“Haahh~” Ziandra menghela napas panjang, pelan.Di tengah kegilaan hidupnya yang jungkir balik karena Aldric, dia tidak menyangka dirinya mulai terbiasa dengan kehadiran pria itu. Bahkan, entah bagaimana, dia merasa nyaman berada di dekatnya.Tentu saja, dia tidak bisa menyangkal bahwa Aldric sering membuatnya kesal dengan permintaan-permintaan aneh.‘Tapi… di balik semua itu, seperti ada sisi lain dari Pak Aldric yang malah membuatku merasa kasihan sekaligus… entahlah!’Dia menatap Aldric yang masih tertidur lelap. Wajahnya terlihat begitu damai, jauh dari citra pria keras kepala yang dia kenal. Bibir pria itu sedikit terbuka, dan helai-helai rambut gelapnya jatuh ke dahi.Ziandra nyaris tersenyum melihatnya. Rasanya aneh, melihat Aldric yang biasanya penuh energi cabul, kini tampak begitu polos.‘Dia pasti sangat kelelahan,’ pikirnya.Pikirannya kembali pada rutinitas Aldric yang penuh tekanan. Memimpin perusahaan sebesar Zigma, menghadapi rapat tanpa henti, dan mengelola berbagai p
‘Me-memikat?!’ Ziandra terkejut dengan ucapan Aldric.Dia semakin tidak paham dengan beberapa perkataan Aldric yang terkadang di luar perkiraan nalarnya.Kata-kata itu membuat Ziandra terdiam, tentu saja. Dia tidak tahu apakah Aldric benar-benar serius atau hanya melanjutkan godaannya.Namun, sesuatu dalam nada suara pria itu terasa tulus, dan itu cukup untuk membuat Ziandra merasa salah tingkah.Sebelum suasana semakin aneh, sebuah ketukan di pintu memecah keheningan. “Pak Aldric?” suara asisten Aldric terdengar dari luar.Mau tak mau, Ziandra bangkit dari pangkuan Aldric.Aldric mendesah sambil bangkit dari sofa, tetapi tidak sebelum menoleh ke arah Ziandra dengan tatapan iseng. “Kita lanjutkan lagi nanti, ya? Kamu bisa bersabar, kan?”Ziandra menunduk saat Aldric berjalan mendekati pintu untuk membuka, tetapi jantungnya masih berdetak kencang. Entah kenapa, tatapan dan kata-kata pria itu tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya. “Kita lanjutkan lagi nanti, ya? Kamu bisa bersabar, k
Ziandra memutar bola matanya. “Bapak terlalu percaya diri.”“Oh, aku tidak percaya diri. Aku hanya realistis,” balas Aldric, matanya berkilat nakal. “Buktinya, kau tidak meninggalkanku saat aku tertidur tadi. Itu cukup membuktikan bahwa kau peduli.”“Saya tidak meninggalkan karena… itu tidak sopan!” Ziandra berusaha membela diri, tapi dia tahu argumennya terdengar lemah. Pipinya kembali memerah, dan Aldric tampak menikmatinya.“Baiklah, baiklah,” Aldric mengangkat tangan lagi. “Aku tidak akan mendesakmu. Tapi aku tahu suatu saat nanti, kamu akan mengakuinya.”Ziandra menggelengkan kepala, berusaha mengabaikan Aldric yang tertawa kecil. Meski dia tidak ingin mengakuinya, ada sesuatu tentang pria itu yang perlahan meluluhkan benteng pertahanannya. Dan itu membuatnya merasa lebih bingung dari sebelumnya.“Kalau begitu, saya kembali ke ruangan saya,” ujar Ziandra, mencoba mengakhiri percakapan ini.“Silakan,” kata Aldric santai. Tapi sebelum dia melangkah keluar, Aldric menambahkan dengan
