Martha masih mematung di kursi rodanya dengan air mata yang bercucuran. "D-Diego? Kau ... Diego?" lirih Martha yang masih tidak percaya. Diego di hadapannya terlihat sangat keren dengan tubuh gagah, penampilan mahal, dan kepercayaan diri yang tinggi. Sangat berbeda dengan menantunya dulu yang kurus, penampilan apa adanya dengan kaosnya, dan sering menunduk menatap orang lain. Ya, sangat berbeda, tapi kedua pria itu sama. Senyuman Martha pun mendadak muncul di tengah tangisannya. Diego sendiri belum bergerak dari tempatnya dan masih menatap Martha dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Diego sudah pernah melihat Martha sekilas waktu itu, tapi melihat jelas Martha sekarang membuat hati Diego miris. Wanita tua yang dulu sangat cantik dan berpenampilan seperti sosialita, sekarang berubah menjadi pesakitan dengan wajah yang kusam dan tidak bercahaya sama sekali. Itu karma. Ya, itu karma yang menimpa seluruh keluarga Anna, tanpa kecuali."Bu Martha. Ya, aku Diego. Ternyata Anda m
Diego hanya bisa mematung mendengar cerita masa lalu dari Martha. Jantung Diego memacu tidak karuan."Anna sudah hampir gila saat itu, Diego, dia menghubungi pengacara keluarga dan siapa pun yang bisa membantu, tapi tidak ada yang bisa membantu membebaskanmu dari penjara. Dulu Wijaya masih punya power yang sangat besar." "Anna berjuang untukmu, sangat berjuang. Sampai akhirnya jalan terakhir yang bisa dia lakukan adalah melepaskanmu agar kau mendapatkan kebebasanmu." "Namun, nyatanya, Wijaya juga menipunya dan malah memaksanya menikah dengan Jeremy." Martha kembali menangis menyesali kebodohannya di masa lalu yang membiarkan Wijaya mengatur nasib Anna. Diego sendiri masih mematung menatap Martha. Diego terkejut dengan kenyataan itu, tapi sebagian harga dirinya masih berusaha mencari kesalahan Anna. "Lalu akhirnya dia setuju menikahi Jeremy karena dia sudah terlanjur hamil anakku? Darren itu anakku, anak yang Anna sembunyikan dariku selama ini. Anna terlalu malu mengakui kalau itu
Para suster langsung saling menatap mendengar ucapan Diego. Untuk sesaat, suasananya hening, sebelum suster itu bisa menyahut. "Itu ... kami harus membicarakannya dulu dengan pihak keluarga, Pak. Operasi adalah hal yang besar, kami juga harus memastikan dulu kondisi Bu Martha apa siap untuk operasi segera." Diego mengangguk. "Lakukan apa pun, Suster! Tapi biarkan namaku tetap menjadi anonim. Tidak perlu memberitahu mereka siapa yang melunasi biaya rumah sakit nantinya." Para suster kembali saling menatap, sebelum mereka mengangguk, memegang teguh sumpah perawat untuk merahasiakan data Diego yang akhirnya melunasi tunggakan Anna. Hati Diego terasa lebih tenang setelah melakukannya. Martha adalah orang yang sangat berarti bagi Anna dan Martha adalah orang yang akhirnya membuka mata Diego akan kebenaran di masa lalu. Diego tidak akan membiarkan Martha kalah oleh penyakitnya. Diego pun akhirnya pergi dari rumah sakit dan berakhir dengan melajukan mobilnya berputar-putar. Diego tidak
