salah! Liat, jadi lecet mobil kamu!” "Ah, udah, gak usah dipikirin mobil ini." Derren memeriksa kondisi Naya. “Kamu luka? Maaf ya, saya nggak sengaja. Saya... saya nggak fokus tadi.” "Dih, kok malah belain dia sih?" Jessica kes

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #10 Yes, Baby!

    "Naya... Naya, bangun!" Suara Dayat terdengar samar, mengguncang tubuh Naya yang terlelap di ruang istirahat kecil itu. Matanya mengerjap perlahan, merasakan dunia nyata kembali menariknya keluar dari mimpi indahnya — mimpi tentang Adrian, tentang kebaikan yang hanya terjadi di dunia semu itu. "Na-Naya, udah waktunya pulang. A-ayo bangun," ujar Dayat lagi, kali ini lebih keras. Naya bangkit perlahan, pandangannya masih buram. Tapi sebelum ia sempat bertanya apapun, Dayat langsung mundur dua langkah, wajahnya canggung. "A-aku duluan ya," kata Dayat buru-buru, nyaris berlari keluar dari ruangan. Naya tercengang. Ada rasa sakit yang menusuk. "Dey?" Naya bangkit dengan tergesa, berusaha mengejar. Sandalnya berderap pelan di lorong gedung yang sudah mulai sepi. "Dey tunggu! Ak- Bruk! "Aw!" Tubuh Naya membentur seseorang. Kepalanya mendongak, dan matanya langsung membelalak. Adrian. Dan di sebelahnya, seorang wanita berpakaian rapi dengan clipboard di tangan — sekret

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #9 Hayalan bersama Bos Besar

    "Ups..." Naya kaget, minuman itu tumpah di atas lantai. Pecahan kaca gelas itu berserakan, ditambah genangan air minuman itu. "Duh, lantai marmernya jadi kotor. Marmer itu harus dibersihkan gak sih? Soalnya marmer itu ma-hal," ucap Mezzalina dengan nada merendahkan. Naya kebingungan. Ia berdiri, hendak kembali ke ruangannya, mengambil sesuatu. "Eits!" tegur Mezzalina. Naya berhenti. Berbalik. "Kamu mau kemana?" "Saya, mau ambil kain lap, Bu!" "Ow, very bad! Marmer ini harus langsung dibersihin. Gak boleh berlama-lama. Harganya jadi murah." "Maaf, Bu!" "Hahaha..." Mezzalina tertawa kecil. "Saya nggak butuh minta maaf, Putri. Yang saya mau adalah marmer ini bersih. Sekarang!" "Tap-tapi sa-" "Pakai ini dong!" tunjuk Mezzalina ke keningnya, menyindir. Naya masih kebingungan. "Ck, pakai baju kamu!" Naya tersentak. "Tap-tapi, Bu..." "Se-ka-rang!" Naya tak punya pilihan. Mezzalina tersenyum puas. Tangan Naya sibuk mengelap tumpahan minuman di lantai, meng

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #8 Harga Diri Seorang Pelayan

    Hari pertama Naya di Hartawan Corp. Dengan kemeja putih sederhana dan sepatu butut yang sudah dia semir berkali-kali, Naya melangkah gugup ke dalam gedung megah itu. Setiap ubin yang dia pijak seakan mengingatkan betapa jauhnya dia dari dunia tempat ia dibesarkan—kini dia memasuki habitat para penguasa, orang-orang bermerek dan penuh ambisi. Meski hanya bekerja sebagai OB sementara, Naya tetap bersyukur. Setidaknya, ada penghasilan yang bisa ia bawa pulang. "Eh, kamu anak baru, ya?" tegur seorang wanita berlipstik tebal dengan nada nyinyir, matanya menelusuri tubuh Naya dari atas sampai bawah. Naya bertemu dengan wanita itu di kamar mandi. Naya mengangguk sopan. "Iya, saya Naya." Perempuan itu mendecak. "Pantes… aromanya beda." Naya memilih diam. Saat wanita itu selesai bersolek di depan cermin wastafel, ia menubruk bahu Naya sebelum pergi. *** Waktu makan siang tiba, Naya duduk di salah satu bangku kosong di kantin. Di pojok ruangan, ia melihat seorang pria bertub

