"Apa kau akan kembali ke kantor, Sayang?" Lagi-lagi Bella menelepon Diego sore itu. Diego sendiri masih terdiam cukup lama di depan ruang laboratorium setelah ia mengetahui bahwa Darren adalah anaknya. Perasaan Diego tidak bisa dijelaskan. Ada rasa sayang yang membuncah, tapi ada rasa tidak terima juga karena Anna menyembunyikan semuanya. Diego pun berniat langsung mencari Anna setelah dari rumah sakit. "Aku tidak akan kembali ke kantor, Bella. Urusanku belum selesai," jawab Diego akhirnya. "Hmm, lalu apakah nanti malam kita bisa bertemu lagi? Aku akan ke apartemenmu." "Mungkin tidak bisa. Maafkan aku, Bella! Tapi aku benar-benar harus menyelesaikan sesuatu dan aku tidak tahu jam berapa akan pulang nanti. Jovan yang akan menggantikan aku menghandle pekerjaanku." Bella terdiam sejenak dan kembali tersenyum. "Begitu ya? Baiklah, tidak masalah. Kita akan bertemu besok." "Baiklah, Bella! Kututup dulu teleponnya!" Tanpa menunggu jawaban Bella, Diego pun menutup teleponnya begitu
Anna terus memegangi dadanya setelah ia pergi meninggalkan Diego begitu saja. Kakinya lemas, tapi Anna memaksa untuk tetap melangkah. Sekalipun tubuh Anna gemetar saat ini, tapi Anna tidak akan membiarkan Diego melihat betapa rapuh dirinya. Anna pun mempercepat langkahnya sampai ia pun masuk ke dalam mobil, bergabung bersama Darren dan Bik Nim. "Mama kok lama?" tanya Darren polos. "Maaf, Mama lama, Sayang. Tapi tidak ada apa-apa. Sini, Darren!" Anna meraih Darren dalam pelukannya dengan gigi yang masih gemerutuk dan tubuh yang menggigil. "Kok tangan Mama dingin?" "Ah, AC di rumah sakit tadi terlalu dingin," dusta Anna. "Kasihan, Mama kedinginan! Sini, Darren peluk keras-keras biar Mama tidak kedinginan lagi!" seru Darren yang memeluk Anna begitu kuat sampai Anna begitu terharu. Pelukan itu sangat hangat, walau tubuh Anna tetap terasa menggigil. Sungguh, satu masalah muncul lagi. Ketakutan Anna terjadi saat Diego tahu segalanya dan meminta Darren darinya. Tapi sumpah demi apa
Martha masih mematung di kursi rodanya dengan air mata yang bercucuran. "D-Diego? Kau ... Diego?" lirih Martha yang masih tidak percaya. Diego di hadapannya terlihat sangat keren dengan tubuh gagah, penampilan mahal, dan kepercayaan diri yang tinggi. Sangat berbeda dengan menantunya dulu yang kurus, penampilan apa adanya dengan kaosnya, dan sering menunduk menatap orang lain. Ya, sangat berbeda, tapi kedua pria itu sama. Senyuman Martha pun mendadak muncul di tengah tangisannya. Diego sendiri belum bergerak dari tempatnya dan masih menatap Martha dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Diego sudah pernah melihat Martha sekilas waktu itu, tapi melihat jelas Martha sekarang membuat hati Diego miris. Wanita tua yang dulu sangat cantik dan berpenampilan seperti sosialita, sekarang berubah menjadi pesakitan dengan wajah yang kusam dan tidak bercahaya sama sekali. Itu karma. Ya, itu karma yang menimpa seluruh keluarga Anna, tanpa kecuali."Bu Martha. Ya, aku Diego. Ternyata Anda m
