Share

#10 Yes, Baby!

Author: NaLaTu
last update Last Updated: 2025-04-28 19:44:50

"Naya... Naya, bangun!"

Suara Dayat terdengar samar, mengguncang tubuh Naya yang terlelap di ruang istirahat kecil itu. Matanya mengerjap perlahan, merasakan dunia nyata kembali menariknya keluar dari mimpi indahnya — mimpi tentang Adrian, tentang kebaikan yang hanya terjadi di dunia semu itu.

"Na-Naya, udah waktunya pulang. A-ayo bangun," ujar Dayat lagi, kali ini lebih keras.

Naya bangkit perlahan, pandangannya masih buram. Tapi sebelum ia sempat bertanya apapun, Dayat langsung mundur dua langkah, wajahnya canggung.

"A-aku duluan ya," kata Dayat buru-buru, nyaris berlari keluar dari ruangan.

Naya tercengang. Ada rasa sakit yang menusuk. "Dey?"

Naya bangkit dengan tergesa, berusaha mengejar. Sandalnya berderap pelan di lorong gedung yang sudah mulai sepi.

"Dey tunggu! Ak-

Bruk!

"Aw!"

Tubuh Naya membentur seseorang. Kepalanya mendongak, dan matanya langsung membelalak.

Adrian.

Dan di sebelahnya, seorang wanita berpakaian rapi dengan clipboard di tangan — sekretaris Adrian — menatapnya tajam.

"Hei! Lihat jalan dong!" bentak Luna, nadanya tajam menusuk.

Naya terdiam, membeku di tempat. Dadanya berdebar keras, kakinya seolah membatu.

Adrian menghela napas pelan, menahan kesal. Tapi berbeda dengan Luna, Adrian hanya menatap Naya sebentar, lalu mengalihkan pandangan.

"Mari kita lanjut," kata Adrian dingin, melangkah pergi tanpa memberi Naya kesempatan untuk bicara.

Naya hanya bisa menunduk. Hatinya mencelos.

'Jadi... yang tadi di mobil itu... cuma mimpi,' batinnya getir.

Ia mengepalkan tangan, menahan rasa malu dan sedih yang menggerogoti.

Dengan langkah lunglai, ia turun ke lantai bawah. Hujan sudah reda, tapi udara masih basah dan dingin. Bajunya... masih kotor, masih berbau minuman manis yang mengering di serat kain.

Sampai di rumah kontrakan sempitnya, Naya membuka pintu perlahan. Ibunya, langsung menoleh dari dapur kecil.

"Nak? Kamu udah balik?" seru ibunya segera menghampiri Naya. "Lho... lho... lho... uhhuk! Kenapa bajumu kotor kayak gitu, Nay?!" seru ibunya dengan nada cemas dan marah.

"Ng-nggak kenapa-napa kok, Bu. Tadi jatuh di jalan."

"Aduh, Sayang... kamu tuh harus berhati-hati!"

Naya mengangguk dan segera masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.

***

Di lantai tertinggi Hartawan Corp, lampu-lampu di ruang meeting utama menyala terang.

Adrian duduk di kursi kepala, wajahnya dingin dan berwibawa seperti biasa. Di hadapannya, Luna — sekretaris pribadinya — tengah berdiri, memegang tablet berisi data presentasi.

"Untuk laporan kuartal ini," kata Luna, suaranya tegas, "Departemen marketing mengalami kenaikan performa sebesar lima belas persen. Target untuk semester depan akan kita tingkatkan menjadi dua puluh persen."

Adrian mendengarkan dengan datar. Namun sesekali, Luna menyelipkan lirikan genit, sengaja memperlambat gerak tubuhnya saat menunjuk layar, atau mendekat sedikit lebih dari yang seharusnya.

"Kita tentu bisa melampaui target itu, terutama kalau Bapak Adrian bersedia... lebih sering turun tangan langsung," ucap Luna, suaranya sedikit dibuat manja namun dibungkus seprofesional mungkin. "Semua akan terjadi kalau Pak Rian yang memutuskan. Mengambil kendali karena beliau adalah sosok yang ideal, kritis dan sek-"

"Ehhem, cukup!" tegur Adrian. Alis Adrian mengernyit tipis. Ia sadar betul arah permainan Luna. Tapi setelahnya ia tetap membiarkan presentasinya selesai.