“Ba-bagaimana Bapak bisa mengetahui bahwa saya memiliki anak?” tanya Ziandra dengan nada heran kepada sang Bos di handphone.Aldric tertawa, kekehannya terdengar jelas di telinga Ziandra.“Tentu, Zia. Menurutmu kenapa aku bisa menjadi pengusaha besar di Sangria? Itu karena aku memiliki banyak mata dan telinga yang tersebar di mana pun. Tak ada yang lolos dari pengamatanku, termasuk kamu.” Aldric menjabarkan dengan sikap arogan yang menyebalkan di mata Ziandra.Tapi mau bagaimanapun, Aldric memang pantas untuk arogan dan menyombongkan kemampuannya di dunia bisnis. Perusahaan besarnya yang menggurita tidak bisa diabaikan.Ziandra tidak bisa memikirkan dugaan lain mengenai Aldric tahu dia memiliki putri.“Maaf, Pak, saya tidak bermaksud menyembunyikan perihal putri saya, Clara.” Ziandra menggenggam erat handphone-nya sembari berharap Aldric tidak memberikan hukuman padanya.“Oh! Tak masalah mengenai itu, Zia. Aku bukan orang kolot yang meributkan mengenai anak.” Aldric menjawab.Pria ber
Ziandra menahan napas sejenak. “Saya akan melakukan yang terbaik, Pak.”Aldric menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Oh, aku yakin kau bisa. Jangan khawatir, aku akan membimbingmu secara pribadi.”Kata-kata itu terdengar seperti godaan terselubung di telinga Ziandra. Meski begitu, dia tahu bahwa pekerjaan ini bukan hanya tentang dirinya.Ini adalah harga yang harus dia bayar untuk memastikan masa depan Clara tetap aman. Apa pun yang Aldric rencanakan, dia harus siap menghadapi semuanya.“Ikut aku menemui klien, Zia.” Aldric mulai mengemasi barang-barangnya di atas meja.Karena ini merupakan tugas pertama dia sebagai asisten pribadi Aldric yang harus mendampinginya ke beberapa agenda Aldric, maka Ziandra ingin melakukan yang terbaik agar tidak memalukan.Apalagi, pengangkatan dia sebagai asisten pribadi cukup membuat beberapa rekan kerjanya terkejut. Maka dari itu, Ziandra harus membuktikan pada mereka bahwa dia layak dengan jabatan barunya.“Baik, Pak.” Ziandra memulai debu
“P-Pak Aldric.”Ucapan itu membuat wajah Ziandra langsung memanas. Dia menundukkan kepala, tidak berani menatap Aldric. Pipinya terasa membara, sementara tangannya meremas gaun yang dia pegang. "Pak Aldric, Anda keterlaluan," gumamnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Aldric hanya terkekeh. "Oh, Zia. Kau tahu ini bagian dari kesepakatan kita. Tidak usah pura-pura malu. Sekarang, cepat ganti pakaian. Aku tidak punya banyak waktu."Ziandra hanya bisa mengangguk kecil, kemudian masuk ke ruang ganti. Di dalam, dia menatap pantulan dirinya di cermin sambil mengenakan salah satu setelan yang dipilih Aldric.Gaun blazer biru tua itu pas di tubuhnya, memberikan kesan anggun dan berwibawa.Namun, ada perasaan canggung yang terus menghantui pikirannya. Apakah semua ini benar-benar perlu? Apakah dia sudah melangkah terlalu jauh?Ketika dia keluar, Aldric sedang duduk di sofa butik, sibuk melihat jam tangannya.Namun, begitu melihat Ziandra, tatapannya berubah. Dia mengangguk puas. "Perfe
“K-ke tempat Bapak?”Ziandra terkejut, tapi dia tidak berani bertanya lebih jauh. Pergi ke hunian Aldric sama artinya dengan dia… harus melayani napsu sang Bos.Beberapa menit kemudian, mobil berhenti di depan sebuah mansion megah yang berdiri di atas lahan luas dengan taman yang terawat sempurna. Ziandra hanya bisa tertegun melihat kemewahannya setiap datang ke sana."Turun!" perintah Aldric.Tanpa banyak bicara, Ziandra mengikutinya masuk ke dalam mansion.Di dalam, interiornya tak kalah menakjubkan. Langit-langit tinggi dengan lampu kristal, lantai marmer, dan perabotan mahal membuat Ziandra merasa seperti memasuki dunia lain.Tapi dia tidak sempat menikmati pemandangan itu karena Aldric tiba-tiba menarik tangannya, membawanya ke sebuah ruangan besar yang tampaknya adalah kamar pribadinya."Pak Aldric, apa yang Anda—"Aldric menghentikannya dengan menatapnya tajam. "Aku kesal, Zia. Dan kamu tahu bagaimana cara menenangkanku, bukan?"Wajah Ziandra memerah, tapi dia tidak bisa berkat