Diego hanya bisa mematung mendengar cerita masa lalu dari Martha. Jantung Diego memacu tidak karuan."Anna sudah hampir gila saat itu, Diego, dia menghubungi pengacara keluarga dan siapa pun yang bisa membantu, tapi tidak ada yang bisa membantu membebaskanmu dari penjara. Dulu Wijaya masih punya power yang sangat besar." "Anna berjuang untukmu, sangat berjuang. Sampai akhirnya jalan terakhir yang bisa dia lakukan adalah melepaskanmu agar kau mendapatkan kebebasanmu." "Namun, nyatanya, Wijaya juga menipunya dan malah memaksanya menikah dengan Jeremy." Martha kembali menangis menyesali kebodohannya di masa lalu yang membiarkan Wijaya mengatur nasib Anna. Diego sendiri masih mematung menatap Martha. Diego terkejut dengan kenyataan itu, tapi sebagian harga dirinya masih berusaha mencari kesalahan Anna. "Lalu akhirnya dia setuju menikahi Jeremy karena dia sudah terlanjur hamil anakku? Darren itu anakku, anak yang Anna sembunyikan dariku selama ini. Anna terlalu malu mengakui kalau itu
Para suster langsung saling menatap mendengar ucapan Diego. Untuk sesaat, suasananya hening, sebelum suster itu bisa menyahut. "Itu ... kami harus membicarakannya dulu dengan pihak keluarga, Pak. Operasi adalah hal yang besar, kami juga harus memastikan dulu kondisi Bu Martha apa siap untuk operasi segera." Diego mengangguk. "Lakukan apa pun, Suster! Tapi biarkan namaku tetap menjadi anonim. Tidak perlu memberitahu mereka siapa yang melunasi biaya rumah sakit nantinya." Para suster kembali saling menatap, sebelum mereka mengangguk, memegang teguh sumpah perawat untuk merahasiakan data Diego yang akhirnya melunasi tunggakan Anna. Hati Diego terasa lebih tenang setelah melakukannya. Martha adalah orang yang sangat berarti bagi Anna dan Martha adalah orang yang akhirnya membuka mata Diego akan kebenaran di masa lalu. Diego tidak akan membiarkan Martha kalah oleh penyakitnya. Diego pun akhirnya pergi dari rumah sakit dan berakhir dengan melajukan mobilnya berputar-putar. Diego tidak
Anna mematung mendengar ucapan Diego yang tidak pernah disangkanya itu. Anna lemas seketika dan mendadak salah tingkah, tapi ia berusaha keras mempertahankan dirinya. "Dasar tidak waras!" Blep!Buru-buru Anna menutup teleponnya tanpa menunggu sahutan Diego lagi. Jantung Anna berdebar makin kencang. Entah apa maksud Diego sekarang. Setelah tadi sore bersikap begitu keras, mendadak sekarang bersikap begitu lembut. Apa ini modus untuk mendekati Darren? Permainan apa yang sedang Diego mainkan lagi kali ini? Sungguh, walaupun Anna tahu Diego mempermainkannya, tapi sialnya, Anna tidak bisa mencegah debaran jantungnya yang menggila. "Mama!" panggil Darren lagi. "Mama datang, Sayang! Mama datang!" seru Anna yang akhirnya berbaring menemani Darren di ranjang, walau dengan debaran jantung yang tidak kunjung normal. Sementara Diego kembali tersenyum menatap kamar Anna, lampunya tidak dinyalakan lagi, mungkin Darren tidur. Ya, anaknya sedang tidur saat ini. "Darren, apa Mama memelukmu? P
"Selamat pagi, Bu Anna!" "Selamat pagi, Suster!" Anna menerima telepon dari suster rumah sakit saat Anna baru saja pulang mengantarkan Darren sekolah pagi itu. "Maaf, apa Bu Anna ada waktu ke rumah sakit hari ini?" "Ada apa, Suster? Apa yang terjadi pada ibuku?" tanya Anna cemas. "Hmm, Bu Martha terlalu emosional dua hari ini, Bu Martha menjadi lebih agresif, dan terus minta pulang katanya untuk menyelamatkan Anda. Bu Martha juga bermimpi buruk sampai dia terus berteriak. Dua hari ini, kami sampai harus menenangkannya dengan obat, Bu.""Ya Tuhan, tapi dia baik-baik saja kan, Suster?" "Saat ini, kondisinya sudah stabil, Bu." Anna bernapas lega. Kemarin saat menceritakan semuanya, Martha terlihat begitu tegar dan tampak baik-baik saja, tapi ternyata itu hanya topeng yang Martha tunjukkan di depan Anna. Nyatanya, Martha pasti sangat terpukul. "Syukurlah kalau begitu, Suster. Tolong titip ibuku dan laporkan apa pun yang terjadi, Suster." "Baik, Bu. Tapi ada satu hal lagi yang har