Sampai akhirnya, meeting berakhir.

Begitu semua beres, Adrian langsung meletakkan tablet di meja dengan suara ‘thak’ pelan.

"Luna," katanya dingin.

"Ya, Pak?" sahut Luna, senyumannya manis — terlalu manis.

"Tugasmu sebagai sekretaris adalah mendukung pekerjaanku, bukan mempermalukanku dengan sikap tidak pantas."

Luna hanya tersenyum lebih lebar, mendekat sambil berkata lembut, "Ouh... Bapak... saya tuu hanya ingin meninggikan nama Bapak. Emang aku salah? Bapak kan emang kritis dan sek-"

Adrian menghela napas berat, menahan rasa muak. Ia berdiri dari kursinya dengan gerakan tegas.

"Aku butuh sekretaris, bukan godaan murahan," katanya datar.

Tanpa menunggu reaksi Luna lagi, Adrian membuka pintu ruangan meeting itu sendiri dan keluar.

***

Di balkon luar kantornya, Adrian berdiri diam, bersandar pada pagar kaca, menatap hamparan gemerlap lampu kota malam.

Udara dingin menusuk kulit, tapi pikirannya jauh lebih kusut.

Tak lama, suara langkah santai terdengar di belakangnya.

"Heii, bro!" seru Derren sambil menepuk punggung Adrian. "Ngapain bengong kayak orang baru putus cinta?"

Adrian mendesah malas.

"Lu jangan kebanyakan mikir, bro. Yuk ke klub! Malam ini ladies-nya cakep-cakep, kata anak-anak," goda Derren sambil berkedip genit.

Adrian menggeleng pelan, malas menanggapi.

Derren mencondongkan tubuhnya, terkekeh kecil. "Atau... jangan-jangan gara-gara si Luna, ya? Gila, gue liat dia ngelirik lu kayak mau makan lu hidup-hidup!"

Sebelum Adrian sempat menjawab, suara centil Mezzalina — asisten pribadi Derren — muncul dari belakang.

"Eh, Sayang, jadi ke klub, nggak? Aku dah bosan nih!" kata Mezzalina sambil melirik nakal.

Derren menoleh dan tertawa geli. "Yes, Baby! Come on!"

Mereka berdua beradu mulut.

Adrian mendengus pelan, lalu membalikkan badan, membelakangi mereka.

"Pergi aja kalian berdua. Gue gak minat," katanya dingin.

Derren hanya mengangkat bahu, tertawa kecil, dan merangkul Mezzalina sebelum berlalu ke lift.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #1 Hamil

    “Selamat pagi, Nona. Kami telah memeriksa hasil tes darah dan USG-nya.” Suara dokter perempuan itu lembut, tapi kalimat yang keluar darinya bagai guntur di kepala Naya. “Kamu… hamil satu bulan.” Deg. Dunia Naya runtuh seketika. Matanya membelalak, telinganya berdenging, dan seluruh tubuhnya lemas. “A-apa?” bibirnya gemetar, suaranya lirih. “I-Itu… nggak mungkin. Aku… aku nggak pernah…” Ia menutup mulutnya. Ingatannya melayang. Sebuah bar. Musik keras. Temannya, Lisa, menariknya masuk dengan paksa. "Cuma sebentar, Nay! Biar lo nggak stres mikirin rumah terus!" Itu kata Lisa waktu itu. Tapi entah sejak kapan Lisa menghilang, dan Naya… ia tak ingat apa pun setelah minum jus jeruk yang dikasih pelayan. Ya! Naya ingat persis kapan dia sadar sebelum pelayan bar itu menyodorkan minuman itu ke Naya. Dan sekarang… dia hamil? “Nona, melihat kondisi Nona saat ini, sepertinya, anda bisa konsultasi lebih lanjut dengan psikiater kami,” ucap dokter itu, mengira wajah pucat Naya ka

    Last Updated : 2025-03-04
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #2 Asisten Pemuas Nafsu