Anna mematung mendengar ucapan Diego yang tidak pernah disangkanya itu. Anna lemas seketika dan mendadak salah tingkah, tapi ia berusaha keras mempertahankan dirinya. "Dasar tidak waras!" Blep!Buru-buru Anna menutup teleponnya tanpa menunggu sahutan Diego lagi. Jantung Anna berdebar makin kencang. Entah apa maksud Diego sekarang. Setelah tadi sore bersikap begitu keras, mendadak sekarang bersikap begitu lembut. Apa ini modus untuk mendekati Darren? Permainan apa yang sedang Diego mainkan lagi kali ini? Sungguh, walaupun Anna tahu Diego mempermainkannya, tapi sialnya, Anna tidak bisa mencegah debaran jantungnya yang menggila. "Mama!" panggil Darren lagi. "Mama datang, Sayang! Mama datang!" seru Anna yang akhirnya berbaring menemani Darren di ranjang, walau dengan debaran jantung yang tidak kunjung normal. Sementara Diego kembali tersenyum menatap kamar Anna, lampunya tidak dinyalakan lagi, mungkin Darren tidur. Ya, anaknya sedang tidur saat ini. "Darren, apa Mama memelukmu? P
"Selamat pagi, Bu Anna!" "Selamat pagi, Suster!" Anna menerima telepon dari suster rumah sakit saat Anna baru saja pulang mengantarkan Darren sekolah pagi itu. "Maaf, apa Bu Anna ada waktu ke rumah sakit hari ini?" "Ada apa, Suster? Apa yang terjadi pada ibuku?" tanya Anna cemas. "Hmm, Bu Martha terlalu emosional dua hari ini, Bu Martha menjadi lebih agresif, dan terus minta pulang katanya untuk menyelamatkan Anda. Bu Martha juga bermimpi buruk sampai dia terus berteriak. Dua hari ini, kami sampai harus menenangkannya dengan obat, Bu.""Ya Tuhan, tapi dia baik-baik saja kan, Suster?" "Saat ini, kondisinya sudah stabil, Bu." Anna bernapas lega. Kemarin saat menceritakan semuanya, Martha terlihat begitu tegar dan tampak baik-baik saja, tapi ternyata itu hanya topeng yang Martha tunjukkan di depan Anna. Nyatanya, Martha pasti sangat terpukul. "Syukurlah kalau begitu, Suster. Tolong titip ibuku dan laporkan apa pun yang terjadi, Suster." "Baik, Bu. Tapi ada satu hal lagi yang har
Darren membelalak lebar saat akhirnya ia keceplosan. Darren pun menutup mulutnya seperti baru saja mengatakan hal yang tidak boleh dikatakan. Darren sudah berjanji pada Bik Nim untuk tidak mengatakannya pada siapa pun lagi. Namun, Diego sudah mendengarnya dan Diego sudah membelalak dengan sempurna juga. "Apa, Darren? Papa pukul Mama pakai sabuk?" Darren menggeleng. "Darren tidak tahu!" "Darren, jangan takut bicara dengan Uncle. Apa Darren lihat Papa pukul Mama pakai sabuk?" Mendadak Diego mendesak Darren sampai Darren makin menggeleng. Bertepatan dengan itu, bel sekolah pun berbunyi sampai Darren langsung tersentak kaget. Tet ...."Darren mau masuk kelas." "Darren, tunggu dulu! Uncle serius, apa Darren pernah lihat Papa pukul Mama?" "Bik Nim bilang Darren tidak boleh bilang siapa-siapa, nanti Papa marah." "Apa? Nanti Papa marah?" "Darren mau masuk kelas!" "Darren ...." Diego terus menahan Darren yang ingin kabur sampai sang guru melihat dan menghampiri mereka. "Maaf, Pak.