Darren membelalak lebar saat akhirnya ia keceplosan. Darren pun menutup mulutnya seperti baru saja mengatakan hal yang tidak boleh dikatakan. Darren sudah berjanji pada Bik Nim untuk tidak mengatakannya pada siapa pun lagi. Namun, Diego sudah mendengarnya dan Diego sudah membelalak dengan sempurna juga. "Apa, Darren? Papa pukul Mama pakai sabuk?" Darren menggeleng. "Darren tidak tahu!" "Darren, jangan takut bicara dengan Uncle. Apa Darren lihat Papa pukul Mama pakai sabuk?" Mendadak Diego mendesak Darren sampai Darren makin menggeleng. Bertepatan dengan itu, bel sekolah pun berbunyi sampai Darren langsung tersentak kaget. Tet ...."Darren mau masuk kelas." "Darren, tunggu dulu! Uncle serius, apa Darren pernah lihat Papa pukul Mama?" "Bik Nim bilang Darren tidak boleh bilang siapa-siapa, nanti Papa marah." "Apa? Nanti Papa marah?" "Darren mau masuk kelas!" "Darren ...." Diego terus menahan Darren yang ingin kabur sampai sang guru melihat dan menghampiri mereka. "Maaf, Pak.
"Sial! Aku tidak pernah tahu kalau Diego itu ternyata adalah mantan suami Anna! Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, hah?" "Sejak awal Anna dan Diego sudah membodohi aku? Keduanya sudah saling mengenal dan memang benar berselingkuh di belakangku?" "Bahkan mereka punya anak ... sial! Darren itu anak Diego! Mengapa kau begitu bodoh dan tidak bisa mencari tahu tentang hal seperti itu, Bram!"Jeremy tidak berhenti berteriak kesal setelah Diego dan Anna pulang. Jeremy yang sudah dikembalikan ke selnya pun begitu emosi sampai menendang kaki Bram. Keduanya ditempatkan di satu sel yang sama, sel sementara di kantor polisi, tapi Jeremy sudah hampir gila sekarang. "Anna memukuli aku dan Diego brengsek itu membuat wajahku bengkak! Sial! Buatkan gugatan! Buatkan gugatan untuk perselingkuhan dan penipuan! Mereka menipuku! Mereka menipuku habis-habisan dan tertawa di atas penderitaanku!" Jeremy membentak pengacaranya yang saat ini juga sudah berdiri di depan selnya. "Maaf, Pak. Itu tidak bisa d
"Hasil forensiknya sudah keluar. Dari tanda fisik yang telah diperiksa, dapat disimpulkan bahwa Bu Martha meninggal karena dicekik." Diego dan Anna akhirnya pergi ke rumah sakit menjelang malam itu dan hasil pemeriksaan forensik untuk penyebab utama kematian sudah keluar. "Selain itu, ada bekas darah di kuku Bu Martha yang menunjukkan Bu Martha sempat melakukan perlawanan. Kemungkinan darah tersebut adalah darah dari pelaku saat Bu Martha mencakar lengan sang pelaku," jelas sang dokter lagi. Seorang polisi yang menhandle kasus ini pun mengangguk dan menambahkan keterangannya. "Sesuai instruksi, kami juga langsung mencocokkan sidik jari yang ditemukan dengan sidik jari dari Pak Jeremy, hasilnya cocok. Pak Jeremy menolak melakukan tes DNA untuk darah di kuku Bu Martha, tapi bekas cakaran di lengan Pak Jeremy sudah bisa menjadi bukti kuat." "CCTV rumah sakit juga bisa membuktikan bahwa Pak Jeremy adalah orang terakhir yang keluar dari kamar Bu Martha setelah Bu Martha meninggal. Bu