“Wah! Mbak Zia!” Ruri, salah satu tetangga kompleks rumah orang tua Ziandra, orangnya paling senang mencari bahan gibah untuk dibahas dengan ibu-ibu lainnya.Dia memandang kaget pada Ziandra yang tadi baru turun dari mobil mewah. Kini mobil itu sudah melaju meninggalkan area tersebut.“Itu tadi… mobil kantor, saya… saya diantarkan karena baru selesai… selesai menemani atasan menemui klien.” Ziandra berjuang mengendalikan kegugupannya.Akan gawat apabila dia dijadikan bahan gibah Ruri nantinya di kompleks hanya gara-gara diantarkan bos besar.“Ooo….” Ruri tidak berusaha memperpanjang pertanyaan dan tersenyum kecil.“Saya… saya masuk dulu ke bangsal Rara. Apakah Jeng Ruri menjenguk kerabat di sini?” tanya Ziandra dengan nada suara lebih santai.Sepertinya pengembangan kemampuan berdustanya belum sampai ke tahap ahli. Dia masih gelagapan dan cukup gugup ketika menyembunyikan sesuatu.“Oh, aku jenguk anaknya Mbak Zia, kok! Ini sedang menunggu suamiku datang untuk jemput saja karena mau pe
Ziandra terkejut mendengar kata-kata itu. "Pak Aldric, saya bukan milik siapa pun. Saya istri Mas Dion."Aldric mendekat lebih jauh, membuat Ziandra hampir mundur jika saja dia tidak menahan dirinya. "Kamu benar. Secara hukum, kamu istri Dion. Tapi Zia… aku tahu apa yang ada di pikiranmu tadi malam." Aldric menatapnya tajam, seolah ingin menembus pertahanannya.Ziandra tercekat. Bagaimana Aldric bisa tahu? Pria itu tahu kalau dia memikirkannya sepanjang dia melayani suaminya? Benar begitukah? Atau sang Bos hanya menebak?"Apa maksud Anda?" tanya Ziandra lemah, suaranya nyaris tenggelam.Aldric tertawa kecil, sebuah suara rendah yang penuh percaya diri. "Aku tidak perlu menjelaskan, kan? Kamu sudah tahu jawabannya.""Pak Aldric," Ziandra mencoba membela diri. "Ini tidak adil. Anda tidak berhak mengontrol kehidupan pribadi saya."Meskipun demikian, Ziandra masih ingin memiliki kendali atas dirinya sendiri.Aldric menyentuh dagunya, membuat Ziandra terdiam. Sentuhan itu lembut, tetapi pe
Keesokan harinya, suasana kantor tampak seperti biasa. Namun bagi Ziandra, tidak ada yang terasa normal. Pikiran-pikirannya terus melayang ke percakapan semalam dengan Aldric—dan tentu saja kejadian tidak terduga bersama Dion.“Ya ampun, aku merasa ini aneh dan kacau.” Ziandra menggumamkannya dalam hati.Seolah semua hal campur aduk dalam benaknya, membuatnya lebih gugup dari biasanya.Dia merasa seakan-akan semua orang di kantor tahu apa yang terjadi, meskipun tentu saja itu hanya paranoia.“Eh?”Sebelum dia bisa melarikan diri ke meja kerjanya, telepon di tasnya bergetar. Nama Aldric muncul di layar, membuat jantungnya berdebar lebih cepat.“Masuk ke ruanganku sekarang,” perintah suara Aldric, dingin dan tajam, tanpa basa-basi.Ziandra menarik napas dalam-dalam dan melangkah menuju ruangan presiden direktur.Setibanya di sana, Aldric sudah berdiri di balik meja kerjanya, menatap keluar jendela. Tangannya di sakunya, posturnya memancarkan aura otoritas.“Duduk,” katanya singkat tanpa