"D-Diego? Jadi pria yang kemarin ke sini adalah Diego?" Anna masih begitu tegang menyebut nama itu di depan Martha, tapi Martha malah mengangguk dan terlihat bersemangat. "Ya, Ibu berharap bisa bertemu dengannya untuk yang terakhir kalinya dan Tuhan mengijinkannya, Anna." "Bagaimana bisa ada kebetulan seperti ini? Dan dia ... bagaimana dia bisa menjadi begitu hebat, bahkan menjadi investor di perusahaan Jeremy. Dunia benar-benar sudah terbalik." "Tapi apa Jeremy tahu tentang masa lalu kalian? Atau jangan-jangan karena itu, dia mulai memukulmu?" Anna belum pernah bercerita tentang Diego. Semua ia ceritakan, kecuali tentang Diego. "Tapi jangan khawatir, Ibu sudah menceritakan semuanya pada Diego agar dia tidak salah paham lagi padamu, Anna." Anna membelalak kaget. "Apa yang Ibu ceritakan dan bagaimana dia bisa ke sini?" "Ibu menceritakan bahwa kau terpaksa meninggalkannya. Dia harus tahu kebenarannya agar dia tidak membencimu, Anna. Kau juga korban dari ayahmu!" Anna masih memb
Bik Nim sudah penasaran sejak mendengar suara klakson mobil. Bik Nim pikir Anna sudah pulang sampai akhirnya Bik Nim melangkah keluar. Namun, alih-alih Anna, Bik Nim malah melihat pria yang tidak ia sangka ada di sana. "P-Pak Diego? Apa yang Pak Diego lakukan di sini?" gumam Bik Nim yang melihat dari pintu gerbang yang terbuka sedikit. Bik Nim pun makin membelalak saat melihat Jeremy mendekati Diego dan kedua pria itu berhadapan di sana. Jantung Bik Nim sampai berdebar tidak karuan dibuatnya. "Apa yang mereka bicarakan di sana? Apa yang harus kulakukan? Yang satu mantan suaminya, yang satu suaminya. Bu Anna harus tahu tentang ini!" Bik Nim pun segera mengambil foto Jeremy dan Diego yang sedang berhadapan, lalu segera mengirimkan foto itu ke ponsel Anna. Anna sendiri masih terus menenangkan Martha yang gelisah saat ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk dari Bik Nim. "Ibu tenang saja! Aku akan mengemasi barangku agar aku bisa sewaktu-waktu pergi dari sana." "Iya, Anna! Iya, S
"Darren, Sayang? Darren tidak apa kan, Sayang?" Anna menangis pedih melihat dahi Darren terluka. Tidak hanya berdarah, tapi juga membengkak dan biru. Anna pun menyeka bekas darah itu dengan hati-hati, tapi Darren terus meringis saat Anna melakukannya. Anna sendiri langsung membawa Darren ke kamar tadi dan tidak mempedulikan Jeremy yang masih marah-marah di ruang tamu. "Sakit, Mama! Papa ... jahat!" seru Darren dengan sisa sesenggukannya. "Maafkan Mama ya, Sayang! Maafkan Mama!" geram Anna dengan rahang yang mengeras. Sungguh, Anna ingin sekali membalas Jeremy dengan apa saja yang ia bisa. Hati Anna sakit, sangat sakit melihat Jeremy menyakiti Darren tepat di depan matanya. Namun, Anna tidak mau membuat masalah ini makin panjang dengan perlawanannya. Bisa-bisa Jeremy makin menyakiti Darren. "Bik Nim, kemasi barang-barang berharga kita karena kita akan segera pergi dari sini. Aku tidak tahan lagi. Apa pun yang terjadi, kita akan pergi dari sini!" Tentu saja kabur dari Jeremy sam