Anna membuka matanya sambil mengernyit pagi itu. Tubuhnya terasa begitu lelah dan sakit semua. Anna kesulitan bergerak dan rasa di tenggorokannya begitu kering."Hmm, aku tertidur," gumam Anna. "Di mana ini?" Anna masih mengernyit menatap sekelilingnya yang begitu asing. Anna belum pernah ke apartemen Diego sebelumnya. "Akhh ...," rintih Anna saat ia bangkit duduk. Tidak ada siapa-siapa di samping Anna dan ia sendirian di kamar itu, tapi Anna bisa merasakan aroma parfum yang familiar di sana. Parfum yang biasa Diego pakai. "Ini pasti apartemennya. Hmm, kepalaku sakit sekali," gumam Anna lagi. Demam membuat tubuhnya terasa linu dan sakit di semua bagian. Namun, perlahan Anna bangkit dari ranjangnya dan ia langsung bisa mendengar suara ribut dari luar kamar. Suara ribut yang menyenangkan, suara tawa, dan suara teriakan sumringah anak kecil. Suara yang jarang ia dengar di rumah karena Darren tidak berani tertawa terlalu keras saat ada Jeremy. Suara itu pun membuat Anna penasaran d
Martha benar. Semua cerita Martha benar. Diego tidak pernah meragukannya. Hanya saja, barang berharga yang Diego temukan menegaskan kebenaran itu dan membuat Diego makin membenci dirinya yang begitu brengsek. "Maafkan aku, Anna! Maafkan aku! Aku bodoh! Aku sangat bodoh! Maafkan aku!" ucap Diego penuh penyesalan. Cukup lama Diego meredakan tangisannya, sebelum Diego menggantikan Anna baju. Diego menyeka tubuh Anna dengan kain hangat agar wanita itu merasa nyaman lalu memakaikan sepasang baju tidur yang hangat. Anna hanya membawa satu pasang baju tidur. Dua celana panjang dan beberapa atasan. Hanya itu yang ia bawa dalam pelariannya kali ini. "Besok kita akan belanja. Besok kita akan membeli banyak baju untukmu dan Darren," bisik Diego yang terus membelai kepala Anna sayang. Tidak lama kemudian, Anna mulai bergerak gelisah karena mimpi buruknya dan ia mulai mengigau. Namun, Diego langsung memeluk dan menenangkannya. Diego duduk bersandar di ranjang dan memeluk Anna begitu erat sa
Anna tertidur.Anna tidak tahu kapan pastinya ia tertidur dan sudah berapa lama, tapi Anna hanya bisa merasakan linu di sekujur tubuhnya. Anna juga menggigil dan rasanya sama sekali tidak nyaman. "Kau demam, Anna!" Diego baru saja menghentikan mobilnya di parkiran apartemennya malam itu. Sebenarnya jarak antara rumah sakit dan apartemen tidak sejauh itu, tapi Diego memutar lagi arah mobilnya saat melihat Anna yang akhirnya tertidur. Diego ingin Anna bisa tidur lelap dulu agar Diego tinggal menggendongnya nanti, tapi ternyata Diego malah mendapati Anna yang demam. "Kau dengar aku, Anna? Bagaimana rasanya? Apa kita perlu ke rumah sakit lagi?" bisik Diego lembut, mencoba membangunkan Anna yang terlihat menggigil dan tidak nyaman. Namun, Anna menggeleng dan menarik Diego mendekat, berusaha mencari kehangatan karena ia sangat kedinginan. Diego yang masih duduk di mobilnya pun langsung bergerak cepat, membuka sabuk pengaman, turun dari mobil, dan akhirnya menggendong Anna naik ke apar
Diego benar-benar tersentak mendengar ucapan Anna sampai ia menoleh kaget. "Sial, Anna! Apa yang kau katakan, hah?" "Aku serius! Bukankah kau yang duluan menginginkan tubuhku untuk membayar hutang operasi Darren dan investasi di perusahaan Jeremy? Hanya itu yang aku punya. Aku tahu waktu itu aku sudah menolaknya, tapi aku menarik kembali ucapanku, bagaimana kalau kau memakaiku saja sampai kau puas?" Lagi-lagi Anna tertawa begitu frustasi sampai Diego pun menggenggam erat setirnya. Dengan geram, Diego membelokkan mobilnya ke pinggir jalan dan menghentikan mobilnya asal. Anna ikut tersentak. "Ada apa ini? Mengapa kita berhenti di sini? Aku harus menjemput Darren." Diego tidak menyahutinya, tapi Diego membuka sabun pengamannya dan menatap Anna. Diego menangkup wajah Anna dan menatapnya lekat-lekat. Wajah cantik itu masih belum benar-benar hidup. Kedua manik mata indah itu juga tidak menyala, hingga air mata Diego pun ikut menetes. Bukankah saat kita sedang bersedih, hal yang akan
