"Cantika, Nenek Bernadete mau datang ke Jakarta besok lusa sampai. Kita jemput beliau berdua di Bandara Soekarno-Hatta ya?" ujar Arsenio di ruangan presdir jelang istirahat makan siang. Istrinya yang baru saja selesai mengantar klien keluar ruangan pun menjawab, "Boleh, Sen. Aku bilang ke Vina buat kosongin jadwal lusa dari pagi apa mau gimana?" Mereka berdua duduk di sofa untuk berbincang sembari menunggu katering diantar. Karena aktivitas yang begitu padat, Cantika mengatur agar jam istirahat siang semua karyawannya disediakan menu dari katering termasuk dia dan juga Arsenio."Jadwal pesawat mendarat di Jakarta sekitar pukul 15.00 WIB. Sepertinya lebih baik kita berangkat sesudah lunch break aja buat jemput Nenek Bernadete, gimana?" jawab Arsenio sambil memeriksa pesan di ponselnya."Boleh, biar aku bisa kerja setengah hari juga sih. Kapal pesiar yang datang dari Asia Timur akan tiba besok di Tanjung Priok, aku sudah siapikan bus penjemput ada lima unit masing-masing kapasitas 80
"Hai, Nenek!" seru Arsenio dalam bahasa Inggris seraya melambaikan tangan kanannya dengan penuh semangat ketika dia melihat sosok Nyonya Bernadete Sloan di depan pintu gerbang kedatangan terminal internasional Bandara Soekarno-Hatta.Duchess berusia kepala enam itu tersenyum lebar sambil bergegas menghampiri cucu dan cucu menantunya lalu mereka bertukar peluk cium. Di belakangnya ada asisten pribadi yang selalu setia menemaninya ke mana pun juga, Mister Winston Kremlin."Kau semakin gagah dan tampan saja sejak terakhir kita bertemu di London, Arsen!" puji Duchess of Beaufort dengan wajah berbinar penuh kebahagiaan."Terima kasih pujiannya, Nek. Kuharap penerbangannya menyenangkan. Arsen dan Cantika ingin mengajak Nenek makan di mall dulu sebelum kami antar ke hotel yang ada di satu lokasi dengan apartment tempat tinggal kami!" ujar Arsenio mengemukakan rencana mereka sore itu.Nyonya Bernadete pun menjawab, "Baiklah, Nenek ikut saja dengan rencana kalian. Ayo kita berangkat!"Maka rom
"Kuharap sidangnya akan berjalan lancar dan tidak bertele-tele. Meluangkan waktu khusus untuk datang ke Pangadilan Negeri Jakarta Pusat di tengah jam kerja kantor cukup menyebalkan!" ujar Arsenio dengan suara rendah di tepi telinga istrinya.Mereka berdua duduk sederet bersama Pak Revano Gozhali beserta keluarganya. Ada istrinya, Nyonya Olivia Gozhali dan Baby Alexandra juga, Hans duduk tepat di samping istrinya dan menggenggam telapak tangan perempuan itu agar tenang."Sebaiknya hakim berlaku adil dalam vonisnya, pasangan suami istri itu telah menjadi benalu dalam kehidupan Cantika. Kuharap mereka akan dipenjara seumur hidup!" tutur Pak Revano yang juga didengar oleh menantunya yang tak lain puteri kandung pasangan terdakwa.Baby menangis terisak-isak mendengar perkataan kejam papa mertuanya. Dan Hans segera memeluknya seraya membisikkan kata-kata penghiburan untuk istrinya. Sementara itu Cantika yang melihat interaksi adik tirinya dengan putra dari Om Vano pun merasa tergelitik. 'W
Arsenio merangkul bahu istrinya meninggalkan ruang persidangan seraya berkata, "Vonis dari hakim sepertinya akan berlapis-lapis untuk Pak Julianto. Aku nggak menyangka bahwa semua yang dia sombongkan sebagai harta kekayaannya di hadapanku dulu ketika awal kita menjalin hubungan, semuanya itu milikmu, Cantika! Lantas siapa dong yang Mokondo sebenarnya, dia atau aku?!"Sekilas tatapan mata Cantika tak sengaja bersirobrok dengan Pak Julianto. Dia bergidik ngeri hingga tak bisa fokus mendengar perkataan suaminya yang berada di sebelahnya. Pria yang mengaku-ngaku sebagai ayah kandungnya, tetapi kelakuannya membongkar sendiri kebohongan itu pun mengalihkan pandangannya. Hati Cantika gelisah karena firasatnya menangkap ada hal buruk yang direncanakan oleh pria jahat itu. "Cantika? Darling, apa kamu baik-baik saja?" tegur Arsenio ketika mengetahui istrinya tenggelam dalam lamunan sendiri."Ohh ... ehh ... maaf, Sen. Aku nggakpapa," sahut Cantika gelagapan. "Cerita sama aku ada apa?" desak A
