"Suster Nina, apa Ken dan Danny sudah siap berangkat?" tanya Cantika menengok ke kamar anak. Si kembar sudah nampak ganteng dengan pakaian rapi di dalam baby stroler masing-masing. Mereka menyahuti mommy cantik itu dengan bahasa bayi yang abstrak. Kenneth dan Daniel memang jarang menangis atau pun tantrum, keduanya bocah laki-laki yang manis sikapnya."Sudah siap, Bu Tika. Apa mau berangkat sekarang?" balas Suster Nina bangkit dari tepi ranjangnya. Dia menyangklong baby travel bag di bahu kirinya."Iya, yuk biar nggak telat datang acaranya!" Cantika mendorong baby stroler ganda itu dengan mudah lalu menutup pintu kamar anak. Arsenio yang tadinya duduk di sofa pun berdiri lalu membantu istrinya mendorong baby stroler menuju ke lift. Mereka pun berangkat menuju ke kediaman Gozhali."Sen, nanti kalau ketemu sama papaku biasa aja ya. Jangan singgung tentang hasil interogasi preman yang kemarin di kantor polisi," pesan Cantika sambil menatap wajah suaminya yang mengemudi di sebelahnya.P
"Berani ya kamu membentakku?" Nyonya Ribka menepis telunjuk Arsenio yang lancang menunjuk ke wajahnya.Pemuda itu merangkul bahu istrinya sembari tertawa kering. Dengan nada tajam, Arsenio pun menjawab, "Wajar bila aku menghardik orang kurang ajar yang berani menghina wanita yang kucintai dan kuhormati di hadapan mataku langsung. Apa gunanya aku sebagai suaminya Cantika kalau hanya terdiam ketika dia dipermalukan?!""Ohh ... sok banget kamu ya, Arsenio Gunadharma. Jangan lupa kamu tuh hanya sekretarisnya Cantika." Nyonya Ribka menepuk-nepuk pipi pemuda itu seraya mencemooh, "Arsen, awas kalau nggak bisa bayar cicilan pinjaman bank ... kalian akan berakhir jadi gembel di jalanan!"Keluarga Wiryawan memang tidak tahu dari mana modal usaha Cantika dan Arsenio berasal. Mereka hanya menebak uang yang banyak itu berasal dari tabungan Cantika dan pinjaman dari bank. Padahal Arsenio mendapatkan warisan bernilai besar dari mendiang mamanya, Lady Violetta Sloan.Arsenio berbicara tanpa merasa t
"Maaf, apa saya boleh berbicara sebentar dengan Anda, Pak Revano Gozhali?" sapa Detektif Rudi Bimantara ketika pria yang menguasai perusahaan grup Gozhali itu melintasi lantai lobi gedung kantor utama menuju lift.Pak Revano mengerutkan keningnya karena tidak mengenal pria berusia sekitar 30an tahun yang berpakaian setelan jas rapi warna beige itu. "Maaf, Anda siapa? Saya sibuk hari ini bila Anda ingin bertemu tanpa appointment!" tolaknya halus."Perkenalkan saya Rudi Bimantara, detektif swasta yang dipekerjakan oleh Bu Cantika Paramitha dan Bapak Arsenio Gunadharma, mungkin Anda mengenal beliau?" Rudi mengulurkan tangan kanannya dengan percaya diri dan bergaya sok kenal sok dekat. Profesinya yang mengharuskan Rudi begitu.Mendengar nama Cantika disebut, sikap Pak Revano melunak. Dia lalu berkata, "Baiklah, ikut saya naik. Ada waktu 30 menit silakan Anda pergunakan dengan maksimal!"Hati Rudi bersorak kegirangan, dia berjanji akan melakukan tugasnya seefektif mungkin. Bisa jadi pria y
"Pak Joko, aku izin ngopi sebentar ya. Ngantuk nih!" pamit Rama bersama beberapa rekan satpam proyek Indrajaya Realty.Kepala satpam itu pun mengangguk setuju. "Beliin sekalian nasi goreng sama kopi, Ram! Nih duitnya," sahut Pak Joko sekalian menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan kepada Rama.Suasana di musim kemarau itu sunyi senyap, hanya beberapa suara binatang malam yang berbunyi bersahut-sahutan. Pak Joko ditemani oleh tiga rekannya yang masih berjaga di proyek pembangunan sentral bisnis milik PT. Cantika Gunadharma Jaya berkeliling memeriksa keamanan lokasi. Mereka berpencar dengan lampu senter masing-masing.Tanpa diduga ada sekelompok orang berpakaian serba hitam dengan penutup wajah yang juga berwarna senada menyusup ke komplek pembangunan tersebut. Mereka mengamat-amati bangunan setengah jadi yang tinggi menjulang lalu seseorang berbicara, "Kita rusakin yang paling bagus dan sudah hampir jadi aja. Ayo bergerak!"Rekan-rekannya segera merangsek masuk ke bangunan mall ber