    Deg! Pluk! Korek itu jatuh tepat ke air itu. Napas Naya tertahan sejenak. Bum! Salah satu dari preman itu menendang pintu. “Masih untung hari ini aku siram air! Kalau ke depannya belum ada kabar dari kalian…” Ia mengangkat lagi botol besar yang ternyata berisi air itu lalu menyiraminya lagi ke bolongan pintu itu. “…BENSIN YANG BAKAL KUSIRAM!!” teriaknya sambil menyalakan korek api lain dan melemparkannya ke lubang pintu. Alhasil, api itu padam lagi karena benda cair itu memanglah air. Naya menjerit pelan, buru-buru menghampiri Rendi dan Ibunya. Ia memeluk erat mereka. *** Di sisi lain kota, lampu-lampu gedung pencakar langit bersinar terang di antara langit malam yang pekat. Di lantai tertinggi sebuah gedung mewah, seorang pria masih duduk sendiri di ruang kantor besar yang sunyi. Adrian Hartawan, CEO muda dengan reputasi dingin dan nyaris tak tersentuh, masih menatap layar laptopnya yang menampilkan laporan keuangan kuartal pertama. Rambutnya sedikit berantakan. D

    Last Updated : 2025-03-04
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #3 Godaan Sekretaris Baru

    Adrian menunjuk ke pintu. "KELUAR!" Wanita itu kaget. Ia lalu berdiri dan setelahnya ia melempar senyuman. Ia lalu berjalan dengan seksi menuju pintu. Saat wanita itu hendak membuka pintu untuk keluar, pintu itu terbuka dari luar. Seorang wanita paruh baya dengan aura elegan masuk—Ibu Adrian. Di belakangnya muncul Derren menemani Ibu Adrian. "Sial!" umpat Adrian dalam hati. "Derren!" geram Adrian sambil melotot ke Derren yang tersenyum licik di samping ibunya. Ibu Adrian melihat ke arah sekretaris seksi tadi dan tersenyum puas. “Sayang, dia aku yang rekrut. Cantik, kan? Sekretaris harus punya penampilan yang menarik.” Adrian langsung mengangkat suara. “Apa? Jadi Ibu yang bawa dia ke sini?" "Iya, Sayang. Ibu lakukan yang terbaik buat kamu. Gimana? Kamu suka?" "Pasti suk-" "Diam lu, Der!" potong Adrian. Derren tersenyum licik merasa puas melihat temannya itu kesal. Adrian membuang napas kasarnya. "Yang terbaik? Ibu bercanda? Ini yang terburuk!" "ADRIAN!" Ad

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #4 Penderitaan Si Miskin

    Braaak! Sebuah mobil mewah melaju terlalu dekat dan menyenggol tubuh Naya. Tubuhnya terhuyung dan terjatuh ke trotoar. Lututnya luka. "AAHHH!" Seseorang keluar dari dalam mobil. Seorang wanita berpakaian seksi, "Oh, shit!" Ia langsung menghampiri Naya. Melihat perawakan Naya, ekspresi wanita itu berubah. "Ah elah... lo ya! Ngapain sih jalan di tengah-tengah!" Naya hanya menunduk sambil memegangi lututnya yang berdarah. "Aduuuh..." "Alah! Gak usah lebai deh!" Wanita itu melihat kap depan mobil mewah itu sedikit lecet. "Heh, orang miskin! Liat tuh! Lecet gara-gara lo! Emang lo sanggup buat ganti rugi, hah?" Derren—yang sedang duduk di kursi kemudi—keluar dengan panik. “Jessica, udah, jangan gitu.” Jessica, si asisten montoknya, melotot. “Dia yang salah! Liat, jadi lecet mobil kamu!” "Ah, udah, gak usah dipikirin mobil ini." Derren memeriksa kondisi Naya. “Kamu luka? Maaf ya, saya nggak sengaja. Saya... saya nggak fokus tadi.” "Dih, kok malah belain dia sih?" Jessica kes

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #5 Penderitaan Silih Berganti