"Pa, kayaknya kita bakalan divonis penjara seumur hidup deh!" isak Nyonya Ribka saat mobil polisi yang membawa dia dan suaminya melaju menuju ke Kantor Pengadilan Negri Jakarta Pusat.Pak Julianto Wiryawan sudah tahu tanpa istrinya menyinggung perkara vonis tersebut, dia berdecak kesal seraya menjawab, "Ckk ... iya. Sudahlah, Ma jalani aja. Nasi sudah jadi bubur, kita nggak bisa kabur lagi. Semua aset dan uang Papa sudah diamankan oleh pihak berwajib.""Huh, maksud Papa asetnya warisan Cantika 'kan? Dulu kamu bohong waktu bilang harta Helena semuanya akan jatuh ke tanganmu kalau wanita itu mati. Ternyata semua hanya isapan jempol, semua justru yang berhak adalah Cantika dan kamu cuma numpang aja. Nyesel aku nikah sama kamu, Jul!" sindir Nyonya Ribka yang tak lagi menghargai suaminya pasca segala fakta terbongkar kemarin di persidangan."Dasar wanita matre murahan! Rupanya kamu mau dinikahi dulu hanya karena mengincar hartaku saja ya?!" sahut Pak Julianto sakit hati mendengar perkataan
"Aarrgghh ... sakit sekali, Hubby!" pekik tertahan Cantika saat dia didorong di atas brankar menuju ke ruang bersalin. Telapak tangan lebar Arsenio menggenggam erat tangan dingin Cantika yang berkeringat. "Tahan ya, Darling. Kamu pasti bisa melalui proses melahirkan ini dengan lancar!" balasnya dengan tatap mata yakin."Aakkhh ... okay, tetaplah temani aku, Sen!" pinta Cantika yang wajahnya bermandikan peluh. Perawat segera membantu Cantika berganti pakaian pasien untuk melahirkan. Setelah itu barulah Arsenio menemaninya lagi. Sesaat kemudian Dokter Vincent Haris memasuki ruang persalinan. Beliau yang bertugas memandu persalinan normal Cantika. "Pembukaan rahim rupanya berjalan cepat, saya akan bantu memberi aba-aba dorongan untuk mengeluarkan bayi Bu Cantika ya!" ujar Dokter Vincent dengan senyum ramah. Dokter spesialis kandungan itu masih berusia awal tiga puluh tahun dan berparas rupawan mirip aktor FTV. Dia memandu Cantika dengan profesional dan persuasif, "Ayo Bu, dorong pada
"Pak Arsen, Anda sudah ditunggu tim managemen di ruang meeting!" ujar Bobby, General Manager PT. Cantika Gunadharma Jaya saat menjemput big bossnya yang masih melayani zoom meeting klien Jepang di layar laptopnya.Pemuda itu memberi kode agar Bobby menunggu lima menit lagi. Dia hampir menyelesaikan agreement dengan Mister Kenji Tsubota yang ingin mengekspor produk kosmetik buatan Jepang ke Indonesia sebanyak satu kontainer untuk pengiriman perdana dalam minggu ini."Baik, Sir. Kami akan kirimkan docusign perjanjian sewa jasa dari perusahaan kami. Sebelum pukul 16.00 waktu Tokyo akan bisa Anda periksa di inbox surel pribadi Anda. Terima kasih," ujar Arsenio sebelum mengakhiri meeting secara daring dengan kliennya. Jakarta lebih lambat dua jam dibanding Tokyo.Dia lalu bergegas menutup layar laptopnya dan bangkit dari kursi presdir untuk beranjak ke tempat rapat managemen di setiap hari Senin pagi. Memang itu sudah menjadi kebiasaan yang diajarkan oleh Cantika kepadanya. Setiap langkah
"Darling, I'm coming home!" seru Arsenio ketika dia memasuki apartment. Namun, Cantika tak nampak di mana pun. Maka Arsenio pun bergegas menuju ke kamar mereka karena menebak mungkin istrinya sedang tidur sore atau mandi. Ternyata ada suara gemericik berasal dari kamar mandi. Pemuda itu pun melepaskan pakaian kantornya dan menaruhnya di keranjang laundry. Ada banyak hal yang memenuhi kepala Arsenio termasuk kejadian tak biasa di kantornya tadi. Memang Veli bisa dibilang sangat menarik, usianya pun masih 23 tahun, fresh graduate jurusan akuntansi. Dadanya montok dan bokongnya juga membulat kencang nampak dari siluet setelan kantornya yang agak ketat. Hanya saja selama ini memang Arsenio tak pernah jelalatan dengan perempuan lain yang bisa saja lebih menarik dibanding Cantika.Dia pun membuka pintu shower box dan mendekap tubuh telanjang istrinya yang sedang keramas dari belakang. "Mmm ... wangi sekali istriku ini!" gumam Arsenio sambil meraba perlahan buah dada ranum milik Cantika ya