"Anna sialan! Diego sialan! Brengsek semua!" Jeremy tidak berhenti mengumpat saat akhirnya ia terpaksa turun dari pesawat dan ikut dengan polisi. Namun, Jeremy tidak mau terlihat seperti seorang buronan dan ia ingin tetap terlihat terhormat. Jeremy pun berjanji tidak akan kabur, tapi ia menolak diborgol. Polisi mengijinkannya berjalan sendiri dengan pengawasan ketat karena ternyata di bawah pesawat sendiri sudah ada beberapa anggota polisi yang lain. "Berani sekali kalian memperlakukan aku seperti ini! Aku bukan penjahat!" "Silakan dijelaskan di kantor, Pak! Anda juga dipersilakan memanggil pengacara. Tapi selama proses penyelidikan, Anda tidak diijinkan pergi ke luar kota maupun luar negeri." Jeremy tidak banyak bicara lagi, tapi ia tidak berhenti mengirim pesan pada pengacaranya yang dengan cepat sudah menunggu di kantor polisi. Jeremy pikir malam itu ia akan langsung bebas dan pulang ke rumah, tapi sialnya, Martha brengsek itu sebelum meninggal sudah membuat banyak laporan me
"Ibu, jangan khawatir, aku akan menegakkan keadilan itu untuk Ibu. Tenanglah, Ibu! Tenanglah!" "Aku tidak akan melepaskan Jeremy! Aku bersumpah, Ibu! Maafkan aku yang tidak ada di saat-saat terakhir Ibu! Maafkan aku!" Anna kembali memeluk jasad Martha. Bahkan, saat jasad Martha akan dibawa pergi pun Anna masih belum rela melepaskannya. Diego yang melihatnya pun menangkup bahu Anna dari belakang dan berusaha menenangkannya. "Anna, jasad Bu Martha harus segera dipindahkan." "Tidak, jangan pisahkan aku dengan ibuku! Tidak!" "Anna ...." "Aku masih mau bersamanya, aku belum puas bersamanya. Ibu ...." Anna masih menangis lirih, tapi Diego memeluknya dari belakang agar suster bisa memindahkan jasad Martha. "Lepaskan aku, Diego! Lepaskan! Ibu ...," lirih Anna lagi saat melihat jasad Martha akhirnya dibawa pergi dari sana. Bik Nim yang masih di luar kamar sambil menggendong Darren pun hanya bisa menatap sedih pada tubuh Martha yang sudah tertutup sampai ke kepala itu. Jasad Martha di
"Sial! Apa yang terjadi di rumah, hah? Mengapa semuanya berantakan seperti ini?" bentak Jeremy penuh amarah. Jeremy akhirnya tiba di rumah setelah menyetir seperti kesetanan. Jeremy menyetir begitu cepat seolah takut akan tertangkap oleh siapa pun. Jantung Jeremy pun memacu tidak karuan karena ia baru saja membunuh Martha dengan tangannya sendiri, padahal biasanya Jeremy selalu menggunakan tangan orang lain kalau akan melakukan kecurangan atau kejahatan apa pun. Setibanya di rumah, bukannya makin tenang, jantung Jeremy malah makin tidak karuan mendengar Anna yang berhasil kabur dari rumah. Jeremy pun segera melihat rekaman CCTV rumah dan Jeremy marah luar biasa. "Dasar bodoh! Apa gunanya tubuhmu sebesar itu kalau mengalahkan seorang Diego saja tidak bisa, hah?" bentak Jeremy lagi. Jeremy melihat jelas bagaimana Diego menghajar Bram, sebelum Bram tumbang setelah dipukul Anna dengan guci mahal. "Sial! Guci itu mahal sekali! Sial! Bodoh semua! Bodoh! Pecat security bodoh itu juga!