‘Memegang kendali?’ Ziandra terheran-heran dengan kalimat dari Aldric dan dengan cepat memikirkannya di benak.Maksud Aldric apa? Bukankah seharusnya dia berhak melakukan keintiman dengan Dion, suaminya sendiri?‘Kalau dipikir-pikir, bukannya Bos Aldric aneh jika marah dan kesal kalau aku bermesraan dengan suamiku?’Ziandra masih bertanya-tanya dengan sikap tak wajar yang diberikan Aldric sehubungan dengan dia dan Dion bermesraan.‘Apa hak Bos Aldric, selain hanya berkaitan dengan perjanjian antara kita saja? Aneh!’ Ziandra masih saja tak paham dengan perilaku Aldric.Dia tak bisa memahami kecemburuan Aldric.“Jangan lupa kalau aku memegang penuh kendali atas kamu, Zia.” Terdengar suara berat memesona milik Aldric di telinga Ziandra.Semoga saja Dion tidak bisa ikut dengar atas ucapan Aldric baru saja.Tapi bagaimana Dion bisa dengar kalau pria itu masih sibuk merayu Ziandra di telinga satunya?“Ayo, sayang… sebentar saja, yuk! Tutup dulu telepon dari bosmu,” bisik Dion di telinga lai
‘Ternyata itu Pak Aldric! Dia! Dia yang memindahkan Rara ke rumah sakit yang lebih baik dan sudah melunasi semua biayanya!’ Ziandra berteriak dalam hatinya, perasaan campur aduk memenuhi dadanya.Dengan Clara kini ditempatkan di ruang VIP khusus untuk penderita kanker, suasana menjadi jauh lebih nyaman.Clara mendapatkan perawatan intensif yang sesuai dengan kebutuhannya, termasuk kehadiran perawat khusus yang siap membantu kapan saja.‘Aku bersyukur melihat kenyamanan ini. Bahkan mama yang kerap merasa tidak nyaman saat menjaga Rara di rumah sakit sebelumnya, sekarang bisa lebih santai karena ada tempat tidur khusus untuk penunggu pasien.’Ziandra tersenyum akan itu.Clara sendiri terlihat lebih ceria, meski sesekali masih merasakan lemas akibat pengobatannya.Ziandra merasa sedikit lega bahwa setidaknya putrinya dapat menjalani perawatan dengan lebih baik.Di kantor, Ziandra memutuskan untuk segera menghadap Aldric di ruangan si Bos. Dia harus mengucapkan terima kasih secara langsun
“Dokter, maksudnya bagaimana?” Ziandra masih belum paham.Tiba-tiba saja mereka datang dan menyampaikan perpindahan rumah sakit yang sangat mendadak.Memang boleh setiba-tiba ini?“Begini, Bu.” Kali ini perawat yang berbicara untuk menjelaskan. “Kami menerima telepon dari kerabat Bu Ziandra yang meminta pasien Clara berpindah ke rumah sakit Serenia untuk memaksimalkan pengobatan bagi anak ibu. Beliau sudah memesan ruang khusus di sana dan putri Ibu bisa langsung masuk saja.”Mata Ziandra bergerak-gerak melirik dokter dan perawat secara bergantian. Ada kerabatnya yang sudah menangani itu semua? Kerabat yang mana? Baik sekali! Apakah kerabat jauh yang belum pernah dia temui?Karena kerabat yang dia ketahui, mereka semua bukannya membantu tapi justru meminta ini dan itu.“Ah, begitu.” Ziandra masih bingung. “Lalu, kapan pindahnya?”“Sekarang juga tidak apa jika Ibu dan pasien Clara sudah siap.” Perawat menjawab.Dokter di sampingnya mengangguk.Maka, karena ada kerabat yang bersedia sede
“Wah! Mbak Zia!” Ruri, salah satu tetangga kompleks rumah orang tua Ziandra, orangnya paling senang mencari bahan gibah untuk dibahas dengan ibu-ibu lainnya.Dia memandang kaget pada Ziandra yang tadi baru turun dari mobil mewah. Kini mobil itu sudah melaju meninggalkan area tersebut.“Itu tadi… mobil kantor, saya… saya diantarkan karena baru selesai… selesai menemani atasan menemui klien.” Ziandra berjuang mengendalikan kegugupannya.Akan gawat apabila dia dijadikan bahan gibah Ruri nantinya di kompleks hanya gara-gara diantarkan bos besar.“Ooo….” Ruri tidak berusaha memperpanjang pertanyaan dan tersenyum kecil.“Saya… saya masuk dulu ke bangsal Rara. Apakah Jeng Ruri menjenguk kerabat di sini?” tanya Ziandra dengan nada suara lebih santai.Sepertinya pengembangan kemampuan berdustanya belum sampai ke tahap ahli. Dia masih gelagapan dan cukup gugup ketika menyembunyikan sesuatu.“Oh, aku jenguk anaknya Mbak Zia, kok! Ini sedang menunggu suamiku datang untuk jemput saja karena mau pe