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #7 Merendahkan Diri

    "Kakak bakal ingkar lagi?" potong Rendi.Naya terdiam."Rendi!" tegur Ibunya lembut."Nggak apa-apa, Bu!" jawab Naya.Naya memegang bahu adiknya itu. "Percaya sama Kakak. Kali ini Kakak akan bantu kamu. Semester depan, kamu bakal bisa ikut praktek bahkan punya sepatu baru,” ujar Naya, menenangkan hati adiknya. "Ya!"Rendi perlahan tersenyum. "Kakak janji?""Kakak selalu berjanji!""Terimakasih, Kak!" Ibunya ikut tersenyum kecil. Mereka berpelukan.***Naya berdiri terpaku di depan gedung menjulang—Hartawan Corp. Logo emas di atas pintu berkilau ditimpa matahari pagi. Ia menelan ludah. Ini... terlalu mewah untuk dirinya.Seorang satpam menghampirinya, memperhatikan pakaian Naya yang sederhana.“Bisa saya bantu, Mbak?”“Saya... saya diundang oleh Pak Derren. Ini kartu namanya.”Satpam memeriksa kartu itu. Lalu dengan senyum kecil yang sopan, ia memberi kode pada resepsionis dan membawa Naya masuk.Langkah-langkah Naya terdengar gemetar, lantai marmer itu seperti membisikkan bahwa dia b

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #6 Ada Harapan!

    “Halo?” Suara laki-laki di ujung sana membuat jantung Naya melonjak. “Ma—maaf, ini… aku Naya, perempuan yang tadi pagi ditabrak... maksudnya… bukan ditabrak... diserempet, Pak.” Derren langsung terdiam sejenak. “Oh. Iya, saya ingat. Ada apa?” Naya menarik napas dalam, menahan gemetar. “Saya... butuh pekerjaan. Tolong... saya siap kerja apapun. Saya beneran butuh bantuan.” Suaranya nyaris pecah. Rintihan pelan itu membuat dada Derren terasa berat. "Tapi, sebelumnya kamu bilang kamu tidak butuh dikasihani bukan? So, what's this?" "Aku nggak minta dikasihani, aku minta diuji. Kasih aku kerja, dan nilai sendiri aku layak atau nggak.” Naya tersadar. "Ma-maaf kalau aku berlebihan." "No no no! Itu luarbiasa! You know, I like you!!" "Maksudnya, Pak?" “Oke... kamu butuh pekerjaan ya? Fine! Datang ke kantor saya besok jam sembilan pagi. Saya akan carikan posisi yang bisa kamu isi dan kamu akan langsung diwawancarai. Gimana? You like it?" Naya nyaris nggak percaya.

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #5 Penderitaan Silih Berganti

    BRAK!! Pintu terbuka dengan sangat keras, membentur dinding dan hampir copot engselnya. Seorang pria tinggi dengan bau alkohol menyengat berdiri di ambang pintu. Pria itu bersendawa dengan jari tangannya ia masukkan ke bolongan pintu itu. Naya dan ibunya menoleh bersamaan. Pria itu... ayah Naya. Tiga hari menghilang, dan kini pulang dalam keadaan mabuk. Ibu Naya langsung berdiri meski masih batuk. “Kamu dari mana aja?! Tiga hari nggak pulang! Uhhuk... uhhuk..." "Sudah, Bu!" belai Naya mengelus-elus bahu Ibunya. Ayah Naya menatap dengan sorot mata kosong. “AARKKH! Gak usah ngatur-ngatur! Ini hidupku! Urusanku sendiri!” Ibu Naya hanya terdiam dan menahan batuknya. "Kenapa kamu?" tanya Ayahnya dengan sikap peduli tak peduli. Naya berdiri. “Gak urusan Ayah!" jawab Naya ketus. Ayahnya diam. Tak ada pembelaan, tak ada penyesalan. Ia hanya mendengus dan berjalan menuju kamar. Saat ia hendak membuka pintu kamar, Naya bersuara lantang, penuh amarah yang selama ini ditahan