    BRAK!! Pintu terbuka dengan sangat keras, membentur dinding dan hampir copot engselnya. Seorang pria tinggi dengan bau alkohol menyengat berdiri di ambang pintu. Pria itu bersendawa dengan jari tangannya ia masukkan ke bolongan pintu itu. Naya dan ibunya menoleh bersamaan. Pria itu... ayah Naya. Tiga hari menghilang, dan kini pulang dalam keadaan mabuk. Ibu Naya langsung berdiri meski masih batuk. “Kamu dari mana aja?! Tiga hari nggak pulang! Uhhuk... uhhuk..." "Sudah, Bu!" belai Naya mengelus-elus bahu Ibunya. Ayah Naya menatap dengan sorot mata kosong. “AARKKH! Gak usah ngatur-ngatur! Ini hidupku! Urusanku sendiri!” Ibu Naya hanya terdiam dan menahan batuknya. "Kenapa kamu?" tanya Ayahnya dengan sikap peduli tak peduli. Naya berdiri. “Gak urusan Ayah!" jawab Naya ketus. Ayahnya diam. Tak ada pembelaan, tak ada penyesalan. Ia hanya mendengus dan berjalan menuju kamar. Saat ia hendak membuka pintu kamar, Naya bersuara lantang, penuh amarah yang selama ini ditahan

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #6 Ada Harapan!

    “Halo?” Suara laki-laki di ujung sana membuat jantung Naya melonjak. “Ma—maaf, ini… aku Naya, perempuan yang tadi pagi ditabrak... maksudnya… bukan ditabrak... diserempet, Pak.” Derren langsung terdiam sejenak. “Oh. Iya, saya ingat. Ada apa?” Naya menarik napas dalam, menahan gemetar. “Saya... butuh pekerjaan. Tolong... saya siap kerja apapun. Saya beneran butuh bantuan.” Suaranya nyaris pecah. Rintihan pelan itu membuat dada Derren terasa berat. "Tapi, sebelumnya kamu bilang kamu tidak butuh dikasihani bukan? So, what's this?" "Aku nggak minta dikasihani, aku minta diuji. Kasih aku kerja, dan nilai sendiri aku layak atau nggak.” Naya tersadar. "Ma-maaf kalau aku berlebihan." "No no no! Itu luarbiasa! You know, I like you!!" "Maksudnya, Pak?" “Oke... kamu butuh pekerjaan ya? Fine! Datang ke kantor saya besok jam sembilan pagi. Saya akan carikan posisi yang bisa kamu isi dan kamu akan langsung diwawancarai. Gimana? You like it?" Naya nyaris nggak percaya.

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #7 Merendahkan Diri

    "Kakak bakal ingkar lagi?" potong Rendi.Naya terdiam."Rendi!" tegur Ibunya lembut."Nggak apa-apa, Bu!" jawab Naya.Naya memegang bahu adiknya itu. "Percaya sama Kakak. Kali ini Kakak akan bantu kamu. Semester depan, kamu bakal bisa ikut praktek bahkan punya sepatu baru,” ujar Naya, menenangkan hati adiknya. "Ya!"Rendi perlahan tersenyum. "Kakak janji?""Kakak selalu berjanji!""Terimakasih, Kak!" Ibunya ikut tersenyum kecil. Mereka berpelukan.***Naya berdiri terpaku di depan gedung menjulang—Hartawan Corp. Logo emas di atas pintu berkilau ditimpa matahari pagi. Ia menelan ludah. Ini... terlalu mewah untuk dirinya.Seorang satpam menghampirinya, memperhatikan pakaian Naya yang sederhana.“Bisa saya bantu, Mbak?”“Saya... saya diundang oleh Pak Derren. Ini kartu namanya.”Satpam memeriksa kartu itu. Lalu dengan senyum kecil yang sopan, ia memberi kode pada resepsionis dan membawa Naya masuk.Langkah-langkah Naya terdengar gemetar, lantai marmer itu seperti membisikkan bahwa dia b

    Last Updated : 2025-04-23
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #8 Harga Diri Seorang Pelayan