“K-ke tempat Bapak?”Ziandra terkejut, tapi dia tidak berani bertanya lebih jauh. Pergi ke hunian Aldric sama artinya dengan dia… harus melayani napsu sang Bos.Beberapa menit kemudian, mobil berhenti di depan sebuah mansion megah yang berdiri di atas lahan luas dengan taman yang terawat sempurna. Ziandra hanya bisa tertegun melihat kemewahannya setiap datang ke sana."Turun!" perintah Aldric.Tanpa banyak bicara, Ziandra mengikutinya masuk ke dalam mansion.Di dalam, interiornya tak kalah menakjubkan. Langit-langit tinggi dengan lampu kristal, lantai marmer, dan perabotan mahal membuat Ziandra merasa seperti memasuki dunia lain.Tapi dia tidak sempat menikmati pemandangan itu karena Aldric tiba-tiba menarik tangannya, membawanya ke sebuah ruangan besar yang tampaknya adalah kamar pribadinya."Pak Aldric, apa yang Anda—"Aldric menghentikannya dengan menatapnya tajam. "Aku kesal, Zia. Dan kamu tahu bagaimana cara menenangkanku, bukan?"Wajah Ziandra memerah, tapi dia tidak bisa berkat
“P-Pak Aldric.”Ucapan itu membuat wajah Ziandra langsung memanas. Dia menundukkan kepala, tidak berani menatap Aldric. Pipinya terasa membara, sementara tangannya meremas gaun yang dia pegang. "Pak Aldric, Anda keterlaluan," gumamnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Aldric hanya terkekeh. "Oh, Zia. Kau tahu ini bagian dari kesepakatan kita. Tidak usah pura-pura malu. Sekarang, cepat ganti pakaian. Aku tidak punya banyak waktu."Ziandra hanya bisa mengangguk kecil, kemudian masuk ke ruang ganti. Di dalam, dia menatap pantulan dirinya di cermin sambil mengenakan salah satu setelan yang dipilih Aldric.Gaun blazer biru tua itu pas di tubuhnya, memberikan kesan anggun dan berwibawa.Namun, ada perasaan canggung yang terus menghantui pikirannya. Apakah semua ini benar-benar perlu? Apakah dia sudah melangkah terlalu jauh?Ketika dia keluar, Aldric sedang duduk di sofa butik, sibuk melihat jam tangannya.Namun, begitu melihat Ziandra, tatapannya berubah. Dia mengangguk puas. "Perfe
Ziandra menahan napas sejenak. “Saya akan melakukan yang terbaik, Pak.”Aldric menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Oh, aku yakin kau bisa. Jangan khawatir, aku akan membimbingmu secara pribadi.”Kata-kata itu terdengar seperti godaan terselubung di telinga Ziandra. Meski begitu, dia tahu bahwa pekerjaan ini bukan hanya tentang dirinya.Ini adalah harga yang harus dia bayar untuk memastikan masa depan Clara tetap aman. Apa pun yang Aldric rencanakan, dia harus siap menghadapi semuanya.“Ikut aku menemui klien, Zia.” Aldric mulai mengemasi barang-barangnya di atas meja.Karena ini merupakan tugas pertama dia sebagai asisten pribadi Aldric yang harus mendampinginya ke beberapa agenda Aldric, maka Ziandra ingin melakukan yang terbaik agar tidak memalukan.Apalagi, pengangkatan dia sebagai asisten pribadi cukup membuat beberapa rekan kerjanya terkejut. Maka dari itu, Ziandra harus membuktikan pada mereka bahwa dia layak dengan jabatan barunya.“Baik, Pak.” Ziandra memulai debu