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #4 Penderitaan Si Miskin

    Braaak! Sebuah mobil mewah melaju terlalu dekat dan menyenggol tubuh Naya. Tubuhnya terhuyung dan terjatuh ke trotoar. Lututnya luka. "AAHHH!" Seseorang keluar dari dalam mobil. Seorang wanita berpakaian seksi, "Oh, shit!" Ia langsung menghampiri Naya. Melihat perawakan Naya, ekspresi wanita itu berubah. "Ah elah... lo ya! Ngapain sih jalan di tengah-tengah!" Naya hanya menunduk sambil memegangi lututnya yang berdarah. "Aduuuh..." "Alah! Gak usah lebai deh!" Wanita itu melihat kap depan mobil mewah itu sedikit lecet. "Heh, orang miskin! Liat tuh! Lecet gara-gara lo! Emang lo sanggup buat ganti rugi, hah?" Derren—yang sedang duduk di kursi kemudi—keluar dengan panik. “Jessica, udah, jangan gitu.” Jessica, si asisten montoknya, melotot. “Dia yang salah! Liat, jadi lecet mobil kamu!” "Ah, udah, gak usah dipikirin mobil ini." Derren memeriksa kondisi Naya. “Kamu luka? Maaf ya, saya nggak sengaja. Saya... saya nggak fokus tadi.” "Dih, kok malah belain dia sih?" Jessica kes

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #3 Godaan Sekretaris Baru

    Adrian menunjuk ke pintu. "KELUAR!" Wanita itu kaget. Ia lalu berdiri dan setelahnya ia melempar senyuman. Ia lalu berjalan dengan seksi menuju pintu. Saat wanita itu hendak membuka pintu untuk keluar, pintu itu terbuka dari luar. Seorang wanita paruh baya dengan aura elegan masuk—Ibu Adrian. Di belakangnya muncul Derren menemani Ibu Adrian. "Sial!" umpat Adrian dalam hati. "Derren!" geram Adrian sambil melotot ke Derren yang tersenyum licik di samping ibunya. Ibu Adrian melihat ke arah sekretaris seksi tadi dan tersenyum puas. “Sayang, dia aku yang rekrut. Cantik, kan? Sekretaris harus punya penampilan yang menarik.” Adrian langsung mengangkat suara. “Apa? Jadi Ibu yang bawa dia ke sini?" "Iya, Sayang. Ibu lakukan yang terbaik buat kamu. Gimana? Kamu suka?" "Pasti suk-" "Diam lu, Der!" potong Adrian. Derren tersenyum licik merasa puas melihat temannya itu kesal. Adrian membuang napas kasarnya. "Yang terbaik? Ibu bercanda? Ini yang terburuk!" "ADRIAN!" Ad

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #2 Asisten Pemuas Nafsu

    Deg! Pluk! Korek itu jatuh tepat ke air itu. Napas Naya tertahan sejenak. Bum! Salah satu dari preman itu menendang pintu. “Masih untung hari ini aku siram air! Kalau ke depannya belum ada kabar dari kalian…” Ia mengangkat lagi botol besar yang ternyata berisi air itu lalu menyiraminya lagi ke bolongan pintu itu. “…BENSIN YANG BAKAL KUSIRAM!!” teriaknya sambil menyalakan korek api lain dan melemparkannya ke lubang pintu. Alhasil, api itu padam lagi karena benda cair itu memanglah air. Naya menjerit pelan, buru-buru menghampiri Rendi dan Ibunya. Ia memeluk erat mereka. *** Di sisi lain kota, lampu-lampu gedung pencakar langit bersinar terang di antara langit malam yang pekat. Di lantai tertinggi sebuah gedung mewah, seorang pria masih duduk sendiri di ruang kantor besar yang sunyi. Adrian Hartawan, CEO muda dengan reputasi dingin dan nyaris tak tersentuh, masih menatap layar laptopnya yang menampilkan laporan keuangan kuartal pertama. Rambutnya sedikit berantakan. D

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status