Anna masih begitu gelisah saat sopir melajukan mobilnya pulang. Anna terus menatap ponselnya, berkirim pesan dengan Bik Nim yang melaporkan bahwa Diego sudah pulang. Dalam kegelisahannya, akhirnya Anna meminta pak sopir menjemput Darren dulu walaupun ini belum jam pulang. Entah mengapa, perasaan Anna sangat tidak enak setelah pulang dari rumah sakit tadi. Anna akhirnya menjemput Darren duluan dan memeluknya sepanjang perjalanan pulang. "Mengapa Darren pulang cepat, Mama?" "Tidak apa, Sayang. Kita di rumah saja ya." Pada saat yang sama, ponsel Anna berbunyi dan Diego meneleponnya lagi, tapi Anna terlalu tegang dan Anna tidak mungkin menjawab teleponnya di mobil karena ada pak sopir yang merupakan mata-mata Jeremy. Anna pun akhirnya me-reject telepon itu dan mengirimkan pesan pada Diego. Anna: "Apa yang kau lakukan di rumahku? Jangan pernah mencariku lagi, apa kau tidak paham ucapanku, Diego?" Diego yang sudah melajukan mobilnya pergi dari rumah Anna pun menepikan mobilnya di pi
Bik Nim sudah penasaran sejak mendengar suara klakson mobil. Bik Nim pikir Anna sudah pulang sampai akhirnya Bik Nim melangkah keluar. Namun, alih-alih Anna, Bik Nim malah melihat pria yang tidak ia sangka ada di sana. "P-Pak Diego? Apa yang Pak Diego lakukan di sini?" gumam Bik Nim yang melihat dari pintu gerbang yang terbuka sedikit. Bik Nim pun makin membelalak saat melihat Jeremy mendekati Diego dan kedua pria itu berhadapan di sana. Jantung Bik Nim sampai berdebar tidak karuan dibuatnya. "Apa yang mereka bicarakan di sana? Apa yang harus kulakukan? Yang satu mantan suaminya, yang satu suaminya. Bu Anna harus tahu tentang ini!" Bik Nim pun segera mengambil foto Jeremy dan Diego yang sedang berhadapan, lalu segera mengirimkan foto itu ke ponsel Anna. Anna sendiri masih terus menenangkan Martha yang gelisah saat ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk dari Bik Nim. "Ibu tenang saja! Aku akan mengemasi barangku agar aku bisa sewaktu-waktu pergi dari sana." "Iya, Anna! Iya, S
"D-Diego? Jadi pria yang kemarin ke sini adalah Diego?" Anna masih begitu tegang menyebut nama itu di depan Martha, tapi Martha malah mengangguk dan terlihat bersemangat. "Ya, Ibu berharap bisa bertemu dengannya untuk yang terakhir kalinya dan Tuhan mengijinkannya, Anna." "Bagaimana bisa ada kebetulan seperti ini? Dan dia ... bagaimana dia bisa menjadi begitu hebat, bahkan menjadi investor di perusahaan Jeremy. Dunia benar-benar sudah terbalik." "Tapi apa Jeremy tahu tentang masa lalu kalian? Atau jangan-jangan karena itu, dia mulai memukulmu?" Anna belum pernah bercerita tentang Diego. Semua ia ceritakan, kecuali tentang Diego. "Tapi jangan khawatir, Ibu sudah menceritakan semuanya pada Diego agar dia tidak salah paham lagi padamu, Anna." Anna membelalak kaget. "Apa yang Ibu ceritakan dan bagaimana dia bisa ke sini?" "Ibu menceritakan bahwa kau terpaksa meninggalkannya. Dia harus tahu kebenarannya agar dia tidak membencimu, Anna. Kau juga korban dari ayahmu!" Anna masih memb
Darren membelalak lebar saat akhirnya ia keceplosan. Darren pun menutup mulutnya seperti baru saja mengatakan hal yang tidak boleh dikatakan. Darren sudah berjanji pada Bik Nim untuk tidak mengatakannya pada siapa pun lagi. Namun, Diego sudah mendengarnya dan Diego sudah membelalak dengan sempurna juga. "Apa, Darren? Papa pukul Mama pakai sabuk?" Darren menggeleng. "Darren tidak tahu!" "Darren, jangan takut bicara dengan Uncle. Apa Darren lihat Papa pukul Mama pakai sabuk?" Mendadak Diego mendesak Darren sampai Darren makin menggeleng. Bertepatan dengan itu, bel sekolah pun berbunyi sampai Darren langsung tersentak kaget. Tet ...."Darren mau masuk kelas." "Darren, tunggu dulu! Uncle serius, apa Darren pernah lihat Papa pukul Mama?" "Bik Nim bilang Darren tidak boleh bilang siapa-siapa, nanti Papa marah." "Apa? Nanti Papa marah?" "Darren mau masuk kelas!" "Darren ...." Diego terus menahan Darren yang ingin kabur sampai sang guru melihat dan menghampiri mereka. "Maaf, Pak.