    Hari pertama Naya di Hartawan Corp. Dengan kemeja putih sederhana dan sepatu butut yang sudah dia semir berkali-kali, Naya melangkah gugup ke dalam gedung megah itu. Setiap ubin yang dia pijak seakan mengingatkan betapa jauhnya dia dari dunia tempat ia dibesarkan—kini dia memasuki habitat para penguasa, orang-orang bermerek dan penuh ambisi. Meski hanya bekerja sebagai OB sementara, Naya tetap bersyukur. Setidaknya, ada penghasilan yang bisa ia bawa pulang. "Eh, kamu anak baru, ya?" tegur seorang wanita berlipstik tebal dengan nada nyinyir, matanya menelusuri tubuh Naya dari atas sampai bawah. Naya bertemu dengan wanita itu di kamar mandi. Naya mengangguk sopan. "Iya, saya Naya." Perempuan itu mendecak. "Pantes… aromanya beda." Naya memilih diam. Saat wanita itu selesai bersolek di depan cermin wastafel, ia menubruk bahu Naya sebelum pergi. *** Waktu makan siang tiba, Naya duduk di salah satu bangku kosong di kantin. Di pojok ruangan, ia melihat seorang pria bertub

    Last Updated : 2025-04-25

Latest chapter

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #10 Yes, Baby!

    "Naya... Naya, bangun!" Suara Dayat terdengar samar, mengguncang tubuh Naya yang terlelap di ruang istirahat kecil itu. Matanya mengerjap perlahan, merasakan dunia nyata kembali menariknya keluar dari mimpi indahnya — mimpi tentang Adrian, tentang kebaikan yang hanya terjadi di dunia semu itu. "Na-Naya, udah waktunya pulang. A-ayo bangun," ujar Dayat lagi, kali ini lebih keras. Naya bangkit perlahan, pandangannya masih buram. Tapi sebelum ia sempat bertanya apapun, Dayat langsung mundur dua langkah, wajahnya canggung. "A-aku duluan ya," kata Dayat buru-buru, nyaris berlari keluar dari ruangan. Naya tercengang. Ada rasa sakit yang menusuk. "Dey?" Naya bangkit dengan tergesa, berusaha mengejar. Sandalnya berderap pelan di lorong gedung yang sudah mulai sepi. "Dey tunggu! Ak- Bruk! "Aw!" Tubuh Naya membentur seseorang. Kepalanya mendongak, dan matanya langsung membelalak. Adrian. Dan di sebelahnya, seorang wanita berpakaian rapi dengan clipboard di tangan — sekret

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #9 Hayalan bersama Bos Besar

    "Ups..." Naya kaget, minuman itu tumpah di atas lantai. Pecahan kaca gelas itu berserakan, ditambah genangan air minuman itu. "Duh, lantai marmernya jadi kotor. Marmer itu harus dibersihkan gak sih? Soalnya marmer itu ma-hal," ucap Mezzalina dengan nada merendahkan. Naya kebingungan. Ia berdiri, hendak kembali ke ruangannya, mengambil sesuatu. "Eits!" tegur Mezzalina. Naya berhenti. Berbalik. "Kamu mau kemana?" "Saya, mau ambil kain lap, Bu!" "Ow, very bad! Marmer ini harus langsung dibersihin. Gak boleh berlama-lama. Harganya jadi murah." "Maaf, Bu!" "Hahaha..." Mezzalina tertawa kecil. "Saya nggak butuh minta maaf, Putri. Yang saya mau adalah marmer ini bersih. Sekarang!" "Tap-tapi sa-" "Pakai ini dong!" tunjuk Mezzalina ke keningnya, menyindir. Naya masih kebingungan. "Ck, pakai baju kamu!" Naya tersentak. "Tap-tapi, Bu..." "Se-ka-rang!" Naya tak punya pilihan. Mezzalina tersenyum puas. Tangan Naya sibuk mengelap tumpahan minuman di lantai, meng

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #8 Harga Diri Seorang Pelayan

    Hari pertama Naya di Hartawan Corp. Dengan kemeja putih sederhana dan sepatu butut yang sudah dia semir berkali-kali, Naya melangkah gugup ke dalam gedung megah itu. Setiap ubin yang dia pijak seakan mengingatkan betapa jauhnya dia dari dunia tempat ia dibesarkan—kini dia memasuki habitat para penguasa, orang-orang bermerek dan penuh ambisi. Meski hanya bekerja sebagai OB sementara, Naya tetap bersyukur. Setidaknya, ada penghasilan yang bisa ia bawa pulang. "Eh, kamu anak baru, ya?" tegur seorang wanita berlipstik tebal dengan nada nyinyir, matanya menelusuri tubuh Naya dari atas sampai bawah. Naya bertemu dengan wanita itu di kamar mandi. Naya mengangguk sopan. "Iya, saya Naya." Perempuan itu mendecak. "Pantes… aromanya beda." Naya memilih diam. Saat wanita itu selesai bersolek di depan cermin wastafel, ia menubruk bahu Naya sebelum pergi. *** Waktu makan siang tiba, Naya duduk di salah satu bangku kosong di kantin. Di pojok ruangan, ia melihat seorang pria bertub