"Pak Julianto mengirim preman untuk merusak bangunan mall proyek kita lagi, Cantika. Aku sudah nggak bisa sabar lagi dengan tingkahnya yang mengganggu itu!" ujar Arsenio kesal.Cantika yang duduk di sebelahnya tertegun sejenak mendengar kabar tidak menyenangkan di pagi hari yang cerah itu. Beberapa hari yang lalu pun Om Vano menghubunginya untuk memberi tahukan fakta bahwa pria yang selama ini dia anggap sebagai papa kandungnya bukanlah seperti itu. Pria bernama Edgar yang sebenarnya meninggal ketika dia masih berusia setahunan."Ehm, Sen lantas apa yang mau kamu lakukan sekarang? Pria itu bukan papa kandungku. Aku sudah tahu dari Om Vano," tanya Cantika dengan tenang. Dia merasa Pak Julianto telah banyak berbuat tidak baik kepadanya dan layak dihukum seturut perbuatan pria itu.Arsenio merangkul bahu istrinya seraya berkata, "Kita tuntut secara hukum atas semua yang dilakukannya. Kebetulan bukan hanya kasus perdata saja yang merugikan secara materi yang didalanginya. Detektifku yang
"Iptu Ronal, tolong jemput Pak Julianto Wiryawan untuk penetapan tersangka. Rupanya ada beberapa kasus kriminal terkait hukum perdata dan pidana yang beliau lakukan!" perintah Kompol Dhani Kurniawan kepada rekan sejawatnya di ruangan kantornya."Siap laksanakan, Komandan!" Iptu Ronal pun segera meninggalkan ruang atasannya dan mengajak beberapa petugas polisi lainnya untuk berangkat ke alamat tersangka.Petang itu di kediaman Wiryawan yang ada di daerah Menteng. Pak Julianto sedang duduk bersantai menonton TV di ruang tengah sehabis mandi. Di sisinya ada Nyonya Ribka yang menemaninya."Pa, kok sekarang Cantika tuh sombong amat sih? Kayak sudah nggak butuh kita lagi, dia nggak pernah 'kan buat datang ke mari minta duit ke Papa!" ujar Nyonya Ribka yang sebenarnya penasaran dengan kondisi anak tirinya."Ala biarin aja, Ma. Dia sama suaminya yang sekretaris itu pasti ada pinjaman kredit gede ke bank. Mana mungkin tabungan Cantika sanggup buat modalin bikin perusahaan sebesar itu. Dia itu
"Pak Arsen, maafkan keteledoran bawahan sejawat saya. Kami masih belum bisa melacak keberadaan Pak Julianto Wiryawan yang kabur bersama istrinya!" ujar Kompol Dhani Kurniawan yang menemui Arsenio di ruangan kantor presdir bersama Cantika.Pemuda itu pun menyahut, "Apakah ada langkah untuk mengejar buronan kepolisian, Pak Dhani?""Akan saya delegasikan ke satuan-satuan kepolisian di daerah informasi pencarian buronan ini, tetapi akan jadi sulit bila beliau kabur ke luar negeri karena menjadi tugas interpol. Bisa, tapi butuh waktu mengurus birokrasinya!" terang komandan polisi berusia awal tiga puluhan itu."Seandainya butuh dana untuk mengurus birokrasi yang berbelit, Anda cukup sampaikan ke saya, Pak Dhani. Saya tidak keberatan mendanainya karena memang harta warisan yang seharusnya diterima oleh istri saya sebagai pewaris sah dari Nyonya Helena Pradipta digelapkan oleh Pak Julianto Wiryawan. Kami pun menunggu proses sidang dugaan kasus pembunuhan berencana beliau terhadap mendiang ma
"Hans, mertua kamu sekarang jadi buronan interpol karena kasus pembunuhan mendiang mamanya Cantika!" seru Pak Revano Gozhali dengan lantang di hadapan putera dan menantunya ketika mereka duduk di ruang keluarga.Baby Alexandra yang tak mengetahui perkembangan kabar terkini papa mamanya pun terbelalak mendengarnya. Dia bingung harus bagaimana bersikap, akankah dia diusir dari kediaman mertuanya karena status buronan orang tuanya?"Ohh, lantas gimana tuh, Pa? Belum ketangkap ya?" tanya Hans tenang sembari merangkul bahu Baby di sofa. Dia tak ingin membuat istrinya panik. "Belumlah, namanya kriminil pasti licik 'kan. Coba suruh istrimu buat hubungi mereka berdua. Julian dan Ribka pasti akan jawab kalau yang nanya puteri kesayangan mereka!" jawab Pak Revano sengaja ingin menekan Baby. Interpol sudah dua bulan ini mencari suami istri asal Jakarta itu di Australia, tetapi kemungkinan besar mereka menyamar dan juga bersembunyi sehingga sulit untuk ditangkap."Beb, tuh dengerin kata papaku!