"Selamat pagi, Bu Anna!" "Selamat pagi, Suster!" Anna menerima telepon dari suster rumah sakit saat Anna baru saja pulang mengantarkan Darren sekolah pagi itu. "Maaf, apa Bu Anna ada waktu ke rumah sakit hari ini?" "Ada apa, Suster? Apa yang terjadi pada ibuku?" tanya Anna cemas. "Hmm, Bu Martha terlalu emosional dua hari ini, Bu Martha menjadi lebih agresif, dan terus minta pulang katanya untuk menyelamatkan Anda. Bu Martha juga bermimpi buruk sampai dia terus berteriak. Dua hari ini, kami sampai harus menenangkannya dengan obat, Bu.""Ya Tuhan, tapi dia baik-baik saja kan, Suster?" "Saat ini, kondisinya sudah stabil, Bu." Anna bernapas lega. Kemarin saat menceritakan semuanya, Martha terlihat begitu tegar dan tampak baik-baik saja, tapi ternyata itu hanya topeng yang Martha tunjukkan di depan Anna. Nyatanya, Martha pasti sangat terpukul. "Syukurlah kalau begitu, Suster. Tolong titip ibuku dan laporkan apa pun yang terjadi, Suster." "Baik, Bu. Tapi ada satu hal lagi yang har
Anna mematung mendengar ucapan Diego yang tidak pernah disangkanya itu. Anna lemas seketika dan mendadak salah tingkah, tapi ia berusaha keras mempertahankan dirinya. "Dasar tidak waras!" Blep!Buru-buru Anna menutup teleponnya tanpa menunggu sahutan Diego lagi. Jantung Anna berdebar makin kencang. Entah apa maksud Diego sekarang. Setelah tadi sore bersikap begitu keras, mendadak sekarang bersikap begitu lembut. Apa ini modus untuk mendekati Darren? Permainan apa yang sedang Diego mainkan lagi kali ini? Sungguh, walaupun Anna tahu Diego mempermainkannya, tapi sialnya, Anna tidak bisa mencegah debaran jantungnya yang menggila. "Mama!" panggil Darren lagi. "Mama datang, Sayang! Mama datang!" seru Anna yang akhirnya berbaring menemani Darren di ranjang, walau dengan debaran jantung yang tidak kunjung normal. Sementara Diego kembali tersenyum menatap kamar Anna, lampunya tidak dinyalakan lagi, mungkin Darren tidur. Ya, anaknya sedang tidur saat ini. "Darren, apa Mama memelukmu? P
Para suster langsung saling menatap mendengar ucapan Diego. Untuk sesaat, suasananya hening, sebelum suster itu bisa menyahut. "Itu ... kami harus membicarakannya dulu dengan pihak keluarga, Pak. Operasi adalah hal yang besar, kami juga harus memastikan dulu kondisi Bu Martha apa siap untuk operasi segera." Diego mengangguk. "Lakukan apa pun, Suster! Tapi biarkan namaku tetap menjadi anonim. Tidak perlu memberitahu mereka siapa yang melunasi biaya rumah sakit nantinya." Para suster kembali saling menatap, sebelum mereka mengangguk, memegang teguh sumpah perawat untuk merahasiakan data Diego yang akhirnya melunasi tunggakan Anna. Hati Diego terasa lebih tenang setelah melakukannya. Martha adalah orang yang sangat berarti bagi Anna dan Martha adalah orang yang akhirnya membuka mata Diego akan kebenaran di masa lalu. Diego tidak akan membiarkan Martha kalah oleh penyakitnya. Diego pun akhirnya pergi dari rumah sakit dan berakhir dengan melajukan mobilnya berputar-putar. Diego tidak
Diego hanya bisa mematung mendengar cerita masa lalu dari Martha. Jantung Diego memacu tidak karuan."Anna sudah hampir gila saat itu, Diego, dia menghubungi pengacara keluarga dan siapa pun yang bisa membantu, tapi tidak ada yang bisa membantu membebaskanmu dari penjara. Dulu Wijaya masih punya power yang sangat besar." "Anna berjuang untukmu, sangat berjuang. Sampai akhirnya jalan terakhir yang bisa dia lakukan adalah melepaskanmu agar kau mendapatkan kebebasanmu." "Namun, nyatanya, Wijaya juga menipunya dan malah memaksanya menikah dengan Jeremy." Martha kembali menangis menyesali kebodohannya di masa lalu yang membiarkan Wijaya mengatur nasib Anna. Diego sendiri masih mematung menatap Martha. Diego terkejut dengan kenyataan itu, tapi sebagian harga dirinya masih berusaha mencari kesalahan Anna. "Lalu akhirnya dia setuju menikahi Jeremy karena dia sudah terlanjur hamil anakku? Darren itu anakku, anak yang Anna sembunyikan dariku selama ini. Anna terlalu malu mengakui kalau itu