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #7 Merendahkan Diri

    "Kakak bakal ingkar lagi?" potong Rendi.Naya terdiam."Rendi!" tegur Ibunya lembut."Nggak apa-apa, Bu!" jawab Naya.Naya memegang bahu adiknya itu. "Percaya sama Kakak. Kali ini Kakak akan bantu kamu. Semester depan, kamu bakal bisa ikut praktek bahkan punya sepatu baru,” ujar Naya, menenangkan hati adiknya. "Ya!"Rendi perlahan tersenyum. "Kakak janji?""Kakak selalu berjanji!""Terimakasih, Kak!" Ibunya ikut tersenyum kecil. Mereka berpelukan.***Naya berdiri terpaku di depan gedung menjulang—Hartawan Corp. Logo emas di atas pintu berkilau ditimpa matahari pagi. Ia menelan ludah. Ini... terlalu mewah untuk dirinya.Seorang satpam menghampirinya, memperhatikan pakaian Naya yang sederhana.“Bisa saya bantu, Mbak?”“Saya... saya diundang oleh Pak Derren. Ini kartu namanya.”Satpam memeriksa kartu itu. Lalu dengan senyum kecil yang sopan, ia memberi kode pada resepsionis dan membawa Naya masuk.Langkah-langkah Naya terdengar gemetar, lantai marmer itu seperti membisikkan bahwa dia b

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #6 Ada Harapan!

    “Halo?” Suara laki-laki di ujung sana membuat jantung Naya melonjak. “Ma—maaf, ini… aku Naya, perempuan yang tadi pagi ditabrak... maksudnya… bukan ditabrak... diserempet, Pak.” Derren langsung terdiam sejenak. “Oh. Iya, saya ingat. Ada apa?” Naya menarik napas dalam, menahan gemetar. “Saya... butuh pekerjaan. Tolong... saya siap kerja apapun. Saya beneran butuh bantuan.” Suaranya nyaris pecah. Rintihan pelan itu membuat dada Derren terasa berat. "Tapi, sebelumnya kamu bilang kamu tidak butuh dikasihani bukan? So, what's this?" "Aku nggak minta dikasihani, aku minta diuji. Kasih aku kerja, dan nilai sendiri aku layak atau nggak.” Naya tersadar. "Ma-maaf kalau aku berlebihan." "No no no! Itu luarbiasa! You know, I like you!!" "Maksudnya, Pak?" “Oke... kamu butuh pekerjaan ya? Fine! Datang ke kantor saya besok jam sembilan pagi. Saya akan carikan posisi yang bisa kamu isi dan kamu akan langsung diwawancarai. Gimana? You like it?" Naya nyaris nggak percaya.

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #5 Penderitaan Silih Berganti

    BRAK!! Pintu terbuka dengan sangat keras, membentur dinding dan hampir copot engselnya. Seorang pria tinggi dengan bau alkohol menyengat berdiri di ambang pintu. Pria itu bersendawa dengan jari tangannya ia masukkan ke bolongan pintu itu. Naya dan ibunya menoleh bersamaan. Pria itu... ayah Naya. Tiga hari menghilang, dan kini pulang dalam keadaan mabuk. Ibu Naya langsung berdiri meski masih batuk. “Kamu dari mana aja?! Tiga hari nggak pulang! Uhhuk... uhhuk..." "Sudah, Bu!" belai Naya mengelus-elus bahu Ibunya. Ayah Naya menatap dengan sorot mata kosong. “AARKKH! Gak usah ngatur-ngatur! Ini hidupku! Urusanku sendiri!” Ibu Naya hanya terdiam dan menahan batuknya. "Kenapa kamu?" tanya Ayahnya dengan sikap peduli tak peduli. Naya berdiri. “Gak urusan Ayah!" jawab Naya ketus. Ayahnya diam. Tak ada pembelaan, tak ada penyesalan. Ia hanya mendengus dan berjalan menuju kamar. Saat ia hendak membuka pintu kamar, Naya bersuara lantang, penuh amarah yang selama ini ditahan

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #4 Penderitaan Si Miskin

    Braaak! Sebuah mobil mewah melaju terlalu dekat dan menyenggol tubuh Naya. Tubuhnya terhuyung dan terjatuh ke trotoar. Lututnya luka. "AAHHH!" Seseorang keluar dari dalam mobil. Seorang wanita berpakaian seksi, "Oh, shit!" Ia langsung menghampiri Naya. Melihat perawakan Naya, ekspresi wanita itu berubah. "Ah elah... lo ya! Ngapain sih jalan di tengah-tengah!" Naya hanya menunduk sambil memegangi lututnya yang berdarah. "Aduuuh..." "Alah! Gak usah lebai deh!" Wanita itu melihat kap depan mobil mewah itu sedikit lecet. "Heh, orang miskin! Liat tuh! Lecet gara-gara lo! Emang lo sanggup buat ganti rugi, hah?" Derren—yang sedang duduk di kursi kemudi—keluar dengan panik. “Jessica, udah, jangan gitu.” Jessica, si asisten montoknya, melotot. “Dia yang salah! Liat, jadi lecet mobil kamu!” "Ah, udah, gak usah dipikirin mobil ini." Derren memeriksa kondisi Naya. “Kamu luka? Maaf ya, saya nggak sengaja. Saya... saya nggak fokus tadi.” "Dih, kok malah belain dia sih?" Jessica kes

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #3 Godaan Sekretaris Baru

    Adrian menunjuk ke pintu. "KELUAR!" Wanita itu kaget. Ia lalu berdiri dan setelahnya ia melempar senyuman. Ia lalu berjalan dengan seksi menuju pintu. Saat wanita itu hendak membuka pintu untuk keluar, pintu itu terbuka dari luar. Seorang wanita paruh baya dengan aura elegan masuk—Ibu Adrian. Di belakangnya muncul Derren menemani Ibu Adrian. "Sial!" umpat Adrian dalam hati. "Derren!" geram Adrian sambil melotot ke Derren yang tersenyum licik di samping ibunya. Ibu Adrian melihat ke arah sekretaris seksi tadi dan tersenyum puas. “Sayang, dia aku yang rekrut. Cantik, kan? Sekretaris harus punya penampilan yang menarik.” Adrian langsung mengangkat suara. “Apa? Jadi Ibu yang bawa dia ke sini?" "Iya, Sayang. Ibu lakukan yang terbaik buat kamu. Gimana? Kamu suka?" "Pasti suk-" "Diam lu, Der!" potong Adrian. Derren tersenyum licik merasa puas melihat temannya itu kesal. Adrian membuang napas kasarnya. "Yang terbaik? Ibu bercanda? Ini yang terburuk!" "ADRIAN!" Ad

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #2 Asisten Pemuas Nafsu

    Deg! Pluk! Korek itu jatuh tepat ke air itu. Napas Naya tertahan sejenak. Bum! Salah satu dari preman itu menendang pintu. “Masih untung hari ini aku siram air! Kalau ke depannya belum ada kabar dari kalian…” Ia mengangkat lagi botol besar yang ternyata berisi air itu lalu menyiraminya lagi ke bolongan pintu itu. “…BENSIN YANG BAKAL KUSIRAM!!” teriaknya sambil menyalakan korek api lain dan melemparkannya ke lubang pintu. Alhasil, api itu padam lagi karena benda cair itu memanglah air. Naya menjerit pelan, buru-buru menghampiri Rendi dan Ibunya. Ia memeluk erat mereka. *** Di sisi lain kota, lampu-lampu gedung pencakar langit bersinar terang di antara langit malam yang pekat. Di lantai tertinggi sebuah gedung mewah, seorang pria masih duduk sendiri di ruang kantor besar yang sunyi. Adrian Hartawan, CEO muda dengan reputasi dingin dan nyaris tak tersentuh, masih menatap layar laptopnya yang menampilkan laporan keuangan kuartal pertama. Rambutnya sedikit berantakan. D

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status